hukum pidana 1

Jumat, 26 Januari 2024

hukum pidana 1




KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 
Buku Kesatu - Aturan Umum
Daftar Isi
  Bab I - Batas-batas berlakunya Aturan Pidana dalam Perundang-undangan 
  Bab II - Pidana 
  Bab III - Hal-hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana 
  Bab IV - Percobaan 
  Bab V - Penyertaan Dalam Tindak Pidana 
  Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana 
  Bab VII - Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal 
  Kejahatan-kejahatan yang Hanya Dituntut atas Pengaduan 
  Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana 
  Bab IX - Arti Beberapa Istilah yang Dipakai dalam Kitab Undang-undang 
  Aturan Penutup 
Bab I - Batas-Batas Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan
Pasal 1
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasar  kekuatan ketentuan 
perundang-undangan pidana yang telah ada
(2) Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, 
maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
Pasal 2
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan dangan Indonesia diterapkan bagi 
setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal 3
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang 
yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air 
atau pesawat udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang 
yang melakukan di luar Indonesia:
1. salah satu kejahatan berdasar  pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.
2. suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh 
negara atau bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang 
digunakan oleh Pemerintah Indonesia.
3. pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas 
tanggungan suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan 
talon, tanda dividen atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, 
dan tanda yang dikeluarkan sebagai pengganti surat ini , atau menggunakan 
surat-surat ini  di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan 
tidak dipalsu;
4. salah satu kejahatan yang ini  dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 
446 tentang pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air 
kepada kekuasaan bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat 
udara secara melawan hukum, pasal 479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan 
yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.
Pasal 5
(1) Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterspksn bsgi warga 
negara yang di luar Indonesia melakukan:
1. salah satu kejahatan ini  dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 
160, 161, 240, 279, 450, dan 451.
2. salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam 
perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut 
perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
(2) Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga 
jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
Pasal 6
Berlakunya pasal 5 ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak 
dijatuhkan pidana mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan 
dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat 
yang di luar Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud 
dalam bab XXVIII Buku Kedua Pasal 8 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan 
Indonesia berlaku bagi nahkoda dan penumpang perahu Indonesia, yang diluar 
Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah satu tindak pidana 
sebagaimana dimaksud dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan BAb IX Buku ketiga; begitu 
pula yang ini  dalam peraturan mengenai surat laut dan pas kapal di 
Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan. 
Pasal 9
Diterapkannya pasal-pasal 2-5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian 
yang diakui dalam hukum internasional. 
Bab II - Pidana
Pasal 10 
Pidana terdirl atas: 
a. pidana pokok:
1. pidana mati;
2. pidana penjara;
3. pidana kurungan;
4. pidana denda;
5. pidana tutupan.
b. pidana tambahan
1. pencabutan hak-hak tertentu;
2. perampasan barang-barang tertentu;
3. pengumuman putusan hakim.
Pasal 11
Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali 
yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan 
tempat terpidana berdiri.
Pasal 12
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama 
lima belas tahun berturut-turut.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun 
berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara 
pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau 
antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; 
begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahanan pidana 
sebab  perbarengan, pengulangan atau sebab  ditentukan pasal.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua 
puluh tahun.
Pasal 13
Para terpidana dijatuhi pidana penjara dibagi-bagi atas beberapa golongan
Pasal 14
Terpidana yang dijatuhkan pidana penjara wajib menjalankan segala pekerjaan yang 
dibebankan kepadanya berdasar  ketentuan pelaksanaan pasal 29.
Pasal 14a
(1) Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau pidana 
kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusnya hakim 
dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani, kecuali jika 
dikemudianhari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan sebab  si 
terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan 
dalam perintah ini  diatas habis, atau sebab  si terpidana selama masa 
percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam 
perintah itu.
(2) Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali dalam 
perkara-perkara yang mangenai penghasilan dan persewaan negara apabila 
menjatuhkan pidana denda, tetapi harus ternyata kepadanya bahwa pidana denda 
atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si 
terpidana . Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya 
dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan negara, jika terhadap kejahatan 
dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak 
diterapkan ketentuan pasal 30 ayat 2.
(3) Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai pidana pokok juga 
mengenai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
(4) Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki dengan cermat 
berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat 
umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat 
khusus jika sekiranya ditetapkan.
(5) Perintah ini  dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau keadaan-keadaan 
yang menjadi alasan perintah itu.
Pasal 14b
(1) Masa percobaan bagi kejahatan dan pelanggaran dalam pasal-pasal 492, 504, 
505, 506, dan 536 paling lama tiga tahun dan bagi pelanggaran lainnya paling 
lama dua tahun.
(2) Masa percobaan dimulai pada saat putusan telah menjadi tetap dan telah 
diberitahukan kepada terpidana menurut cara yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Masa percobaan tidak dihitung selama terpidana ditahan secara sah.
Pasal 14c 
(1) Dengan perintah yang dimaksud pasal 14a, kecuali jika dijatuhkan pidana 
denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan melakukan tindak 
pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana tindak pidana , 
hakim dapat menerapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang 
lebih pendek daripada masa percobaannya, harus mengganti segala atau sebagian 
kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tadi.
(2) Apabila hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau pidana 
kurungan atas salah satu pelanggaran berdasar  pasal-pasal 492, 504, 505, 506, 
dan 536, maka boleh diterapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah 
laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau selama sebagian 
dari masa percobaan.
(3) Syarat-syarat ini  di atas tidak boleh mengurangi kemerdekaan beragama 
atau kemerdekaan berpolitik terpidana.
Pasal 14d
(1) Yang diserahi mengawasi supaya syarat-syarat dipenuhi, ialah pejabat yang 
berwenang menyuruh menjalankan putusan, jika kemidian ada perintah untuk 
menjalankan putusan.
(2) Jika ada alasan, hakim dapat perintah boleh mewajibkan lembaga yang 
berbentuk badan hukum dan berkedudukan di Indonesia, atau kepada pemimpin suatu 
rumah penampungan yang berkedudukan di situ, atau kepada pejabat tertentu, 
supaya memberi pertolongan atau bantuan kepada terpidana dalam memenuhi 
syarat-syarat khusus.
(3) Aturan-aturan lebih lanjut mengenai pengawasan dan bantuan tadi serta 
mengenai penunjukan lembaga dan pemimpin rumah penampungan yang dapat diserahi 
dengan bantuan itu, diatur dengan undang-undang.
Pasal 14e
Atas usul pejabat dalam pasal ayat 1, atau atas permintaan terpidana, hakim yang 
memutus perkara dalam tingkat pertama, selama masa percobaan, dapat mengubah 
syarat-syarat khusus dalam masa percobaan. Hakim juga boleh memerintahkan orang 
lain daripada orang yang diperintahkan semula, supaya memberi bantuan kepada 
terpidana dan juga boleh memperpanjang masa percobaan satu kali, paling banyak 
dengan separuh dari waktu yang paling lama dapat diterapkan untuk masa 
percobaan.
Pasal 14f
(1) Tanpa mengurangi ketentuan pasal diatas, maka ats usul pejabat ini  
dalam pasal 14d ayat 1, hakim yang memutus perkara dalam tingkat pertama dapat 
memerintahkan supaya pidananya dijalankan, atau memerintahkan supaya atas 
namanya diberi peringatan pada terpidana, yaitu jika terpidana selama masa 
percobaan melakukan tindak pidana dan sebab nya ada pemidanaan yang menjadi 
tetap, atau jika salah satu syarat lainnya tidak dipenuhi, ataupun jika 
terpidana sebelum masa percobaan habis dijatuhi pemidanaan yang menjadi tetap, 
sebab  melakukan tindak pidana selama masa percobaan mulai berlaku. saat  
memberi peringatan, hakim harus menentukan juga cara bagaimana memberika 
peringatan itu.
(2) Setelah masa percobaan habis, perintah supaya pidana dijalankan tidak dapat 
diberikan lagi, kecuali jika sebelum masa percobaan habis, terpidana dituntut 
sebab  melakukan tindak pidana di dalam masa percobaan dan penuntutan itu 
kemudian berakhir dengan pemidanan yang memnjadi tetap. Dalam hal itu, dalam 
waktu dua bulan setelah pemidanaan menjadi tetap, hakim masih boleh 
memerintahkan supaya pidananya dijalankan, sebab  melakukan tindak pidana tadi. 
Pasal 15
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana penjara yang 
dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus sembilan bulan, maka ia dapat 
dikenakan pelepasan bersyarat. Jika terpidana harus menjalani beberapa pidana 
berturut- turut, pidana itu dianggap sebagai satu pidana.
(2) saat  memberikan pelepasan bersyarat, ditentukan pula suatu masa percobaan, 
serta ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan.
(3) Masa percobaan itu lamanya sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum 
dijalani, ditambah satu tahun. Jika terpidana ada dalam tahanan yang sah, maka 
waktu itu tidak termasuk masa percobaan.
Pasal 15a
(1) Pelepasan bersyarat diberikan dengan syarat umum bahwa terpidana tidak akan 
melakukan tindak pidana dan perbuatan lain yang tidak baik.]
(2) Selain itu, juga boleh ditambahkan syarat-syarat khusus mengenai kelakuan 
terpidana, asal saja tidak mengurangi kemerdekaan beragama dan kemerdekaan 
berpolitik.
(3) Yang diserahi mengawasi supaya segala syarat dipenuhi ialah pejabat ini  
dalam pasal 14d ayat 1.
(4) Agar supaya syarat-syarat dipenuhi, dapat diadakan pengawasan khusus yang 
semata- mata harus bertujuan memberi bantuan kepada terpidana.
(5) Selama masa percobaan, syarat-syarat dapat diubah atau di hapus atau dapat 
diadakan syarat-syarat khusus baru; begitu juga dapat diadakan pengawasan 
khusus. Pengawasan khusus itu dapat diserahkan kepada orang lain daripada orang 
yang semula diserahi.
(6) Orang yang mendapat pelepasan bersyarat diberi surat pas yang memuat 
syarat-syarat yang harus dipenuhinya. Jika hal-hal yang ini  dalam ayat di 
atas dijalankan, maka orang itu diberi surat pas baru.
Pasal 15b
(1) Jika orang yang diberi pelepasan bersyarat selama masa percobaan melakukan 
hal-hal yang melanggar syarat-syarat ini  dalam surat pasnya, maka pelepasan 
bersyarat dapat dicabut. Jika ada sangkaan keras bahwa hal-hal di atas 
dilakukan, Menteri Kehakiman dapat menghentikan pelepasan bersyarat ini  
untuk sementara waktu. 
(2) Waktu selama terpidasna dilepaskan bersyarat sampai menjalani pidana lagi, 
tidak termasuk waktu pidananya.
(3) Jika tiga bulan setelah masa percobaan habis, pelepasan bersyarat tidak 
dapat dicabut kembali, kecuali jika sebelum waktu tiga bulan lewat, terpidana 
dituntut sebab  melakukan tindak pidana pada masa percobaan, dan tuntutan 
berakhir dengan putusan pidana yang menjadi tetap. Pelepasan bersyarat masih 
dapat dicabut dalam waktu tiga bulan bersyarat masih dapat dicabut dalam waktu 
tiga bulan setelah putusan menjadi tetap berdasar  pertimbangan bahwa 
terpidana melakukan tindak pidana selama masa percobaan.
Pasal 16
(1) Ketentuan pelepasan bersyarat ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul 
atau setelah mendapat kabar dari pengurus penjara tempat terpidana, dan setelah 
mendapat keterangan dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum menentukan, harus 
ditanya dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat, yang tugasnya diatur oleh 
Menteri Kehakiman.
(2) Ketentuan mencabut pelepasan bersyarat, begitu juga hal-hal yang ini  
dalam pasal 15a ayat 5, ditetapkan oleh Menteri Kehakiman atas usul atau setelah 
mendapat kabar dari jaksa tempat asal terpidana. Sebelum memutus, harus ditanya 
dahulu pendapat Dewan Reklasering Pusat.
(3) Selama pelepasan masih dapat dicabut, maka atas perintah jaksa tempat dimana 
dia berada, orang yang dilapaskan bersyarat orang yang dilepaskan bersyarat 
dapat ditahan guna menjaga ketertiban umum, jika ada sangkaan yang beralasan 
bahwa orang itu selama masa percobaan telah berbuat hal-hal yang melanggar 
syarat-syarat ini  dalam surat pasnya. Jaksa harus segera memberitahukan 
penahanan itu kepada Menteri Kehakiman.
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan disusul dengan 
penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan pelepasan bersyarat, maka 
orang itu dianggap meneruskan menjalani pidananya mulai dari tahanan.
Pasal 17
Contoh surat pas dan peraturan pelaksanaan pasal-pasal 15, 15a, dan 16 diatur 
dengan undang-undang.
Pasal 18
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
(2) Jika ada pidana yang disebabkan sebab  perbarengan atau pengulangan atau 
sebab  ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi satu tahun 
empat bulan.
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.
Pasal 19
(1) Orang yang dijatuhi pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang 
dibebankan kepadanya, sesuai dengan aturan-aturan pelaksanaan pasal 29.
(2) Ia diserahi pekerjaan yang lebih ringan daripada orang yang dijatuhi pidana 
penjara.
Pasal 20
(1) Hakim yang menjatuhkan pidana penjara atau pidana kurungan paling lama satu 
bulan, boleh menetapkan bahwa jaksa dapat mengizinkan terpidana bergerak dengan 
bebas di luar penjara sehabis waktu kerja.
(2) Jika terpidana yang mendapat kebebasan itu mendapat kebebasan itu tidak 
datang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk menjalani pekerjaan 
yang dibebankan kepadanya, maka ia harus menjalani pidananya seperti biasa 
kecuali kalau tidak datangnya itu bukan sebab  kehendak sendiri.
(3) Ketentuan dalam ayat 1 tidak diterapkan kepada terpidana sebab  terpidana 
jika pada waktu melakukan tindak pidana belum ada dua tahun sejak ia habis 
menjalani pidana penjara atau pidana kurungan.
Pasal 21
Pidana kurungan harus dijalani dalam daerah dimana si terpidana berdiam saat  
putusan hakim dijalankan, atau jika tidak punya tempat kediaman, di dalam daerah 
dimana ia berada, kecuali kalau Menteri Kehakiman atas permintaannya terpidana 
membolehkan menjalani pidananya di daerah lain.
Pasal 22
(1) Terpidana yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di suatu tempat 
yang digunakan untuk menjalani pidana penjara, atau pidana kurungan, atau 
kedua-duanya, segera sehabis pidana habis hilang kemerdekaan itu selesai, kalau 
diminta, boleh menjalani kurungan di tempat itu juga.
(2) Pidana kurungan sebab  sebab di atas dijalani di tempat yang khusus untuk 
menjalani pidana penjara, tidak berubah sifatnya oleh sebab  itu.
Pasal 23
Orang yang dijatuhi pidana kurungan, dengan biaya sendiri boleh sekedar 
meringankan nasibnya menurut aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan 
undang-undang.
Pasal 24
Orang yang dijatuhi pidana penjara atau pidana kurungan boleh diwajibkan bekerja 
di dalam atau di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 25
Yang tidak boleh diserahi pekerjaan di luar tembok tempat ini  ialah:
1. Orang-orang yang di jatuhi pidana penjara seumur hidup;
2. Para wanita;
3. Orang-orang yang menurut pemeriksaan dokter tidak boleh menjalankan pekerjaan 
demikian.
Pasal 26
Jikalau mengingat keadaan diri atau masyarakat terpidana, hakim menimbang ada 
alasan, maka dalam putusan ditentukan bahwa terpidana tidak boleh diwajibkan 
bekerja di luar tembok tempat orang-orang terpidana.
Pasal 27
Lamanya pidana penjara untuk waktu tertentu dan pidana kurungan dalam putusan 
hakim dinyatakan dengan hari, minggu, bulan, dan tahun; tidak boleh dengan 
pecahan.
Pasal 28
Pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat asal saja 
terpisah.
Pasal 29
(1) Hal menunjuk tempat untuk menjalani pidana penjara, pidana kurungan, atau 
kedua- duanya, begitu juga hal mengatur dan mengurus tempat-tempat itu, hal 
membedakan orang terpidana dalam golongan-golongan, hal mengatur pemberian 
pengajaran, penyelenggaraan ibadat, hal tata tertib, hal tempat untuk tidur, hal 
makanan, dan pakaian, semuanya itu diatur dengan undang-undang sesuai dengan 
kitab undang-undang sesuai dengan kitab undang-undang ini.
(2) Jika perlu, Menteri Kehakiman menetepkan aturan rumah tangga untuk 
tempat-tempat orang terpidana.
Pasal 30
(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.
(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling lama 
enam bulan.
(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan demikian; 
jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh dua sen atau kurungan, di hitung 
satu hari; jika lebih dari lima rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah 
lima puluh sen di hitung paling banyak satu hari demikian pula sisanya yang 
tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.
(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan sebab  perbarengan atau 
pengulangan, atau sebab  ketentuan pasal 52, maka pidana kurungan pengganti 
paling lama delapan bulan.
(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan bulan.
Pasal 31
(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu batas 
waktu pembayaran denda.
(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan pengganti 
dengan membayar dendanya.
(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah mulai 
menjalani pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang dibayarnya.
Pasal 32
(1) Pidana penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah 
di dalam tahanan sementara, pada hari saat  putusan hakim menjadi tetap, dan 
bagi terpidana lainnya pada hari saat  putusan hakim mulai dijalankan.
(2) jika dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana kurungan atas 
beberapa perbuatan pidana, dan kemudian putusan itu bagi kedua pidana tadi 
menjadi tetap pada waktu yang sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan 
sementara sebab  kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara 
mulai berlaku pada saat saat  putusan hakim menjadi tetap, dan pidana kurungan 
mulai berlaku setelah pidana penjara habis.
Pasal 33
(1) Hakim dalam putusannya boleh menentukan bahwa waktu terpidana ada dalam 
tahanan sementara sebelum putusan menjadi tetap, seluruhnya atau sebagian di 
potong dari pidana penjara selama waktu tertentu dari pidana kurungan atau dari 
pidana denda yang dijatuhkan kepadanya; dalam hal pidana denda dengan memakai 
ukuran menurut pasal 31 ayat 3.
(2) Waktu selama seorang terdakwa dalam tahanan sementara yang tidak berdasar  
surat perintah, tidak dipotong dari pidananya, kecuali jika pemotongan itu 
dinyatakan khusus dalam putusan hakim.
(3) Ketentuan pasal ini berlaku juga dalam hal terdakwa oleh sebab dituntut 
bareng sebab  melakukan beberapa tindak pidana, kemudian dipidana sebab  
perbuatan lain daripada yang didakwakan kepadanya waktu ditahan sementara.
Pasal 33a
Jika orang yang ditahan sementara di jatuhi pidana penjara atau pidana kurungan, 
dan kemudian dia sendiri atau orang lain dengan persetujuannya mengajukan 
permohonan ampun, waktu mulai permohonan diajukan hingga ada putusan Presiden, 
tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana, kecuali jika Presiden, dengan 
mengingat keadaan perkaranya, menentukan bahwa waktu itu seluruhnya atau 
sebagian dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 34
Jika terpidana selama menjalani pidana melarikan diri, maka waktu selama di luar 
tempat menjalani pidana tidak dihitung sebagai waktu menjalani pidana.
Pasal 35
(1) Hak-hak terpidana yang dengan putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang 
ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum lainnya ialah:
1. hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;
2. hak memasuki Angkatan Bersenjata;
3. hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasar  
aturan-aturan umum.
4. hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak 
menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang 
bukan anak sendiri;
5. hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas 
anak sendiri;
6. hak menjalankan mata pencarian tertentu.
(2) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika dalam 
aturan- aturan khusus di tentukan penguasa lain untuk pemecatan itu.
Pasal 36
Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu dan hak memasuki 
Angkatan Bersenjata, kecuali dalam hal yang diterangkan dalam Buku Kedua, dapat 
di cabut dalam hal pemidanaan sebab  kejahatan jabatan atau kejahatan yang 
melanggar kewajiban khusus sesuatu jabatan, atau sebab  memakai kekuasaan, 
kesempatan atau sarana yang diberikan pada terpidana sebab  jabatannya.
Pasal 37
(1) Kekuasaan bapak, kekuasaan wali, wali pengawas, pengampu, dan pengampu 
pengawas, baik atas anak sendiri maupun atas orang lain, dapat dicabut dalam hal 
pemidanaan:
1. orang tua atau wali yang dengan sengaja melakukan kejahatan bersama-sama 
dengan anak yang belum dewasa yang ada di bawah kekuasaannya;
2. orang tua atau wali terhadap anak yang belum dewasa yang ada di bawah 
kekuasaannya, melakukan kejahatan, yang ini  dalam bab XIII, XIV, XV, XVIII, 
XIX, dan XX Buku Kedua.
(2) Pencabutan ini  dalam ayat 1 tidak boleh dilakukan oleh hakim pidana 
terhadap orang-orang yang baginya diterapkan undang-undang hukum perdata tentang 
pencabutan kekuasaan orang tua, kekuasaan wali dan kekuasaan pengampu.
Pasal 38
(1) Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan sebagai 
berikut:
1. dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan 
seumur hidup;
2. dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya 
pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari 
pidana pokoknya;
3. dalam hal pidana denda, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan 
paling banyak lima tahun.
(2) Pencabutan hak mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan.
Pasal 39
(1) Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang 
sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas.
(2) Dalam hal pemidanaan sebab  kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja 
atau sebab  pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasar  
hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.
(3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan 
kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.
Pasal 40
Jika seorang di bawah umur enam belas tahun mempunyai, memasukkan atau 
mengangkut barang-barang denga melanggar aturan-aturan mengenai pengawasan 
pelayaran di bagian-bagian Indonesia yang tertentu, atau aturan-aturan mengenai 
larangan memasukkan, mengeluarkan, dan meneruskan pengangkutan barang-barang, 
maka hakim dapat menjatuhkan pidana perampasan atas barang-barang itu, juga 
dalam hal yang bersalah diserahkan kembali kepada orang tuanya, walinya atau 
pemeliharanya tanpa pidana apapun.
Pasal 41
(1) Perampasan atas barang-barang yang disita sebelumya, diganti menjadi pidana 
kurungan, apabila barang-barang itu tidak diserahkan, atau harganya menurut 
taksiran dalam putusan hakim, tidak di bayar.
(2) Pidana kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam 
bulan.
(3) Lamanya pidana kurungan pengganti ini dalam putusan hakim ditentukan sebagai 
berikut: tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang di hitung satu hari; jika lebih 
dari tujuh rupiah lima puluh sen, tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen dihitung 
paling banyak satu hari, demikian pula sisanya yang tidak cukup tujuh rupiah 
lima puluh sen.
(4) Pasal 31 diterapkan bagi pidana kurungan pengganti ini.
(5) Jika barang-barang yang dirampas diserahkan, pidana kurungan pengganti ini 
juga di hapus.
Pasal 42
Segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikul oleh negara, dan 
segala pendapatan dari pidana denda dan perampasan menjadi milik negara.
Pasal 43
Apabila hakim memerintahkan supaya putusan diumumkan berdasar  kitab undang- 
undang ini atau aturan-aturan umum lainnya, maka ia harus menetapkan pula 
bagaimana cara melaksanakan perintah itu atas biaya terpidana.
Bab III - Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
Pasal 44 
(1) Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepadanya 
sebab  jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu sebab  penyakit, tidak 
dipidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya 
sebab  pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu sebab  penyakit, maka hakim 
dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama 
satu tahun sebagai waktu percobaan.
(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi, 
dan Pengadilan Negeri. 
Pasal 45
Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa sebab  melakukan 
suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: 
memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya 
atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang 
bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan 
merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasar- kan pasal-pasal 489, 
490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta 
belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah sebab  melakukan kejahatan atau 
salah satu pelanggaran ini  di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; 
atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah. 
Pasal 46
(1) Jika hakim memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah, 
maka ia dimasukkan dalam rumah pendidikan negara supaya menerima pendidikan dari 
pemerintah atau di kemudian hari dengan cara lain, atau diserahkan kepada 
seorang tertentu yang bertempat tinggal di Indonesia atau kepada sesuatu badan 
hukum, yayasan atau lembaga amal yang berkedudukan di Indonesia untuk 
menyelenggarakan pendidikannya, atau di kemudian hari, atas tanggungan 
pemerintah, dengan cara lain; dalam kedua hal di atas, paling lama sampai orang 
yang bersalah itu mencapai umur delapan belas tahun.
(2) Aturan untuk melaksanakan ayat 1 pasal ini ditetapkan dengan undang-undang. 
Pasal 47
(1) Jika hakim menjatuhkan pidana, maka maksimum pidana pokok terhadap tindak 
pidananya dikurangi sepertiga.
(2) Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau 
pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima 
belas tahun.
(3) Pidana tambahan dalam pasal 10 butir b, nomor 1 dan 3, tidak dapat 
diterapkan.
Pasal 48
Barang siapa melakukan perbuatan sebab  pengaruh daya paksa, tidak dipidana.
Pasal 49
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk 
diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda 
sendiri maupun orang lain, sebab  ada serangan atau ancaman serangan yang sangat 
dekat pada saat itu yang melawan hukum.
(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh 
keguncangan jiwa yang hebat sebab  serangan atau ancaman serangan itu, tidak 
dipidana.
Pasal 50
Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, 
tidak dipidana.
Pasal 51
(1) Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang 
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali 
jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan 
wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.
Pasal 52
Bilamana seorang pejabat sebab  melakukan perbuatan pidana melanggar suatu 
kewajiban khusus dari jabatannya , atau pada waktu melakukan perbuatan pidana 
memakai kekuasaan, kesempatan atau sarana yang diberikan kepadanya sebab  
jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.
Pasal 52a
Bilamana pada waktu melakukan kejahatan digunakan bendera kebangsaan Republik 
Indonesia, pidana untuk kejahatan ini  ditambah sepertiga. 
Bab IV - Percobaan
Pasal 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata 
dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan 
semata-mata disebabkan sebab  kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi 
sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, 
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
Pasal 54
Mencoba melakukan pelanggaran tidak dipidana.
Bab V - Penyertaan dalam Tindak Pidana
Pasal 55 
(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta 
melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan 
kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan 
memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain 
supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang 
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 56
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau ke- terangan untuk 
melakukan kejahatan.
Pasal 57
(1) Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi 
sepertiga.
(2) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, 
dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(3) Pidana tambahan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4) Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya perbuatan 
yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-akibatnya.
Pasal 58
Dalam menggunakan aturan-aturan pidana, keadaan-keadaan pribadi seseorang, yang 
menghapuskan, mengurangi atau memberatkan pengenaan pidana, hanya diperhitungkan 
terhadap pembuat atau pembantu yang bersangkutan itu sendiri.
Pasal 59
Dalam hal-hal di mana sebab  pelanggaran ditentukan pidana terhadap pengurus, 
anggota-anggota badan pengurus atau komisaris-komisaris, maka pengurus, anggota 
badan pengurus atau komisaris yang ternyata tidak ikut campur melakukan 
pelanggaran tidak dipidana. 
Pasal 60
Membantu melakukan pelangaran tidak dipidana.
Pasal 61
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, penertiban selaku 
demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat 
tinggalnya, sedangkan pembuatnya dikenal, atau setelah dimulai penuntutan, pada 
waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan kepada penerbit.
(2) Aturan ini tidak berlaku jika pelaku pada saat barang cetakkan terbit, tidak 
dapat dituntut atau sudah menetap di luar Indonesia.
Pasal 62
(1) Mengenai kejahatan yang dilakukan dengan percetakan, pencetaknya selaku 
demikian tidak dituntut apabila dalam barang cetakkan disebut nama dan tempat 
tinggalnya, sedangkan orang yang menyuruh mencetak dikenal, atau setelah dimulai 
penuntutan, pada waktu ditegur pertama kali lalu diberitahukan oleh pencetak.
(2) Aturan ini tidak berlaku, jika orang yang menyuruh mencetak pada saat barang 
cetakkan terbit, tidak dapat dituntut sudah menetap di luar Indonesia.
Bab VI - Perbarengan Tindak Pidana
Pasal 63
(1) Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang 
dikenakan hanya salah satu di antara aturan-aturan itu; jika berbeda-beda, yang 
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.
(2) Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula 
dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.
Pasal 64
(1) Jika antara beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan 
atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang 
sebagai satu perbuatan berlanjut, maka hanya diterapkan satu aturan pidana; jika 
berbeda-beda, yang diterapkan yang memuat ancaman pidana pokok yang paling 
berat.
(2) Demikian pula hanya dikenakan satu aturan pidana, jika orang dinyatakan 
bersalah melakukan pemalsuan atau perusakan mata uang, dan menggunakan barang 
yang dipalsu atau yang dirusak itu.
(3) Akan tetapi, jika orang yang melakukan kejahatan-kejahatan ini  dalam 
pasal- pasal 364, 373, 379, dan 407 ayat 1, sebagai perbuatan berlanjut dan 
nilai kerugian yang ditimbulkan jumlahnya melebihi dari tiga ratus tujuh puluh 
lima rupiah, maka ia dikenakan aturan pidana ini  dalam pasal 362, 372, 378, 
dan 406.
Pasal 65
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai 
perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang 
diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.
(2) Maksimum pidana yang dijatuhkan ialah jumlah maksimum pidana yang diancam 
terhadap perbuatan itu, tetapi boleh lebih dari maksimum pidana yang trerberat 
ditambah sepertiga.
Pasal 66
(1) Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang masing-masing harus dipandang 
sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, 
yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis , maka dijatuhkan pidana 
atas tiap-tiap kejahatan, tetapi jumlahnya tidak boleh melebihi maksimum pidana 
yang terberat ditambah sepertiga.
(2) Pidana denda adalah hal itu dihitung menurut lamanya maksimum pidana 
kurungan pengganti yang ditentukan untuk perbuatan itu. 
Pasal 67 
Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu 
tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan 
pengumuman putusan hakim.
Pasal 68 
(1) berdasar  hal-hal dalam pasal 65 dan 66, tentang pidana tambahan berlaku 
aturan sebagai berikut:
1. pidana-pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu, yang lamanya paling 
sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun melebihi pidana pokok atau 
pidana-pidana pokok yang dijatuhkan. Jika pidana pokok hanya pidana denda saja, 
maka lamanya pencabutan hak paling sedikit dua tahun dan paling lama lima tahun;
2. pidana-pidana pencabutan hak yang berlainan dijatuhkan sendiri-sendiri tanpa 
dikurangi;
3. pidana-pidana perampasan barang-barang tertentu, begitu pula halnya dengan 
pidana kurungan pengganti sebab  barang-barang tidak diserahkan, dijatuhkan 
sendiri-sendiri tanpa dikurangi.
(2) pidana kurungan-kurungan pengganti jumlahnya tidak boleh melebihi delapan 
bulan. 
Pasal 69
(1) Perbandingan beratnya pidana pokok yang tidak sejenis ditentukan menurut 
urut- urutan dalam pasal 10.
(2) Jika hakim memilih antara beberapa pidana pokok, maka dalam perbandingan 
hanya terberatlah yang dipakai.
(3) Perbandingan beratnya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut 
maksimumnya masing-masing.
(4) Perbandingan lamanya pidana-pidana pokok yang sejenis ditentukan menurut 
maksimumnya masing-masing.
Pasal 70
(1) Jika ada perbarengan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 65 dan 66, baik 
perbarengan pelanggaran dengan kejahatan, maupun pelanggaran dengan pelanggaran, 
maka untuk tiap-tiap pelanggaran dijatuhkan pidana sendiri-sendiri tanpa 
dikurangi.
(2) Mengenai pelanggaran, jumlah lamanya pidana kurungan dan pidana kurungan 
pengganti paling banyak satu tahun empat bulan, sedangkan jumlah lamanya pidana 
kurungan pengganti, paling banyak delapan bulan.
Pasal 70 bis
saat  menerapkan pasal-pasal 65, 66, dan 70, kejahatan-kejahatan berdasar  
pasal- pasal 302 ayat 1, 352, 364, 373,379, dan 482 dianggap sebagai 
pelanggaran, dengan pengertian jika dijatuhkan pidana-pidana penjara atas 
kejahatan-kejahatan itu, jumlah paling banyak delapan bulan.
Pasal 71
Jika seseorang telah dijatuhi pidana, kemudian dinyatakan bersalah lagi sebab  
melakukan kejahatan atau pelanggaran lain sebelum ada putusan pidana itu, maka 
pidana yang dahulu diperhitungkan pada pidana yang akan dijatuhkan dengan 
menggunakan aturan-aturan dalam bab ini mengenai hal perkara-perkara diadili 
pada saat yang sama.
Bab VII - Mengajukan Dan Menarik Kembali Pengaduan Dalam Hal Kejahatan-Kejahatan 
Yang Hanya Dituntut Atas Pengaduan
Pasal 72
(1) Selama orang yang terkena kejahatan yang hanya boleh dituntut atas 
pengaduan, dan orang itu umurnya belum cukup enam belas tahun dan lagi belum 
dewasa, atau selama ia berada di bawah pengampuan yang disebabkan oleh hal lain 
daripada keborosan, maka wakilnya yang sah dalam perkara perdata yang berhak 
mengadu;
(2) Jika tidak ada wakil, atau wakil itu sendiri yang harus diadukan, maka 
penuntutan dilakukan atas pengaduan wali pengawas atau pengampu pengawas, atau 
majelis yang menjadi wali pengawas atau pengampu pengawas; juga mungkin atas 
pengaduan istrinya atau seorang keluarga sedarah dalam garis lurus, atau jika 
itu tidak ada, atas pengaduan seorang keluarga sedarah dalam garis menyimpang 
sampai derajat ketiga.
Pasal 73
Jika yang terkena kejahatan meninggal di dalam tenggang waktu yang ditentukan 
dalam pasal berikut maka tanpa memperpanjang tenggang itu, penuntutan dilakukan 
atas pengaduan orang tuanya, anaknya, atau suaminya (istrinya) yang masih hidup 
kecuali kalau ternyata bahwa yang meninggal tidak menghendaki penuntutan.
Pasal 74
(1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang 
berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, 
atau dalam waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
(2) Jika yang terkena kejahatan berhak mengadu pada saat tenggang waktu ini  
dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu, pengaduan masih boleh diajukan 
hanya selama sisa yang masih kurang pada tenggang waktu ini .
Pasal 75
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan 
setelah pengaduan diajukan.
Bab VIII - Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana Dan Menjalankan Pidana
Pasal 76
(1) Kecuali dalam hal putusan hakim masih mungkin diulangi, orang tidak boleh 
dituntut dua kali sebab  perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya 
telah diadili dengan putusan yang menjadi tetap.
Dalam artian hakim Indonesia, termasuk juga hakim pengadilan swapraja dan adat, 
di tempat-tempat yang mempunyai pengadilan-pengadilan ini .
(2) Jika putusan yang menjadi tetap itu berasal dari hakim lain, maka terhadap 
orang itu dan sebab  tindak pidana itu pula, tidak boleh diadakan penuntutan 
dalam hal:
1. putusan berupa pembebasan dari tuduhan atau lepas dari tuntutan hukum;
2. putusan berupa pemidanaan dan telah dijalani seluruhnya atau telah diberi 
ampun atau wewenang untuk menjalankannya telah hapus sebab  daluwarsa.
Pasal 77
Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia.
Pasal 78
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus sebab  daluwarsa:
1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan 
sesudah satu tahun; 
2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau 
pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun; 
3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, 
sesudah dua belas tahun; 
4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur 
hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas 
tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Pasal 79
Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali 
dalam hal-hal berikut:
1. mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari 
sesudah barang yang dipalsu atau mata uang yang dirusak digunakan:
2. mengenai kejahatan dalam pasal-pasal 328, 329, 330, dan 333, tenggang dimulai 
pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan dibebaskan atau 
meninggal dunia;
3. mengenai pelanggaran dalam pasal 556 sampai dengan pasal 558a, tenggang 
dimulai pada hari sesudah daftar-daftar yang memuat pelanggaran-pelanggaran itu, 
menurut aturan-aturan umum yang menentukan bahwa register-register catatan sipil 
harus dipindah ke kantor panitera suatu pengadilan , dipindah ke kantor 
ini .
Pasal 80
(1) Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan daluwarsa , asal tindakan itu 
diketahui oleh orang yang dituntut, atau telah diberitahukan kepadanya menurut 
cara yang ditentukan dalam aturan-aturan umum.
(2) Sesudah dihentikan, dimulai tanggang daluwarsa baru.
Pasal 81
Penundaan penuntutan pidana berhubung dengan adanya perselisihan pra-yudisial, 
menunda daluwarsa.
Pasal 82
(1) Kewenangan menuntut pelanggaran yang diancam dengan pidana denda saja 
menjadi hapus, kalau dengan suka rela dibayar maksimum denda dan biaya-biaya 
yang telah dikeluarkan kalau penuntutan telah dimulai, atas kuasa pejabat yang 
ditunjuk untuk itu oleh aturan-aturan umum , dan dalam waktu yang ditetapkan 
olehnya.
(2) Jika di samping pidana denda ditentukan perampasan, maka barang yang dikenai 
perampasan harus diserahkan pula, atau harganya harus dibayar menurut taksiran 
pejabat dalam ayat 1.
(3) Dalam hal-hal pidana diperberat sebab  pengulangan, pemberatan itu tetap 
berlaku sekalipun kewenangan menuntut pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan 
lebih dahulu telah hapus berdasar  ayat 1 dan ayat 2 pasal ini.
(4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini tidak berlaku bagi orang yang belum 
dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan belum berumur enam belas tahun.
Pasal 83
Kewenangan menjalankan pidana hapus jika terpidana meninggal dunia.
Pasal 84
(1) Kewenangan menjalankan pidana hapus sebab  daluwarsa.
(2) Tenggang daluwarsa mengenai semua pelanggaran lamanya dua tahun, mengenai 
kejahatan yang dilakukan dengan sarana percetakan lamanya lima tahun, dan 
mengenai kejahatan-kejahatan lainnya lamanya sama dengan tenggang daluwarsa bagi 
penuntutan pidana, ditambah sepertiga.
(3) Bagaimanapun juga, tenggang daluwarsa tidak boleh kurang dari lamanya pidana 
yang dijatuhkan.
(4) Wewenang menjalankan pidana mati tidak daluwarsa.
Pasal 85
(1) Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada esak harinya setelah putusan hakim 
dapat dijalankan.
(2) Jika seorang terpidana melarikan diri selama menjalani pidana, maka pada 
esok harinya setelah melarikan diri itu mulai berlaku tenggang daluwarsa baru. 
Jika suatu pelepasan bersyarat dicabut, maka pada esok harinya setelah 
pencabutan, mulai berlaku tenggang daluwarsa baru.
(3) Tenggang daluwarsa tertuduh selama penjalanan pidana ditunda menurut 
perintah dalam suatu peraturan umum, dan juga selama terpidana dirampas 
kemerdekaannya, meskipun perampasan kemerdekaan itu berhubung dengan pemidanaan 
lain.
Bab IX - Arti Beberapa Istilah Yang Dipakai Dalam Kitab Undang- Undang
Pasal 86
Apabila disebut kejahatan, baik dalam arti kejahatan pada umumnya maupun dalam 
arti suatu kejahatan tertentu, maka di situ termasuk pembantuan dan percobaan 
melakukan kejahatan, kecuali jika dinyatakan sebaliknya oleh suatu aturan.
Pasal 87
Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu 
telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam pasal 
53.
Pasal 88
Dikatakan ada permufakatan jahat, apabila dua orang atau lebih telah sepakat 
akan melakukan kejahatan.
Pasal 88 bis
Dengan penggulingan pemerintahan dimaksud meniadakan atau mengubah secara tidak 
sah bentuk pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.
Pasal 89
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 90
Luka berat berarti:
  jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama 
  sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; 
  tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan 
  pencarian; 
  kehilangan salah satu pancaindera; 
  mendapat cacat berat; 
  menderita sakit lumpuh; 
  terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih; 
  gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Pasal 91
(1) Dalam kekuasaan bapak dicakup pula kekuasaan kepala keluarga.
(2) Dengan orang tua, dimaksud pula kepala keluarga.
(3) Dengan bapak, dimaksud pula orang yang menjalankan kekuasaan yang sama 
dengan bapak.
(4) Dengan anak, dimaksud pula orang yang ada di bawah kekuasaan yang sama 
dengan kekuasaan bapak.
Pasal 92
(1) Yang disebut pejabat, termasuk juga orang-orang yang dipilih dalam pemilihan 
yang diadakan berdasar  aturan-aturan umum, begitu juga orang-orang yang bukan 
sebab  pemilihan, menjadi anggota badan pembentuk undang-undang, badan 
pemerintahan, atau badan perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh pemerintah atau 
atas nama pemerintah; begitu juga semua anggota dewan subak, dan semua kepala 
rakyat Indonesia asli dan kepala golongan Timur Asing, yang menjalankan 
kekuasaan yang sah.
(2) Yang disebut pejabat dan hakim termasuk juga hakim wasit; yang disebut hakim 
termasuk juga orang-orang yang menjalankan peradilan administratif, serta 
ketua-ketua dan anggota-anggota pengadilan agama. 
(3) Semua anggota Angkatan Perang juga dianggap sebagai pejabat.
Pasal 92 bis
Yang disebut pengusaha ialah tiap-tiap orang yang menjalankan perusahaan.
Pasal 93
(1) Yang disebut nakoda ialah orang yang memegang kekuasaan di kapal atau yang 
mewakilinya.
(2) Yang disebut penumpang ialah semua orang yang ada di kapal, kecuali nakoda.
(3) Yang disebut anak buah kapal ialah semua perwira atau kelasi yang ada di 
dalam kapal.
Pasal 94
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No.1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 11.
Pasal 95
Yang disebut kapal Indonesia ialah kapal yang mempunyai surat laut atau pas 
kapal, atau surat izin sebagai pengganti sementara menurut aturan-aturan umum 
mengenai surat laut dan pas kapal di Indonesia.
Pasal 95a
(1) Yang dimaksud dengan pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang 
didaftarkan di Indonesia.
(2) Termasuk pula pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara asing yang disewa 
tanpa awak pesawat dan dioperasikan oleh perusahaan penerbangan Indonesia.
Pasal 95b
Yang dimaksud dengan dalam penerbanagan adalah sejak saat pintu luar pesawat 
udara ditutup setelah naiknya penumpang (embarkasi) sampai saat pintu dibuka 
untuk penurunan penumpang (diembarkasi).
Dalam hal terjadi pendaratan darurat penerbangan dianggap terus berlangsung 
sampai saat penguasa yang berwenang mengambil alih tanggung jawab atas pesawat 
udara dan barang yang ada di dalamnya.
Pasal 95c
Yang diamksud dengan dalam dinas adalah jangka waktu sejak pesawat udara 
disiapkan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu, 
hingga setelah 24 jam lewat sesudah setiapendaratan.
Pasal 96
(1) Yang disebut musuh termasuk juga pemberontak. Begitu juga termasuk di situ 
negara atau kekuasaan yang akan menjadi lawan perang.
(2) Yang disebut perang termasuk juga permusuhan dengan daerah-daerah swapraja, 
begitu juga perang saudara.
(3) Yang disebut masa perang termasuk juga waktu selama perang sedang mengancam. 
Begitu juga dikatakan masih ada masa perang, segera sesudah diperintahkan 
mobilisasi Angkatan Perang dan selama mobilisasi itu berlaku.
Pasal 97
Yang disebut hari adalah waktu selama dua puluh empat jam; yang disebut bulan 
adalah waktu selama tiga puluh hari.
Pasal 98
Yang disebut waktu malam yaitu waktu antara matahari terbenam dan matahari 
terbit.
Pasal 99
Yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, 
tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan 
sengaja digali; begitu juga menyeberangi selokan atau parit yang digunakan 
sebagai batas penutup.
Pasal 100
Yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud 
untuk membuka kunci.
Pasal 101
Yang disebut ternak yaitu semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah 
biak, dan babi.
Pasal 101 bis
(1) Yang dimaksud bangunan listrik yaitu bangunan-bangunan yang gunanya untuk 
membangkitkan, mengalirkan, mengubah, atau menyerahkan tenaga listrik; begitu 
pula alat-alat yang berhubungan dengan itu, yaitu alat-alat penjaga keselamatan, 
alat-alat pemasang, alat-alat pendukung, dan alat-alat peringatan.
(2) Dengan bangunan-bangunan telegrap dan telepon tidak dimaksudkan bangunan 
listrik.
Pasal 102
Ditiadakan dengan Staatsblad 1920 No. 382
Aturan Penutup
Pasal 103
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku bagi 
perbuatan- perbuatan yang oleh ketentuan perundang-undangan lainnya diancam 
dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.
Buku Kedua ˘ Kejahatan
Daftar Isi
  Bab - I Kejahatan Terhadap Keamanan Negara 
  Bab - II Kejahatan-kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden 
  Bab - III Kejahatan-kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala 
  Negara Sahabat Serta Wakilnya 
  Bab - IV Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan 
  Bab - V Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum 
  Bab - VI Perkelahian Tanding 
  Bab - VII Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum bagi Orang atau Barang 
  Bab - VIII Kejahatan Terhadap Penguasa Umum 
  Bab - IX Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu 
  Bab - X Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas 
  Bab - XI Pemalsuan Meterai dan Merek 
  Bab - XII Pemalsuan Surat 
  Bab - XIII Kejahatan Terhadap Asal-Usul dan Perkawinan 
  Bab - XIV Kejahatan Terhadap Kesusilaan 
  Bab - XV Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong 
  Bab - XVI Penghinaan 
  Bab - XVII Membuka Rahasia 
  Bab - XVIII Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang 
  Bab - XIX Kejahatan Terhadap Nyawa 
  Bab - XX Penganiayaan 
  Bab - XXI Menyebabkan Mati atau Luka-luka sebab  Kealpaan 
  Bab - XXII Pencurian 
  Bab - XXIII Pemerasan dan Pengancaman 
  Bab - XXIV Penggelapan 
  Bab - XXV Perbuatan Curang 
  Bab - XXVI Perbuatan Merugikan Pemiutang atau Orang yang Mempunyai Hak 
  Bab - XXVII Menghancurkan atau Merusakkan Barang 
  Bab - XXVIII Kejahatan Jabatan 
  Bab - XXIX Kejahatan Pelayaran 
  Bab - XXIX A Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana 
  Penerbangan 
  Bab - XXX Penadahan Penerbitan dan Percetakan 
Bab I - Kejahatan Terhadap Keamanan Negara
Pasal 104 
Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan 
kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati 
atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua 
puluh tahun. 
Pasal 105 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 13. 
Pasal 106 
Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian dari wilayah negara, diancam 
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua 
puluh tahun. 
Pasal 107 
(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana 
penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Para pemimpin dan pengatur makar tersebbut dalam ayat 1, diancam dengan 
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh 
tahun. 
Pasal 108 
(1) Barang siapa bersalah sebab  pemberontakan, diancam dengan pidana penjara 
paling lama lima belas tahun:
1. orang yang melawan pemerintah Indonesia dengan senjata;
2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintah Indonesia menyerbu bersama-sama 
atau menggabungkan diri pada gerombolan yang melawan Pemerintah dengan senjata.
(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam dengan penjara seumur 
hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. 
Pasal 109 
Pasal iani ditiadakan berdasar  S. 1930 No. 31. 
Pasal 110 
(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107, 
dan 108 diancam berdasar  ancaman pidana dalam pasal-pasal ini .
(2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud 
berdasar  pasal 104, 106, dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:
1. berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau 
turut serta melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi 
kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;
2. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan 
kejahatan bagi diri sendiri atua orang lain;
3. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna untuk melakukan 
kejahatan;
4. mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan kejahatan yang 
bertujuan untuk memberitahukan kepada orang lain;
5. berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan 
pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan. 
(3). Barang-barang sebagaimana dimaksud dalam butir 3 ayat sebelumnya, dapat 
dirampas. 
(4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau 
memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum. 
(5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal 
ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali. 
Pasal 111 
(1) Barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud 
menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap 
negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan 
mereka untuk melakukan perbuatann permufakatan atua perang terhadap negara, 
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. 
(2) Jika perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang, diancam dengan 
pidana mati atua pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara 
paling lama dua puluh tahun. 
Pasal 111 bis 
(1) Dengan pidana penjara paling lama enam tahun diancam:
1. barang siapa mengadakan hubungan dengan orang atau badan yang berkedudukan di 
luar Indonesia, dengan maksud untuk menggerakan orang atau badan itu supaya 
membantu mempersiapkan, memperlancar atau menggerakkan untuk menggulingkan 
pemerintah, untuk memperkuat niat orang atau badan itu atua menjanjikan atau 
memberi bantuan kepada orang atau badan itu atau menyiapkan, memperlancar atau 
menggerakkan penggulingan pemerintah;
2. barang siapa memaksudkan suatu benda yang dapat digunakan untuk memberi 
bantuan material dalam mempersiapkan, memperlancar atau menggerakkan 
penggulingan pemerintah, sedangkan diketahuinya atau ada alasan kuat untuk 
memnduga bahwa benda ini  akan dipergunakan untuk perbuatan ini ;
3. orang yang mempunyai atau mengadakan perjanjian mengenai suatu benda yang 
dapat dipergunakan untuk memberikan bantuan material dalam mempersiapkan, 
memperlancar atau menggerakkan penggulingan pemerintah, sedangkan diketahuinya 
atau ada alasan baginya untuk menduga bahwa benda itu akan dipergunakan untuk 
perbuatan ini  atau benda itu atau barang lainsebagai penggantinya, 
dimaksudkan dengan tujuan ini  atau untuk untuk diperuntukkan bagi tujuan 
itu oleh orang atau benda yang berkedudukan di luar Indonesia. 
(2) Benda-benda yang dengan mana atau yang ada hubungan dengan ayat 1 ke-2 dan 
ke-3 yang dipakai untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas. 
Pasal 112 
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau 
keterangan- keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk 
kepentingan negara, atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada 
negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. 
Pasal 113 
(1) Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, 
atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang yang tidak berwenang 
mengetahui, surat-surat, peta-peta, rencana-rencana, gambar-gambar atau 
benda-benda yang bersifat rahasia yang bersangkutan dengan pertahanan atau 
keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau yang 
isinya, bentuknya atau susunanya benda- benda itu diketahui olehnya, diancam 
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah, atau 
pengetahuannya tentang itu sebab  pencariannya, pidananya dapat ditambah 
sepertiga. 
Pasal 114 
Barang siapa sebab  kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan surat-surat atau 
benda- benda rahasia sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 113 harus menjadi 
tugasnya untuk menyimpan atau menaruhnya, bentuk atau susunannya atau seluruh 
atau sebagian diketahui oleh umum atau dikuasai atau diketahui oleh orang lain 
(atau) tidak berwenang mengetahui, diancam dengan pidana penjara paling lama 
satu tahun enam bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana 
denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. 
Pasal 115 
Barang siapa melihat atua membaca surat-surat atau benda-benda rahasia 
sebagaimana dimaksud dalam pasal 113, untuk seluruhnya atau sebagian, sedangkan 
diketahui atau selayaknya harus diduganya bahwa benda-benda itu tidak dimaksud 
untuk diketahui olehnya, begitu pula jika membuat atau menyuruh membuat salinan 
atau ikhtisar dengan huruf atau dalam bahasa apa pun juga, membuat atau menyuruh 
buat teraan, gambaran atau jika tidak menyerahkan benda-benda itu kepada pejabat 
kehakiman, kepolisian atau pamongh praja, dalam hal benda-benda itu ke 
tangannya, diancam dengan pidana penjara palling lama tiga tahun. 
Pasal 116 
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana diamksud dalam pasal 
113 dan 115, diancam dengan pidana penjara paling lama satu atahun. 
Pasal 117 
Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau denda paling banyak 
empat ribu lima ratus rupiah, barang siapa tanpa wenang. 
1. dengan sengaja memasuki bangunan Angkatan Darat atau Angkatan Laut, atau 
memasuki kapal perang melalui jalan yang bukan jalan biasa; 
2. dengan sengaja memasuki daerah, yang oleh Presiden atau atas namanya, atau 
oleh penguasa tentara ditentukan sebagai daerah tentara yang dilarang;
3. dengan sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, menyimpan, menyembunyikan 
atau mangangkut gambat potret atau gambar tangan maupun keterangan-keterangan 
atau petunjuk-petunjuk lain mengenai daerah seperti ini  dalam pasal ke-2, 
beserta segala sesuatu yang ada disitu. 
Pasal 118 
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sembilan ribu 
rupiah, barang siapa tanpa wenang, sengaja membuat, mengumpulkan, mempunyai, 
menyimpan, menyembunyikan atau petunjuk-petunjuk lain mengenai sesuatu hal yang 
bersangkutan dengan kepentingan tentara. 
Pasal 119 
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun: 
1. barang siapa memberi pondokan kepada orang lain, yang diketahuinya mempunyai 
niat atau sedang mencoba untuk mengetahui benda-benda rahasia seperti ini  
dalam pasal 113, padahal tidak wenang untuk itu, atau mempunyai niat atau sedang 
mencoba untuk mengetahui letak, bentuk, susunan, persenjataan, perbekalan, 
perlengkapan mesin, atau kekuatan orang dari bangunan pertahanan atau sesuatu 
hal lain yang bersangkutan dengan kepentingan tentara;
2. barang siapa menyembunyikan benda-benda yang diketahuinya behawa dengan cara 
apapun juga, akan diperlukan dalam melaksanakan niat seperti ini  pada ke-1. 
Pasal 120 
Jika kejahatan ini  pasal 113, 115, 117, 118, 119 dilakukan dengan akal 
curang seperti penyesatan, menyamakan, pemakaian nama atau kedudukan palsu, atau 
dengan menawarkan atau menerima, membayangkan atau menjanjikan hadiah, 
keuntungan atau upah dalam bentuk apapun juga, atau dilakukan dengan kekerasan 
atau ancaman kekerasan, maka pidana hilang kemerdekaan dapat diperberat lipat 
dua. 
Pasal 121 
Barang siapa ditugaskan pemerintah untuk berunding dengan suatu negara asing, 
dengan sengaja merugikan negara, diancam dengan pidana penjara paling lama dua 
belas tahun. 
Pasal 122 
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:
1. barang siapa dalam masa perang yang tidak menyangkut Indonesia, dengan 
sengaja melakukan perbuatan yang membahayakan kenetralan negara, atau dengan 
sengaja melanggar suatu aturan yang dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah, 
khusus untuk mempertahankan kenbetralan ini ; 
2. barang siapa dalam masa perang dengan sengaja melanggar aturan yang 
dikeluarkan dan diumumkan oleh pemerintah guna keselamatan negara. 
Pasal 123 
Seorang warga negara Indonesia yang dengan suka rela masuk tentara negara asing, 
pada hal ia mengetahui bahwa negara itu sedang perang dengan negara Indonesaia, 
atau akan menghadapi perang dengan Indonesia, diancam dalam hal terakhir jika 
pecah perang, denga pidana penjara paling lama lima belas tahun. 
Pasal 124 
(1) Barang siapa dalam masa perang dengan sengaja memberi bantuan kepada musuh 
atau merugikan negara terhadap musuh, diancam dengan pidana penjara lima belas 
tahun.
(2) Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu atau 
paling lama dua puluh tahun jika si pembuat: 
1. memberitahukan atau memberikan kepada musuh peta, rencana, gambar, atau 
penulisan mengenai bangunan-bangunan tentara;
2. menjadi mata-mata musuh, atau memberikan pondokan kepadanya. 
(3) Pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama 
dua puluh tahun dijatuhkan jika si pembuat: 
1. memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan atau merusakkan 
sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki, suatu alat perhubungan, 
gudang persediaan perang, atau kas perang ataupun Angkatan Laut, Angkatan Darat 
atau bagian daripadanya, merintangi, menghalang-halangi atau menggagalkan suatu 
untuk menggenangi air atau karya tentara lainya yang direncanakan atau 
diselenggarakan untuk menangkis tau menyerang; 
2. menyebabkan atau memperlancar timbulnya huru-hara, pemberontakan atau desersi 
dikalangan Angkatan Perang. 
Pasal 125 
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 
124, diancam dengan pidana paling lama enam tahun. 
Pasal 126 
Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun barang siapa dalam masa 
perang, tidak dengan maksud membantu musuh atau merugikan negara sehingga 
menguntungkan musuh, dnegan sengaja: 
1. memberikan pondokan kepada mata-mata musuh, menyembunyikannya atau 
membantunya melarikan diri; 
2. menggerakkan atau memperlancar pelarian (desersi) prajurit yang bertugas 
untuk negara. 
Pasal 127 
(1) Barang siapa dalam masa perang menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan 
barang-barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat, diancam dengan pidana 
penjara paling lama dua belas tahun. 
(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa diserahi mengawasi penyerahan 
barang-barang, membiarkan tipu muslihat itu. 
Pasal 128 
(1) Dalam hal pemidanaan berdasar  kejahatan pasal 104, dapat dipidana 
pencabutan hak-hak berdasar  pasal 35 no. 1-5. 
(2) Dalam hal pemidanaan berdasar  kejahatan pasal-pasal 106-108, 110-125, 
dapat dipidana pencabutan hak-hak berdasar  pasal 35 no. 1-3. 
(3) Dalam hal pemidanaan berdasar  kejahatan pasal 127, yang bersalah dapat 
dilarang menjalankan pencarian yang dijalankannya saat  melakukan kejahatan 
itu, dicabut hak- hak berdasar  pasal 35 no. 1-4, dan dapat diperintahkan 
supaya putusan hakim diumumkan. 
Pasal 129 
Pidana-pidana yang berdasar  terhadap perbuatan-perbuatan dalam pasal-pasal 
124- 127, diterapkan jika salah satu perbuatan dilakukan terhadap atua 
bersangkutan dengan negara sekutu dalam perang bersama.
Bab II
Kejahatan-Kejahatan Terhadap Martabat Presiden Dan Wakil Presiden
Pasal 130 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 21. 
Pasal 131 
Tiap-tiap penyerangan terhadap diri presiden atau Wakil Presiden, yang tidak 
termasuk dalam ketentuan pidana lain yang lebih berat, diancam dengan pidana 
penjara paling lama delapan tahun.
Pasal 132
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 23.
Pasal 133 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 23. 
Pasal 134
Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden atua Wakil Presiden diancam dengan 
pidana penjara paling lama enam tahun, atau pidana denda paling banyak empat 
ribu lima ratus ribu rupiah.
Pasal 135 
Pasal ini ditiadakan bersarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 
25. 
Pasal 136 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII 
butir 25. Pasal 136 bis Pengertian penghinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 
134 mencakup juga perumusan perbuatan dalam pasal 135, jika itu dilakukan diluar 
kehadiran yang dihina, baik dengan tingkah laku di muka umum, maupun tidak 
dimuka umum baik lidsan atau tulisan, namun dihadapan lebih dari empat orang, 
atau di hadapan orang ketiga, bertentangan dengan kehendaknya dan oleh sebab  
itu merasa tersinggung.
Pasal 137
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan di muka umum 
tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil 
Presiden, dengan maksud supaya isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui 
oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau 
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencariannya, 
dan pada waktu itu belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan menjadi tetap 
sebab  kejahatan semacam itu juga, maka terhadapnya dapat dilarang menjalankan 
pencarian ini . 
Pasal 138 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 28.
Pasal 139
(1) Ayat ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal VIII, 
butir 29. 
(2) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 131, dapat 
dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 35 no. 1-4.
(3) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 134, dapat 
dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 35 no. 1-3. 
Bab III - Kejahatan-Kejahatan Terhadap Negara Sahabat Dan Terhadap Kepala Negara 
Sahabat Serta Wakilnya
Pasal 139a 
Makar dengan maksud melepaskan wilayah atau daerah lain dari suatu negara 
sahabat untuk seluruhnya atau sebagian dari kekuasaan pemerintah yang berkuasa 
di situ, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Pasal 139b 
Makar dengan maksud meniadakan atau mengubah secara tidak sah bentuk 
pemerintahan negara sahabat atau daerahnya yang lain, diancam dengan pidana 
penjara paling lama empat tahun. 
Pasal 139c 
Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal- 
pasal 139a dan 139b, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam 
bulan. 
Pasal 140 
(1) Makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja yang memerintah atau kepala 
negara sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
(2) Jika mekar terhadap nyawa mengakibatkan kematian atau dilakukan dengan 
rencana terlebih dahulu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau 
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh 
tahun. (3) Jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu 
mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur 
hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. 
Pasal 141
Tiap-tiap perbuatan penyerangan terhadap diri raja yang memerintah atau kepala 
negara sahabat, yang tidak termasuk dalam ketentuan pidana yang lebih berat, 
diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 142 
Penghinaan dengan sengaja terhadap raja yang memerintah atau kepala negara 
sahabat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana paling 
banyak empat ribu lima ratus ribu rupiah.
Pasal 142a
Barang siapa menodai bendera kebangsaan negara sahabat diancam dengan pidana 
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima 
ratus rupiah.
Pasal 144 
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dimuka umum 
tulisan atau lukisan yang berisi penghinaan terhadap raja yang memerintah, atau 
kepala negara sahabat, atau wakil negara asing di Indonesia dalam pangkatnya, 
dengan maksud supaya penghinaan itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, 
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda 
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu pada waktu menjalankan 
pencarianya, dan pada saat itu belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang 
tetap sebab  kejahatan semacam itu juga, ia dapat dilarang menjalankan pencarian 
ini .
Pasal 145
(1) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 140, dapat 
dipidanan pencabutan hak berdasar  pasal 35 no. 1-5. 
(2) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 141, dapat 
dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 335 no. 1-4.
(3) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal-pasal 139a, 
139b, 139c, 142, dan 143, dapat dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 35 no. 
1-3. 
Bab IV
Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban Dan Hak Kenegaraan
Pasal 146 
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan membubarkan rapat badan 
pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan perwakilan rakyat, yang 
dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, atau memaksa badan-badan itu supaya 
mengambil atau tidak mengambil sesuatu putusan atau mengambil sesuatu putusan 
atau mengusir ketua atau anggota rapat itu, diancam dengan ancaman penjara 
paling lama sembilan tahun. 
Pasal 147 
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja merintangi 
ketua atau anggota badan pembentuk undang-undang, badan pemerintahan atau badan 
perwakilan rakyat, yang dibentuk oleh atau atas nama Pemerintah, untuk 
menghadiri rapat badan-badan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua 
tahun delapan bulan.
Pasal 148
Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasar  aturan-aturan umum, 
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan sengaja merintangi seseorang 
memakai hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu, diancam dengan pidana 
penjara paling lama satu tahun empat bulan. 
Pasal 149 
(1) Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasar  aturan-aturan umum, 
dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai 
hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan 
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling lama empat 
ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian 
atau janji, mau disuap. 
Pasal 150
Barang suiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasar  aturan-aturan umum, 
melakukan tipu muslihat berdasar  aturan-aturan umum, melakukan tipu muslihat 
sehingga suara seorang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang 
lain daripada yang dimaksud oleh pemilih yang ditunjuk, diancam dengan pidana 
penjara paling lama sembilan bulan. 
Pasal 151 
Barang siapa memakai nama orang lain untuk ikut dalam pemilihan berdasar  
aturan- aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat 
bulan.
Pasal 152
Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasar  aturan-aturan umum dengan 
sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah diadaka atau mengadakan tipu 
muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya 
diperoleh berdasar  kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau 
berdasar  suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana 
penjara paling lama dua tahun. 
Pasal 153 
(1) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 146, dapat 
dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 35 ke 1-3. 
(2) Dalam hal pemidanaan berdasar  perumusan kejahatan dalam pasal 147-152, 
dapat dipidana pencabutan hak berdasar  pasal 35 ke-3. 
Bab V - Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum
Pasal 153 bis 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 
32. Pasal 153 ter Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 
1946, pasal 8, butir 32. 
Pasal 154 
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau 
penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling 
lama tujuh tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 154a 
Barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan lambang Negara 
Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau 
pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah. 
Pasal 155
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau 
lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian 
atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya 
diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling 
lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima 
ratus rupiah. 
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan ini  pada waktu menjalankan 
pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya 
menjadi tetap sebab  melakukan kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan 
dapat dilarang menjalankan pencarian ini .
Pasal 156
Barang siapa di rnuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau 
penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam 
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak 
empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal 
berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan 
suatu atau beberapa hagian lainnya sebab  ras, negeri asal, agama, tempat, asal, 
keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. 
Pasal 156a 
Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan 
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. yang 
pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu 
agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak 
menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. 
Pasal 157
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau 
lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, 
kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat 
Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketuhui atau lebih diketahui oleh umum, 
diancam dcngan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda 
paling hanyak empat rupiah lima ratus rupiah. 
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan ini  padu waktu menjalankan 
pencariannya dan pada saat, itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya 
menjadi tetap sebab  kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat di- 
larang menjalankan pencarian ini . 
Pasal 158 
Barang siapa menyelenggarakan pemilihan anggota untuk suatu lembaga kenegaraan 
asing di Indonesia, atau menyiapkan ataupun memudahkan pemilihan itu, baik yang 
diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, diancam dengan pidana penjara 
paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak tujuh ribu lima ratus 
rupiah. 
Pasal 159 
Barang siapa turut serta dalam pemilihan umum, baik yang diadakan di Indonesia 
maupun di luar negeri, seperti yang dimaksud- kan dalam pasal 158, diancam 
dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak 
seribu lima ratus rupiah.
Pasal 160 
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan 
perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti 
baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diherikan berdasar 
ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun 
utau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 
Pasal 161
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum 
tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa 
umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal lain seperti ini  dalam 
pasal di atas, dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih 
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau 
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan ini  pada waktu menjalankan 
pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya 
menjadi tetap sebab  kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat 
dilarang menjalankan pencarian ini . 
Pasal 161 bis 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 
34. 
Pasal 162 
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi 
keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan 
pidana penjara paling lama sembilan hulan atau pidana denda paling banyak empat 
ribu lima ratus rupiah. 
Pasal 163 
(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum 
tulisan yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana 
guna melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau 
lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan 
dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan ini  pada waktu menjalankan 
pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya 
menjadi tetap sebab  kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang 
menjalankan pencarian ini . 
Pasal 163 bis 
(1) Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana ini  dalam pasal 55 
ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan 
itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana 
penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus 
rupiah, tetapi dengan pengertian bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana 
yang lebih berat daripada yang dapat dijatuhkan sebab  percobaan kejahatan atau 
apahila percobaan itu tidak dapat dipidana sebab  kejahatan itu sendiri. 
(2) Aturan ini  tidak berlaku, jika tidak mengakibatkan kejahatan atau 
percobaan kejahatan disebabkan sebab  kehendaknya sendiri.
Pasal 164
Barang siapa mengetahui ada sesuatu permufakatan untuk melakukan kejahatan 
berdasar  pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 113, 115, 124, 187 atau 187 bis, 
sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak 
segera memberitahukan tentang hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian 
atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu 
jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau 
pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.
Pasal 165 
(1) Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan 
berdasar  pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 110 - 113, dan 115 - 129 dan 131 
atau niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk 
membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui adanya 
niat untuk melakukan kejahatan ini  dalam bab 8 dalam kitab undang-undang 
ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau untuk melakukan salah 
satu kejahatan berdasar  pasal- pasal 224 228, 250 atau salah satu kejahatan 
berdasar  pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai surat kredit yang 
diperuntukkan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan 
itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat 
kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, 
dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama 
sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Pidana ini  diterapkan terhadap orang yang mengetahui bahwa sesuatu 
kejahatan berdasar  ayat 1 telah dilakukan, dan telah membahayakan nyawa orang 
pada saat akihat masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memheritahukannya 
kepada pihak- pihak ini  dalam ayat l. 
Pasal 166
Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak berlaku bagi orang yang dengan 
memberitahukan itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri 
sendiri, bagi seorang keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus atau 
garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, bagi suami atau bekas suaminya, atau 
bagi orang lain yang jika dituntut, berhubung dengan jabatan atau pencariannya, 
dimungkinkan pembebasan menjadi saksi terhadap orang ini . 
Pasal 167 
(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup 
yang dipakai orang lain dengan me- lawan hukum atau berada di situ dengan 
melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi 
dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lema sembilan bulan atau 
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 
(2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak 
kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jahatan palsu, atau barang siapa tidak 
setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan sebab  kekhilafan masuk dan 
kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk. 
(3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan 
orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
(4) Pidana ini  dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga jika yang 
melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. 
Pasal 168
(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam ruangan untuk dinas umum, atau berada di 
situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak 
pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua 
minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak 
kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, atau barang siapa tidak 
setahu pejabat yang berwenang lebih dahulu serta bukan sebab  kekhilafan masuk 
dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk. 
(3) Jika ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan 
orang, diancam dengan pidana penjara menjadi paling lama satu tahun empat bulan. 
(4) Pidana ini  dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga, jika yang 
melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. 
Pasal 169
(1) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan. atau turut 
serta dalam perkumpulan lainnya yang dilarang oleh aturan-aturan umum, diancam 
dengan pidana penjara paling lama enam tahun. 
(2) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan pelanggaran, diancam 
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak 
empat ribu lima ratus rupiah. 
(3) Terhadap pendiri atau pengurus, pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 170
(1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan 
kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 
lima tahun enam bulan.
(2) Yang bersalah diancam: 
1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja 
menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan 
mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, 
jika kekerasan mengakibatkan maut. 
(3) Pasal 89 tidak diterapkan.
Pasal 171 
Pasal ini ditiadakan berdasar  Undang-undang no. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 
37.
Pasal 172
Barang siapa dengan sengaja mengganggu ketenangan dengan mengeluarkan teriakan- 
teriakan, atau tanda-tanda bahaya palsu, diancam dengan pidana penjara paling 
lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 173 
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi rapat, umum yang 
diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun. 
Pasal 174 
Barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang diizinkan dengan jalan 
menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling 
lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 175
Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan 
keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang 
diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling 
lama satu tahun empat bulan.
Pasal 176
Barang siapa dengan sengaja mengganggu pertemuan keagamaan yang bersifat, umum 
dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan atau upacara penguburan 
jenazah, dengan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana 
penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu 
delapan ratus rupiah.
Pasal 177
Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana 
denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah:
1. barang siapa menertawakan seorang petugas agama dalam men- jalankan tugas 
yang diizinkan; 
2. barang siapa menghina benda-benda untuk keperluan ibadat di tempat atau padu 
waktu ibadat dilakukan. 
Pasal 178 
Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau 
pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara 
paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan 
ratus rupiah.
Pasal 179 
Barang siapa dengan sengaja menodai kuburan atau dengan sengaja dan melawan 
hukum menghancurkan atau merusak tanda peringntan di tempat kuburan, diancam 
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. 
Pasal 180 
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah 
atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam 
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda 
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 
Pasal 181
Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat 
dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana 
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu 
lirna ratus rupiah.
Bab VI - Perkelahian Tanding
Pasal 182 
Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, diancam: 
(1) barang siapa menantang seorang untuk perkelahian tanding atau rnenyuruh 
orang menerima tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding;
(2) barang siapa dengan sengaja meneruskan tantangan, bilamana hal itu 
mengakibatkan perkelahian tanding.
Pasal 183
Diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling 
tinggi tiga ratus rupiah, barang siapa di muka umum atau di hadapan pihak ketiga 
mencerca atau mengejek seseorang oleh sebab  yang bersangkutan tidak rnau 
menentang atau menolak tantangan untuk perkelahian tanding. 
Pasal 184
(1) Seseorang diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, jika ia 
dalam perkelahian tanding itu tidak melukai tubuh pihak lawannya.
(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan empat bulan, barang 
siapa melukai tmbuh lawannya. 
(3) Diancam dengan pidana penjma paling lama empat tahun, barang siapa melukai 
berat tubuh lawannya.
(4) Barang siapa yang merampas nyawa lawannya, diancam dengan pidana penjara 
paling lama tujuh tahun, atau jika perkelahian tanding itu dilakukan dengan 
perjanjian hidup atau mati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas 
tahun.
(5) Percobaan perkelahian tanding tidak dipidana. 
Pasal 185
Barang siapa dalam perkelahian tanding merampas nyawa pihak lawan atau melukai 
tubuhnya, maka diterapkan ketentuan-ketentuan mengenai pembunuhan berencana, 
pembunuhan atau penganiayaan: 
1. jika persyaratan tidak diatur terlebih dahulu; 
2.jika perkelahian tanding tidak dilakukan di hadapan saksi kedua belah pihak;
3.jika pelaku dengmi sengaja dan merugikan pihak lawan, bersalah melakukan 
perbuatan penipuan atau yang menyimpang dari persy aratan.
Pasal 186
(1) Para saksi dan dokter yang menghadiri perkelahian tanding, tidak dipidana.
(2) Para saksi diancam:
1.d