UU narkotika 2

Rabu, 31 Mei 2023

UU narkotika 2


rdasarkan Undang-Undang ini; 
d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata 
kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk 
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor  83 Tahun 2007 
harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini; 
e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun  sejak Undang-
Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata 
kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang 
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor  83 
Tahun 2007  harus sudah disesuaikan dengan Undang-
Undang ini. 
 
Pasal 150 
Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang 
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor  83 Tahun 
2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap 
dapat dijalankan sampai dengan selesainya  program dan 
kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya. 
 
 

  
 
 
 
 
 
Pasal 151 
Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk 
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik 
yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota 
dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini. 
 
BAB XVII 
KETENTUAN PENUTUP 
Pasal 152 
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan 
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 
1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia 
Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik 
Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini 
diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak 
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru 
berdasarkan Undang-Undang ini. 
Pasal 153 
Dengan berlakunya Undang-Undang ini: 
a.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
3698); dan 
b.  Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan 
Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran 
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 
3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan 
I menurut Undang-Undang ini, 
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 
 
Pasal 154 
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah 
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang 
ini diundangkan. 
Pasal 155 
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.  
 
 
 
 
 

 
 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan 
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya 
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
 

 
Diundangkan di Jakarta  
pada tanggal 12 Oktober 2009 
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA  
                   REPUBLIK INDONESIA, 
 
 
 ttd 
 
                     ANDI MATTALATTA 
 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN   2009   NOMOR   143 
 
PENJELASAN 
ATAS 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 35 TAHUN 2009 
TENTANG 
NARKOTIKA 
 
 
I.  UMUM 
 
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan 
diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika 
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar 
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi 
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan 
lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran 
gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi 
kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan 
dapat melemahkan ketahanan nasional. 
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran 
gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan 
masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis 
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui 
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor 
VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan 
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk 
melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 
tentang Narkotika. 
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur 
upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui 
ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan 
pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 
juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan 
pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis 
dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di 
dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin 
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban 
yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi 
muda pada umumnya.  
Tindak     pidana     Narkotika    tidak   lagi    dilakukan    secara 
perseorangan,    melainkan    melibatkan    banyak   orang    yang      
secara       bersama  - sama,    bahkan      merupakan   satu     sindikat 
yang    terorganisasi     dengan   jaringan       yang     luas   yang    
bekerja    secara   rapi    dan   sangat   rahasia baik   di tingkat  nasional    
maupun   internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan 
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu 
dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 
tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan 
yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif 
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, 
dan generasi muda pada umumnya.  
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan 
Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, 
dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika 
karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau 
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam 
Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan 
melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika. 
Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan 
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan 
efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap 
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi 
pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 
(dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. 
Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada 
golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. 
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan 
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor 
Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada 
yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada 
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika 
Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika 
Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang 
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada 
Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan 
koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan 
menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat 
kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN 
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada 
Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi 
dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan 
BNN kabupaten/kota. 
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh 
harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana 
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang 
dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan 
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap 
dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan 
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap 
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan 
sosial. 
 
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran 
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya 
semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai 
perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik 
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang 
diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna 
melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap 
Narkotika dan Prekursor Narkotika.  
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan 
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan 
secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas 
negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik 
bilateral, regional, maupun internasional. 
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam 
usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan 
Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota 
masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan 
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan 
tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah 
berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan 
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.  
 
 
II. PASAL DEMI PASAL 
 
Pasal 1 
  Cukup jelas. 
Pasal 2 
  Cukup jelas. 
 
Pasal 3 
Cukup jelas. 
 
Pasal 4 
Cukup jelas. 
 
Pasal 5 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika” 
hanya untuk industri farmasi. 
 
 
Pasal 6 
Ayat (1) 
 Huruf a  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan 
”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya 
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu 
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta  
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan 
ketergantungan. 
Huruf b 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan 
”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat 
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan 
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan 
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai 
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 
Huruf c 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan 
”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat 
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi 
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu 
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan 
mengakibatkan ketergantungan. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan ”perubahan penggolongan 
Narkotika” adalah penyesuaian penggolongan Narkotika 
berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan 
kepentingan nasional. 
 
Pasal 7 
Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk 
pelayanan rehabilitasi medis. 
  Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan  dan 
teknologi” adalah penggunaan Narkotika terutama untuk 
kepentingan pengobatan  dan rehabilitasi, termasuk untuk 
kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan 
serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah 
yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, 
penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika. 
Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah 
termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika 
dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai 
dan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.  
 
 
 Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:  
a. reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I 
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk 
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan 
oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau 
bukan. 
b. reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I 
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk 
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau 
ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis 
Narkotika atau bukan. 
 
Pasal 9 
Cukup jelas. 
 
Pasal 10 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalah 
Narkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperoleh 
antara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja sama 
dengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperoleh 
dari hasil penyitaan atau perampasan sesuai dengan 
ketentuan Undang-Undang ini.  
Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakan 
terutama untuk kepentingan pengembangan ilmu 
pengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluan 
pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakan 
oleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya 
melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan 
peredaran gelap Narkotika.  
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
 
Pasal 11 
Ayat (1) 
Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikan 
izin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhak 
memproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat 
selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan 
Narkotika dapat lebih mudah dilakukan. 

 Pasal 12 
  Ayat (1) 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi” 
adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang 
mengandung Narkotika.  
Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas” 
adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk 
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan 
teknologi. 
Ayat (2) 
 Cukup jelas. 
  Ayat (3) 
   Cukup jelas. 
 
Pasal 13 
Ayat (1)  
Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmu 
pengetahuan yang secara khusus atau yang salah satu 
fungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian dan 
pengembangan. 
Ayat (2) 
Cukup jelas. 
 
Pasal 14 
  Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balai 
pengobatan yang dipimpin oleh dokter. 
Ayat (2)  
Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yang 
melakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang di 
dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang 
berhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat pada 
rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa 
simpan resep selama 3 (tiga) tahun.  
Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan 
yang memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporan 
mengenai  kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika, 
dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep 
selama 3 (tiga) tahun.  
Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimana 
diatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuan 
peraturan perundang-undangan.  
Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada di 
bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, 
disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam 
waktu 3 (tiga) tahun.  
  
 
Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, 
dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap 
waktu dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang 
ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam 
penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.  
Ayat (3) 
 Cukup jelas. 
Ayat (4) 
Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala 
bentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturan 
perundang-undangan.  
huruf a 
 Cukup jelas. 
huruf b 
 Cukup jelas. 
huruf c 
 Cukup jelas. 
huruf d 
 Cukup jelas. 
huruf e 
 Yang  dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izin 
yang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelola 
Narkotika. 
 
Pasal 15 
  Ayat (1) 
   Cukup jelas. 
 
 
  Ayat (2) 
 Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalam 
ketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasi 
milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya 
dalam melakukan impor Narkotika karena bencana alam, 
kebakaran dan lain-lain. 
 
 
 Pasal 21 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabean 
tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri” adalah 
kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional 
tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor 
Narkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi.  
Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk pada 
Undang-Undang tentang Kepabeanan dan/atau peraturan 
perundang-undangan lainnya. 
Pasal 25 
Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baik 
melalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeanan 
yang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika di 
Wilayah Negara Republik Indonesia.  
Yang dimaksud dengan “penanggung jawab pengangkut” adalah 
kapten penerbang atau nakhoda. 
 
Pasal 26 
 Cukup jelas. 
 
 Pasal 27 
  Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempat 
yang aman” dalam ketentuan ini adalah kemasan yang 
berbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan pada 
tempat tersendiri yang disediakan secara khusus. 
  Ayat (2) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (3) 
Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan 
laporan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum 
dan memperketat pengawasan.  
   
 Pasal 29 
  Ayat (1) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (2) 
   Huruf a 
    Cukup jelas. . 
   Huruf b 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis” 
adalah sediaan bentuk garam atau basa.  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bentuk” 
adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obat 
jadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul, 
cairan.  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jumlah” 
adalah angka yang menunjukkan banyaknya 
Narkotika yang terdiri dari jumlah satuan berat dalam 
kilogram, isi dalam milliliter.  
Huruf c 
    Cukup jelas. 
 
 Pasal 30 
Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transito 
Narkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabila 
dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (force 
majeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan, 
maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yang 
ditentukan dalam ketentuan ini.  
Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan, 
Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab 
pengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.  
 
 Pasal 31 
Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas Badan 
Pengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembali 
Narkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas 
dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.  
 
 
 Pasal 34 
Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerja 
dibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jika 
laporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasan 
waktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harus 
segera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotika 
yang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yang 
dimiliki. 
 
 Pasal 35 
  Cukup jelas. 
 
 
Pasal 36 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 37 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 38 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapi 
dengan dokumen yang sah” adalah bahwa setiap peredaran 
Narkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasan 
pabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yang 
dibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besar 
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah 
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek. 
Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan Impor/Ekspor, 
faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau 
salinan resep dokter, yang merupakan bagian yang tak 
terpisahkan dari Narkotika bersangkutan.  
 
 Pasal 39 
  Ayat (1) 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industri 
farmasi, dan pedagang besar farmasi” adalah industri 
farmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telah 
memiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.  
  Ayat (2) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluran 
Narkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasi 
pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan 
pendirian sarana penyimpanan sediaan farmasi tersebut 
tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan 
Makanan.  
  
Pasal 40 
Ayat (1) 
Huruf a 
 Cukup jelas. 
Huruf b 
 Cukup jelas. 
Huruf c 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sarana 
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu” 
adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan 
alat kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah 
Pusat maupun Pemerintah Daerah, TNI dan 
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Usaha 
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam 
rangka pelayanan kesehatan.  
Huruf d 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumah 
sakit” adalah rumah sakit yang telah memiliki 
instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industri 
farmasi tertentu atau pedagang besar farmasi 
tertentu. 
Ayat (2) 
 Cukup jelas. 
Ayat (3) 
 Cukup jelas. 
 
 Pasal 41 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 42 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 43 
  Ayat (1) 
Huruf a 
 Cukup jelas. 
Huruf b 
Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yang 
belum mempunyai instalasi farmasi hanya dapat 
memperoleh Narkotika dari apotek.  

 
  Ayat (4) 
   Huruf a  
Ketentuan ini menegaskan bahwa pemberian 
kewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotika 
dalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral 
(khususnya tablet morphin) salah satu tujuannya 
adalah untuk memudahkan dokter memberikan tablet 
Narkotika tersebut kepada pasien yang mengidap 
penyakit kanker stadium yang tidak dapat 
disembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obat 
yang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidak 
terhingga dari penderita kanker tersebut. 
Huruf b 
 Lihat penjelasan huruf a. 
   Huruf c 
Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahan 
Narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di 
daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan 
surat izin penyimpanan Narkotika dari Menteri 
Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin 
tersebut melekat pada surat keputusan penempatan 
di daerah terpencil yang tidak ada apotek. 
Ayat (5) 
Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika 
Golongan II dan Golongan III. 
 
 Pasal 44 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 45 
  Ayat (1) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman label 
dimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehingga 
memudahkan pula dalam pengendalian dan 
pengawasannya.  
  Ayat (2) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (3) 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalah 
label khusus yang diperuntukan bagi Narkotika yang 
berbeda dari label untuk obat lainnya.  
 
 Pasal 46 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan” 
adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untuk 
Narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku 
Narkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi.  
Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahaya 
penyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi. 
 
 Pasal 49 
Ayat (1) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (2) 
   Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri 
yang membidangi urusan perindustrian dan menteri yang 
membidangi urusan perdagangan. 
 
 
 Pasal 53 
  Ayat (1) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (2) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (3) 
Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain surat 
keterangan dokter, salinan resep, atau label/etiket.  
 
 Pasal 54 
Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika” 
adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika 
karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam 
untuk menggunakan Narkotika. 
  
 Pasal 55 
Ayat (1) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu 
Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya 
penyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecandu 
Narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali, 
masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab 
pengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya.  
 Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam 
ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur 
18 (delapan belas) tahun. 
  Ayat (2) 
   Cukup jelas. 
  Ayat (3) 
   Cukup jelas. 
 
 Pasal 56 
 Ayat (1) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu 
Narkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkan 
dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan 
sosial penderita yang bersangkutan.  
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya 
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah 
Daerah. 
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis 
bagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapat 
diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan 
antara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik 
dengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan. 
 
Pasal 57 
  Cukup jelas. 
 
 Pasal 58 
Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui 
pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif 
lainnya. 
 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan Pecandu 
Narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan 
terhadap Narkotika secara fisik dan psikis. 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasi 
sosial” adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan 
baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.  
 
 
Pasal 60 
  Ayat (1) 
   Cukup jelas. 
 
  Ayat (2) 
   Huruf a 
    Cukup jelas. 
   Huruf b 
    Cukup jelas. 
   Huruf c 
 Ketentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahan 
melalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan 
tinggi. 
   Huruf d 
    Cukup jelas. 
   Huruf e 
  Yang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalam 
ketentuan ini misalnya memberikan penguatan, 
dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi 
medis terjaga keberlangsungannya. 
 
 Pasal 63 
Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional 
meliputi juga kerja sama dalam rangka pencegahan dan 
pemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yang 
terorganisasi. 
 
 Pasal 64 
Ayat (1) 
 Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya 
Badan Narkotika Nasional yang bertanggung jawab langsung 
kepada Presiden yang mempunyai tugas dan fungsi 
koordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotika 
dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasan 
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan 
Prekursor Narkotika, diharapkan penyalahgunaan dan 
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat 
dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.  
 
 Pasal 70 
  Huruf a  
   Cukup jelas. 
Huruf b 
 Cukup jelas 
Huruf c  
Yang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian 
Negara Republik Indonesia” dalam ketentuan ini adalah 
tidak mengurangi kemandirian dalam menentukan 
kebijakan dan melaksanakan tugas dan wewenang BNN. 

 
 Pasal 74 
Ayat (1)  
 Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lain 
yang oleh undang-undang juga ditentukan untuk 
didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepada 
pengadilan.  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian 
secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilan 
putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau 
eksekusi. 
  
 Huruf h    
Yang dimaksud dengan ”interdiksi” adalah mengejar 
dan/atau menghentikan seseorang/kelompok orang, kapal, 
pesawat terbang, atau kendaraan yang diduga membawa 
Narkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkap 
tersangkanya dan disita barang buktinya. 
 Huruf i 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan” 
adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan 
dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN 
atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan 
cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengan 
kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau 
pengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasi 
elektronik lainnya.  
 
Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauan 
elektronik dengan cara antara lain: 
a. pemasangan transmitter di ruangan/kamar sasaran 
untuk mendengar/merekam semua pembicaraan 
(bugging); 
b. pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang 
yang bisa dilacak keberadaanya (bird dog); 
c. intersepsi internet; 
d. cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax; 
e. CCTV (Close Circuit Television);  
f. pelacak lokasi tersangka (direction finder).  
Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untuk 
mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang 
digunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan 
tindak pidana  Prekursor Narkotika dalam mengembangkan 
jaringannya baik nasional maupun internasional karena 
perkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan oleh 
pelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka. 
Untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikat 
Narkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem 
komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembus 
oleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan 
tersebut. 
 Huruf j 
  Cukup jelas. 
 Huruf k 
  Cukup jelas. 
 Huruf l 
 Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh 
lainnya dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi untuk membuktikan ada 
tidaknya Narkotika di dalam tubuh satu orang atau 
beberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA) 
untuk identifikasi korban, pecandu, dan tersangka. 
 Huruf m 
  Cukup jelas. 
 Huruf n 
 Yang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan ini 
adalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable) 
maupun stationere. 
 
 Pasal 82 
Ayat (1) 
 Cukup jelas. 
 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembaga 
pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan 
tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor 
Narkotika” adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian 
Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, 
dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.  
Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian atau 
lembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai 
dengan bidang tugasnya masing-masing yang dalam 
pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi 
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 
 

Pasal 90 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium 
tertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai 
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
 
Pasal 92 
  Ayat (1)  
Ketentuan ini  menegaskan bahwa tanaman Narkotika yang 
dimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan di 
ladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atau 
tempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk 
tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan 
dalam waktu bersamaan ditempat tersebut.  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil” 
adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotika 
untuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan, 
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.  
  Ayat (2) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empat 
belas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian Negara 
Republik Indonesia yang bertugas di daerah yang letak 
geografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapat 
melaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang 
ditemukan dengan sebaik-baiknya karena pelanggaran 
terhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.  
.
   Huruf d 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat 
yang menyaksikan pemusnahan” adalah pejabat yang  

mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat 
dan Makanan. 
Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotika 
ditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkan 
unsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikan 
oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakat 
setempat. 
Ayat (4) 
 Cukup jelas. 
Ayat (5) 
Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasi 
jenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling). 

 
Pasal 97 
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “seluruh harta 
kekayaan dan harta benda” adalah seluruh kekayaan yang 
dimiliki, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, yang 
berwujud maupun tidak berwujud, yang ada dalam 
penguasaannya atau yang ada dalam penguasaan pihak lain (isteri 
atau suami, anak dan setiap orang atau badan), yang diperoleh 
atau diduga diperoleh dari tindak pidana Narkotika yang 
dilakukan oleh tersangka atau terdakwa. 
 
Pasal 98 
Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakan 
kewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwa 
seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak 
dan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidana 
Narkotika dan Prekursor Narkotika.  
 
Pasal 99 
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan 
terhadap keselamatan pelapor yang memberikan keterangan 
mengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamat 
pelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau 
jaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.  

Pasal 100 
 Ayat (1)  
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yang 
mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau 
ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu. 
Pasal 101 
Ayat (1) 
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkan 
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuk 
negara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses 
penyidikan tindak pidana Narkotika dan Prekursor 
Narkotika.  
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya” 
adalah baik yang berupa uang atau benda lain yang 
diketahui atau diduga keras diperoleh dari tindak pidana 
Narkotika.  
Ayat (2) 
 Cukup jelas. 
Ayat (3) 
Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak 
pidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan 
yang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakan 
untuk biaya pencegahan dan pemberantasan 
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan 
Prekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagi 
anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya 
tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor 
Narkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untuk 
berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan 
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan 
Prekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaan 
atau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan 
untuk membiayai rehabilitasi medis dan sosial para korban 
penyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Proses 
penyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak 
pidana pencucian uang dilaksanakan sesuai dengan 
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak 
Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan 
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. 

Ayat (1) 
Huruf a 
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata 
memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti 
bersalah melakukan tindak pidana Narkotika 
mengandung pengertian bahwa putusan hakim 
tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu 
Narkotika yang bersangkutan.  
Huruf b 
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata 
menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak 
terbukti bersalah melakukan tindak pidana  Narkotika 
mengandung pengertian bahwa penetapan hakim 
tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi 
Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapan 
tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu 
penekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebut 
walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak 
pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalani 
pengobatan dan perawatan. 
Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu 
Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak 
pidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dan 
tanggung jawab negara, karena pengobatan dan atau 
perawatan tersebut merupakan bagian dari masa 
menjalani hukuman. Sedangkan bagi pecandu 
Narkotika yang tidak terbukti bersalah biaya 
pengobatan dan/atau perawatan selama dalam status 
tahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahanan 
rumah dan tahanan kota.  

 
 Pasal 109 
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan 
harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan 
terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalam 
bentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaan 
lainnya. 
 

 
Pasal 116 
Ayat (1) 
 Cukup jelas. 
Ayat (2) 
Yang dimaksud dengan “cacat permanen”  dalam ketentuan 
ini adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang bersifat 
tetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan. 
 

Pasal 132 
Ayat (1) 
Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsur-
unsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak 
selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan 
karena kehendaknya sendiri. 
 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5062 
 
 
 
LAMPIRAN I 
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA  
NOMOR 35 TAHUN 2009 
TENTANG NARKOTIKA 
 
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I 
 
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, 
kecuali bijinya.  
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver 
Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan 
tanpa memperhatikan kadar morfinnya.  
3. Opium masak terdiri dari :  
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya 
dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain, 
dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.  
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur 
dengan daun atau bahan lain.  
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.  
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk 
buah dan bijinya. 
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman 
genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau 
melalui perubahan kimia.  
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung 
untuk mendapatkan kokaina.  
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.  
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk 
biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan 
hasis.  
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.  
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.  
11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina. 
12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida. 
13. Alfa-metilfentanil    : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida 
14. Alfa-metiltiofentanil   : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida 
15. Beta-hidroksifentanil   : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida 
16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil  : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida. 
17. Desmorfina    : Dihidrodeoksimorfina 
18. Etorfina     : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina 
19. Heroina    : Diacetilmorfina 
20. Ketobemidona   : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina 
21. 3-metilfentanil    : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 
22. 3-metiltiofentanil   : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida  
23. MPPP    : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester) 
24. Para-fluorofentanil  : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida 
25. PEPAP    : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester) 
26. Tiofentanil   : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida 
27. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina 
DOB 
28. DET    : 3-[2-( dietilamino )etil] indol 
29. DMA    : ( + )-2,5-dimetoksi-  α  -metilfenetilamina 
30. DMHP    : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-   
  dibenzo[b, d]piran-1-ol 
31. DMT    : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol 
32. DOET    : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina 
33. ETISIKLIDINA, nama lain   PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina 
34. ETRIPTAMINA.   : 3-(2aminobutil) indole 
35. KATINONA   : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon 
36. ( + )-LISERGIDA, nama lain    : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β – 
LSD, LSD-25     karboksamida 
37. MDMA    : (±)-N,  α  -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina   
38. Meskalina   : 3,4,5-trimetoksifenetilamina 
39. METKATINONA   : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on 
40. 4- metilaminoreks   : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina 
41. MMDA    : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 
42. N-etil MDA   : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin 
43. N-hidroksi MDA   : (±)-N-[ α -metil-3,4- 
  (metilendioksi)fenetil]hidroksilamina 
44. Paraheksil   : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo 
  [b,d] piran-1-ol 
45. PMA    : p-metoksi-  α  -metilfenetilamina 
46. psilosina, psilotsin   : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol 
47. PSILOSIBINA   : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat 
48. ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina 
PHP,PCPY 
49. STP, DOM   : 2,5-dimetoksi-  α ,4-dimetilfenetilamina 
50. TENAMFETAMINA, nama lain    : α  -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina 
MDA 
51. TENOSIKLIDINA, nama lain   : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina 
TCP 
52. TMA    : (±)-3,4,5-trimetoksi-  α  -metilfenetilamina 
53. AMFETAMINA   : (±)-  α –metilfenetilamina 
54. DEKSAMFETAMINA  : ( + )-  α –metilfenetilamina 
55. FENETILINA   : 7-[2-[(  α -metilfenetil)amino]etil]teofilina 
56. FENMETRAZINA   : 3- metil- 2 fenilmorfolin 
57. FENSIKLIDINA, nama lain   PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina 
 
58. LEVAMFETAMINA, nama lain   : (- )-(R)-  α  -metilfenetilamina   
levamfetamina 
59. Levometamfetamina  : ( -)- N,  α  -dimetilfenetilamina 
60. MEKLOKUALON   : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon 
61. METAMFETAMINA  : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina 
62. METAKUALON   : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon 
63. ZIPEPPROL   : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1- 
  piperazinetano   
64. Opium Obat 
65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika 
 
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN  II 
 
1. Alfasetilmetadol   : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana 
2. Alfameprodina   : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 
3. Alfametadol   : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 
4. Alfaprodina   : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 
5. Alfentanil    : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]- 
  4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida 
6. Allilprodina   : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 
7. Anileridina   : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4- 
  karboksilat etil ester 
8. Asetilmetadol   : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 
9. Benzetidin   : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4- 
  karboksilat etil ester 
10. Benzilmorfina   : 3-benzilmorfina 
11. Betameprodina   : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 
12. Betametadol   : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol 
13. Betaprodina   : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina 
14. Betasetilmetadol   : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana 
15. Bezitramida   : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1- 
  benzimidazolinil)-piperidina 
16. Dekstromoramida   : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]- 
  morfolina 
17. Diampromida   :  N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida 
18. Dietiltiambutena   : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena 
19. Difenoksilat   : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4- 
  karboksilat etil ester 
20. Difenoksin   : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik 
21. Dihidromorfina 
22. Dimefheptanol   : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol 
23. Dimenoksadol   : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat 
24. Dimetiltiambutena   : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena 
25. Dioksafetil butirat   : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat 
26. Dipipanona   : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona 
27. Drotebanol   : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol   
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina. 
29. Etilmetiltiambutena  : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena 
30. Etokseridina   : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4- 
  karboksilat etil ester 
31. Etonitazena   : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol 
32. Furetidina    : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4- 
  karboksilat etil ester) 
33. Hidrokodona   : dihidrokodeinona 
34. Hidroksipetidina   : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat etil  
  ester  
35. Hidromorfinol   : 14-hidroksidihidromorfina 
36. Hidromorfona   : dihidrimorfinona 
37. Isometadona   : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona 
38. Fenadoksona   : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona 
39. Fenampromida   : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida 
40. Fenazosina   : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan 
41. Fenomorfan   : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan 
42. Fenoperidina   : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat  
  Etil ester 
43. Fentanil    : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina 
44. Klonitazena   : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol 
45. Kodoksima   : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima 
46. Levofenasilmorfan  : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan 
47. Levomoramida   : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina 
48. Levometorfan   : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan 
49. Levorfanol   : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 
50. Metadona    : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona 
51. Metadona intermediate  : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana 
52. Metazosina   : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan 
53. Metildesorfina   : 6-metil-delta-6-deoksimorfina 
54. Metildihidromorfina  : 6-metildihidromorfina 
55. Metopon    : 5-metildihidromorfinona 
56. Mirofina    : Miristilbenzilmorfina 
57. Moramida intermediate  : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat 
58. Morferidina   : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 
59. Morfina-N-oksida 
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan 
morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida 
61. Morfina 
62. Nikomorfina   : 3,6-dinikotinilmorfina 
63. Norasimetadol   : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana 
64. Norlevorfanol   : (-)-3-hidroksimorfinan 
65. Normetadona   : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona 
66. Normorfina   : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina 
67. Norpipanona   : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona 
68. Oksikodona   : 14-hidroksidihidrokodeinona 
69. Oksimorfona   : 14-hidroksidihidromorfinona 
70. Petidina intermediat A  : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina 
71. Petidina intermediat B  : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 
72. Petidina intermediat C  : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat 
73. Petidina     : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester 
74. Piminodina   : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etil  
  ester 
75. Piritramida   : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4- 
  Karbosilat armida 
76. Proheptasina   : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana 
77. Properidina   : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester 
78. Rasemetorfan   : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan 
79. Rasemoramida   : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina 
80. Rasemorfan   : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan 
81. Sufentanil     : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida 
82. Tebaina 
83. Tebakon    : asetildihidrokodeinona 
84. Tilidina    : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1- 
  karboksilat 
85. Trimeperidina   : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina 
86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas 
 
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN  III 
 
1. Asetildihidrokodeina 
2. Dekstropropoksifena  : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat 
3. Dihidrokodeina 
4. Etilmorfina   : 3-etil morfina 
5. Kodeina    : 3-metil morfina 
6. Nikodikodina   : 6-nikotinildihidrokodeina 
7. Nikokodina   : 6-nikotinilkodeina 
8. Norkodeina   : N-demetilkodeina 
9. Polkodina    : Morfoliniletilmorfina 
10. Propiram    : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida 
11. Buprenorfina   : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]- 
  6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina 
 
12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas 
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika 
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika