Home » UU narkotika 2 » UU narkotika 2
Rabu, 31 Mei 2023
rdasarkan Undang-Undang ini;
d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata
kerja Badan Narkotika Nasional yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007
harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;
e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-
Undang ini diundangkan, struktur organisasi dan tata
kerja BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83
Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-
Undang ini.
Pasal 150
Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang
dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun
2007 yang telah dilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap
dapat dijalankan sampai dengan selesainya program dan
kegiatan dimaksud termasuk dukungan anggarannya.
Pasal 151
Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik
yang berada di BNN provinsi, maupun di BNN kabupaten/kota
dinyatakan sebagai aset BNN berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 152
Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3698) pada saat Undang-Undang ini
diundangkan, masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 153
Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3698); dan
b. Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan
Golongan II sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3671) yang telah dipindahkan menjadi Narkotika Golongan
I menurut Undang-Undang ini,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 154
Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah
ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
Pasal 155
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 12 Oktober 2009
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 143
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG
NARKOTIKA
I. UMUM
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan
diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika
disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan
lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi
kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan
dapat melemahkan ketahanan nasional.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan
masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk
melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur
upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui
ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan
pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan
pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis
dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di
dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban
yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi
muda pada umumnya.
Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara
perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang
secara bersama - sama, bahkan merupakan satu sindikat
yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang
bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional
maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu
dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan
yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja,
dan generasi muda pada umumnya.
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika,
dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika
karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau
bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam
Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan
melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.
Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan
Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan
efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi
pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20
(dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati.
Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada
golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada
yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika
Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika
Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan
koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan
menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat
kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada
Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi
dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan
BNN kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh
harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang
dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan
sosial.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya
semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang
diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna
melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan
secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas
negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik
bilateral, regional, maupun internasional.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam
usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan
Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota
masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan
tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah
berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “Prekursor Narkotika”
hanya untuk industri farmasi.
Pasal 6
Ayat (1)
Huruf a
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
”Narkotika Golongan I” adalah Narkotika yang hanya
dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan.
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
”Narkotika Golongan II” adalah Narkotika berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan
dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan
”Narkotika Golongan III” adalah Narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi
dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”perubahan penggolongan
Narkotika” adalah penyesuaian penggolongan Narkotika
berdasarkan kesepakatan internasional dan pertimbangan
kepentingan nasional.
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “pelayanan kesehatan” adalah termasuk
pelayanan rehabilitasi medis.
Yang dimaksud dengan “pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi” adalah penggunaan Narkotika terutama untuk
kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk
kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan
serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah
yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan,
penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika.
Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalah
termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika
dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai
dan Badan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:
a. reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan I
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang digunakan
oleh seseorang apakah termasuk jenis Narkotika atau
bukan.
b. reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan I
tersebut secara terbatas dipergunakan untuk
mendeteksi suatu zat/bahan/benda yang disita atau
ditentukan oleh pihak Penyidik apakah termasuk jenis
Narkotika atau bukan.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Narkotika dari sumber lain” adalah
Narkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperoleh
antara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja sama
dengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperoleh
dari hasil penyitaan atau perampasan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakan
terutama untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluan
pendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakan
oleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinya
melakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasan
peredaran gelap Narkotika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikan
izin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhak
memproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat
selektif dengan maksud agar pengendalian dan pengawasan
Narkotika dapat lebih mudah dilakukan.
Pasal 12
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “produksi”
adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yang
mengandung Narkotika.
Yang dimaksud dengan “jumlah yang sangat terbatas”
adalah tidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untuk
kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”swasta” adalah lembaga ilmu
pengetahuan yang secara khusus atau yang salah satu
fungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian dan
pengembangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “balai pengobatan” adalah balai
pengobatan yang dipimpin oleh dokter.
Ayat (2)
Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yang
melakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang di
dalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yang
berhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat pada
rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa
simpan resep selama 3 (tiga) tahun.
Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan
yang memberikan pelayanan medis, wajib membuat laporan
mengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika,
dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resep
selama 3 (tiga) tahun.
Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimana
diatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada di
bawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan,
disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalam
waktu 3 (tiga) tahun.
Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan,
dan menyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap
waktu dapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang
ada di dalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalam
penyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pelanggaran” termasuk juga segala
bentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.
huruf a
Cukup jelas.
huruf b
Cukup jelas.
huruf c
Cukup jelas.
huruf d
Cukup jelas.
huruf e
Yang dimaksud dengan “pencabutan izin” adalah izin
yang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelola
Narkotika.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan ”dalam keadaan tertentu” dalam
ketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasi
milik negara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya
dalam melakukan impor Narkotika karena bencana alam,
kebakaran dan lain-lain.
Pasal 21
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kawasan pabean
tertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri” adalah
kawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasional
tertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor
Narkotika agar lalu lintas Narkotika mudah diawasi.
Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk pada
Undang-Undang tentang Kepabeanan dan/atau peraturan
perundang-undangan lainnya.
Pasal 25
Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baik
melalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeanan
yang telah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika di
Wilayah Negara Republik Indonesia.
Yang dimaksud dengan “penanggung jawab pengangkut” adalah
kapten penerbang atau nakhoda.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”kemasan khusus atau di tempat
yang aman” dalam ketentuan ini adalah kemasan yang
berbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan pada
tempat tersendiri yang disediakan secara khusus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan
laporan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum
dan memperketat pengawasan.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas. .
Huruf b
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jenis”
adalah sediaan bentuk garam atau basa.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “bentuk”
adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obat
jadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul,
cairan.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “jumlah”
adalah angka yang menunjukkan banyaknya
Narkotika yang terdiri dari jumlah satuan berat dalam
kilogram, isi dalam milliliter.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 30
Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transito
Narkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabila
dalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (force
majeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan,
maka perubahan tersebut harus memenuhi syarat yang
ditentukan dalam ketentuan ini.
Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan,
Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawab
pengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.
Pasal 31
Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembali
Narkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas
dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pasal 34
Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerja
dibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jika
laporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasan
waktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harus
segera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotika
yang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yang
dimiliki.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “wajib dilengkapi
dengan dokumen yang sah” adalah bahwa setiap peredaran
Narkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasan
pabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yang
dibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besar
farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek.
Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan Impor/Ekspor,
faktur, surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau
salinan resep dokter, yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Narkotika bersangkutan.
Pasal 39
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “industri
farmasi, dan pedagang besar farmasi” adalah industri
farmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telah
memiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluran
Narkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan
pendirian sarana penyimpanan sediaan farmasi tersebut
tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Pasal 40
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu”
adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan
alat kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah, TNI dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Usaha
Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam
rangka pelayanan kesehatan.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan ”rumah
sakit” adalah rumah sakit yang telah memiliki
instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industri
farmasi tertentu atau pedagang besar farmasi
tertentu.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yang
belum mempunyai instalasi farmasi hanya dapat
memperoleh Narkotika dari apotek.
Ayat (4)
Huruf a
Ketentuan ini menegaskan bahwa pemberian
kewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotika
dalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral
(khususnya tablet morphin) salah satu tujuannya
adalah untuk memudahkan dokter memberikan tablet
Narkotika tersebut kepada pasien yang mengidap
penyakit kanker stadium yang tidak dapat
disembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obat
yang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidak
terhingga dari penderita kanker tersebut.
Huruf b
Lihat penjelasan huruf a.
Huruf c
Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahan
Narkotika oleh dokter yang menjalankan tugas di
daerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukan
surat izin penyimpanan Narkotika dari Menteri
Kesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izin
tersebut melekat pada surat keputusan penempatan
di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika
Golongan II dan Golongan III.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman label
dimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehingga
memudahkan pula dalam pengendalian dan
pengawasannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “label” adalah
label khusus yang diperuntukan bagi Narkotika yang
berbeda dari label untuk obat lainnya.
Pasal 46
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “dipublikasikan”
adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untuk
Narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku
Narkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi.
Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahaya
penyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.
Pasal 49
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”menteri terkait” antara lain menteri
yang membidangi urusan perindustrian dan menteri yang
membidangi urusan perdagangan.
Pasal 53
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”bukti yang sah” antara lain surat
keterangan dokter, salinan resep, atau label/etiket.
Pasal 54
Yang dimaksud dengan ”korban penyalahgunaan Narkotika”
adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika
karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam
untuk menggunakan Narkotika.
Pasal 55
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu
Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya
penyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecandu
Narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali,
masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab
pengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya.
Yang dimaksud dengan “belum cukup umur” dalam
ketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur
18 (delapan belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 56
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi Pecandu
Narkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkan
dan/atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan
sosial penderita yang bersangkutan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” misalnya
Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah
Daerah.
Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medis
bagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapat
diberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan
antara lain penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik
dengan pengawasan ketat Departemen Kesehatan.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui
pendekatan keagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif
lainnya.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mantan Pecandu
Narkotika” adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan
terhadap Narkotika secara fisik dan psikis.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “lembaga rehabilitasi
sosial” adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan
baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat.
Pasal 60
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Ketentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahan
melalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan
tinggi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kemampuan lembaga” dalam
ketentuan ini misalnya memberikan penguatan,
dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi
medis terjaga keberlangsungannya.
Pasal 63
Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional
meliputi juga kerja sama dalam rangka pencegahan dan
pemberantasan kejahatan Narkotika transnasional yang
terorganisasi.
Pasal 64
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya
Badan Narkotika Nasional yang bertanggung jawab langsung
kepada Presiden yang mempunyai tugas dan fungsi
koordinasi dan operasional dalam pengelolaan Narkotika
dan Prekursor Narkotika, pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika, diharapkan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dapat
dicegah dan diberantas sampai ke akar-akarnya.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Yang dimaksud “berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia” dalam ketentuan ini adalah
tidak mengurangi kemandirian dalam menentukan
kebijakan dan melaksanakan tugas dan wewenang BNN.
Pasal 74
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lain
yang oleh undang-undang juga ditentukan untuk
didahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepada
pengadilan.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyelesaian
secepatnya” adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilan
putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau
eksekusi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan ”interdiksi” adalah mengejar
dan/atau menghentikan seseorang/kelompok orang, kapal,
pesawat terbang, atau kendaraan yang diduga membawa
Narkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkap
tersangkanya dan disita barang buktinya.
Huruf i
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “penyadapan”
adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan
dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh penyidik BNN
atau Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
cara menggunakan alat-alat elektronik sesuai dengan
kemajuan teknologi terhadap pembicaraan dan/atau
pengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasi
elektronik lainnya.
Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauan
elektronik dengan cara antara lain:
a. pemasangan transmitter di ruangan/kamar sasaran
untuk mendengar/merekam semua pembicaraan
(bugging);
b. pemasangan transmitter pada mobil/orang/barang
yang bisa dilacak keberadaanya (bird dog);
c. intersepsi internet;
d. cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax;
e. CCTV (Close Circuit Television);
f. pelacak lokasi tersangka (direction finder).
Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untuk
mengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang
digunakan oleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan
tindak pidana Prekursor Narkotika dalam mengembangkan
jaringannya baik nasional maupun internasional karena
perkembangan teknologi berpotensi dimanfaatkan oleh
pelaku kriminal yang sangat menguntungkan mereka.
Untuk melumpuhkan/memberantas jaringan/sindikat
Narkotika dan Prekursor Narkotika maka sistem
komunikasi/telekomunikasi mereka harus bisa ditembus
oleh penyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan
tersebut.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh
lainnya dilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk membuktikan ada
tidaknya Narkotika di dalam tubuh satu orang atau
beberapa orang, dan tes asam dioksiribonukleat (DNA)
untuk identifikasi korban, pecandu, dan tersangka.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan ”pemindaian” dalam ketentuan ini
adalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable)
maupun stationere.
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “kementerian atau lembaga
pemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor
Narkotika” adalah Kementerian Kesehatan, Kementerian
Keuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
dan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian atau
lembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai
dengan bidang tugasnya masing-masing yang dalam
pelaksanaannya tetap memperhatikan fungsi koordinasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 90
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “laboratorium
tertentu” adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 92
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yang
dimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan di
ladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atau
tempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk
tanaman Narkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan
dalam waktu bersamaan ditempat tersebut.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “sebagian kecil”
adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotika
untuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Ayat (2)
Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empat
belas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang bertugas di daerah yang letak
geografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapat
melaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang
ditemukan dengan sebaik-baiknya karena pelanggaran
terhadap jangka waktu ini dapat dikenakan pidana.
.
Huruf d
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “pejabat
yang menyaksikan pemusnahan” adalah pejabat yang
mewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan.
Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotika
ditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkan
unsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikan
oleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakat
setempat.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasi
jenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling).
Pasal 97
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “seluruh harta
kekayaan dan harta benda” adalah seluruh kekayaan yang
dimiliki, baik benda bergerak maupun tidak bergerak, yang
berwujud maupun tidak berwujud, yang ada dalam
penguasaannya atau yang ada dalam penguasaan pihak lain (isteri
atau suami, anak dan setiap orang atau badan), yang diperoleh
atau diduga diperoleh dari tindak pidana Narkotika yang
dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.
Pasal 98
Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakan
kewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwa
seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak
dan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 99
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
terhadap keselamatan pelapor yang memberikan keterangan
mengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamat
pelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau
jaringannya pada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 100
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keluarganya” adalah orang yang
mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau
ke bawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.
Pasal 101
Ayat (1)
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkan
Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuk
negara, hakim memperhatikan ketetapan dalam proses
penyidikan tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hasilnya”
adalah baik yang berupa uang atau benda lain yang
diketahui atau diduga keras diperoleh dari tindak pidana
Narkotika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak
pidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilan
yang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakan
untuk biaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagi
anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya
tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor
Narkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untuk
berpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaan
atau aset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan
untuk membiayai rehabilitasi medis dan sosial para korban
penyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Proses
penyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak
pidana pencucian uang dilaksanakan sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
Ayat (1)
Huruf a
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata
memutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbukti
bersalah melakukan tindak pidana Narkotika
mengandung pengertian bahwa putusan hakim
tersebut merupakan vonis (hukuman) bagi Pecandu
Narkotika yang bersangkutan.
Huruf b
Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan kata
menetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidak
terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika
mengandung pengertian bahwa penetapan hakim
tersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagi
Pecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapan
tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu
penekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebut
walaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindak
pidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalani
pengobatan dan perawatan.
Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi Pecandu
Narkotika yang terbukti bersalah melakukan tindak
pidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dan
tanggung jawab negara, karena pengobatan dan atau
perawatan tersebut merupakan bagian dari masa
menjalani hukuman. Sedangkan bagi pecandu
Narkotika yang tidak terbukti bersalah biaya
pengobatan dan/atau perawatan selama dalam status
tahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahanan
rumah dan tahanan kota.
Pasal 109
Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan
harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan
terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalam
bentuk piagam, tanda jasa, premi, dan/atau bentuk penghargaan
lainnya.
Pasal 116
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “cacat permanen” dalam ketentuan
ini adalah cacat fisik dan/atau cacat mental yang bersifat
tetap atau tidak dapat dipulihkan/disembuhkan.
Pasal 132
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”percobaan” adalah adanya unsur-
unsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan
karena kehendaknya sendiri.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 5062
LAMPIRAN I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN I
1. Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya,
kecuali bijinya.
2. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman Papaver
Somniferum L yang hanya mengalami pengolahan sekedar untuk pembungkus dan pengangkutan
tanpa memperhatikan kadar morfinnya.
3. Opium masak terdiri dari :
a. candu, hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan khususnya
dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain,
dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok untuk pemadatan.
b. jicing, sisa-sisa dari candu setelah dihisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur
dengan daun atau bahan lain.
c. jicingko, hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.
4. Tanaman koka, tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae termasuk
buah dan bijinya.
5. Daun koka, daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman
genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau
melalui perubahan kimia.
6. Kokain mentah, semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung
untuk mendapatkan kokaina.
7. Kokaina, metil ester-1-bensoil ekgonina.
8. Tanaman ganja, semua tanaman genus genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk
biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan
hasis.
9. Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta semua bentuk stereo kimianya.
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya.
11. Asetorfina : 3-0-acetiltetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina.
12. Acetil – alfa – metil fentanil N-[1-(α-metilfenetil)-4-piperidil] asetanilida.
13. Alfa-metilfentanil : N-[1 (α-metilfenetil)-4-piperidil] propionanilida
14. Alfa-metiltiofentanil : N-[1-] 1-metil-2-(2-tienil) etil]-4-iperidil] priopionanilida
15. Beta-hidroksifentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-4-piperidil] propionanilida
16. Beta-hidroksi-3-metil-fentanil : N-[1-(beta-hidroksifenetil)-3-metil-4 piperidil] propio-nanilida.
17. Desmorfina : Dihidrodeoksimorfina
18. Etorfina : tetrahidro-7α-(1-hidroksi-1-metilbutil)-6, 14-endoeteno-oripavina
19. Heroina : Diacetilmorfina
20. Ketobemidona : 4-meta-hidroksifenil-1-metil-4propionilpiperidina
21. 3-metilfentanil : N-(3-metil-1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
22. 3-metiltiofentanil : N-[3-metil-1-[2-(2-tienil) etil]-4-piperidil] propionanilida
23. MPPP : 1-metil-4-fenil-4-piperidinol propianat (ester)
24. Para-fluorofentanil : 4‘-fluoro-N-(1-fenetil-4-piperidil) propionanilida
25. PEPAP : 1-fenetil-4-fenil-4-piperidinolasetat (ester)
26. Tiofentanil : N-[1-[2-(2-tienil)etil]-4-piperidil] propionanilida
27. BROLAMFETAMINA, nama lain : (±)-4-bromo-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
DOB
28. DET : 3-[2-( dietilamino )etil] indol
29. DMA : ( + )-2,5-dimetoksi- α -metilfenetilamina
30. DMHP : 3-(1 ,2-dimetilheptil)-7 ,8,9, 10-tetrahidro-6,6,9-trimetil-6H-
dibenzo[b, d]piran-1-ol
31. DMT : 3-[2-( dimetilamino )etil] indol
32. DOET : (±)-4-etil-2,5-dimetoksi- α –metilfenetilamina
33. ETISIKLIDINA, nama lain PCE : N-etil-1-fenilsikloheksilamina
34. ETRIPTAMINA. : 3-(2aminobutil) indole
35. KATINONA : (-)-(S)- 2-aminopropiofenon
36. ( + )-LISERGIDA, nama lain : 9,10-didehidro-N, N-dietil-6-metilergolina-8 β –
LSD, LSD-25 karboksamida
37. MDMA : (±)-N, α -dimetil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
38. Meskalina : 3,4,5-trimetoksifenetilamina
39. METKATINONA : 2-(metilamino )-1- fenilpropan-1-on
40. 4- metilaminoreks : (±)-sis- 2-amino-4-metil- 5- fenil- 2-oksazolina
41. MMDA : 5-metoksi- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
42. N-etil MDA : (±)-N-etil- α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamin
43. N-hidroksi MDA : (±)-N-[ α -metil-3,4-
(metilendioksi)fenetil]hidroksilamina
44. Paraheksil : 3-heksil-7,8,9, 10-tetrahidro-6,6, 9-trimetil-6H-dibenzo
[b,d] piran-1-ol
45. PMA : p-metoksi- α -metilfenetilamina
46. psilosina, psilotsin : 3-[2-( dimetilamino )etil]indol-4-ol
47. PSILOSIBINA : 3-[2-(dimetilamino)etil]indol-4-il dihidrogen fosfat
48. ROLISIKLIDINA, nama lain : 1-( 1- fenilsikloheksil)pirolidina
PHP,PCPY
49. STP, DOM : 2,5-dimetoksi- α ,4-dimetilfenetilamina
50. TENAMFETAMINA, nama lain : α -metil-3,4-(metilendioksi)fenetilamina
MDA
51. TENOSIKLIDINA, nama lain : 1- [1-(2-tienil) sikloheksil]piperidina
TCP
52. TMA : (±)-3,4,5-trimetoksi- α -metilfenetilamina
53. AMFETAMINA : (±)- α –metilfenetilamina
54. DEKSAMFETAMINA : ( + )- α –metilfenetilamina
55. FENETILINA : 7-[2-[( α -metilfenetil)amino]etil]teofilina
56. FENMETRAZINA : 3- metil- 2 fenilmorfolin
57. FENSIKLIDINA, nama lain PCP : 1-( 1- fenilsikloheksil)piperidina
58. LEVAMFETAMINA, nama lain : (- )-(R)- α -metilfenetilamina
levamfetamina
59. Levometamfetamina : ( -)- N, α -dimetilfenetilamina
60. MEKLOKUALON : 3-( o-klorofenil)- 2-metil-4(3H)- kuinazolinon
61. METAMFETAMINA : (+ )-(S)-N, α –dimetilfenetilamina
62. METAKUALON : 2- metil- 3-o-to lil-4(3H)- kuinazolinon
63. ZIPEPPROL : α - ( α metoksibenzil)-4-( β-metoksifenetil )-1-
piperazinetano
64. Opium Obat
65. Campuran atau sediaan opium obat dengan bahan lain bukan narkotika
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN II
1. Alfasetilmetadol : Alfa-3-asetoksi-6-dimetil amino-4,4-difenilheptana
2. Alfameprodina : Alfa-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
3. Alfametadol : alfa-6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
4. Alfaprodina : alfa-l, 3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
5. Alfentanil : N-[1-[2-(4-etil-4,5-dihidro-5-okso-l H-tetrazol-1-il)etil]-
4-(metoksimetil)-4-pipe ridinil]-N-fenilpropanamida
6. Allilprodina : 3-allil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
7. Anileridina : Asam 1-para-aminofenetil-4-fenilpiperidina)-4-
karboksilat etil ester
8. Asetilmetadol : 3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana
9. Benzetidin : asam 1-(2-benziloksietil)-4-fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
10. Benzilmorfina : 3-benzilmorfina
11. Betameprodina : beta-3-etil-1-metil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
12. Betametadol : beta-6-dimetilamino-4,4-difenil-3–heptanol
13. Betaprodina : beta-1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksipipe ridina
14. Betasetilmetadol : beta-3-asetoksi-6-dimetilamino-4, 4-difenilheptana
15. Bezitramida : 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-(2-okso-3-propionil-1-
benzimidazolinil)-piperidina
16. Dekstromoramida : (+)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)butil]-
morfolina
17. Diampromida : N-[2-(metilfenetilamino)-propil]propionanilida
18. Dietiltiambutena : 3-dietilamino-1,1-di(2’-tienil)-1-butena
19. Difenoksilat : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
20. Difenoksin : asam 1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4-fenilisonipekotik
21. Dihidromorfina
22. Dimefheptanol : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heptanol
23. Dimenoksadol : 2-dimetilaminoetil-1-etoksi-1,1-difenilasetat
24. Dimetiltiambutena : 3-dimetilamino-1,1-di-(2'-tienil)-1-butena
25. Dioksafetil butirat : etil-4-morfolino-2, 2-difenilbutirat
26. Dipipanona : 4, 4-difenil-6-piperidina-3-heptanona
27. Drotebanol : 3,4-dimetoksi-17-metilmorfinan-6ß,14-diol
28. Ekgonina, termasuk ester dan derivatnya yang setara dengan ekgonina dan kokaina.
29. Etilmetiltiambutena : 3-etilmetilamino-1, 1-di-(2'-tienil)-1-butena
30. Etokseridina : asam1-[2-(2-hidroksietoksi)-etil]-4fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester
31. Etonitazena : 1-dietilaminoetil-2-para-etoksibenzil-5nitrobenzimedazol
32. Furetidina : asam 1-(2-tetrahidrofurfuriloksietil)4 fenilpiperidina-4-
karboksilat etil ester)
33. Hidrokodona : dihidrokodeinona
34. Hidroksipetidina : asam 4-meta-hidroksifenil-1-metilpiperidina-4-karboksilat etil
ester
35. Hidromorfinol : 14-hidroksidihidromorfina
36. Hidromorfona : dihidrimorfinona
37. Isometadona : 6-dimetilamino- 5 -metil-4, 4-difenil-3-heksanona
38. Fenadoksona : 6-morfolino-4, 4-difenil-3-heptanona
39. Fenampromida : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-propionanilida
40. Fenazosina : 2'-hidroksi-5,9-dimetil- 2-fenetil-6,7-benzomorfan
41. Fenomorfan : 3-hidroksi-N–fenetilmorfinan
42. Fenoperidina : asam1-(3-hidroksi-3-fenilpropil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat
Etil ester
43. Fentanil : 1-fenetil-4-N-propionilanilinopiperidina
44. Klonitazena : 2-para-klorbenzil-1-dietilaminoetil-5-nitrobenzimidazol
45. Kodoksima : dihidrokodeinona-6-karboksimetiloksima
46. Levofenasilmorfan : (1)-3-hidroksi-N-fenasilmorfinan
47. Levomoramida : (-)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1pirolidinil)butil] morfolina
48. Levometorfan : (-)-3-metoksi-N-metilmorfinan
49. Levorfanol : (-)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
50. Metadona : 6-dimetilamino-4, 4-difenil-3-heptanona
51. Metadona intermediate : 4-siano-2-dimetilamino-4, 4-difenilbutana
52. Metazosina : 2'-hidroksi-2,5,9-trimetil-6, 7-benzomorfan
53. Metildesorfina : 6-metil-delta-6-deoksimorfina
54. Metildihidromorfina : 6-metildihidromorfina
55. Metopon : 5-metildihidromorfinona
56. Mirofina : Miristilbenzilmorfina
57. Moramida intermediate : asam (2-metil-3-morfolino-1, 1difenilpropana karboksilat
58. Morferidina : asam 1-(2-morfolinoetil)-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
59. Morfina-N-oksida
60. Morfin metobromida dan turunan morfina nitrogen pentafalent lainnya termasuk bagian turunan
morfina-N-oksida, salah satunya kodeina-N-oksida
61. Morfina
62. Nikomorfina : 3,6-dinikotinilmorfina
63. Norasimetadol : (±)-alfa-3-asetoksi-6metilamino-4,4-difenilheptana
64. Norlevorfanol : (-)-3-hidroksimorfinan
65. Normetadona : 6-dimetilamino-4,4-difenil-3-heksanona
66. Normorfina : dimetilmorfina atau N-demetilatedmorfina
67. Norpipanona : 4,4-difenil-6-piperidino-3-heksanona
68. Oksikodona : 14-hidroksidihidrokodeinona
69. Oksimorfona : 14-hidroksidihidromorfinona
70. Petidina intermediat A : 4-siano-1-metil-4-fenilpiperidina
71. Petidina intermediat B : asam4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
72. Petidina intermediat C : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat
73. Petidina : Asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat etil ester
74. Piminodina : asam 4-fenil-1-( 3-fenilaminopropil)- pipe ridina-4-karboksilat etil
ester
75. Piritramida : asam1-(3-siano-3,3-difenilpropil)-4(1-piperidino)-piperdina-4-
Karbosilat armida
76. Proheptasina : 1,3-dimetil-4-fenil-4-propionoksiazasikloheptana
77. Properidina : asam1-metil-4-fenilpiperidina-4-karboksilat isopropil ester
78. Rasemetorfan : (±)-3-metoksi-N-metilmorfinan
79. Rasemoramida : (±)-4-[2-metil-4-okso-3,3-difenil-4-(1-pirolidinil)-butil]-morfolina
80. Rasemorfan : (±)-3-hidroksi-N-metilmorfinan
81. Sufentanil : N-[4-(metoksimetil)-1-[2-(2-tienil)-etil -4-piperidil] propionanilida
82. Tebaina
83. Tebakon : asetildihidrokodeinona
84. Tilidina : (±)-etil-trans-2-(dimetilamino)-1-fenil-3-sikloheksena-1-
karboksilat
85. Trimeperidina : 1,2,5-trimetil-4-fenil-4-propionoksipiperidina
86. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut di atas
DAFTAR NARKOTIKA GOLONGAN III
1. Asetildihidrokodeina
2. Dekstropropoksifena : α-(+)-4-dimetilamino-1,2-difenil-3-metil-2-butanol propionat
3. Dihidrokodeina
4. Etilmorfina : 3-etil morfina
5. Kodeina : 3-metil morfina
6. Nikodikodina : 6-nikotinildihidrokodeina
7. Nikokodina : 6-nikotinilkodeina
8. Norkodeina : N-demetilkodeina
9. Polkodina : Morfoliniletilmorfina
10. Propiram : N-(1-metil-2-piperidinoetil)-N-2-piridilpropionamida
11. Buprenorfina : 21-siklopropil-7-α-[(S)-1-hidroksi-1,2,2-trimetilpropil]-
6,14-endo-entano-6,7,8,14-tetrahidrooripavina
12. Garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas
13. Campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika
14. Campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika