Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo 15

Rabu, 29 Januari 2025

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo 15


 


melatih diri demikian 

rupa, sehingga rasa-disiplin sungguh-sungguh meresap dan terbukti dalam segala 

hal, sampai-sampai kepada tingkah-laku dan perbuatannya sehari-hari. 

Beberapa pokok, yang boleh dijadikan anak-tangga mencapai disiplin yaitu  

sebagai berikut:  

 Disiplin kepada Allah, dalam arti kata: tha’at, patuh dan setia melaksanakan 

setiap perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, dengan hati nan 

jujur, ikhlas dan ridla, tanpa tawar-menawar, tanpa syarat dan tanpa kajid apa 

dan manapun. 

 Disiplin kepada Rasulullah Saw., dengan fakta  mengikuti jejak Saw., 

sesempurna mungkin, terutama dalam Jihad membina Negara Basis 

Madinah. 

 Disiplin terhadap kepada Ulil-Amri Islam, tegasnya tha’at, patuh dan setia 

melaksanakan segala perintah Imam-Plm.T., dengan penuh keyakinan dan 

kepercayaan, dan lepas daripada sjak, nifaq, dan dhan. 

Catatan. 

Sikap dan perbuatan disipliner terhadap kepada Ulil-Amri, boleh dianggap 

sebagai tanda-bukti yang nyata akan benarnya apa yang termaktub pada 

huruf C, 1., dan E diatas. Sepanyang qiyas dan dalam batas-batas tertentu, 

maka termasuk pula dalam golongan C 

9. Ini: Disiplin terhadap kepada para Panglima (Perang), para Komandan (Lapangan-

Pertempuran) dan para Pemimpin N.I.I. (atasan) lainnya. Disiplin terhadap sesuatu lain 

diluarnya, termasuk didalamnya disiplin terhadap diri-pribadi. Mitsalnya: 

 pandai mengawasi dan menguasai ‘amal dan tindakan sendiri; 

 pandai mengekang dan mengatur segala nafsu getaran jiwa, niat, hajat, ‘adzam, 

rencana dan segala gerak-gerik panca-indranya sendiri; 

 sehingga tetap berjalan dan tersalurkan pada jalan dan melalui Hukum-hukum 

yang ditaburi Rahmat dan Ridla Ilahy; tegasnya: tetap tertib, teliti dan hati-hati 

dalam melakukan Hukum-hukum Jihad. Hukum-hukum militer, ketentuan-

ketentuan militer, tata-tertib Militer, siasat militer, dst. dst.; dalam pada itu segala 

hal yang membawa kepada daerah dan lalai, ceroboh, dan sembrono/lalainya 

harus dijauhkan dan dienyahkan, tegasnya sikap tawakkal ‘alallah secara muthlak 

harus dipersatu-padukan dengan perbuatan-perbuatan taqwa, sifat-sifat ittiqa 

sepanjang Sunnah; dan kedua unsur jiwa ini harus ditanam dan diperkembangkan 

dalam jiwa dan ‘amal setiap Mujahid !  

 Disinilah setiap Mujahid memperoleh kesempatan melakukan Jihadul-Akbar, 

disamping dan bersama-sama Jihadul-Asghar. Alangkah tinggi nilai setiap Mujahid, 

yang tahu dan sadar sepenuhnya akan keluhuran fungsinya, dan yang pandai serta 

cakap-cukup menunaikan tugasnya nan maha-mulia dan maha-suci itu, walau 

acapkali terasa maha-berat sekalipun! 

Beberapa Macam Kualitas Pejuang  Sekalipun S.M. Kartosoewirjo demikian telaten 

membina aparat dan tentaranya untuk berakhlaq Islam. Namun akibat dari situasi revolusi 

yang sungguh mendesak maka dalam situasi demikian, pada waktu itu Negara Islam 

Indonesia ditegakkan dengan beberapa keterbatasan, terutama mengenai kualitas para 

pejuangnya. Diantaranya kurang lebih ada lima tipe gerilyawan NII yang berjuang di tengah 

tengah berkecamuknya peperangan : 

Pertama, yaitu kader yang khusus sudah dipersiapkan untuk menempati posisi dan fungsi 

fungsi vital dalam struktur Negara Islam Indonesia. Jauh sebelum revolusi proklamasi 

dikumandangkan Imam S.M. Kartosoewirjo telah menggembleng mereka dalam Institut 

Suffah di Malangbong. Mereka bukan hanya berani dan siap syahid untuk tugas suci ini, 

namun  betul betul berangkat dari semurni murninya jiwa tauhid, setinggi tinggi ilmu dan

sepandai pandai siasat. Siap memimpin perang, siap pula mengelola negara di saat 

kemenangan telah dicapai. Mampu memelihara diri dan menjadi contoh teladan bagi 

mujahidin lainnya -baik di masa damai maupun di masa perang. Dan merekalah yang selalu 

berada di pront terdepan memimpin perjuangan, membangun kesadaran rakyat dalam 

melawan kebathilan, pada perjalanan jihad NII kader pilihan ini banyak yang memperoleh 

syahidnya lebih dahulu. Akibat kekurangan kader yang mengerti persis langkah strategi 

perjuangan NII, akhirnya perjalanan jihad NII bisa bergeser ke arah yang lain tergantung 

siapa yang ikut bergabung kepadanya. Imam memang terus memimpin hingga tahun 1962, 

namun  pengelolaan jumlah besar dengan sedikit orang kader negarawan, membuat 

jalannya negara tidak lagi seperti direncanakan semula. 

Kedua, pejuang yang bergabung sebab  kesadarannya didorong oleh ilmu yang telah 

dimilikinya, walaupun tidak dikader secara khusus di Institut Suffah. Sehingga rasa setianya 

pada NII sebatas pandangan dirinya saja, belum tentu sejalan dengan misi dan visi NII 

sebagaimana dicanangkan sebelum proklamasi. Dengan kesadaran ilmu yang dimilikinya, 

ia bersegera mendukung dan membela Negara Islam, dengan kesadarannya ia tinggalkan 

“Darul Kufur” Republik Indonesia, namun sebab  kesadaran sebatas muncul dari dirinya, 

apalagi di saat berkecamuknya perang, proses penyamaan visi pemikiran mujahidin agak 

sulit dilakukan. Hal ini disebabkan tuntutan keadaan untuk mendahulukan pertahanan, 

berjuang menahan gempuran pasukan TNI yang terus menerus memberondong daerah 

daerah basis. Waktu untuk duduk bersama, merundingkan jalannya negara, pada tingkat 

komandemen wilayah ke bawah relatif agak sulit dilakukan. Akhirnya pasukan pasukan TII 

perlahan lahan bermetamorphosis mimiliki kekhasan masing masing tergantung latar 

belakang pemikiran para perjuang sebelum menggabungkan diri dengan NII. Jejak langkah 

pasukan yang dipimpin komandan yang berasal dari suffah, menjadi berbeda dengan 

karakter pasukan yang dipimpin oleh seorang kiayi dari sebuah pasantren yang 

menekankan nilai nilai kesufian misalnya. Namun sebab  kesadarannya yang tulus tadi, 

mereka menjadi mujahid mujahid yang tangguh membela Negara Islam. Di Jawa Tengah di 

antaranya ialah kiayi Ghafur Ismail. Beliau Syahid saat  mereka yang di Jawa Barat tahun 

1962 sudah turun. Kiayi Ghafur tidak mau menyerah, meski bersama sanak keluarganya 

disergap oleh tentara Republik. Beliau kena tembak. lalu  sesudah Syahid, maka 

istrinya mengambil senjata dari suaminya langsung menghantam musuh, tapi kehabisan 

peluru, lalu istrinya juga menjadi Syahidah. lalu  seperti halnya juga di Jawa 

Barat,Kiayi Khoer Affandi dari Manonjaya dirinya bergabung dengan NII hanya sebab  

keilmuan, dan sesudah  turun gunung Kiayi Khoir Affandi tidak merancang taktik gerilya

selanjutnya untuk menggalang Negara Karunia Alloh NII, namun  membuka pasantren. 

Walaupun memang ruh tauhid dan ruh jihadnya demikian kental, cintanya pun pada NII 

tidak diragukan, namun beliau bukanlah seorang negarawan yang terus membela 

eksistensi Negara Islam Berjuang sebagaimana layaknya sebuah negara dipertahankan. 

Ketiga, gerilyawan dan rakyat berjuang yang bergabung saat  revolusi (perang fisik) 

dimulai. Dalam suasana seperti ini, disaat kebutuhan akan tenaga tempur begitu mendesak, 

demikian juga keperluan atas rakyat yang mendukung, maka proses rekruitment menjadi 

kurang memperhatikan unsur kualitas lagi. Saat itu siapa yang siap membantu gerilyawan, 

siapa yang mendukung mujahidin, maka dia bisa ikut berjuang bersama. Tidak lagi melihat 

sejauh mana kedalaman ilmunya, sedalam apa kesadarannya dan apakah mereka 

mengetahui tentang visi negara Islam atau tidak, sebab  keperluan akan tenaga demikian 

mendesak maka diterimalah mereka sebagai pasukan TII dan warga Berjuang NII. Masalah 

yang timbul lalu  yaitu , kesulitan memelihara kebersihan citra perjuangan NII itu 

sendiri, sebab akhlak saat  bertempur, baik keshabaran dan ketabahannya, atau akhlak 

disaat mereka berinteraksi dengan masyarakat tidaklah sama. Berbeda dengan kader 

pertama yang benar benar terdidik dengan nilai nilai perjuangan Nabi. Gerilyawan yang 

bergabung di tengah jalan ini terkadang melangkah atas dasar kemauannya sendiri dan 

mengabaikan akhlak tentara Islam. Dalam hal ini NII terpaksa harus memikul tanggung 

jawab kelompok, walaupun itu dilakukan bukan oleh kadernya, maka semua tindakan tidak 

disiplin mereka berakibat buruk pada citra Negara Islam.  

Kempat, yaitu gerilyawan dari yang membelot dari TNI kepada TII, saat  pasukan tentara 

Republik kembali dari Yogyakarta menuju Jawa Barat, mereka dicegat oleh kawan 

kawannya yang tidak ikut mundur ke Yogya, kepada mereka dikatakan bahwa sekarang di 

Jawa Barat telah diproklamasikan Negara Islam, sebagai wadah bagi tegaknya hukum-

hukum Allah secara sempurna. Mendengar itu, berbekal dorongan hati nuraninya yang 

tulus maka langsung bergabung dengan TII. Misalnya Kadar Solihat seorang perwira TNI 

yang lalu  bergabung dengan NII, dan menjadi perwira Tentara Islam Indonesia.  

Kelima, yaitu pejuang yang lahir dan tumbuh dari daerah yang berhasil dikuasai TII, 

meskipun mereka bukan dari daerah santri atau kiayi.Mereka pun tidak pernah menjalani 

masa pengkaderan, bahkan surat Al Fatihah saja banyak yang sama sekali tidak tahu artinya. 

Namun, sebab  daerahnya bisa dikuasai TII dan lalu  menjadi basis , maka lama 

kelamaan mengetahui tujuan Darul Islam. Bahkan tertarik dengan akhlak TII yang demikian 

wara, membuat mereka pun tertempa menjadi kader mujahid pula, bahkan tidak bisa 

dianggap sepele. Sebab fakta nya pada tahun 1962 bulan Juni saja dari salah satu 

daerah di Brebes, masih banyak baik laki-laki maupun perempuan ada yang masih 

berangkat ke hutan bergerilya padahal sebelumnya itu sudah banyak pamlet dari pihak 

musuh yang isinya bahwa Darul Islam di Jawa Barat sudah cease fire. Dari itu para mujahid 

NII tidak semuanya menyerah kepada musuh. Itu yaitu  Sunnattullah. Firman Allah:  

“Di antara orang-orang mu’min ada yang menepati apa yang sudah mereka janjikan kepada 

Allah; maka di antara mereka ada (juga) yang menunggu-nunggu (apa yang Allah janjikan 

kepadanya) dan mereka sedikitpun tidak merobah (janjinya).” (Q.S.33:23). 

Di samping ke lima unsur di atas ada pula mereka yang sengaja disusupkan musuh ke dalam 

tubuh TII, dengan memperalat orang orang yang telah luntur semangat jihadnya dan turun 

ke kota. Dari mereka yang telah turun ke kota inilah mereka memperoleh jalan masuk ke 

pusat pemerintahan NII, seperti yang dilakukan oleh Serma Ukon Sukandi. Yang lebih 

potensial lagi untuk menghancurkan dukungan rakyat muslim terhadap perjuangan Islam 

yang dilakukan para mujahid ini yaitu ; adanya pasukan liar yang sengaja memakai  

tanda tanda pengenal TII, lalu  melakukan aksi aksi brutalnya membunuhi setiap 

ulama yang mendukung perjuangan NII, merampok dan membakar rumah rumah 

penduduk yang dicurigai memihak pada Darul Islam dan merusak kehormatan wanita 

wanita mereka. Dengan didukung oleh mass media yang memang dikuasai pemerintah 

Republik Indonesia, maka bermunculanlah kabar kabar buruk mengenai Darul Islam. Di 

sebut gerombolan, perampok bahkan DI diidentikan dengan Duruk Imah (bahasa Sunda 

yang artinya Bakar Rumah). 

Namun demikian, betapapun kejinya fitnah yang dilemparkan fihak fihak yang membenci 

mereka. NII sebagai wadah Al-H Mnb ak di Indonesia maka jelas estafeta kepemimpinannya 

tetap berlanjut. Firman Allah:  

“lalu  Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah 

menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman.” (Q.S.10:103).  


KELANJUTAN NEGARA ISLAM INDONESIA 

DALAM ORDE BARU: DARI PEMANFAATAN KEPADA PENGHANCURAN 

 

sesudah  syahidnya Proklamator Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, banyak peristiwa-

peristiwa penting sebagai kelanjutan resistensi politik Umat Islam dan juga perjuangan Negara 

Islam Indonesia pada generasi penerusnya. sesudah  berakhirnya rezim kekuasaan Orde Lama, 

pemerintah Orde Baru dan Angkatan Darat dari awalnya telah menyadari betul mengenai adanya 

kemungkinan naiknya pamor politik umat Islam. Berawal saat  jatuhnya kekuatan PKI yang telah 

gagal dalam aksi kudetanya lalu  secara formal diperkuat dengan keputusan politis yang 

dikeluarkan oleh pemerintah tentang pembubaran partai PKI, secara tidak langsung telah 

mengangkat citra politik Islam di pentas perjuangan nasional. Yang mana kekita itu dari setiap 

partai politik Islam banyak mengecam dan mengutuk terhadap perlakuan PKI dan mereka 

menuntut pemerintah untuk segera menyelesaikan kasus PKI ini, sehingga dengan demikian di 

dalam struktur peta kekuatan politik Indonesia saat itu terjadilah ketidakseimbangan 

(imbalance). Gejala yang muncul dari adanya kekalahan PKI membuat Politik Umat Islam sedang 

mendapat angin, dan ditangkap gejala ini  oleh pemerintah dengan satu prediksi bahwa 

politik umat Islam memiliki kecenderungan hendak memperkuat posisinya. Di mana kekuatan 

ini  yang akan menghancurkan cita-cita nasionalis sekuler yang telah menjadikan Pancasila 

sebagai dasar negara Republik Indonesia. Dan hal itu disadari betul oleh Angkatan Darat, bahwa 

di dalam kalangan umat Islam masih terdapat bibit-bibit ekstrimisme yang amat potensial yang 

suatu saat bisa muncul kepermukaan.  

Maka pada tanggal 21 Desember 1966 diumumkannya suatu pernyataan politik oleh perwira-

perwira tentara Angkatan Darat bahwa mereka "akan mengambil tindakan tegas terhadap 

siapapun, dari pihak mana pun, dan golongan apa pun yang akan menyimpang dari Pancasila dan 

UUD 1945 seperti yang telah dilakukan oleh Pemberontakan Partai Komunis di Madiun, Gestapu, 

Darul Islam ...dan Masyumi-Partai Sosialis Indonesia...."  

Untuk hal ini  di atas banyak sekali rekayasa politik yang dilakukan oleh pemerintahan Orde 

Baru melalui operasi badan intelejennya terhadap umat Islam di segala segmen kehidupan. 

Selama masih bertumbuhnya kekuatan-kekuatan politik umat Islam, selama itu pula gerakan 

ini  dapat mengganggu jalannya roda pemerintahan Orde Baru yang sedang mencari jati 

dirinya, sehingga sangat diperlukan sekali peredaman bahkan pemusnahannya. Hal ini  

persis sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh Allah dalam Al-Qur'an Surah 9: 33. 

"Mereka berkehendak untuk memadamkan cahaya Allah (Al Islam) dengan sarana propaganda 

yang mereka miliki, namun Allah berkehendak lain untuk tetap menyempurnakan cahaya-Nya 

walaupun orang-orang musyrik itu tidak menyukainya". 

Dimana dan sampai kapan pun, selama Islam diyakini oleh ummatnya sebagai minhajul hayat , 

satu satunya jalan kehidupan yang harus ditegakkan, selama itu pula kekuatan-kekuatan kaum 

kafir dan musyrik akan menjalin kerjasama bahu membahu dalam menekan laju Islam . Dan 

kemungkinan yang terburuk yang akan didapat oleh umat Islam dari adanya kerjasama ini  

yaitu  bagaimana mereka membasmi para pejuang Islam dengan kekuatan senjata yang 

didukung oleh pasukan militer.  

Konspirasi Yahudi dan Nasrani di dalam tubuh pemerintah Orde baru telah mewarnai corak 

kekuasaan rezim Suharto. Ditandai dengan pelarangan rehabilatasi nama partai  Masyumi, 

pengangkatan elit politik dari golongan nasrani sampai kepada adanya penyederhanaan partai 

yang bertujuan depolitisasi massa, yang dari program ini  cukup efektif memarjinalkan 

posisi politik Islam. Demikianlah mereka berdaya upaya agar jangan sampai Islam memainkan 

peran dalam panggung politik Indonesia. Allah telah berfirman: 

"Dan amat sangat tidak suka kaum Yahudi dan Nasrani terhadap Umat Islam, sehingga Umat 

Islam mau tunduk, patuh dan setia mengikuti pola sistem yang telah mereka buat".( Al-Baqarah: 

218). 

Untuk mengantisipasi setiap kekuatan arus politik Islam ini, pemerintah Orde Baru dan kaum 

misionaris menjalankan beberapa pola aksi melalui badan intelejennya. Sasaran pertama yang 

mereka goyang dengan jalan rekayasa politik yaitu  partai Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), 

Pemerintah melakukan rekayasanya terhadap Parmusi sebab  melihat bahwa di dalam partai 

Masyumi masih banyak bercokol para politikus Islam yang mempunyai militansi Islam sehingga 

berpotensi untuk membangkitkan kembali misi Islam dalam ajang pemilu dengan menjadikan 

umat Islam sebagai basis pendukungnya. Oleh sebab  itu, Pemerintah Orde Baru mengambil satu 

kebijakan terhadap partai ini. Pada tanggal 5 Februari 1968, Jenderal Suharto memberitahukan 

bahwa Pemerintah menyetujui pembentukan Partai Parmusi, namun Pemerintah tidak 

mengizinkan seorang pun kepada pemimpin bekas partai Masyumi memegang peranan dalam 

kepengurusan partai ini , Dan kepada mereka dihimbau untuk menunggu sampai 

selesainya pemilihan umum. Begitu juga tentang RUU Perkawinan, pada tanggal 31 Juli 1973, 

saat  pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkawinan kepada DPR. 

lalu  RUU ini  mendapat reaksi keras dari umat Islam. Puncaknya, lebih dari 300 

mahasiswa muslim menyerbu ke DPR dan membuat kerusakan saat  Menteri Agama Mukti Ali 

sedang membacakan jawaban pemerintah dalam sidang pleno DPR.  

Disamping itu pemerintah Orde Baru melakukan manuver politiknya terhadap Islam tradisional 

seperti organisasi NU—yang nota bene memiliki banyak pengikutnya, badan intelejen yang 

diwakili oleh Opsus melakukan intrik politiknya dengan menciptakan organisasi massa GUPPI 

(Gabungan Usaha Pembaharuan Pendidikan Islam),—dengan pimpinannya yang bernama 

Ramadi ,—dalam penggalangan rakyat. Mereka berharap dengan melalui organisasi yang 

dibentuk, kekuatan umat Islam dapat ditekan. Selanjutnya, sesudah  bergabungnya umat Islam 

dalam mesin giling GUPPI ini, dengan sistematis badan intelejen menggarap massa Islam 

tradisional ini  untuk ditariknya sebagai penyokong dan pembela Golkar. Demikianlah 

pemerintah Orde Baru menerapkan strategi kebijakannya, yang intinya yaitu  bagaimana 

mengendalikan umat Islam.  

Begitu juga badan intelejen dengan program Opsusnya melakukan hal yang sama terhadap 

mantan para pejuang Darul Islam, mereka membuat rekayasa-rekayasa yang canggih terhadap 

para pejuang Darul Islam dengan pola "Pancing dan Jaring", para pejuang itu dikumpulkan dalam 

satu wadah dan lalu  dikorbankan dengan melalui berbagai peristiwa berdarah. Seolah-olah 

bahwa para pejuang Islam selalu ingin mengadakan konfrontasi dengan pihak ABRI dan 

penguasa, dengan tindakan pengacauan, pemberontakan dan lain sebagainya. Dengan 

terciptanya suasana persinggungan itu maka apa yang menjadi keinginan para penguasa dzalim 

terkabul, ya'ni membuat umat Islam merasa alergi terhadap Negara Islam dan selalu menutup 

diri bila diceritakannya. Sungguh perbuatan yang sangat keji, seperti kekejian yang dilakukan 

oleh raja Fir'aun saat  pada masa Nabi Musa a.s..  

Kejadian rekayasa ini merupakan gambaran yang terang dari pemerintah Orde Baru, bahwa 

mereka tidak ingin sama sekali resistensi politik Islam yang diperjuangkan oleh umat Islam pada 

umumnya dan para pejuang Darul Islam khususnya untuk mengembangkan ideologi Islam di 

percaturan politik. Yang mereka kehendaki yaitu  bahwa Islam hanya sebatas ritualitas belaka 

tanpa ikut campur dalam urusan negara. Demikianlah rencana makar yang sedang diperjuangkan 

oleh thagut, untuk memberdayakan umat Islam sebagai alat komoditas politik bagi manusia-

manusia yang jahil (bodoh).  

Yang paling giat dan menonjol dalam usahanya untuk melaksanakan devide et impera nya 

terhadap umat Islam` di dalam perjuangan suci Darul Islam yaitu  Ali Moertopo. Menurut hemat 

dia, siapa dan darimana orang tidak menjadi masalah, bila mau diajak bekerjasama maka akan 

dirangkulnya untuk bersama-sama melaksanakan program setan Opsus. Salah satu modus 

operasi Ali Moertopo yaitu  dengan mengumpulkan para advonturir yang rakus kekayaan untuk 

dilibatkan dalam setiap aksi Opsus. Dengan keahliannya dalam merangkul massa, dia banyak 

sekali memanfaatkan kekuatan-kekuatan Islam bukan hanya terhadap para pejuang Darul Islam 

namun  juga terhadap kekuatan-kekuatan bekas Permesta, Masyumi. Berbagai cara pendekatan 

dia tempuh termasuk juga menginsentifkan material lalu  sesudah  mereka terbujuk lalu 

dimasukkannya ke dalam "kandang" yang telah mereka siapkan. Dengan teori 'penggalangan' 

—dimana dalam teori itu menggariskan bahwa tidak adanya kawan dan lawan,—Ali Murtopo 

menjalankan taktik dan strateginya dalam memupuk kekuatan-kekuatan ini  demi 

kepentingan politiknya.  

Sudah sejak awal tahun 1970-an, Ali Moertopo mengadakan jalinan kerjasama dengan sejumlah 

pejuang DI/TII.. saat  itu Ali Moertopo giat pergi ke Jawa Barat untuk menarik mereka ke 

Jakarta,—yang sebelumnya para pejuang ini  masih di bawah binaan Kodam Siliwangi 

Bandung—antara lain yaitu Dodo Kartosuwiryo, sebagian lagi yaitu  seperti Adah Jaelani, Danu 

Muhammad Hasan. Namun garis kebijakan yang telah dibuat oleh Ali Moertopo untuk mendekati 

para pejuang DI/TII itu memicu  permasalahan di dalam tubuh Bakin. Sesungguhnya, biar 

bagaimanapun yang namanya perjuangan Islam itu seharusnya tidak membutuhkan jalinan 

kerjasama dengan penguasa yang dzalim. Bahkan seharusnya ada yang tampil dari orang 

pemberani menyatakan kebenaran di depan penguasa tiran. Sebagaimana sabda Rasulullah. 

"Afdhalu Jihad Kulil haq 'inda sulthonin jair" (Seutama-utama Jihad yaitu  Katakanlah kebenaran 

itu kepada penguasa yang lalim). Dengan digelarnya Opsus oleh pemerintah, dikalangan petinggi 

militer sendiri banyak yang merasa heran dan kaget, kenapa berani-beraninya Ali Moertopo 

merangkul para pejuang Darul Islam ini  . Menurut pengakuan Ketua Bakin Sutopo Juwono, 

ia sudah beberapa kali memperingatkan Ali agar jangan main-main dengan para pejuang Darul 

Islam. Sebab katanya, bisa jadi para pejuang Darul Islam nantinya suka macam-macam, sebab  

merasa punya jasa ikut menghancurkan PKI segala macam, nanti mereka bisa menagih janji. 

Maka lebih baik jangan. Adanya peringatan ini  pada dasarnya memberi  isyarat kepada 

Ali bahwa satu di antara dua kemungkinan pasti terjadi tentang para pejuang Darul Islam: satu 

kemungkinan bahwa para pejuang Darul Islam itu akan memperalat Opsus; atau sebaliknya, 

Opsus memperalat mereka.  

Dengan adanya peristiwa perselisihan didalam tubuh militer Republik Indonesia kelihatannya 

bahwa kekuasaan Orde Baru bersatu, secara lahiriyah terlihat kompak dengan kerjasamanya 

untuk menekan resistensi politik Islam, namun  sesungguhnya di dalam tubuh mereka sendiri 

terdapat permusuhan dan pertentangan intern yang sangat hebat. Hati mereka terpecah belah 

tidak dalam persatuan dan kesaatuan, jiwa para militer mereka kosong dari aqidah Islamiah, 

bahkan nyaris seperti yang digambarkan oleh Kartosoewirjo dahulu. Allah telah berfirman: 

"Mereka tidak akan memerangimu secara serentak, kecuali hanya di desa-desa yang telah 

dibentengi, atau dari balik tembok perlindungan saja. Permusuhan dikalangan mereka telah 

memuncak. Kamu kira mereka kompak, namun sesungguhnya hati mereka terpecah belah. 

Perpecahan itu timbul, sebab  mereka tidak mengerti makna persatuan".(Q.S. 59: 14)  

Sebagaimana yang dituturkan oleh Ramadi, bahwa banyak para pejuang Darul Islam yang hilir -

mudik di rumahnya, di antaranya Danu, Dodo M. Darda Kartosoewirjo. Ada pula nama-nama 

dengan panggilan khas, seperti Ki Acun atau Ki Mansyur. Menurut penuturan dari salah seorang 

anak buah Ali Moertopo di Opsus, dukungan yang diperlihatkan para pejuang Darul Islam 

terhadap Opsus sangat kuat. Saking kuatnya mereka lalai akan tugas dan fungsi yang 

diamanahkan oleh pendahulu mereka. Lupa akan ma'na sebuah hadis yang menyatakan "Nahnu 

kaumun la nuharribu bima'unatil musyrikin". Arti lepasnya: "Kami para mujahid Allah tidak 

pernah berjuang tanpa adanya dukungan sedikitpun berupa fasilitas yang telah disediakan oleh 

orang Musyrik". Sebenarnya sudah menjadi kebiasaan orang kafir yang telah digambarkan oleh 

Allah.: 

"Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka dalam upayanya untuk 

menghalang-halangi orang mu'min dari beribadah Kepada-Nya". (QS 8: 36.) 

Kehadiran Opsus dengan segala programnya, rupanya telah dan selalu menjebak para pejuang 

Darul Islam, dengan iming-iming bahwa mereka akan siap membantu dalam pendirian kembali 

Negara Islam. Para pejuang Darul Islam percaya betul atas "ucapan" Ali Moertopo ini . Di 

mata mereka, apabila Ali Moertopo menang maka ia akan mendirikan negara Islam. Sungguh 

satu dusta telah dilakukan oleh orang kafir untuk menutup-nutupi tujuannya, biar siapapun 

orangnya kalau tetap menjalankan roda pemerintahan jahiliyah, maka hukum-hukum Islam tidak 

akan pernah diberlakukan. Tipu daya orang kafir telah masuk ke dalam jiwa para pejuang, 

sehingga mereka lebih mempercayakan orang kafir sebagai teman setianya untuk bersama-sama 

berkoalisi menegekkan kembali Negara Islam. Padahal Allah telah menegaskan terhadap orang 

mu'min dalam Al-qur'an. 

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi 

teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita Muhammad)...." (QS. 60: 1) 

Tidaklah orang-orang kafir itu berkawan, sesungguhnya hanya untuk menyusahkan urusan yang 

akan dilaksanakan oleh orang mu'min. Allah berfirman: 

"Jika mereka berhasil menangkapmu, mereka akan menindakmu sebagai musuh. Mereka akan 

melepas tangan untuk membunuh, dan menjulurkan lidah untuk mencacimu, Selanjutnya yang 

mereka inginkan ialah kamu kafir kembali seperti mereka". (QS. 60: 2). 

Pada sekitar tahun 1978, berdasar  cerita seorang pejuang Darul Islam, bahwa Ali Moertopo 

sangat berambisi untuk menjadi wakil presiden. andai saja Ali Moertopo berhasil menjadi wapres 

maka yang menjadi sasaran berikutnya yaitu  Presiden Soeharto, ditambahkannya, Ali 

Moertopo selanjutnya akan menetralisasi keadaan dengan cara apa pun sehingga Ali Moertopo 

bisa duduk dikursi kepresidenan. Begitulah gambaran hidup orang kafir yang ambisius. Allah swt. 

Berfirman: 

"Kehidupan dunia telah menipu mereka dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, 

bahwa mereka yaitu  orang-orang yang kafir". (QS. 6: 130) 

Program Opsus yang diketuai oleh Ali Moertopo ini, pada permulaan Orde Baru memang sangat 

berfungsi dalam reformasi politik (political reform), guna memperkuat poros Pancasila dan UUD 

45, juga menetralisasi kekuatan politik umat Islam melalui usaha rekayasa politiknya terhadap 

semua orsospol dan organisasi kemasyarakatan dan profesi.  

Yang menjadi target politik dari Ali Moertopo dengan menciptakan gagasan ini  yaitu  

bagaimana menguasai badan intelijen Negara untuk menjalankan roda pemerintahan Orde Baru 

yang sedang dalam perkembangannya. Namun sebab  adanya kendala didalam tubuh Opsus 

yang disebabkan banyak berkumpul segala aliran disana, sehingga pada akhirnya Ali mempunyai 

kesimpulan bahwa Opsus tidaklah efektif. Memang disatu sisi bisa berkumpulnya segala aliran di 

Opsus menandakan akan kapasitas Ali Moertopo. namun  dari sisi organisasi, keberadaan Opsus 

sangat rentan terhadap timbulnya pertikaian yang dibawa oleh setiap aliran yang ada. Masing-

masing interest itu lalu  saling berhadapan di dalam tubuh Opsus sendiri (intemal 

infighting).  

Untuk memperlihatkan kelemahan dari strategi Ali Moertopo perlu dikutip sebuah peribahasa, 

Sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Ia melakukan kekeliruan saat  tidak 

mendasarkan operasi intelijennya pada anggota organik, tapi acap kali justru lebih mempercayai 

anggota jaring seperti Aulia Rahman, Leo Tomasoa, Bambang Trisulo. Atau lebih percaya pada 

Liem Bian Khoen, maupun para pejuang Darul Islam.  

Dalam dunia intelijen, membina jaringan merupakan salah satu hal yang penting, sehingga selain 

memiliki anggota organisasi yang resmi, intelijen juga mengembangkan anggota jaringan (yang 

tak resmi) di mana-mana. Tergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Namun, rahasia-

rahasia operasi Ali agaknya lebih banyak diketahui oleh anggota jaring daripada anggota organik. 

Akibatnya permainan Ali dibongkar oleh anggota-anggota jaringnya sendiri. Di dalam hal ini Ali 

Moertopo dikritik kurang mematuhi hukum-hukum manajemen intelijen yang menyebutkan: 

tidak boleh terlalu percaya pada anggota jaring! Mungkin ia mau berimprovisasi, atau bermaksud 

nyleneh.  

Disamping itu Anggota jaring dikenal pula memiliki disiplin yang rendah sehingga biasanya 

mereka gampang buka kartu, membuka belang intelijen yang mestinya dirahasiakan. Jadi 

tidaklah mengherankan bila rahasia keterlibatan Ali dibongkar sendiri oleh bekas-bekas anak 

buah jaringnya di dalam tahanan. Ramadi cs, mungkin lantaran tidak tahan tekanan hidup di 

tahanan, maka mereka mengungkap semua permainan Ali Moertopo. Mereka ramai-ramai 

"bernyanyi". Sebaliknya, anggota organisasi umumnya lebih terdidik, lebih disiplin dan teguh 

dalam memegang rahasia. Anggota organik juga dapat berlindung di balik suatu peraturan yang 

tidak mengizinkan mereka membuka rahasia. Perbedaannya yang lain antara anggota organik 

dengan anggota jaring ialah anggota organik mengetahui tugasnya secara menyeluruh, 

sementara anggota jaring biasanya hanya tahu per sektor. Misalnya, seseorang anggota jaring 

ditugaskan membina ulama, maka ia tahunya hanya soal ulama. Lain itu tidak.  

Menjelang akhir 1970-an banyak yang ditangkapi dari sejumlah pejuang DI/TII binaan Ali 

Moertopo seperti, Adah Djaelani Tirtapradja, Danu Mohammad Hassan, serta dua putra 

Kartosoewiryo Dodo Muhammad Darda dan Tahmid Rahmat Basuki. saat  pengadilan para 

mantan tokoh DI/TII itu digelar pada tahun 1980, maka terungkaplah apa yang sebenarnya target 

dari digelarnya aksi lapangan ini . Dan dengan adanya hal itu dicurigai sebagai upaya untuk 

memojokkan posisi umat Islam. Sebagai salah satu bukti yaitu  dalam kasus persidangan Danu 

Mohammad Hassan. Pada saat dia dalam persidangan dia mengaku sebagai orang Bakin. 

Mungkin inilah akibat yang harus dialami oleh para pejuang Darul Islam sesudah  mengadakan 

kerjasamanya dengan organisasi Opsus yang telah dibuat oleh Syaitan yang dzalim itu. Padahal 

Allah telah memperingatkan sebelumnya. 

"Barang siapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, maka syaitan itu yaitu  teman 

yang seburuk-buruknya". (QS. 4: 38). 

Dan ditegaskan lagi oleh Allah dalam firmannya. 

"Dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan itu kepada mereka melainkan tipuan belaka". (QS. 17: 

64). 

Peristiwa pahit yang dialami oleh para mujahid NII sejak tahun 1970-an, penyebab utamanya yaitu 

telah kehilangan rujukan, sehingga telah menyimpang dari hukum / perundang-undangan, 

sehingga pula mengangkat kepemimpinan diluar jalur Konstitusi NII. Sebab, jika pengangkatan 

Imam NII tidak berdasar  undang-undangnya, maka bisa saja terkendalikan oleh intelijen 

kuffar, dan pasti didalamnya terjadi kekacauan. Dalam keadaan Darurat Perang dimana wilayah 

NII dikuasai oleh musuh, maka musuh pun bisa membuat rekayasa pemimpin NII palsu. sebab  

tanpa undang-undang itu secara hukum tidak ada perbedaan mengenai figur seseorang dengan 

yang lainnya, sehingga tidak ada perbedaan pula antara nilai yang tidak menyerah dengan yang 

sudah menyerah kepada musuh. Tanpa undang-undang itu orang tidak bisa membedakan mana 

pemimipin NII yang sebenarnya dan mana pemimpin NII sempalan. 

Sesungguhnya perjuangan NII dari mulai diproklamasikan tahun 1949 hingga tahun 1962 tidak 

ada kelompok-kelompok dalam perjuangan menggalang Negara Karunia Allah ini. namun  apa 

yang lalu  lahir sesudahnya yaitu  terjadinya perselisihan pendapat dan faham tentang 

siapakah yang berhak dan pantas untuk melanjutkan tugas suci sebagai pemimpin. Munculnya 

bibit perselisihan sekitar tahun 1974 –1979, dimana saat  mujahidin NII pecah kedalam tiga 

kelompok. Hal demikian diakui oleh Adah Djaelani dalam kesaksiannya dalam sidang 

pengadilan.”Menurut saksi, organisasi NII di Indonesia ada tiga kelompok yaitu; Kelompok yang 

Imam-nya Daud Beureuh, wakilnya saksi, kelompok yang Imam-nya Djadja Sudjadi (Garut Timur) 

dan kelompok Imam-nya H.Sobari (Rajapolah , Tasik Malaya). Sebab-sebab terjadinya 

pengelompokkan sebab  masing-masing ingin memisahkan diri dengan alasan seperti dikatakan 

oleh saksi: “H. Sobari menganggap kami yang menyerah tahun 1962 sebagai pengkhianat 

sehingga ia membentuk NII sendiri, sedangkan kelompok Djadja Sudjadi menyayangkan kami 

mengangkat Imam orang Sumatera sehingga ia membentuk NII sendiri”. Kelompok Djadja Sujadi 

dikenal dalam wadah Fillah. Sedangkan yang lainnya dikenal dalam wadah Sabilillah.  

Pada sekitar tahun 90-an, kembali muncul perselisihan faham dalam pergerakan Darul Islam, 

sesudah  Adah Jaelani melimpahkan kekuasaan kepada Abu Toto (Toto As-Salam) sebagai 

Warasatul Mafasid (pewaris orang-orang yang membuat kerusakan). Sebenarnya Toto As-Salam 

ini tidak pernah terdaftar sebagai anggota DI, namun memakai  nama NII. Dengan segala 

kemampuan "intelektual jahili" yang dimilikinya, dia melanjutkan warisan kepemimpinan 

mengatasnamakan NII dan membawahi jama’ah sekitar 50.000 orang untuk menghambur -

hamburkan harta umat demi kepentingan dirinya dan orang yang turut sepaham dengannya. 

dengan penuh semangat pengabdian jahiliyahnya menghambur-hamburkan harta umat demi 

kepentingan dirinya dan orang yang turut sepaham dengannya.  

Maka apa yang dikenal dan diyakini oleh sementara orang hari ini tentang Negara Islam Indonesia 

yang diproduk oleh kaki tangan Pemerintah RI, hanyalah merupakan rekayasa sesat dan 

menyesatkan (dhoollun wa mudhillun) dari tingkah polah oknum-oknum fasikun yang tidak 

bertanggung jawab terhadap nilai-nilai suci yang terkandung dalam Al-Quran, Al Hadist dan 

Qanun Asasi Negara Islam Indonesia. Prosedur syari'ah dan manhaj harakah yang telah 

digariskan pun banyak yang dilanggar dan diacuhkan, sehingga timbullah tajassus (saling 

mencari kesalahan ) diantara kalangan penerus perjuangan Darul Islam untuk menganggap 

bahwa pihaknyalah yang paling benar menurut ukuran masing-masing pemimpinnya serta para 

pengikutnya, dan bukan berdasar  Qur’an dan Sunnah Nabi s.a.w. bukan pula menurut 

Undang-Undang NII. Padahal perbuatan ini  dilarang oleh Allah. 

......" Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah bergunjing antara sesamamu. 

Adakah seseorang di antaramu mau memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah hal 

itu menjijikkan kepadamu. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima 

taubat dan Penyayang". (Q.S. 49: 12). 

Sebagai sunnatullah yang berlaku sepanjang sejarah kehidupan manusia di muka bumi, 

perburuan harta dan kekuasaan, hari ini mewarnai juga dalam perjuangan kaum fasikun dalam 

melanjutkan estafeta tugas suci yang telah Allah amanahkan untuk umat Islam Indonesia. 

Bahkan sudah terjadi rekayasa dengan 'kaum kuffar' untuk mengaburkan harakah Darul Islam 

yang nantinya dari usaha-usaha ini , akan mencemarkan nama baik perjuangan NII hingga 

umat Islam "kembali menjadi kafir" dengan mengikuti langkah-langkah yang telah dirancang 

oleh Setan. Sebagian pejuang Darul Islam sudah lari dari garis-garis dasar perjuangan yang telah 

ditetapkan oleh Imam Negara Islam Kartosoewirjo yaitu: " tegaknya li'ilai kalimatillah fil ardhi". 

Padahal Imam Assyahid Kartosoewirjo telah menasehati para pejuang Darul Islam melalui firman 

Allah yang berbunyi: 

“Innallaaha yuhibbulladziina yuqaatiluuna fi sabiilillaahi shaffan ka annahum bunyaanun 

marshuush”. (Q.S. 61: 4 ),  

dengan terjemahan bebas: 

“Bahwasanya Allah berkenan menumpahkan (segenap) kasih-sayang-Nya (hanyalah) kepada 

(golongan, ummat dan bangsa) orang-orang yang jihad-berperang pada jalan-Nya dengan 

teratur (berorganisasi, bersaf-saf, tersusun rapih, sepanjang hajat dan keperluan Jama’tul-

Mujahidin tsb.), (yang bentuk, sifat, dan fungsinya) laksana bina-bina daripada sebuah tembok 

(bantu-membantu, bela-membela, junjung-menjunjung dst.)”.  

lalu  ditambahkan tentang penjelasan maksud ini  oleh Kartosoewirjo, dengan satu 

penjelasan yang sangat rinci yang antara lain berbunyi:  

"Selain dari pada itoe, dari pada isi dan djiwa Firman Allah terloekis diatas, bolehlah kiranja ditarik 

dan dipetik peladjaran daripadanja, jang menoendjoekkan akan pentingnja kedoedoekan, 

peranan dan foengsi Pimpinan dimasa Perang, dimasa Revolusi. Tegasnja: Pimpinan jang 

djoedjoer dan ichlas, benar dan ‘adil serta tegas, tapi bidjaksana. Ialah Pemimpin jang sanggoep 

hidoep dan berdjoeang bersama-sama ra’iat, sehidoep semati, senasib-sepenanggoengan, dan 

timboel-tenggelam bersama-sama bawahan dan ra’iat, jang mendjadi tanggoeng-djawabnja, 

didoenia hingga diachirat".  

Peristiwa pahit yang dialami oleh kaum Nabi Musa AS, yaitu dengan dipusingkan oleh Allah 

sebab  tidak maunya mereka masuk ke Baitul Maqdis, padahal Allah telah menjanjikan hal 

ini  untuk kaum Nabi Musa, ternyata dialami juga oleh pejuang NII sekarang ini, Mungkin 

sebagai sunnatullah pula, bahwa hal ini  diturunkan kepada mereka semua sebagai bahan 

tadabbur dan tafakkur untuk tetap istiqomah dan hanif melaksanakan tugas menegakkan 

kalimatullah. Tidak seperti mereka yang pada tahun 1962 menyerahkan diri kepada musuh. 

Jangan diulangi agar diri tidak dicatat dalam sejarah sebagai orang-orang yang menyerah kepada 

musuh. 

Jalan keluar dari perpecahan yaitu  kembali kepada Konstitusi / perundang-undangan NII. Kaum 

Bani Israil terlepas dari kebingungan, yaitu sesudah  menemukan Tabut sebagai peninggalan 

keluarga Nabi Musa dan keluarga Harun (Q.S.2 : 248). Sunnatullah bagi Al-Hak, maka apapun 

yang sudah menimpa warga NII, persatuan pada akhirnya akan terwujud, jika sudah menemukan 

kembali alat pemersatunya, yakni merujuk kepada M.K.T. No.11 tahun 1959 mengenai estapeta 

Imam dalam Darurat Perang, yang merupakan peninggalan Dewan Imamah NII. Sebagai 

embriyonya, yaitu sesudah  Abdul Fattah Wirananggapati keluar dari penjara musuh tahun 1982, 

mengadakan penggalangan terhadap para mujahid untuk merujuk kepada perundang-undangan 

NII. Hasil dari penggalangan itu terjalinlah kepemimpinan NII dengan rujukan hukum yang jelas.  

Solusi kembali kepada undang undang ini membuat kader kader mujahid bersikap demikian ketat 

dalam memelihara nilai hukum. saat  Abdul Fattah Wirananggapati ditawan tahun 1991-1996, 

dan pada saat itu kepemimpinan atas perintah Abdul Fattah Wirananggapati beralih pada 

mujahid yang bebas di luar. Kepemimpinan ini atas kesepakatan Dewan Imamah dikembalikan 

padanya sesudah  Abdul Fattah bebas. Namun saat  belakangan terbukti bahwa dirinya yang 

telah diangkat sebagai Imam itu memberi  pernyataan pernyataan bernada negatif saat 

diwawancarai oleh wartawan dari Majalah Ummat . Dewan imamah menyidangkan kasus ini, 

lalu  memberhentikannya pada awal tahun 1997. Adanya badan usaha yang menopang 

perjuangan, maka penggalangan NII berkembang semakin pesat meliputi banyak propinsi. 

Kebingungan lenyap.  

Alhamdulillaah.