hak asasi manusia 1

Jumat, 26 Januari 2024

hak asasi manusia 1






Ditinjau dari istilah yang ditemukan dalam literatur, HAM 
merupakan terjemahan dari “droits de I’homme” dalam bahasa 
Perancis yang berarti hak manusia, atau dalam bahasa Inggrisnya” 
dan dalam bahasa Belanda disebut “mensenrechten”(Halili, 2016).
Pengertian hak asasi manusia menurut Deklarasi Universal 
HAM yaitu hak untuk kebebasan dan persamaan dalam derajat 
yang diperoleh sejak lahir serta tidak dapat dicabut dari seseorang. 
sedang UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, didefinisikan 
sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, 
bersifat universal dan langgeng, oleh sebab  itu harus dilindungi, 
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi 
atau dirampas oleh siapapun. Pengertian hak asasi manusia 
ini  sekurang-kurangnya mengandung tiga hak elementer 
yang tidak boleh dicabut dari seseorang sebagai individu 
yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak dianiaya, dan adanya 
kebebasan. Disamping itu ada hak ekonomi, sosial dan budaya 
yang dimiliki setiap orang sebagai anggota warga  dan tidak 
dapat dikesampingkan bagi martabat manusia dan kebebasan 
dalam mengembangkan kepribadiannya.
2. Sejarah Perjuangan HAM
Tinjauan historis perjuangan HAM secara terpadu dimulai di 
Inggris dengan dirumuskannya hak asasi manusia pada piagam 
Magna Charta pada tahun 1215, isu pokoknya yaitu  kewenangan 
harus mewujudkan dan sekaligus harus memberikan perlindungan 
atas hak-hak asasi baik hak politik, ekonomi sosial dan individu, 
sebab  itu perlu ditekankan bahwa sejak kelahirannya pemikiran 
dan gerakan HAM tidak pernah dimaksudkan untuk memberikan 
kebebasan atau hak otonomi individual tanpa batas di luar sistem 
kehidupan yang menjamin  hak-hak ini . Pada intinya, Magna 
Charta memaksa Raja untuk tidak melakukan pengambilan hasil 
bumi tanpa persetujuan kaum bangsawan dan pimpinan gereja, 
untuk tidak menuduh, menangkap, menahan seseorang tanpa 
pengadilan yang dapat dipercaya, jika  orang telah ditahan 
atau dirampas miliknya akan segera mendapat ganti rugi dan 
rehabilitasi, rumusan ini bertujuan untuk membatasi tindakan 
sewenang-wenang  dari Raja.
Pada masa Raja William, parlemen berhasil meyakinkan raja 
akan hak-hak parlemen yang dimuat dalam Bill of Rights tahun 
1689, yang berisi ketentuan bahwa Raja harus memerintah sesuai 
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh parlemen, hak individu 
diakui seperti hak mengajukan petisi, hak untuk berdebat 
bebas dalam parlemen dan larangan terhadap hukuman yang 
berlebihan. Perkembangan yang terjadi di Inggris lalu  
diikuti oleh bangsa Amerika dengan merumuskan Virgina Bill of 
Rights dan Declaration of Independent pada tahun 1776. Deklarasi 
ini memuat bahwa semua orang diciptakan sama, dikaruniai oleh 
pencipta mereka hak-hak tertentu yang tidak dapat diganggu 
gugat, bahwa diantaranya yaitu  hak hidup, kebebasan, dan 
pengejaran kebahagiaan. Untuk menjamin hak-hak ini dibentuk 
pemerintahan diantara orang-orang, yang memperoleh kekuasaan 
mereka yang adil dengan izin dari yang diperintah 
Perkembangan selanjutnya terjadi di Perancis yang dipelopori 
oleh pemikiran-pemikiran dari J.J Rousseau dan Lafayette pada 
tahun 1789. Perjuangan mereka melahirkan “La Declaration 
des droits de I’homme et du Citoyen” yang pada pokoknya berisi 
penghapusan pemerintahan feodal dan penindasan terhadap hak 
asasi manusia. Proses selanjutnya sesudah  berakhirnya peraang 
dunia kedua negara-negara yang menang dalam perang dunia 
kedua, secara bersama-sama mendirikan PBB memperjuangkan 
piagam “resfec for human right and for fundamental freedom” 
yaitu penghormatan atas hak-hak asasi manusia dan kebebasan 
fundamental. Puncak dari perjuangan HAM ini  akhirnya 
melahirkan pernyataan hak asasi manusia sedunia atau dikenal 
dengan “The Universal Declaration of Human Rights”, sifatnya 
universal dan diterima secara aklamasi oleh negara-negara 
anggota dalam persidangan Majelis Umum PBB pada tahun 1948 
3. Perjuangan HAM di negara-negara Berkembang
Bagi negara-negara berkembang, persoalan  hak asasi 
manusia  biasanya selalu terkait dengan masalah 
demokrasi dan pembangunan di negaranya masing-masing. 
Pemikiran negara-negara berkembang tentang hak asasi manusia 
tercermin dalam pandangan mereka bahwa dengan terpenuhinya 
hak-hak pembangunan, berarti hak-hak asasi manusia sudah 
terpenuhi. Hak pembangunan ini oleh negara-negara berkembang 
telah dijadikan alasan untuk berkiprah di dunia internasional, 
menentang kolonialisme dalam bentuk lain dan berusaha  
melakukan perombakan tatanan kehidupan nasionalnya masing-
masing. Melalui hak pembangunan di bidang politik warga negara 
dapat memakai  hak asasi manusia melalui pendirian partai-
partai politik dan melalui hak pembangunan di bidang sosial 
ekonomi, warga negara dapat memakai  hak ini  untuk 
kepentingan kesejahteraannya.
Di negara-negara berkembang tampaknya ada kesepakatan 
mengenai universalitas nilai-nilai etis hak-hak asasi manusia, 
namun kesepakatan ini  sejauh menyangkut hak-hak asasi 
yang berhubungan dengan hak hidup, hak milik, hak melawan 
penyiksaan dan pembunuhan yang sewenang-wenang, tentang 
hak ini negara-negara berkembang sama-sama menyetujui, 
meskipun orientasinya berbeda, namun mereka percaya 
bahwa hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar 
umumnya berlandaskan standar penghormatan pada martabat 
dan keutuhan pribadi manusia, perlindungan hak asasi manusia 
harus didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu seperti tidak 
pilih kasih, objektif dan tidak memihak, hak-hak asasi manusia 
tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling berkaitan, kepedulian 
pada hak-hak asasi manusia tidak seharusnya dipakai  sebagai 
persyaratan dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional 
Kebanyakan negara berkembang juga berpandangan bahwa 
perlindungan dan penetapan  hak-hak asasi manusia seharusnya 
disesuaikan dengan kenyataan historis, politik, ekonomi, sosial, 
agama, dan kebudayaan negara yang bersangkutan. Disamping 
itu, kebanyakan negara berkembang mempertimbangkan 
perlunya negara mengusahakan keseimbangan antara hak-hak 
dan kebebasan-kebebasan  perorangan dan kewajiban-kewajiban 
kepada warga  dan negara.
4. Pemikiran Filosofis tentang HAM
Hukum alam sebagai ide keadilan dikemukakan oleh 
Ernerst Barker’s. Sumbangan terbesar mazhab hukum alam 
yaitu  validitas universalnya yang terletak pada dasar-dasar 
pemberlakuan hukum yang diberikannya terhadap sistem hukum, 
serta sebagai landasan bagi konstitusi banyak negara. Hukum 
alam juga memberika dasar moral terhadap hukum, sebagai 
sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama 
hukum itu diterapkan terhadap manusia. 
Menjamin peradaban dan kesejahteraan manusia yang 
merupakan tujuan dasar hak asasi manusia, menurut Plato hanya 
akan tercapai kalau negara dapat melaksanakan ide keadilan, 
yaitu setiap warga negara mendapatkan kedudukan yang sesuai 
dengan kemampuannya dan dengan itu mereka masing-masing 
menjalankan segala apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya. 
Dengan kata lain, keadilan akan tercapai bila ada keteraturan 
dalam warga , dimana masing-masing dapat menghargai 
hak-hak  orang lain.
Filsuf lain seperti Aristoteles memberi pemikiran terhadap 
perlindungan hak asasi manusia, menurut Aristoteles, kriteria 
kebaikan negara terletak pada kenyataan apakah negara 
menguntungkan bagi seluruh warga , sebab negara yang 
hanya menguntungkan penguasa yaitu  negara yang jelek. Susaha  
negara itu mengabdi kepada warga , menurut Aristoteles, 
negara harus diatur sebaik mungkin dengan konstitusi dan hukum 
yang menjamin warga negara bersama-sama mencapai optimum 
kesejahteraan. Terselenggaranya negara hukum yang berusaha 
menggerakkan hak asasi manusia khususnya berlangsung dalam 
negara-negara demokrasi Yunani dan Republik Romawi Kuno 
Thomas Aquinas menekankan peranan hukum bagi 
kehidupan bernegara, sebab hanya dalam negara hukum dapat 
ditegakkan harkat dan martabat manusia dan manusia dapat 
hidup secara manusiawi dalam warga . Menurutnya, tugas 
pokok negara melalui aturan hukumnya berusaha menciptakan 
warga  yang sejahtera, adil, aman, dan damai. Negara 
harus selalu bertindak sesuai dengan hukum kodrat manusia, 
semua hukum positif buatan negara harus mengkonkritkan 
hukum kodrat. Sebagai konsekuensinya, tindakan negara yang 
bertentangan dengan hukum kodrat tidak wajib ditaati oleh warga 
negara. jika  penguasa menyalahgunakan kekuasaan untuk 
keuntungannya sendiri atau melanggar kewajibannya terhadap 
rakyat, maka rakyat berhak memecatnya. 
Pemikiran Machiavelli, Bodin, dan Hobbes sangat berarti 
dalam mendorong perkembangan negara teritorial di Eropa pada 
abad ketujuh belas, dimana kekuasaan Raja yang dibatasi oleh 
hak-hak kaum bangsawan dan gereja berubah menjadi otoritas 
menyeluruh sebagai monarki absolut. Selama abad pertengahan, 
warga  di Eropa diatur dalam suatu sistem hak-hak yang 
diimbangi oleh kewajiban-kewajiban yang sesuai. Patut diketahui 
bahwa dalam abad ketujuh belas itu bangsa Eropa tampil sebagai 
penjajah di berbagai penjuru dunia. Dalam hal ini pasti rakyat 
jelata biasanya menjadi korban kesewenang-wenangan, 
diperas, diteror, dan diinjak-injak hak-hak asasinya untuk 
kepentingan para penguasa .
Menghadapi belenggu sosial yang demikian, dikembangkan 
konsepsi tentang hak-hak asasi individu yang tak boleh diganggu 
gugat. Konsep ini berkembang pesat di Eropa dan Amerika Utara 
abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas berpengaruh luas 
aliran filsafat pencerahan dengan tokoh-tokohnya John Locke di 
Inggris, Voltaire dan Rousseau di Perancis, Immanuel Kant di 
Jerman, Benyamin Franklin dan Thomas Jefferson di Amerika 
Utara. Aliran pencerahan sangat menekankan peranan akal budi 
untuk mencerahkan kehidupan manusia. Semua manusia pada 
hakikatnya diciptakan merdeka dan sama derajatnya. Akan 
namun  dalam kenyataan, dalam warga  justru kebebasan 
terbelenggu dan prinsip kesederajatan manusia diingkari, hal itu 
bertentangan dengan hak kodrati manusia. sebab  itu manusia 
harus dikembalikan kepada kodratinya yakni keadaan bebas, 
merdeka, dan memiliki  kesamaan.
Reruntuhan perang dunia kedua yang tak mempedulikan 
hak asasi manusia dan merendahkan harkat manusia, seruan 
hak asasi manusia yang tetap membahana meyakinkan kaum 
intelektual bangsa-bangsa betapa penting dan mendesaknya 
segera menyadarkan setiap orang untuk menghormati dan 
melindungi hak asasi manusia di muka bumi secara internasional. 
saat  diusulkan untuk memaklumkan The Universal Declaration 
of Human Right 1948 sebagian besar negara yang menjadi anggota 
PBB menyetujui.
5. Pemikiran Teoretis tentang HAM
Secara teoretis, pengertian konseptual  hak asasi manusia 
dalam sejarah instrumen hukum internasional setidak-tidaknya 
telah melampaui tiga generasi perkembangan. Generasi pertama, 
konsepsi HAM pada naskah The Universal Declaration of 
Human Rights oleh PBB tahun 1948, sesudah  sebelumnya ide-
ide perlindungan HAM tercantum dalam naskah  bersejarah di 
beberpa negara, seperti di Inggris  dengan Magna Charta dan 
Bill of Rights, di AS dengan Declaration of Independence, dan di 
Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens. 
Dalam konsepsi genarasi pertama, konsepsi HAM mencakup soal 
prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip 
kebebasan sipil dan politik.
Generasi kedua, adanya International Covenant on Civil 
and Political Rights, konsepsi HAM mencakup usaha  menjamin 
pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, 
sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak 
untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam 
penemuan ilmiah, dll. Puncak perkembangan kedua ini tercapai 
dengan ditandatanganinya International Covenant on Economic, 
Social and Cultural Rights pada tahun 1966 ,
lalu  pada tahun 1986, muncul pula konsepsi baru hak 
asasi manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk 
pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk 
pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan 
untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, termasuk hak 
setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa 
ini . Hak untuk atau atas pembangunan antara lain meliputi 
hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, hak 
untuk menikmati hasil-hasil pembangunan ini , menikmati 
hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan, 
pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, 
dll. Konsepsi inilah diebut para ahli sebagai generasi konsepsi 
HAM Generasi Ketiga.
Konsep dan prosedur hak asasi manusia, mau tidak mau 
harus dikaitkan dengan sekurangnya tiga persoalan penting. 
Pertama, struktur kekuasaan dalam hubungan antar negara 
yang dewasa ini dapat dikatakan sangat timpang, tidak adil, dan
cenderung hanya menguntungkan negara-negara maju ataupun 
negara-negara yang menguasai dan mendominasi proses-proses 
pengambilan keputusan dalam berbagai forum dan badan-badan 
internasional, baik yang menyangkut kepentingan-kepentingan 
politik maupun kepentingan-kepentingan ekonomi dan 
kebudayaan. Kedua, struktur kekuasaan yang tidak demokratis 
di lingkungan internal negara-negara yang menerapkan sistem 
otoritarianisme yang hanya menguntungkan segelintir kelas 
penduduk yang berkuasa ataupun kelas penduduk yang menguasai 
sumber-sumber ekonomi. Ketiga, struktur hubungan kekuasaan 
yang tidak seimbang antara pemodal dengan pekerja dan antara 
pemodal beserta manajemen produsen dengan konsumen di setiap 
lingkungan dunia usaha indsutri, baik industri primer, industri 
manufaktur, maupun industri jasa.
Konsepsi hak asasi manusia yang pada awalnya menekankan 
pada hubungan vertikal, terutama dipengaruhi oleh sejarah 
pelanggaran hak asasi manusia yang terutama dilakukan oleh 
negara, baik terhadap hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial, 
dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari rumusan-rumusan dalam 
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional 
tentang Hak Sipil dan Politik, serta Kovenan Internasional tentang 
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang merupakan pengakuan 
negara terhadap hak asasi manusia sebagaimana menjadi 
subtansi dari ketiga instrumen ini . Konsekuensinya, negara 
lah yang terbebani kewajiban perlindungan dan pemajuan hak 
asasi manusia .
B. Teori-teori tentang Hak Asasi Manusia  
1. Pandangan Penganut Hukum Alam
Pandangan penganut hukum alam terhadap hak asasi 
manusia sebagai hak kodrati  dapat dipahami dari ajaran John 
Locke tentang kehidupan manusia. Menurut John Locke manusia 
sejak lahir memiliki kebebasan penuh dan sempurna. Manusia 
bebas untuk bertindak dengan tidak terikat oleh sesuatu apapun. 
Keadaan manusia yaitu  keadaan yang sepenuhnya bebas 
mengatur tindakan yang dianggap pantas bagi dirinya sendiri 
tanpa harus tergantung pada kehendak atau kemuan orang lain. 
John Locke berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai 
oleh alam hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan 
harta yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat 
dipindahkan atau dicabut oleh negara. Hak-hak ini  sifatnya 
kodrati artinya:
a. Kodratlah yang menciptakan dan mengilhami akal budi dan 
pendapat manusia.
b. Setiap orang dilahirkan dengan hak-hak kodrati ini .
c. Hak-hak kodrati itu dimiliki manusia dalam keadaan alamiah 
dan lalu  dibawanya dalam hidup berwarga . 
2. Pandangan Penganut Positivisme Hukum
Positivisme yaitu  aliran filsafat yang mengatakan bahwa 
pengetahuan sejati hanya berasal dari data-data atau fakta-
fakta dalam pengalaman indrawi. Positivisme hukum mendapat 
pembenaran fundamentalnya dari ajaran John Austin dan Hans 
Kelsen. Hal ini terlihat dari adanya tiga hal pokok ajaran John 
Austin tentang hukum. Pertama, hukum merupakan perintah 
penguasa (law is a command of the law gived), jadi hukum dipandang 
sebagai perintah dari pihak pemegang kekuasaan tertinggi 
(kedaulatan). Kedua, hukum merupakan sistem logika yang tetap 
dan tertutup. Pandangan ini mendapat pengaruh yang kuat dari 
cara berpikir sains modern, dimana ilmu dianggap sebagai bidang 
penyelidikan mandiri yang objeknya harus dipisahkan dari nilai. 
Ketiga, hukum positif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu; 
perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
Demikian pula dengan ajaran Hans Kelsen tentang hukum 
yang pada pokoknya mencakup tiga hal. Pertama, hukum sebagai 
sistem tertutup atau sistem hukum murni. Maksudnya hukum 
harus bersih dari anasir-anasir yang bukan hukum, seperti etika, 
sosiologi, politik, ekonomi dan sebagainya. Jadi hukum harus 
dibebaskan dari unsur moral. Kedua, hukum sebagai keharusan 
(sollens kategori), artinya orang mentaati hukum sebab  memang 
mereka harus mentaatinya sebagai perintah negara, kelalaian 
terhadap perintah itu akan menimbulkan sanksi. Ketiga, 
hukum sebagai kesatuan peringkat yang sistematis menurut 
keharusan tertentu, dimana aturan yang lebih rendah tidak boleh 
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Dari sudut analisis ilmu hukum, perbedaan pokok antara 
penganut mazhab hukum alam dengan positivisme hukum 
dalam menyikapi hak-hak asasi manusia, terletak pada sumber 
diperolehnya hak asasi ini . Jika penganut hukum alam 
mengemukakan gagasan mereka bahwa hak asasi berasal 
dari Tuhan, penganut positivisme hukum berpendapat bahwa 
eksistensi dan isi hak hanya dapat diberikan oleh negara  
3. Pandangan Penganut Sosialisme-Marxisme
Konsep sosialis tentang hak-hak asasi bersumber pada ajaran 
Karl Marx dan Frederick Engels dalam bukunya yang terkenal 
“Das Capital” jilid I terbit tahun 1867, jilid II tahun 1885 dan jilid 
III tahun 1894 yang diterbitkan oleh Frederick Engels sesudah  
Karl Marx meninggal.
Pandangan Marx terhadap negara, ia menolak paham bahwa 
negara mewakili kepentingan seluruh warga . Menurut 
Marx negara dikuasai oleh dan berpihak pada kelas atas, 
tindakan negara selalu akan menguntungkan kelas atas. Biarpun 
negara mengatakan bahwa ia yaitu  milik semua golongan dan 
kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh warga , namun 
sebenarnya negara melindungi kepentingan kelas atas semata-
mata.
Pandangan sosialis yang dipelopori oleh Karl Marx dan Engels 
tidak menekankan hak terhadap warga , namun  menekankan 
kewajiban kepada warga . Atas dasar itu konsep sosialisme 
Marx mendahulukan kemajuan ekonomi daripada hak-hak 
politik dan hak-hak sipil, mendahulukan kesejahteraan daripada 
kebebasan. Penganut sosialisme Marx, melihat bahwa hak-hak 
asasi bukan bawaan kodrat manusia seperti ajaran hukum kodrat, 
namun  setiap hak warga negara termasuk apa yang disebut dengan 
hak asasi manusia bersumber dari negara. Pandangan Marxisme 
sama dengan pandangan positivisme hukum yaitu negaralah yang 
menetapkan apa yang merupakan hak 
4. Pandangan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia memandang hak asasi manusia sebagai 
hak dasar seluruh umat manusiatanpa ada perbedaan. Mengingat 
hak asasi merupakan anugerah dari Tuhan YME, pengertian hak 
asasi yaitu  hak sebagai anugerah Tuhan yang melekat pada diri 
manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi serta berkaitan 
dengan harkat dan martabat manusia, setiap manusia diakui dan 
dihormati memiliki  hak asasi yang sama tanpa membedakan 
jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan 
politik, status sosial dan bahasa, serta status lain.
 Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran 
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan YME dengan menyandang 
dua aspek, yaitu aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas 
(warga ), oleh sebab  itu kebebasan setiap orang mengemban 
kewajiban mengakui dan menghormati hak-hak asasi orang lain. 
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran 
manapun, terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian, 
negara dan pemerintah bertanggungjawab untuk menghormati, 
melindungi, membela dan menjamin hak asasi setiap warga 
negara dan penduduknya tanpa diskriminasi 
HAM menurut bangsa Indonesia yaitu  pemberian Tuhan 
YME, negara Indonesia mengakui bahwa sumber hak asasi 
manusia yaitu  karunia Tuhan. Tegasnya HAM bukan pemberian 
negara akan namun  pemberian Tuhan YME, negara hanya 
menetapkan norma-norma hukum yang mengikat warganya 
untuk melindungi hak asasi dari tindakan sewenang-wenang, dan 
eksistensi hak asasi manusia mendapat pengakuan secara moral 
dan hukum .
5. Konsep Hak-hak Kodrati Menurut Pandangan Penganut 
Hukum Alam
Mazhab modern hukum alam ditandai dengan lahirnya tulisan-
tulisan filsuf Kristiani yang dipelopori oleh Thomas Aquinas  Menurutnya hukum alam merupakan bagian dari hukum 
Tuhan yang dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia. 
Manusia dengan kebebasan akal budinya mampu mengambil 
sikap untuk mengikuti atau menolaknya.
Grotius mengemukakan ciri-ciri hukum alam sebagai berikut.
a. Hukum alam berasal dari Tuhan yang kehendaknya tertulis 
dalam benak dan jiwa manusi, jadi apa yang diperlihatkan 
Tuhan sebagai kehendaknya itulah hukum.
b. Hukum alam merupakan hukum tertinggi sebab  hukum alam 
yaitu  perintah Tuhan yang berisi prinsip-prinsip keadilan.
c. Hukum alam yaitu  struktur rasional, maksudnya sebagai 
tuntutan akal budi sampai tingkat tertentu hukum alam 
mencerminkan kodrat atau hakikat manusia yang rasional ,
d. John Locke merupakan pendukung terkemuka hak-hak 
kodrat, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Locke 
berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh alam 
hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta yang 
merupakan milik mereka sendiri, tidak dapat dipindahkan 
atau dicabut oleh negara. jika  penguasa memutuskan 
kontrak sosial dengan melanggar hak-hak kodrat individu, 
mereka yang menyerahkan itu, bebas untuk menyingkirkan 
penguasa dan menggantinya dengan penguasa lain yang dapat 
menjamin dan melindungi hak-hak warganya. Walaupun 
mengikuti arah utama teori kontrak sosial sebagaimana 
dikemukakan oleh John Locke, Rousseau mengatakan bahwa 
hukum kodrati tidak menciptakan hak-hak kodrati individu, 
melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut
Pandangan terhadap individu sebagai makhluk yang otonom 
oleh Immanuel Kant (1724-1804 M) dalam ajarannya tentang etika 
dan imperatif kategoris dalam bukunya “Grundlegung”, bahwa 
pada hakikatnya manusia yaitu  merdeka dan sederajat sejak 
lahir. Oleh sebab  itu manusia tidak boleh dilakukan sewenang-
sewenang.
Pada abad ke depalan belas, hak-hak yang dirasionalkan melalui 
kontrak sosial, dilengkapi dengan konsep etik dan utilitarian. 
Konsep atau ajaran filsafat utilitarianisme  dipelopori oleh Jeremy 
Bentham dan John Stuar Mild. Ide pokok utilitarianisme yaitu  
warga  harus diatur dengan baik, kalau institusi-institusi 
yang berkepentingan dibentuk sedemikian rupa, sehingga 
menghasilkan kepuasaan sebesar mungkin bagi banyak orang. 
Prinsip utilitarianisme, yaitu hak asasi manusia harus dihormati 
dan dilindungi, sebab  hak ini  melekat pada manusia bukan 
sebab  diberikan oleh suatu lembaga atau negara.
6. Rasionalisasi Hak-hak Kodrati ke dalam Hukum Positif
Tahap-tahap perkembangan hak asasi manusia dari hukum 
alam ke hukum positif, sebagaimana dikemukakan oleh Nickel merujuk pada tataran-tataran moral dan politik. 
Tataran yang paling abstrak dan paling filosofis diantaranya 
yaitu  tahap awal dimana hak ini  dirumuskan dengan 
mempertahankan prinsip-prinsip transhistoris tentang moralitas 
dan keadilan. Tahap selanjutnya tahap konstitusional dimana hak 
asasi dan kewajiban yang sifatnya spesifik, dirumuskan dengan 
menerapkan prinsip-prinsip abstrak ke negara-negara tertentu 
sesuai dengan masalah, sumber daya dan institusinya. Proses ini 
lalu  berlanjut pada tahap legislatif, dimana pada akhirnya 
norma-norma konstitusional dan legislatif itu diaplikasikan pada 
tahap yudisial.
Secara moral eksistensi hak dan kebebasan manusia sesuai 
dengan kodratnya melekat pada harkat dan martabatnya sebagai 
manusia. Jadi, ada kewajiban moral untuk menghormati hak asasi 
manusia bagi setiap warga, sedang secara  hukum eksistensinya 
diakui dalam konstitusi dan perundang-undangan, penegakannya 
secara hukum ditugaskan pada institusi-institusi yang dibentuk 
untuk melindungi hak asasi ini , antara lain komisi hak 
asasi manusia yang bertugas melakukan investigasi dan arbitrase 
terhadap keluhan-keluhan warga  yang terkait dengan hak 
asasi.
Pandangan HAM yang bersumber dari pemikiran barat dan 
pandangan Indonesia, menunjukkan bahwa hak asasi manusia 
diakui eksistensinya sebagai hak yang melekat pada diri manusia 
sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak asasi manusia 
memperoleh justifikasi secara moral dan mendapat jaminan dalam 
konstitusi. Pada saat HAM belum dirumuskan dalam dokumen-
dokumen resmi hak asasi manusia, hak ini  eksis sebagai hak 
kodrat yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia. 
saat  diimplementasikan dalam hukum internasional ia eksis 
sebagai hak asasi yang melekat pada diri manusia, dan pada saat 
diterapkan dalam hukum nasional ia eksis sebagai hak konstitusi 
atau hak dasar dari manusia. Jadi dalam hubungannya dengan 
pengaturan HAM bagi warga negara eksistensinya ditegakkan 
melalui pengaturan hukum.
C. Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia  
1. Makna Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia
Deklarasi HAM  (The Universal Declaration of Human Rights) 
pada tahun 1948, telah memicu  terjadinya perubahan arus 
global di dunia internasional, untuk mengubah cara pandang dan 
kesadaran terhadap pentingnya perlindungan hak asasi manusia.
Pernyataan umum hak-hak Asasi Manusia yang disetujui 
tanggal 10 Desember 1948 dimaksudkan sebagai suatu standar 
kemajuan bagi semua rakyat. Rumusan pasal-pasalnya 
menjelaskan hak-hak sipil dan politik yang mendasar dan hak 
ekonomi, sosial dan kebudayaan yang fundamental yang harus 
dinikmati oleh manusia di setiap negara. Deklarasi yang bersifat 
universal berisi 30 pasal tentang hak asasi manusia yang secara 
garis besar dikelompokkan menjadi:
a. Hak asasi pribadi (personal rights)
b. Hak asasi di bidang ekonomi (property rights)
c. Hak asasi manusia di bidang sosial budaya (social and cultural 
rights)
d. Hak asasi di bidang politik (political rights)
e. Hak asasi di bidang hukum (legal rights) yang meliputi rights 
of legal quality dan procedural rights.
Deklarasi PBB tentang hak-hak asasi manusia ini  tidak 
memiliki  kekuatan mengikat secara hukum, melainkan hanya 
sebagai pedoman, anjuran atau kewajiban moral bagi negara-
negara di dunia untuk melaksanakan hak asasi manusia di negara 
masing-masing sesuai dengan maksud dan isi serta tujuan dari 
deklarasi ini .
2. Sifat Universal Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia 
Sifat universal dari deklarasi ini  nampak jelas dari 
perumusannya yaitu;
a. Semua artikel dalam deklarasi ini  senantiasa dimulai 
dengan kata-kata yang mengandung makna universal, seperti: 
everyone, no one, men, women;
b. Validitasnya tidak terbatas pada negara tertentu;
c. Deklarasi ini  tidak hanya merupakan seruan kepada 
bangsa-bangsa, namun  kepada setiap individu dan setiap 
lembaga warga ;
d. Organ PBB dalam mempertahankan hak-hak asasi demi 
tercapainya perdamaian dan keamanan dunia tidak hanya 
terbatas pada negara-negara anggota PBB 
Dipandang dari sudut ilmu hukum, The Universal Declaration 
of Human Rights bukan merupakan perjanjian internasional, 
jadi deklarasi ini  tidak memiliki watak hukum atau  tidak 
mengikat secara hukum. Artinya deklarasi itu tidak memiliki  
kekuatan mengikat secara hukum, melainkan hanya sebagai 
suatu pedoman atau suatu kewajiban moral saja bagi bangsa-
bangsa di dunia, agar semua negara melaksanakan hak asasi 
sesuai dengan maksud dan isi deklarasi. Jika dilihat dari sudut 
penegakannya, latar belakang untuk mengedepankan masalah 
hak-hak asasi, didasarkan pada keinginan atau usaha untuk 
menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan hukum dengan 
alasan politis dari penguasa. Sehubungan dengan itu, dapat 
dipahami bahwa timbulnya keinginan, untuk merumuskan hak 
dalam suatu naskah internasional yaitu  untuk menjamin dan 
melindungi hak-hak asasi manusia.
3. Substansi Hak Asasi Manusia 
Subtansi utama hak asasi manusia yaitu  kebebasan dan 
hak atau privasi. Kebebasan merupakan suati kemampuan dari 
seseorang untuk menentukan pilihannya. Secara filosofis hakikat 
kebebasan manusia, terletak dalam kemampuan manusia 
menentukan diri sendiri. 
Dilihat dari sudut kepentingan pengaturan kebebasan 
warga  itu sendiri, masalah pengaturan melalui undang-
undang, dalam hal ini pada hakikatnya berfungsi mengarahkan 
atau mengendalikan. Jadi bukan suatu hambatan bagi kebebasan, 
asal pelaksanaannya tidak mempersulit dan tidak melanggar 
prinsip dasar negara hukum yaitu asas legalitas. Oleh sebab  
itu, setiap undang-undang pada dasarnya membatasi kebebasan 
individu untuk mengatur, atau mengendalikan penggunaan 
kebebasan ini .
Kebebasan manusia tidak mungkin dapat dijamin sepenuhnya 
bila tidak ada sesuatu yang dapat dipakai  mengatur kebebasan 
itu.  perangkat dan sistem yang 
paling tepat untuk mengatur kebebasan itu yaitu  hukum dan 
pemerintahan. Atas dasar hal ini  kebebasan manusia dapat 
dibatasi dengan undang-undang (Muladi, 2009).
John Locke membedakan kebebasan menjadi kebebasan 
alamiah (natural liberty) dan kebebasan warga  (civil liberty). 
Kebebasan alamiah diartikan sebagai kebebasan dari kekuasaan 
tertinggi manapun di dunia, tidak tunduk pada aturan manapun 
dan hanya hukum kodrat sebagai aturan hidupnya, sedang 
kebebasan warga  yaitu  kebebasan yang tidak berada di 
bawah kekuasaan orang lain kecuali kekuasaan yang didasari pada 
persetujuan diri sendiri , Menurut 
John Locke, Negara dibentuk atas persetujuan individu-individu 
dan setiap orang akan mentaati kekuasaan negarahanya sejauh 
individu ini  menyetujuinya. Dalam hal ini harus terlihat 
bahwa tujuan manusia memberi persetujuan pada negara yaitu  
untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya. Persetujuan 
itu diberikan pada negara susaha  negara berwenang bertindak 
melindungi kebebasan ini , akan namun  disisi lain dengan 
adanya persetujuan yang diberikan akan sendirinya mengandung 
konsekuensi huku, yaitu penyerahan ini  menempatkan yang 
bersangkutan berada di bawah kendali hukum positif, sehingga 
kebebasannya dibatasi oleh hukum positif yang bersangkutan,
Kebebasan manusia tidak mungkin dapat dijamin sepenuhnya 
bila tidak ada sesuatu yang dapat mengatur kebebasan itu. 
Menurut Russel (1977: 23), perangkat dan sistem yang paling tepat 
untuk mengatur kebebasan itu yaitu  hukum dan pemerintahan. 
Atas dasar itu, kebebasan manusia dapat dibatasi dengan undang-
undang.
4. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
Penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan 
usaha  untuk menerobos semua hambatan dan tantangan tentang 
isu-isu hak asasi manusia. Isu-isu hak asasi manusia yang 
dimaksud yaitu  semua hak-hak khusus yang ada dalam 
berbagai instrumen hak-hak asasi, dalam konteks ini hak-hak 
asasi manusia bersangkut paut mengenai hubungan antara 
warga negara dan negaranya, menyangkut kewajiban negara 
untuk melindungi dan menegakkan hak-hak dasar khusus 
dari warga negara, sebagaimana ditentukan dalam instrumen-
instrumen hak asasi manusia. Banyak hak dasar yang diakui 
dalam konstitusi negara, seperti hak hidup, hak berkumpul 
dalam perserikatan  yang tujuannya tidak merugikan orang lain, 
hak mengungkapkan gagasan yang tidak memfitnah orang lain, 
hak memeluk kepercayaan agama, hak atas milik pribadi, hak 
menuntut keadilan secara hukum, hak atas protes pengadilan 
yang benar.
Penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi 
manusia, bukan sekadar kewajiban moral namun  juga kewajiban 
hukum. Artinya, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia 
sebagai salah satu kriteria pengaturan terhadap hak asasi 
manusia dapat dilihat dari aplikasi hak asasi ini . Hak asasi 
pada tahap pelaksanaannya masuk dalam tataran persoalan 
hukum dan diatur dengan undang-undang. Hal ini berarti bahwa 
penghormatan terhadap hak asasi, merupakan orientasi bagi 
pengaturan hak asasi manusia melalui pembentukan hukum 
yang secara optimal menjamin kehidupan bernegara secara adil 
dan sesuai dengan martabat manusia.
D. Hak Asasi Manusia  dalam Hukum Nasional
1. Pengaturan HAM dalam UUD 1945
Semua hak-hak yang dilindungi dalam deklarasi hak-hak 
asasi manusia sedunia, telah tercantum atau dapat ditafsirkan 
menurut ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945, bangsa 
Indonesia melalui Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 melengkapi 
kekurangan ini  dengan Piagam Hak Asasi Manusia yang 
lalu  dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 
1999 tentang HAM. Dasar pemikiran dikeluarkannya undang-
undang ini yaitu  sebagai berikut.
a.  Tuhan YME yaitu  pencipta alam semesta dengan segala 
isinya
b.  Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk struktur, 
kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh 
Penciptanya untuk menjamin kelanjutan hidupnya
c.  Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan 
martabat manusia, sebab  tanpa hal ini  manusia akan 
kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong 
manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini 
lupus)
d.  Manusia merupakan makhluk sosial maka hak asasi manusia 
yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga 
kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas
e.  Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan 
dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun
f.  Setiap hak asasi manusia menganung kewajiban untuk 
menghormati hak asasi manusia orang lain sehingga di dalam 
hak asasi manusia ada kewajiban dasar.
g.  Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi, 
dan ditegakkan dan untuk itu pemerintah, aparatur 
negara, pejabat publik lainnya memiliki  kewajiban dan 
tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan, 
perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia 
Hal ini sejalan dengan pandangan bangsa Indonesia 
sebagai negara anggota PBB, yang melihat “The Universal 
Declaration of Human Rights 1948” bukan hanya sebagai 
“Statement of objective” semata-mata, akan namun  meyakininya 
sebagai “constitutes an obligation for the members of the 
international community” yang harus dijamin dan ditegakkan.
h.  Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945 
menyempurnakan komitmen Indonesia terhadap usaha  
pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan 
mengintegrasikan ketentuan-ketentuan penting dari 
instrumen-instrumen inter-nasional mengenai hak asasi 
manusia, sebagaimana tercantum dalam Bab XA tentang HAM. 
Perubahan ini  dipertahankan sampai dengan perubahan 
keempat UUD Tahun 1945, yang lalu  disebut sebagai 
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 
1945, yang mengamanatkan pemajuan dan perlindungan 
hak asasi manusia dalam kehidupan warga , berbangsa, 
dan bernegara serta komitmen bangsa Indonesia sebagai 
bagian dari warga  internasional untuk memajukan dan 
melindungi hak asasi manusia, Indonesia perlu menjunjung 
tinggi, melindungi dan menghormati hak asasi manusia.
2. Pengaturan HAM dalam Peraturan Perundang-undangan
Pada tanggal 13 November 1998, MPR mengambil keputusan 
yang sangat penting artinya bagi pemajuan, penghormatan dan 
penegakkan hak asasi manusia yaitu dengan mengesahkan 
Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang 
lampirannya memuat pandangan dan sikap bangsa Indonesia 
terhadap HAM dan Piagam HAM. 
Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 ini  
menyatakan, antara lain, “bahwa Pembukaan Undang-Undang 
Dasar 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan, 
dan kehendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam 
menyelenggarakan kehidupan berwarga , berbangsa, dan 
bernegara” (huruf b) dan “bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian 
warga  dunia patut menghormati hak asasi manusia yang 
termaktub dalam Deklarasi Universal HAM PBB serta instrumen 
internasional lainnya mengenai hak asasi manusia” (huruf c). 
Selanjutnya, Ketetapan MPR ini  menyatakan “bahwa Bangsa 
Indonesia sebagai anggota PBB memiliki  tanggungjawab untuk 
menghormati Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration 
of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya 
mengenai hak asasi manusia 
3. Perlindungan dan Penegakan Hukum terhadap HAM
berdasar UU Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah 
dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata 
Usaha Negara, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya 
ketetapan (beschiking) dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu 
melalui banding administrasi atau usaha  administrasi dan 
melalui peradilan. Menurut Sjahran Basah 
perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua 
non dalam menegakkan hukum. Penegakkan hukum merupakan 
qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum 
itu sendiri, fungsi hukum yang dimaksud yaitu , sebagai berikut.
a. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk 
membentuk warga  yang hendak dicapai dengan tujuan 
kehidupan bernegara.
b. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa
c. Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan, 
keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara 
dan berwarga .
d. Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak 
administrasi negara maupun sikap tindak warga jika  
terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan 
berwarga 
e. Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi 
negara maupun warga jika  terjadi pertentangan hak dan 
kewajiban untuk mendapatkan keadilan.
Penegakan hukum yaitu  proses dilakukannya usaha  
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata 
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-
hubungan hukum dalam kehidupan berwarga  dan bernegara.
4. Pengadilan HAM
Perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia mencapai 
kemajuan saat  pada tanggal 06 November 2000, DPR mengesahkan 
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, 
dan lalu  diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-
Undang ini mengatur tentang adanya pengadilan HAM  ad hoc 
yang berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang 
terjadi di masa lalu. Pengadilan ini merupakan jenis pengadilan 
khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan 
terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus 
sebab  dari segi penanaman bentuk pengadilannya sudah secara 
spesifik memakai  istilah Pengadilan HAM dan kewenangan 
pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM 
berat .
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk 
kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Leste (Timor 
Timur). Dalam praktiknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami 
banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang 
memadainya instrumen hukum. UU No 26 Tahun 2000 ternyata 
belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak 
pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara 
secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan UU 
No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim 
saat  melakukan pemeriksaan di Pengadilan.
E.  Munculnya Hak Asasi Manusia di Pentas Dunia
Antara abad ke-17 dan permulaan abad ke-20, hubungan 
internasional inti pokoknya yaitu  hubungan antara badan-badan 
pemerintahan, yang masing-masing berdaulat atas suatu wilayah 
dan atas penduduk yang tinggal di dalam wilayah itu. Ada tiga ciri 
khas utama dari warga  internasional di masa itu, yakni sebagai 
berikut.
1. Negara hidup dalam keadaan alamiah
warga  internasional merupakan suatu ‘keadaan ilmiah’ 
dalam arti pengertian yang dijelaskan oleh Locke: sebagai suatu 
kondisi di mana ada hukum, meskipun sedikit (diringkas 
menjadi perjanjian yang diadakan secara bebas, dan untuk 
menghukum pelanggaran-pelanggaran yang disebabkan orang 
lain serta menuntut ganti rugi), sedang tidak ada hakim, 
polisi atau parlemen. Menurut Locke juga ‘keadaan alamiah’ 
mudah sekali menjurus kepada suatu keadaan perang di mana 
hukum tidak ada gunanya lagi dan tidak ada kemungkinan 
untuk mengangkat seorang hakim yang tidak memihak kepada 
salah satu pihak yang berselisih, namun  hanya kekuatan saja yang 
berkuasa.
2. Prinsip Resiprositas (perlakuan timbal balik)
Prinsip ini memiliki makna bahwa hubungan antara rakyat 
mematuhi suatu logika yang ketat quid pro quo (membalas 
secara setimpal). Peraturan yang mengatur hubugan sosial  pada 
dasarnya yaitu  perjanjian bilateral dan dalam beberapa keadaan 
bersifat multilateral: namun semuanya berdasar keuntungan 
bersama dari pihak yag melakukan perjanjian. Bilamana 
keuntungan salah satu pihak berkurang maka pihak ini  
berhak membatalkan suatu perjanjian dengan memakai  
clausola rebus sic stantibus (berdasar kekuatan, sekiranya 
ada perubahan yang besar). Jadi pihak yang dirugikan dapat 
membalas terhadap pembatalan itudengan menuntut ganti rugi 
atau kewajiban sangsi, jika ia memiliki  kemampuan politik 
dan milter dan tidak ada negara yang memiliki kekuasaan untuk 
ikut campur 
3. Rakyat dan orang-seorang tidak berarti
Jadi dalam hal ini rakyat dijadikan sebagai obyek yang 
didominasi oleh berbagai raja yang berdaulat. Orang-orang tidak 
begitu terlindungi: namun  hanya sepanjang mereka merupakan 
pancaran dari penguasa mereka. Jadi, peran dan kebebasan  
individu dibatasi oleh penguasa dan berada di bawah penjagaan 
dan perlindungan negara (Antonio Cassese).
Pada dasarnya perubahan pentas HAM di dunia internasional 
pertama kali tahun 1917 dan lalu  di tahun 1945. Yaitu 
sebelum berakhirnya Perang Dunia I dan sesudah  berakhirnya 
Perang Dunia II. Sebelum berakhirnya Perang Dunia I, ada dua 
pemimpin politik besar, yakni Lenin dan Wilson  yang melancarkan 
sebuah semboyan baru: hak rakyat untuk menentukan nasibnya 
sendiri. Namun dari segi ideologi, kedua negarawan itu sendiri amat 
berbeda. Lenin menganjurkan untuk menata kembali kekuasaan 
internasional menurut garis yang baru, yaitu dengan memberikan 
kepada rakyat-rakyat jajahan hak untuk merdeka dan dengan 
demikian hak untuk mengadakan negara, dan memberikan 
kesempatan untuk tunduk kepada kekuasaan pusat yang dimiliki 
bangsa-bangsa lain untuk memperoleh kemerdekaan. Pandangan 
Wilson sangat berbeda, sebab  lebih moderat dan menghormati 
imperium-imperium penjajahan. Wilson mengusulkan untuk 
memberikan kepada rakyat untuk memilih kedaulatan yang 
mereka tentukan sendiri. Jadi pada intinya gagasan Wilson ialah 
memberikan bentuk-bentuk pemerintahan sendiri kepada rakyat 
meskipun tentu saja dalam kerangka pengawasan penjajahan 
yang ada.
sesudah  Perang Dunia II, terjadilah gejala revolusioner besar 
kedua di dalam warga  internasional dengan diluncurkannya 
suatu ajaran hukum alami tentang hak asasi, yang dalam langsung 
berpengaruh terhadap hubungan antara masing-masing negara 
dan warga negaranya. Dan diperkenalkan di beberapa  negara-
negara Barat seperti Perancis, Inggris dan Amerika 
usaha  yang pertama terjadi tahun 1919. saat  konvensi 
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menggariskan sebuah perjanjian 
internasional yang akan meletakkan dasar-dasar suatu 
warga  internasional baru sesudah  bencana Perang Dunia I di 
mana salah satu delegasi Jepang mengusulkan bahwa persamaan 
bangsa merupakan suatu dasar pokok dari Liga Bangsa-Bangsa di 
mana semua warga asing dari negara anggota diperlakukan yang 
sama yang adil dalam segala hal, tanpa mengadakan perbedaan 
apapun, baik dalam hukum dan kenyataan, berdasar 
ras atau kebangsaan mereka. Jadi ringkasnya setiap negara 
anggota katakanlah Inggris, harus mengahapus/menghentikan 
diskriminasi berdasar ras atau kebangsaan, bangsa Polandia 
Yahudi dengan bangsa Polandia tidak Yahudi, dengan tujuan 
untuk menyelesaikan permasalahan di masa depan. Meskipun 
ruang lingkup usulan relatif terbatas, namun telah ditolak oleh 
lawan-lawan Jepang seperti Inggris, Polandia, dan Amerika 
Serikat dengan alasan usulan Jepang ini  membukakan pintu 
bagi kontroversi yang serius dan mencampuri urusan dalam negeri 
dari negara-negara anggota Liga 
 usaha  lain untuk mengemukakan penolakan terhadap 
diskriminasi rasial di tingkat internasional dilakukan pada tahun 
1933 antara warga minoritas Jerman Yahudi dengan warga 
Jerman keturunan Arya. Di mana terjadi diskriminasi persamaan 
hak oleh pemerintahan Jerman di bawah kekuaaan Hitler, 
sehingga permasalahan ini dilaporkan ke Dewan Liga Bangsa-
Bangsa terkait pelanggaran perjanjian Jerman-Polandia tahun 
1922. Jadi dapat dikatakan bahwa di tahun 1933, kedaulatan 
nasional masih tetap menentang perhormatan sepenuhnya 
terhadap hak-hak asasi manusia bagi semua orang. Prinsip 
persamaan yang merupakan dasar sesungguhnya dari segala hak 
dan kebebasan fundamental. Dengan demikian penghormatan 
terhadap hak asasi manusia menjumpai batu penarungnya yang 
pertama dalam sikap Jerman yang tegas yang berpendapat bahwa 
kedaulatan nasional tidak dapat menerima suatu campur tangan 
nasional dalam masalah dalam negerinya. Perpecahan mengenai 
hal ini antara Jerman dan warga  internasional lainnya yang 
lalu  memicu  timbulnya peperangan, yang dengan 
demikian berakhir dengan pertikaian berdarah antara negara 
rasis yang agresif dengan negara yang setia kepada kaidah-kaidah 
hak asasi manusia 
Wujud dari pertikaian yang besar yang menimpa warga  
internasional, maka dengan prakarsa Franklin D. Roosevelt 
mengusulkan agar dunia menerima kebebasan-kebebasan di tahap 
hubungan internasional. Rencana agung yang berjiwa besar ini 
diterima oleh para politisi lainnya lalu  diterjemahkan dalam 
ke dalam norma dan lembaga internasional menjadi tiga ideal 
yang agung, yaitu hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri, 
hak-hak asasi manusia dan paham perdamaian, yang diabadikan 
di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam ini  
tidak kurang dari tujuh rujukan terhadap hak asasi manusia, dan 
pada intinya telah mengemukakan garis besar suatu rencana aksi 
bagi masa depan, meskipun tanpa memberikan komitmen yang 
tegas kepada ngara-negara baik di bidang hak asasi manusia 
maupun di bidang hak rakyat untuk untuk menentukan nasib 
sendiri.
Pada tahun 1948, timbul sebuah proklamasi Deklarasi 
Universal terhadap hak-hak asasi manusia, diiringi pada tahun 
1966 dengan dua buah kovenan PBB. Tahun 1960 diterimalah 
resolusi 1514 (XV) yang terkenal mengenai keerdekaan rakyat-
rakyat jajahan, yang terus terang menegaskan hak rakyat 
menentukan nasibnya sendiri dalam hubungannya dengan 
jajahan-jajahan ini. Pada tahun 1966 kedua kovenan menaikkan 
tingkat menentukan nasib sendiri ke tingkat pernyataan dan 
persyaratan utama dari hak asasi manusia, sehingga di tahun 
1970 terjadi penganugerahan Sidang Umum PBB sehingga hak 
itu dinaikkan tingkatnya menjadi  salah satu dari enam kaidah 
fundamental yang mengatur hubungan persahabatan antar 
negara.
F.  Deklarasi Universal  Hak-Hak Asasi Manusia 
 Jika kita berkaca dari awal mula tonggak berdiri hak-hak asasi 
manusia dengan ditandainya Piagam Magna Charta 1215 dan Bill of 
Rights di tahun 1689. namun  yang paling tegas yang mengumumkan 
suatu konsepsi khusus tentang manusia dan warga  dengan 
ditandai Deklarasi Amerika 1776-1789 dan Deklarasi Perancis 
tahun 1789. Isi utama deklarasi ini yaitu mengembalikan kembali 
hakikat manusia sebagai makhluk yang merdeka. ada beberapa 
isi dari berbagai macam deklarasi hak-hak asasi manusia di dunia, 
diantaranya:
1.  Deklarasi Virginia 1776, yang salah satu isinya: semua orang 
harus mampu dengan bebas memperoleh kebahagiaan.
2. Deklarasi Massachusetts 1780, isinya menyatakan: menikmati 
hak-hak alami mereka dan nikmat-nikmat hidup mereka dalam 
kententraman dan keamanan.
3. Deklarasi Perancis 1789 Pasal 12, memuat tentang jaminan hak-
hak manusia dan warga negara memerlukan suatu kekuatan 
publik, sebab  itu kekuatan seperti itu ditegakkan untuk 
keuntungan semua bukan keuntungan khusus orang.
4. Pasal III Deklarasi Perancis 1789 dan Virginia pasal II, 
menyatakan bahwa sumber kedaulatan pada pokoknya ada 
pada bangsa, tidak ada kelompok, tidak ada orang-seorang, yang 
dapat melaksanakan kekuasaan yang tidak dengan jelas berasal 
dari sana.
5. Deklarasi Pensylvania 1776 pasal V, menyatakan: pemerintah 
yaitu  atau seharusnya didirikan untuk keuntungan bersama, 
penjagaan dan keamanan rakyat, bangsa atau warga  dan 
bukan untuk imbalan atau keuntungan khusus dari seseorang.
6. Deklarasi Maryland 1776 pasal IV, menyatakan bahwa ajaran 
untuk tidak menentang kekuasaan sewenang-wenang dan 
penindasan yaitu  tidak masuk akal, berjiwa budak dan destruktif 
bagi kebaikan dan kebahagiaan manusia (Antonio Cassese, 2005).
Jadi kesemuanya diatas menandakan bahwa manusia dan 
warga  haruslah seperti apa yang diproklamirkan. Untuk menilai  
manusia dan warga , satu-satunya ukuran penilai yang diberikan 
yaitu  penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Kontribusi 
dari deklarasi di atas tidak terlepas dari pemikran para filsuf-filsuf 
tertentu yang mengembangkan beberapa  konsep keadaan alami dan 
keadaan warga  baik itu konsep kontrak sosial warga , 
konsep “watak manusia” yang dibayangkan sebagai sesuatu yang 
tidak berubah dan sama lingkupnya dengan manusia itu sendiri. 
Nama-nama filsuf yang telah memulai atau mengembangkan konsep 
ini yaitu  nama-nama yang terkenal seperti John Locke dari Inggris, 
Montesqueiu, Voltaire dan Rousseau di Perancis, Thomas Paine di 
Amerika Serikat, Kant di Jerman.
Jika melihat perdebatan ke dalam fokus yang lebih tajam dalam 
menyusun Deklarasi Universal, maka kita akan menemukan empat 
kesejajaran yang umum. Pertama, ada sekelompok negara Barat 
yang dari semula telah memimpin, dalam artian menentukan irama 
perdebatan itu, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris Raya, 
diiringi dengan negara-negara lain yang memiliki ideologi politik yang 
sama. Kelompok kedua yaitu negara Amerika Latin yang bertindak 
dengan semangat dan persatuan yang cukup besar. Kelompok 
ketiga, terdiri dari negara Eropa sosialis yang bersatu dan tidak mau 
mengalah dan satu-satunya persatuan yang mampu menentang tesis-
tesis Barat dengan tangguh dan kuat. Kelompok keempat ada 
negara-negara Asia yang tidak terlalu berpengaruh. Meskipun yang 
menentukan keempat kelompok ini, tapi pada dasarnya pertentangan 
utama antara Eropa Barat dan Sosialis. Tesis-tesis Barat ditujukan 
untuk memperluas pada skala dunia prinsip-prinsip yang suci dari 
ketiga negara demokrasi itu darimana berasal dan perkembangan 
hak asasi manusia, diantaranya negara Amerika Serikat, Inggris 
Raya, dan Perancis (Antonio Cassese, 2005).
Pada dasarnya negara-negara inilah yang mengusulkan di-
proklamasikannya di tingkat antar pemerintah, konsepsi-konsepsi 
hukum alami yang telah memberi inspirasi kepada teks-teks politik. 
namun  ada satu yang paling penting yang harus ditekankan, bahwa 
Deklarasi itu dirumuskan dan dengan dorongan pesan Roosevelt tahun 
1941. Hanya pada dalam tahap yang kedua, dengan memperhatikan 
sikap permusuhan negara-negara sosialis dan dengan tekanan yang 
kuat dari negara-negara Amerika Latin, setuju untuk memasukkan 
Deklarasi Universal beberapa  hak-hak ekonomi dan sosial. 
sedang negara-negara sosialis dengan ketidakpastian yang 
cukup besar dan keragu-raguan yang banyak, mereka setuju untuk ikut 
serta dalam membuat draft Deklarasi segera sesudah  mereka melihat 
bahwa Barat bersedia untuk menerima beberapa  hak ekonomi dan 
sosial. Dengan demikian negara sosialis ikut serta dalam membuat 
draft Deklarasi itu. Adapun ada beberapa hak yang dimasukkan 
ke dalam Deklarasi oleh kaum sosialis, diantaranya prinsip 
persamaan (yaitu dihapuskannya diskriminasi berdasar ras, jenis 
kelamin, warna kulit, bahasa, agama, asal usul nasional, hak milik, 
kelahiran, dan status lainnya), hak untuk memberontak menentang 
penguasa yang menindas, hak untuk ikut serta demonstrasi di jalan, 
hak kelompok minoritas, hak untuk menentukan nasib sendiri bagi 
bangsa-bangsa terjajah, hak para pekerja untuk memiliki surat kabar 
dan penerbitan.
Suatu garis kebijakan lain dari negara sosialis, yang juga 
bertujuan untuk memakai  Deklarasi sebagai suatu senjata  
untuk mengkritik negara-negara Barat, berupa tuntunan untuk 
melaksanakan yang telah disebutkan dalam Deklarasi ini . 
sebab  di negara kapitalis, baik dahulu maupun sekarang  selalu 
ada kontradiksi yang menonjol antara apa yang dikatakan dalam 
Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia dengan kenyataan.
G.  Kandungan Deklarasi HAM
Menurut Rene Cassin, ada empat ruang lingkup Deklarasi 
Universal Hak asasi manusia antara lain sebagai berikut. 
1. Hak-hak pribadi, berupa hak persamaan, hak hidup, hak 
kebebasan, keamanan, dll (pasal 3-11).
2. Hak-hak yang dimiliki individu dalam hubungannya dengan 
kelompok sosial di mana ia ikut serta, seperti hak kerahasiaan 
kehidupan keluarga dan hak untuk kawin, kebebasan bergerak 
di dalam maupun di luar negara nasional, untuk memiliki 
kewarga negaraan, untuk mencari tempat suaka dalam keadaan 
adanya penindasan, hak untuk memiliki  hak milik, dan untuk 
melaksanakan agama (pasal 12-17).
3. Kebebasan-kebebasan sipil dan hak-hak politik yang dilaksanakan 
untuk memberikan saham bagi pembentukan instansi-instansi 
pemerintahan atau ikut serta dalam pembuatan keputusan, seperti 
kebebasan berserikat, berfikir, hak memilih dan dipilih, hak untuk 
menghubungi pemerintah dan badan-badan pemrintahan  umum 
(pasal 18-21).
4. Hak-hak yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi dan sosial, 
seperti hak beroperasi dalam bidang hubungan-hubungan 
perburuhan dan produksi, dalam bidang pendidikan, hak untuk 
bekerja dan mendapat jaminan sosial dan hak untuk memilih 
pekerjaan secara bebas, untuk mendapat upah yang sama atas 
kerja yang sama, hak untuk membentuk dan ikut serta dalam 
serikat-serikat buruh, hak untuk beristirahat dan bersenang-
senang, memperoleh jaminan kesehatan, pendidikan, dan 
hak untuk ikut serta secara bebas dalam kehidupan budaya 
warga  (pasal 22-27) 
5. Jika menilik sejarah, secara jelas Deklarasi merupakan sebuah 
kemenangan besar bagi Barat. Ia menandai tercapainya impian 
besar Franklin D. Roosevelt: untuk melihat diproyeksikannya 
kepada situasi dunia beberapa idea agung menurut ajaran 
demokrasi liberal Barat. Namun jika diperhatikan dengan teliti, 
jelas bahwa Deklarasi itu tidak perlu dianggap sebagai sebuah 
kemenangan yang terlalu banyak makan korban. Sudah pasti 
ia merupakan sebuah kemenangan sesungguhnya bagi Barat, 
namun  ia juga merupakan kemenangan bagi negara-negara lain, 
terutama sekali merupakan kemenangan bukan murni bagi 
umat manusia keseluruhan. Seperti telah dikatakan sebelumnya 
negara-negara sosialis tidak menganggap Deklarasi itu sebagai 
suatu perintah suci yang berlaku bagi semua, akan namun  hanya 
sebagai sebuah senjata dalam perang dingin, suatu senjata untuk 
menyerang Barat. Tapi bagimanapun juga Deklarasi memiliki 
pengaruh positif pada Dunia Ketiga, di mana saat  berbagai 
negara bekas jajahan mulai memperoleh kemerdekaan, Deklarasi 
ini sudah bertindak sebagai bintang pedoman, sebagai suatu 
petunjuk mengenai tatanan negara yang sesuai dengan martabat 
manusia .
Deklarasi universal merupakan buah dari beberapa ideologi 
yang di mana ada titik temu bermacam-macam konsepsi 
tentang manusia dan warga . Tidak adanya retorika dalam 
Deklarasi Universal disebabkan oleh keperluan untuk berbicara 
kepada miliaran orang. Terlepas dari celah kekurangan dari 
Deklarasi ini, di satu sisi memiliki suatu keuntungan yang sangat 
luar biasa besarnya yang merupakan salah satu faktor yang 
mempersatukan umat manusia. Deklarasi telah mengumumkan 
serentetan ketentuan yang harus diperhatikan seluruh umat 
manusia.
Jadi Deklarasi secara tidak terasa telah menghasilkan 
banyak pengaruh praktis yang kebanyakan dilihat dalam jangka 
panjang. Deklarasi yaitu  suatu parameter pokok yang dipakai 
warga  internasional untuk mendelegitimasikan negara. 
Sebuah negara secara sistematis menginjak Deklarasi secara 
otomatis tidak dianggap dan tidak pantas untuk disetujui oleh 
warga  dunia. 
Suatu masalah terakhir yang perlu diperhatikan yaitu  
apakah sesudah  bertahun-tahun lamanya diproklamasikan. 
Apakah Deklarasi itu sekarang telah ketinggalan zaman? Jika 
dipandang dari banyak segi, Deklarasi memang telah ketinggalan 
zaman, namun dari segi lain, masih tetap sahih. Deklarasi tidak 
menggambarkan nilai dan praktik kontemporer dalam hal ia 
tidak memberikan persetujuan kepada rakyat untuk menentukan 
nasib sendiri (yang diproklamasikan tahun 1960, 1966, dan 1970 
dalam tindakan khidmat dari Sidang Umum), Deklarasi juga 
tidak menyetujui ‘hak petisi’ bagi pelanggaran korban hak asasi 
manusia, kecuali dalam bentuk yang tidak langsung dan berbelit-
belit. Deklarasi juga tidak mengakui hak kelompok dan rakyat 
tertindas untuk mengadakan perlawanan bersenjata terhadap 
suatu rezim yang menindas jika  tidak ada lagi cara yang damai 
untuk memperoleh hak asasi mereka. Namun bagaimanapun, hal 
ini untuk sebagiannya telah diperbaiki deklarasi, kovenan atau 
konvensi selanjutnya. biasanya Deklarasi merupakan 
bintang pedoman yang telah membimbing warga  secara 
berangsur-angsur keluar dari abad kegelapan 
H.  Apakah Hak-Hak Asasi Benar-benar Universal 
Berbicara masalah keuniversalan Hak-Hak Asasi Manusia 
memang menjadi sebuah pertanyaan internasional, sebab  akan 
berbicara masalah keanekaragaman ideologi dari setiap negara 
untuk mengakui cocok tidaknya Deklarasi Hak Asasi Manusia 
diberlakukan, sebab  dokumen-dokumen ini  banyak disusun 
oleh negara-negara bermacam ragam jenisnya: ada negara industri, 
ada negara berkembang, negara partai tunggal, negara banyak partai, 
dan negara dengan sistem pemerintahan yang berbeda. Sehingga 
akan timbul pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap negara. 
namun  terlepas dari berbagai macam pandangan dari setiap negara, 
pada kenyataannya tetap bahwa Deklarasi dan Kovenan itu telah 
memberikan peraturan-peraturan yang memiliki  ruang lingkup 
universal sepanjang ada hubungan dengan terobosan untuk menjadi 
sahih bagi semua negara di dunia dan memberikan keuntungan 
bagi lima miliar penduduk bumi. ada beberapa titik utama 
dari berbagai negara di dunia untuk mencapai penyatuan dunia, di 
antarannya:
1. ada perbedaan yang besar dalam konsepsi filsafat hak-hak 
asasi
Negara-negara Barat dengan ulet sekali selalu 
mempertahankan pandangan hukum alami mereka tentang hak 
asasi, sedang bagi negara sosialis hak-hak asasi manusia 
itu hanya ada dalam warga  dan dalam negara dan hanya 
sebatas kemana dia diakui secara khusus.
2. Perbedaan berkenaan dengan konsepsi budaya dan agama
Bagi negara Barat, memproklamirkan hak-hak asasi manusia 
terutama sekali menjaga lingkungan individu terhadap kekuasaan 
yang congkak dari sebuah negara yang invasive. sedang bagi 
negara sosialis, kebebasan individu hanya dapat diwujudkan 
dalam sebuah warga  di mana kelas-kelas yang terikat oleh 
sistem produksi kapitalis tidak ada lagi, sehingga individu dapat 
berpartisispasi penuh tanpa ada kendala atau ketidaksamaan 
dalam kehidupan warga .
3. Perbedaan masalah konsepsi antara tradisi Barat dan Asia
Dalam konsepsi Buddha, warga  memiliki pola seperti 
keluarga, di mana kepala keluarga sebagai pemegang wewenang, 
seperti Bapak dalam keluarga dengan kekuasaannya. Begitu juga 
dengan agama Hindu yang terkenal dengan sistem kastanya., 
sedang di Afrika, seorang kepala suku sebagai pemegang 
tonggak kekuasaan 
Dalam pandangan sosialis, dalam hal untuk menyetujui setiap 
perangkat peraturan atau standar mengenai kategori hak-hak asasi 
manusia yang akan diakui maka negara-negara yang berdaulat 
agar memberikan ruang yang cukup bagi individu dalam sistem 
internal dari masing-masing negara. Jadi warga  internasional 
tidak dapat lagi campur tangan dalam masalah itu, hanya negara 
berdaulatlah yang bisa memutuskan. Ini bertentangan dengan 
prinsip utama hukum internasional, yaitu larangan ikut campur 
dalam masalah-masalah urusan dalam negeri. Sementara menurut 
pandangan Barat, hak untuk memeriksa dari luar ini (menyetujui) 
dapat dilaksanakan melalui pembentukan mekanisme monitoring 
internasional, yang tujuannya meyakinkan suatu negara benar-benar 
melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional yang dipikulnya. 
Namun sesudah  terjadinya perdebatan, pembicaraan, dan perundingan 
yang berkepanjangan, negara Sosialis akhirnya menerima gagasan 
Barat bahwa mekanisme internasional diperlukan untuk menjamin 
sekurang-kurangnya menggalakkan dan memberikan penghormatan 
tentang hak-hak asasi manausia. 
Perbedaan yang tajam lainnya juga antara Timur dan Barat 
ialah berkenaan dengan konsepsi tentang hubungan antara hak asasi 
manusia dan mempertahankan perdamaian. Bagi negara-negara 
sosialis, penjagaan hak asasi manusia merupakan salah satu cara 
untuk meningkatkan dipertahankannya hubungan damai antara 
negara-negara. Dimulainya dengan argumentasi yang dikemukakan 
pada akhir Perang Dunia II dan dikodifikasikan dalam Piagam 
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sementara pandangan Barat secara 
radikal berbeda. Bagi negara Barat, keperluan untuk menjamin 
penghormatan bagi martabat manusia selalu menonjol. Bagi negara 
Barat keseimbangan untuk menghormati masalah-maslah dalam 
negeri dari negara lain, kecuali dalam kasus pelanggaran negara 
secara serius, sistematis, dan besar-bessaran, maka intervensi negara 
lain atau badan internasional menjadi suatu tempat untuk diterima.  
Perbedaan selanjutnya yaitu berkenaan hubungan antara dua 
kelas hak-hak asasi manusia, yaitu hak politik dan sipil di satu pihak 
dan hak ekonomi, sosial dan budaya di lain pihak. Menurut negara 
berkembang dan beberapa negara sosialis lainnya yaitu  kelompok 
kedua ini merupakan kelompok yang pantas dimenangkan dalam 
aksi internasional. sedang negara-negara Barat cenderung untuk 
menekankan hak-hak sipil dan politik, disebab kan hak-hak ini 
merupakan puncak dalam sejarah mereka yang merupakan lambang 
negara modern.
ada beberapa perbedaan yang berkenaan hak-hak asasi 
tertentu antara negara-negara Barat dan Negara berkembang dan 
Sosialis. Seperti kebebasan bergerak, bagi negara Barat kebebasan 
bergerak merupakan salah satu pokok hak asasi individu yang 
merupakan manifestasi hak kepribadian. Bebas bergerak di 
lingkungan nasional, seperti memilih tempat tinggal, memilih sekolah, 
dan mencakup kebebasan pergi ke luar negeri. sedang bagi 
negara sosialis dan berkembang, bahwa adanya batasan ruang gerak 
yang diatur oleh negara terhadap individu, dengan sebuah alasan 
politik dan ideologi. Ada juga perbedaan mengenai hak pengguanaan 
teknologi dan hak-hak untuk berkembang.
Secara berangsur-angsur telah timbul sebuah inti terbatas 
dari nilai kriteria secara individual diterima oleh semua negara, 
diantaranya:
1. ada suatu konsensus mengenai urutan kepentingan secara 
relatif dari berbagai hak, yang berkenaan dengan kebutuhan pokok 
dari setiap manusia seperti hak untuk hidup, dan keamanan, 
hak untuk bekerja, memiliki  rumah yang layak, memperoleh 
makanan dan pemeliharaan kesehatan, hak untuk berkumpul, 
hak untuk berpendapat, dll.
2. Adanya konsensus bahwa pelanggaran-pelanggaran yang paling 
gawat terhadap hak asasi manusia yaitu  pembunuhan massal, 
diskriminasi rasial, praktek penyiksaan, dan menolak untuk 
mengakui hak rakyat untuk menentukan nasib dirinya sendiri.
Terjadinya persamaan pandangan terkait hubungan antara 
perdamaian dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia 


GENOSIDA DAN KEJAHATAN APARTHEID 
A.  Genosida
Istilah genosida Raphael Lemkin tahun 1944, akibat dari 
kekejaman Nazi di Eropa Timur. Tapi sebelum kasus Nazi, 
istilah genosida dihubungkan dengan penaklukkan. Seperti kasus 
pemusnahan kaum Arab pada perang salib, penghancuran bangsa-
bangsa Amerika Latin yang dikikis habis oleh penakluk Spanyol. 
namun  pemusnahan manusia terburuk dan sistematis dilakukan 
oleh orang Turki terhadap kaum Armenia pada tahun 1915-1916 dan 
pemusnahan orang Yahudi dan Jipsi tahun 1939-1945 oleh orang-
orang Nazi. Perang hanyalah merupakan salah satu dari faktor yang 
memicu  kebencian yang telah berkobar untuk waktu yang cukup 
lama. Pemicu utama lahirnya kejahatan terhadap manusia yaitu  
beberapa perbedaan yang sangat mendasar seperti perbedaan etnis 
(pembunuhan massal orang Armenia), perbedaan ideologi (rasisme 
anti semit Yahudi di Jerman), dan perbedaan agama 
Konvensi dibentuk pada tahun 1946-1948 di bawah tekanan 
kelompok Yahudi sebagai tanggapan akan perlakuan kejahatan 
manusia. Konvensi ini menyatakan  bahwa genosida merupakan suatu 
kejahatan internasional yang dapat dihukum baik yang dilakukan di 
masa perang atau damai terhadap kelompok nasional, etnis, rasial, 
atau agama. Jadi dalam konvensi ini  memaknai genosida yaitu 
membunuh atau merusak terhadap anggota kelompok tertentu dengan 
sayarat yaitu  dolus atau keinginan untuk menghancurkan (Antonio 
Cassese, 2005). Ada dua pembatasan yang serius terhadap konvensi 
ini . Yang pertama yaitu dolus atau itikad jahat yang selalu 
diisyaratkan sebagai suatu unsur pokok genosida. Hal ini memberikan 
jalan keluar yang mudah bagi negara yang melakukan kejahatan 
manusia dengan mengklaim bahwa tidak ada unsur kesengajaan, 
inilah yang pembelaan dilakukan oleh Turki pada tahun 1985 dalam 
hubungannya dengan pembunuhan massal orang Armenia di tahun 
1914-1915, Paraguay tahun 1974 dengan tuduhan penghancuran 
penduduk etnis Guayaki, dan Brasil tahun 1969 dengan tuduhan 
penghancuran penduduk asli negara ini .
Pembatasan lain yang benar-benar tidak bisa dimaafkan yaitu  
berupa tidak tidak efisiennya sama sekali mekanisme penegakan 
hukum, di mana yang seharusnya menjamin dihormatinya larangan-
larangan yang sudah ditentukan dalam konvensi. Siapakah yang 
menjatukan hukuman terhadap pihak yang melakukan genosida, 
siapa yang berhak menuduh sebuah negara melakukan kejahatan 
genosida, ini masih tidak ada titik terang dalam konvensi. Sehingga 
konvensi lebih bnayak hanya catatan protes menentang tinakan-
tindakan kebuasan individu atau kelompok di masa lalu daripada 
sebuah mekanisme yang efektif untuk mencegah atau menekannya 
sesudah  tahun 1948, telah terjadi tiga perkembangan penting 
dalam konvensi internasional yang ditandatangani 96 negara 
sekarang ini, yaitu:
1. Secara berangsur-angsur terbentuknya suatu peraturan umum 
atau konvensional genosida yang bersifat mengikat semua negara, 
bahkan negara yang belum meratifikasi konvensi ini .
2. Kemajuan peraturan umum yang dibuat memperoleh tingkatan 
yang lebih tinggi daripada kebanyakan norma internasional 
yang lain. Bisa dikatakan hukum yang dominan yang harus 
didahulukan dari peraturan internasional lainnya.
36 ---
3. Genosida itu sudah ditingkatkan ke dalam kategori tindakan 
kriminal negara yang bersifat internasional dengan akibat 
bahwa reaksi terhadap tindakan itu mungkin berbeda dari reaksi 
terhadap tindakan atau kesalahan biasa lainnya.
Sejak disetujuinya konvensi ini , ada berbagai kasus 
genosida yang muncul yang terjadi di dunia ketiga, diantaranya:
1. Tahun 1960, tentara Kongo telah membantai ratusan Baluba di 
provinsi Kasai selatan akibat dari krisi politik dalam negeri.
2. Tentara Pakistan Timur tahun 1971 membantai penduduk daerah 
yang sekarang menjadi Bangladesh.
3. Tahun 1970-1974 di Paraguay ribuan Indian Ache saat  
bertentangan dengan pihak yang berwenang.
4. Tahun 1971-1978 rezim Idi Amin di Uganda telah membunuh 
ribuan orang sipil, termasuk banyak musuh politik. 
5. Antara tahun 1975-1978 di Kamboja Khamer Merah Pol Pot telah 
menghancurkan kira-kira 2 juta orang diantaranya kelompok 
etnis dan agama seperti Champs dan para Biksu. 
6. Tahun 1982, terjadi pembunuhan massal terhadap orang Palestina 
telah dilakukan di Libanon dan pasukan Kristen Falangis di 
kamp-kamp palestina di Sabra dan Shatika.
Antara tahun 1986-1987 di Sri Langka terjadi tindakan kekerasan 
dan genosida dilakukan terhadap orang Tamil oleh mayoritas  Singhala 
Adapun perhatian yang dilakukan warga  internasional 
sebagai tanggapan terhadap berbagai kasus pembunuhan massal 
ini sayang sekali semuanya terlalu sedikit. Tanggapan internasional 
yang paling halus saat  terjadi perdebatan mengenai pelanggaran 
berat yang dilakukan oleh suatu negara, seperti kasus genosida di 
Kongo, Palestina, dan Pakistan. 
Jika kita memandang kembali melalui sejarah, fakta pertama 
yang menarik perhatian kita yaitu  bahwa di masa lalu penyiksaan 
itu memiliki peranan yang berbeda dan makna yang berbeda pula. 
Selama berabad-abad itu dibenarkan secara hukum dengan tujuan 
untuk memperoleh bukti dari tertuduh dalam perkara kejahatan, 
dengan pengertian sebagai bukti dari bentuk hukum. Jadi siksaan 
itu dipakai  tanpa pandang bulu yaitu dalam hubungannnya setiap 
kejahatan yang serius. Walaupun seiring berkembangnya zaman, 
sedikit demi sedikit penyiksaan itu mulai menghilang dari pengadilan 
dan berangsur-angsur dilarang pada kebanyakan negara maju.
namun  di zaman modern, penyiksaan terulang kembali, dengan 
bentuk dan tujuan sedikit agak berbeda, walaupun secara pasti 
tidak diterima dalam kitab hukum pidana negara dan terutama 
sekali di luar pengadilan. Seperti yang diungkapkan oleh amnesti 
internasional dengan jelas sekali bahwa penyiksaan telah memiliki  
suatu tujuan terutama dipakai  sebagai mekanisme untuk menekan 
pembangkangan politik dan idelogi. Pendeknya, penyiksaan itu 
merupakan wajah otoriterisme yang paling tidak wajar dan kejam. 
Penyiksaan telah dan masih tetap merupakan suatu gejala massal 
seperti di Argentina, Cile, Bolivia, Paraguay, Uruguay, Guiena, Afrika 
Selatan, Yunani, Turki, Uni Soviet dan negara otokrasi lainnya, serta 
beberapa negara yang menganut paham demokrasi seperti Inggris 
dan Perancis.
Ada lima bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh bebrapa negara 
dewasa ini, yaitu:
1. Untuk jangka waktu yang lama mereka tidak diberi makan dan 
minum
2. Tidak boleh tidur
3. Disuruh berdiri lurus selama berjam-jam sebelum diintrogasi
4. Kepala ditutup saat proses interogasi. lalu  disiksa selama 
berjam-jam lamanya selama diinterogasi dengan suara yang 
bernada tinggi untuk menjadikan meraka pusing 
Ada tiga tingkat tindakan yang berbeda-beda dalam menekan 
penyiksaan: tindakan oleh pemerintah, oleh hakim domestik dan 
kelompok atau swasta. Dari ketiga tingkat tindakan dalam mengatasi 
kekerasan, tindakan oleh pemerintah dalam menekan penyiksaan 
walaupun sukar. Alasannya penyiksaan ini dilakukan hampir 
seluruhnya dengan perintah atau persetujuan pemerintah namun  
persis pemerintah inilah bersama-sama dengan negara-negara yang 
tidak melakukan tindakan itu untuk melarangnnya. Harus ada sejenis 
pembatasan diri dengan dibuatnya sebuah undang-undang atau 
peraturan internasional hanya mengikat negara yang melakukannya.
Sampai sekarang ini larangan terhadap penyiksaan telah 
dinyatakan telah dinyatakan dalam berbagai peraturan internasional 
yang bersifat umum seperti dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia 1948 dan Kovenan PBB tentang Hak-Hak Sipil 
dan Politik tahun 1966. namun  yang lebih efektif yaitu  peraturan-
peraturan internasional yang telah dipilih negara-negara secara 
khusus membicarakan masalah penyiksaan, seperti di tahun 1975 
dalam sidang PBB menyetujui cara konsensus sebuah deklarasi yang 
bertujuan melarang penyiksaan
Di sini ada suatu perjanjian yang amat maju, yakni Konvensi  
1950 tentang HAM, pasal 3 yang mengandung sebuah larangan umum 
bagi penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi 
atau merendahkan. Juga adanya mekanisme jaminan internasional 
(the European Commision and Court of Human Rights atau Komisi 
Eropa dan Pengadilan Hak Asasi Manusia) yang telah melakukan 
tindakan efektif dibidang ini. Dalam beberapa kasus, kedua badan ini 
telah menyimpulkan bahwa negara yang dituduh itu memang benar-
benar telah melakukan tindakan yang salah seperti kasus perkara 
Irlandia Utara, kasus di Turki, kasus Tyrer di mana Inggris Raya 
dituduh melanggar persyaratan Konvensi Eropa tentang HAM di 
pulau Man tentang hukuman yang tidak manusiawi dan melecehkan 
dan pelanggaran yang lainnya 
Dua dari sekian banyak organisasi yang memiliki kontribusi dalam 
menyelesaikan perkara penyiksaan, yaitu Amnesti Internasional 
yang berpusat di London dan Komisi Ahli Hukum Internasional yang 
berpusat di Jenewa. Yang ini  pertama telah melaksanakan kerja 
dengan baik dengan berhasil menyelidiki kebenaran tuduhan-tudahan 
dan bukti serta mengumumkan semua fakta yang kelihatannya dapat 
dibenarkan. Di mana hasil penyelidikan yang tepat telah dipakai  
untuk mendesak pejabat pemerintah yang bersangkutan untuk 
membebaskan para korban penyiksaan. 
B.  Kejahatan Apartheid
Apartheid merupakan suatu sistem politik dan sosial yang tidak 
waras dan memberi cap pada setiap orang sejak lahir dengan hukum 
yang didasarkan pada warna kulit. Kriteria warna kulit membagi 
warga negara menjadi kelas satu, dua, tiga dan empat (kulit Putih, 
Berwarna, Asia dan Hitam). Perbedaan kelas ini  mencolok dari 
cara orang kulit Hitam yang tidak diberi hak untuk memberikan 
suara dalam pemilihan umum, tidak dapat ikut serta dalam serikat 
kerja atau partai politik kulit Putih, tidak dapat masuk bioskop 
atau restoran yang sering didatangi orang kulit Putih, bahkan dari 
data statistik menunjukkan hubungan antara kulit Putih dengan 
kulit Hitam: ada 100.000 orang kulit Putih yang tamat belajar 
sedang kulit Hitam hanya 2.000 orang, dalam ekonomi kulit 
Hitam menduduki 5 persen kerja terampil dan merupakan 99 persen 
tenaga kerja tidak terampil.        
Kelahiran sebuah sistem sosial di Afrika Selatan yang 
bertentangan dengan prinsip-prinsip utama peradaban modern dan 
ideal-ideal Kristiani ini  disebab kan adanya segregasi ras yang 
diperkenalkan tidak lama sesudah  dibentuknya Uni Afrika Selatan 
pada tahun 1910. Sedini tahun 1911, the  Mines Works Act (Akta 
Tambang dan Kerja) melembagakan adanya diskriminasi di tempat 
kerja dengan mengkhususkan kerja-kerja tertentu bagi orang kulit 
Putih saja. Diikuti tahun 1914 dengan Akta Tanah yang melarang 
orang kulit Hitam membeli tanah di luar daerah cadangan dan 
demikian meletakkan dasar bagi pemisahan ras atas dasar teritorial. 
Perwujudan terakhir dari sistem diskriminasi ini yaitu  dengan 
diperkenalkannya istilah “apartheid” dan peraturan segregasi 
sosial. Bahkan pada tahun 1959, segregasi meluas kepada olahraga 
dan pendidikan tinggi. Dari sederatan perundang-undangan ini, 
terwujudlah apartheid secara pasti yang dengan jelas memperlihatkan 
bahwa segregasi ini  bertentangan dengan setiap prinsip etika 
ada beberapa pengamatan mengenai segregasi ras yang 
terjadi di Afrika Selatan. Pertama, kandungan perundang-undangan 
yang dipertahankan oleh banyak pemimpin Afrika Selatan yang 
mengemukakan bahwa orang kulit Hitam di Afrika Selatan dipandang 
dari segi materi lebih baik hidupnya daripada yang hidup di negara-
negara Afrika yang lain. Namun kenyataannya tidaklah demikian. 
Orang kulit Hitam di Afrika Selatan dianggap makhluk “hina”. 
Kedua, berkaitan dengan pilihan alat untuk mengharuskan apartheid, 
yaitu perundang-undangan yang lebih dilihat sebagai alat kontrol 
sosial. Ketiga, adanya pembangunan suatu warga  yang secara 
sistematis dan menyeluruh dibagi oleh dinding yang sangat tinggi dan 
dibangunnya suatu dunia di mana komunikasi sosial ada dalam 
saluran-saluran yang ditentukan dengan kaku 
Ada beberapa unsur mengapa Afrika Selatan berangsur-angsur 
mengubah dirinya menjadi negara rasial yang radikal, yakni sifat 
sejarah, keagamaan dan ekonomi. Dari faktor sejarah, permukiman 
Belanda di Afrika Selatan merupakan manifestasi khas dari 
kolonialisme kulit Putih yang mendominasi perbudakan terhadap 
penduduk pribumi oleh pihak kolonis. Unsur kedua, adanya penekanan 
dari Calvinisme dan Gereja Reformasi Belanda. Tonggak rasisme lain 
yaitu  dogma “nasib ganda” yang mengatakan bahwa masing-masing 
dari kita dilahirkan dengan stempel kebaikan atau stempel kehinaan. 
Terakhir, adanya motivasi dari segi ekonomi di mana jika ada 
suatu ras yang dianggap rendah, maka akan lebih mudah untuk 
mewajibkan tugas-tugas yang hina, berat dan tidak enak. Jika buruh 
murah tidak tersedia, maka penambangan emas akan sulit untuk 
dilakukan dan tidak akan memberikan sumbangan yang besar pada 
perkembangan industri di Afrika Selatan.
PBB pernah merundingkan masalah apartheid antara tahun 
1946 dan 1951 namun hanya dari segi pandangan diskriminasi 
terhadap warga negara yang berasal dari India dan Pakistan. Baru 
mulai tahun 1952, PBB melakukan penangangan terhadap apartheid 
sebagai perlawanan total terhadap hak-hak asasi manusia mayoritas 
penduduk Afrika Selatan walaupun dengan hasil yang masih minim. 
Satu-satunya tindakan yang mungkin dapat menghancurkan sistem 
segregasi itu yaitu  dengan mengadakan sanksi ekonomi besar-
besaran terhadap Afrika Selatan yang dilakukan oleh semua negara. 
Namun, cara ini sekali lagi tidak memberi pengaruh yang signifikan. 
Adanya seruan dan kutukan PBB ternyata mulai terasa di luar Afrika 
Selatan, yang pada akhirnya memberi tekanan pada Afrika Selatan 
yang mulai mengambil langkah untuk menghapus beberapa sistem 
segregasi ras. Selain itu, organisasi-organisasi antarpemerintah 
mulai terlibat dalam aksi yang lebih efektif yang disebabkan 
adanya keinginan yang lebih besar dari negara-negara Barat untuk 
melakukan protes menentang kebijakan yang dipraktikkan di Afrika 
Selatan 
Pada tanggal 25 Oktober 1982 dalam tulisan Robert McNamara 
disebutkan adanya tanda bahaya yang memberikan peringatan 
bahwa jika  tidak diambil langkah-langkah pencegahan dengan 
segera maka Afrika Selatan mungkin akan menjadi “Timur Tengah 
tahun 1900-1an”. Namun, apa yang dikatakan oleh McNamara tidak 
didengarkan oleh minoritas kulit Putih Afrika Selatan. 
ada dua proyek politik yang dikemukakan untuk mencegah 
situasi yang dikemukakan oleh McNamara, yakni yang dibuat oleh 
Pieter Botha dan elite kulit Putih yang dipimpinnya. Serentetan 
tanda bahaya telah meyakinkan minoritas kulit Putih Afrika Selatan 
akan perlunya suatu “strategi gerakan”. Tanda-tanda yang dimaksud 
antara lain: penindasan penduduk non-kulit putih yang terjadi di 
Sharpeville (1960) dan Soweto (1974), hilangnya daerah penyangga 
yang melindungi Afrika Selatan dari “serangan” negara-negara 
Afrika kulit Hitam (dari runtuhnya Imperium Portugis di Angola 
dan Mozambik (1974), lalu  berakhirnya supremasi kulit Putih 
di Rhodesia (1980) dang sekarang kemerdekaan Namibia (1990), dan 
pengisolasian internasional yang semakin berkembang. Oleh sebab  
itu, partai yang memerintah Afrika Selatan memulai suatu proyek 
politik yang berputar di sekitar gagasan-gagasan berikut:
1. Memperlunak apartheid secara berangsur-angsur
2. Menciptakan wilayah geografis di mana masing-masing kelompok 
etnis Berwarna dapat melakukan perkembangan secara terpisah.
3. Mengadakan federasi antara Bantustan dan negara kulit Putih 
dalam kerangka warga  yang lebih luas.
Namun, proyek ini memiliki  kecacatan yang sangat serius 
sebab  pada pokoknya semua kekuasaan yang sesungguhnya berada 
di tangan kulit Putih. Oleh sebab  itu, proyek ini merupakan suatu 
“penyelesaian” yang sudah pasti akan dibuang oleh tekanan dalam 
negeri dan internasional .
Di sisi lain, ada proyek politik radikal dari mayoritas 
warga  internasional dan juga ANC di Afrika Selatan dengan 
tujuan utamanya yaitu  menghancurkan apartheid dengan segera 
dan memperkenalkan prinsip “satu orang satu suara” di mana 
penduduk kulit Hitam akan mengambil alih kedudukan sebagai 
mayoritas. Namun, pada akhirnya usaha -usaha  ini  selalu gagal.
Ada ketergantungan besar dari Negara Besar Barat terhadap Afrika 
Selatan, yakni: untuk barang tambang yang memiliki kepentingan 
strategi khusus, berbagai negara Afrika sangat bergantung pada 
Afrika Selatan dalam berbagai hal (90% dari perdagangan Zimbabwe), 
didirikannya pemerintahan kulit Hitam sebagai ganti pemerintahan 
kulit Putih di Zimbabwe tahun 1980 tidak memberikan contoh yang 
menggembirakan sebab  minoritas kulit putih yang menentang 
prospek yang diajukan oleh orang kulit Hitam dengan cara apapun. 
Ada penyelesaian lain yang tampaknya lebih moderat, didukung 
di dalam Afrika Selatan antara lain oleh Partai Progresif Federal 
yang dipimpin oleh orang kulit Putih Helen Suzman. Pada intinya, hal 
ini akan berakibat pada diruntuhkannya apartheid secara langsung. 
Akan namun  sampai pada tahap ini mungkin diajukan keberatan 
bahwa perlindungan yang dijamin dari hak milik malah akan lebih 
memperjelas ketidaksamaan yang ada. berdasar pidato-pidato 
Presiden de Klerk (di depan Parlemen tanggal 2 Februari 1990) 
dan pidato Nelson Mandela (Cape Town tanggal 11 Februari 1990) 
kelihatannya sekarang ini seakan-akan tidak ada satu penyelesaian 
yang memberi hasil yang efektif. Perundingan antara pemerintahan 
de Klerk dan ANC mungkin dapat memberi tanda dihapuskannya 
apartheid yang buruk. Bentuk pemerintahan atau konstitusi yang 
paling sesuai dengan Afrika Selatan pada tahun 1990-an merupakan 
masalah yang tampaknya tidak akan mendapat persetujuan dari 
semua pihak. Kedua pihak ini  masing-masing memiliki 
pengritik yang tajam dan perbedaan-perbedaan ideologis, rasial dan 
kesukuan tidak akan mudah diselesaikan. Meskipun konflik-konflik 
kelihatannya tidak dapat diselesaikan, namun prospek perundingan 
yang sekarang ini memberikan secercah harapan.
C.  HAM di Argentina
Antara tahun 1976 sampai 1983 ada peristiwa-peristiwa 
buruk yang menyangkut masalah kemanusiaan yang terjadi di 
Argentina. Hampir dalam kurun waktu tujuh tahun kediktatoran 
mungkin dapat memberi penjelasan terhadap suatu pertanyaan 
yang sangat penting yakni mengenai: bagaimana suatu sistem 
demokrasi dapat atau seharusnya bereaksi terhadap tidak adanya 
perikemanusiaan? Bagaimana ia sepatutnya menghukum pihak yang 
tidak bersalah? Apa yang seharusnya menjadi tujuan hukuman itu, 
untuk menegakkan keadilan atau mencegah kembalinya kebiadaban?
Junta militer pertama yang berkuasa di Argentina pada tahun 1976 
dibentuk untuk menghadapi masalah terorisme. Untuk menghadapi 
gerombolan-gerombolan subversif sayap kiri atau “para teroris” 
yang telah menghancurkan negara (terutama menyerang angkatan 
bersenjata dan kepolisian), junta militer dibentuk dalam suatu 
jaringan yang lebih luas daripada pusat operasi dan tempat-tempat 
penahanan yang bersifat bawah tanah. Junta ini  bertujuan 
untuk menghancurkan gerombolan-gerombolan subversif untuk 
selama-lamanya. Dengan memakai  cara yang sama dengan yang 
dipakai  oleh teroris, kekuatan-kekuatan bawah tanah ini terdiri 
dari anggota-anggota militer dan beroperasi di luar sistem hukum. 
Pasukan-pasukan bawah tanah memakai  cara-cara yang tidak 
dapat dibenarkan oleh hukum kriminal manapun. Mereka menerkam 
secara tiba-tiba terhadap setiap orang yang dicurigai melakukan 
tindakan teoris, atau terlibat langsung mampun tidak langsung, 
dalam gerombolan-gerombolan subversif dan lalu  menahan 
mereka. Komando-komando bawah tanah ini lebih suka beroperasi 
di malam hari dengan pakaian sipil tanpa meninggalkan bekas atau 
tanda .
Orang-orang yang ditahan dibawa ke kamp-kamp penahanan 
bawah tanah untuk diinterogasi dan diperlakukan dengan kasar 
dan disiksa dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai 
tindakan-tindakan subversif lain dan juga untuk menyebarluaskan 
rasa takut. Hampir selalu, sesudah  disiksa, orang-orang yang ditahan 
itu dibunuh dan atau dilemparkan ke laut dari pesawat terbang atau 
helikopter.
Pada masa-masa keemasan aktivitas bawah tanah yang terjadi 
antara tahun 1976 dan 1979, setidaknya 8.960 orang dilaporkan hilang. 
Anggota yang terlibat dalam berbagai tahap operasi bawah tanah 
(dalam penangkapan, penahanan, penyiksaan atau “menghilangkan” 
orang-orang yang dicurigai subversif) ini  berjumlah 1.300 orang 
yang hampir semuanya terdiri dari anggota angkatan bersenjata dan 
kepolisian.
Di Argentina, segala sesuatu dilakukan di luar hukum dan 
tanpa catatan tertulis. Militer Argentina lebih menyukai melakukan 
bergerak di bawah tanah dan secara tidak legal. Mereka beroperasi 
dalam suatu dimensi yang seluruhnya berbeda dengan dimensi dari 
negara demokrasi modern yaitu dimensi yang seluruhnya bersifat 
sewenang-wenang. Selain itu, mereka ingin bertindak dalam bentuk 
sedemikian rupa sehingga tidak meninggalkan bukti tertulis apapun 
mengenai tindakan-tindakan mereka.
Berita mengenai “hilangnya orang secara terpaksa” seringkali 
terdengar sampai ke luar negara Argentina. Namun, reaksi yang 
ditunjukkan oleh PBB lagi-lagi memiliki  kekurangan sebagai 
ciri khas badan-badan internasional. Terlepas dari kekurangan 
dan keterbatasan kekuasaan yang dmilikinya, organisasi dunia itu 
tetap memiliki  batas tertentu dalam mempengaruhi pendapat 
umum. Adanya tindakan yang mengagumkan dari ibu-ibu “Plaza de 
Mayo” setidaknya memberi pengaruh sebab  dari tindakan ini  
sebagaimana Pengadilan Federal dalam putusannya tahun 1985 
mulai dari tahun 1979 dan seterusnya terjadi penurunan jumlah 
orang menghilang yang pada akhirnya berhenti sama sekali pada 
tahun 1980, bahkan sebelum kediktatoran mengalami kejatuhan.
Pada masa pemerintahannya, Alfonsin memiliki  keberanian 
untuk menyingkapkan kediktatoran dan menghukum pihak-pihak 
bersalah yang terjadi pada tradisi sebelumnya. Tindakan pertamanya 
yaitu  dengan membatalkan undang-undang penenangan 
nasional yang disahkan oleh junta militer keempat pada tanggal 
22 Semptember 1983. Kedua, yaitu  dengan mendirikan Komisi 
Nasional untuk Orang yang Hilang yang terdiri dari tokoh-tokoh 
yang bertugas mengumpulkan bukti-bukti dari ‘orang yang hilang” 
dan melaporkannya dalam jangka waktu delapan bulan. Ketiga, 
memperbaiki Kode Keadilan Militer Argentina dengan berbagai 
cara. Perubahan terbesar yaitu  membatasi kompetensi pengadilan 
militer, memperbolehkan naik banding di depan pengadilan pidana 
federal terhadap putusan yang diberikan “Dewan Tertinggi Angkatan 
Bersenjata”.
Seperti yang diketahui bahwa gerakan bawah tanah yang 
didirikan di Argentina antara tahun 1975 dan 1980 merupakan hasil 
dari rekayasa para pemimpin militer walaupun pelaksanaannya 
dilakukan oleh personil bawahan. Di Argentina, ada dilema antara 
penghormatan terhadap pihak yang berkuasa atau penghormatan 
kepada pendapat dan martabat yang bebas dari individu. Menghadapi 
hal itu, Alfonsin melakukan tindakan yang dibagi dalam dua tahap. 
Pertama, melakukan beberapa perubahan dalam Hukum Keadilan 
Militer dan kedua yaitu  membenarkan undang-undang itu. Menurut 
Pasal 514 Hukum Pengadilan Militer Argentina, menyebutkan bahwa 
kepatuhan tidak dapat membenarkan dilakukannya tindak kriminal 
terhadap kemanusiaan. Hal itu berati, yang menjadi bawahan dari 
sebuah sistem yang mengharuskan kepatuhan tanpa pandang bulu 
kepada perintah yang datang dari atas, harus dibebaskan (Antonio 
Cassese, 2005).
Dari argumentasi Alfonsin yang menyetujui perundang-undangan 
ini  setidaknya dapat diperoleh suatu pemahaman mengenai 
pertimbangan yang dipaksakan oleh kebutuhan politis, yakni antara 
“memaafkan” 250 orang penjahat dan bahaya perang saudara yang 
mengiringi kemungkinan digulingkannya demokrasi. namun  apa yang 
sama sekali tidak dapat diterima yaitu  usaha  untuk membenarkan 
perbedaan mengenai pertanggungjawaban dari tindak kejahatan yang 
dilakukan berdasar perintah atasan (antara pemimpin militer di 
satu pihak) dan bawahan (mulai dari brigadir jenderal ke bawah). 
HAM DALAM DUNIA KONTEMPORER
A.  Pendahuluan
Kasus-kasus mengenai pelecehan hak asasi manusia seperti 
yang terjadi dan dibahas pada bab sebelumnya dalam buku ini sudah 
relatif jarang terjadi. Pada masing-masing kasus itu diperlihatkan 
bagaimana fakta-fakta bertentangan dengan peraturan-peraturan itu, 
atau menentang pemakaiannya secara efektif. Jika melihat kembali 
masalah-masalah ini , pasti akan muncul reaksi kenalurian 
yang mempertanyakan kegunaan semua proklamasi universal hak-
hak asasi manusia atau semua peraturan hukum dan konvensi 
internasional yang mengubah proklamasi itu menjadi hukum positif.
saat  merenungkan masalah-masalah seputar pelanggaran hak-
hak asasi, ada dua rekasi yang harus dihindari yakni memikirkan 
masalah sehingga akan menimbulkan timbulnya rasa penderitaan 
yang pasif sedang yang lain yaitu  tumbuhnya rasa kepercayaan 
yang lebih dengan suatu keyakinan dan harapan palsu bahwa hak-
hak asasi manusia lambat laun akan menang. Reaksi salah arah yang 
pertama itu yaitu  dengan mencari jalan keluar yang mudah. Di sisi 
lain juga ada pemikiran yang salah bahwa hak-hak asasi manusia 
merupakan sejenis agama baru yang universal. Dengan mundurnya 
agama-agama besar banyak orang berharap untuk mendirikan suatu 
agama baru yang non metafisik dan tidak bersifat ukhrawi.
Jadi bagaimana cara yang benar dalam memandang hak-
hak asasi manusia itu? Sebagai etos yang baru dan sebagai suatu 
perangkat yang sangat penting dari ajaran sekuler humanitarian, 
yang tidak dibebani mitos, meskipun berdasar ideal-ideal utama 
dari agama tradisional dengan mengambil gagasan-gagasan utama 
dari Filsafat Barat. Etos baru ini dimaksudkan untuk menyatakan 
penolakan terhadap tatanan bilogis alami. Memang, alam didominasi 
oleh kekejaman, tidak memperhatikan individu, ketidakadilan, 
keagresifan dan berkuasanya yang kuat atas yang lemah. Konsep hak 
asasi direkayasa untuk menentang kecenderungan ini , untuk 
menegaskan dan memproklamasikan bahwa ada ajaran-ajaran 
yang harus diikuti dengan tujuan untuk memaksa dan mendominasi 
naluri alami. Hak asasi manusia dari satu segi dipandang sebagai 
usaha  oleh manusia untuk menjadikan manusia sebagai makhluk 
sosial yang menang terhadap manusia sebagai “binatang alami” 
Dengan demikian, hak-hak asasi manusia berdasar suatu 
keinginan yang ekspansif untuk mempersatukan seluruh dunia dengan 
membuat suatu daftar pedoman bagi semua pemerintahan. Semuanya 
itu merupakan usaha  untuk menyoroti nilai-nilai (penghormatan 
terhadap martabat manusia) dan kebalikannya (peniadaan martabat 
itu) yang dijadikan sebagai parameter bagi semua negara untuk 
mengukur tindakannya. Singkatnya, hak asasi manusia yaitu  usaha  
oleh dunia kontemporer untuk memasukkan suatu kadar rasio ke 
dalam sejarah.
B.  Penghormatan