Home » hak asasi manusia 1 » hak asasi manusia 1
Jumat, 26 Januari 2024
Ditinjau dari istilah yang ditemukan dalam literatur, HAM
merupakan terjemahan dari “droits de I’homme” dalam bahasa
Perancis yang berarti hak manusia, atau dalam bahasa Inggrisnya”
dan dalam bahasa Belanda disebut “mensenrechten”(Halili, 2016).
Pengertian hak asasi manusia menurut Deklarasi Universal
HAM yaitu hak untuk kebebasan dan persamaan dalam derajat
yang diperoleh sejak lahir serta tidak dapat dicabut dari seseorang.
sedang UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, didefinisikan
sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, oleh sebab itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi
atau dirampas oleh siapapun. Pengertian hak asasi manusia
ini sekurang-kurangnya mengandung tiga hak elementer
yang tidak boleh dicabut dari seseorang sebagai individu
yakni hak untuk hidup, hak untuk tidak dianiaya, dan adanya
kebebasan. Disamping itu ada hak ekonomi, sosial dan budaya
yang dimiliki setiap orang sebagai anggota warga dan tidak
dapat dikesampingkan bagi martabat manusia dan kebebasan
dalam mengembangkan kepribadiannya.
2. Sejarah Perjuangan HAM
Tinjauan historis perjuangan HAM secara terpadu dimulai di
Inggris dengan dirumuskannya hak asasi manusia pada piagam
Magna Charta pada tahun 1215, isu pokoknya yaitu kewenangan
harus mewujudkan dan sekaligus harus memberikan perlindungan
atas hak-hak asasi baik hak politik, ekonomi sosial dan individu,
sebab itu perlu ditekankan bahwa sejak kelahirannya pemikiran
dan gerakan HAM tidak pernah dimaksudkan untuk memberikan
kebebasan atau hak otonomi individual tanpa batas di luar sistem
kehidupan yang menjamin hak-hak ini . Pada intinya, Magna
Charta memaksa Raja untuk tidak melakukan pengambilan hasil
bumi tanpa persetujuan kaum bangsawan dan pimpinan gereja,
untuk tidak menuduh, menangkap, menahan seseorang tanpa
pengadilan yang dapat dipercaya, jika orang telah ditahan
atau dirampas miliknya akan segera mendapat ganti rugi dan
rehabilitasi, rumusan ini bertujuan untuk membatasi tindakan
sewenang-wenang dari Raja.
Pada masa Raja William, parlemen berhasil meyakinkan raja
akan hak-hak parlemen yang dimuat dalam Bill of Rights tahun
1689, yang berisi ketentuan bahwa Raja harus memerintah sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh parlemen, hak individu
diakui seperti hak mengajukan petisi, hak untuk berdebat
bebas dalam parlemen dan larangan terhadap hukuman yang
berlebihan. Perkembangan yang terjadi di Inggris lalu
diikuti oleh bangsa Amerika dengan merumuskan Virgina Bill of
Rights dan Declaration of Independent pada tahun 1776. Deklarasi
ini memuat bahwa semua orang diciptakan sama, dikaruniai oleh
pencipta mereka hak-hak tertentu yang tidak dapat diganggu
gugat, bahwa diantaranya yaitu hak hidup, kebebasan, dan
pengejaran kebahagiaan. Untuk menjamin hak-hak ini dibentuk
pemerintahan diantara orang-orang, yang memperoleh kekuasaan
mereka yang adil dengan izin dari yang diperintah
Perkembangan selanjutnya terjadi di Perancis yang dipelopori
oleh pemikiran-pemikiran dari J.J Rousseau dan Lafayette pada
tahun 1789. Perjuangan mereka melahirkan “La Declaration
des droits de I’homme et du Citoyen” yang pada pokoknya berisi
penghapusan pemerintahan feodal dan penindasan terhadap hak
asasi manusia. Proses selanjutnya sesudah berakhirnya peraang
dunia kedua negara-negara yang menang dalam perang dunia
kedua, secara bersama-sama mendirikan PBB memperjuangkan
piagam “resfec for human right and for fundamental freedom”
yaitu penghormatan atas hak-hak asasi manusia dan kebebasan
fundamental. Puncak dari perjuangan HAM ini akhirnya
melahirkan pernyataan hak asasi manusia sedunia atau dikenal
dengan “The Universal Declaration of Human Rights”, sifatnya
universal dan diterima secara aklamasi oleh negara-negara
anggota dalam persidangan Majelis Umum PBB pada tahun 1948
3. Perjuangan HAM di negara-negara Berkembang
Bagi negara-negara berkembang, persoalan hak asasi
manusia biasanya selalu terkait dengan masalah
demokrasi dan pembangunan di negaranya masing-masing.
Pemikiran negara-negara berkembang tentang hak asasi manusia
tercermin dalam pandangan mereka bahwa dengan terpenuhinya
hak-hak pembangunan, berarti hak-hak asasi manusia sudah
terpenuhi. Hak pembangunan ini oleh negara-negara berkembang
telah dijadikan alasan untuk berkiprah di dunia internasional,
menentang kolonialisme dalam bentuk lain dan berusaha
melakukan perombakan tatanan kehidupan nasionalnya masing-
masing. Melalui hak pembangunan di bidang politik warga negara
dapat memakai hak asasi manusia melalui pendirian partai-
partai politik dan melalui hak pembangunan di bidang sosial
ekonomi, warga negara dapat memakai hak ini untuk
kepentingan kesejahteraannya.
Di negara-negara berkembang tampaknya ada kesepakatan
mengenai universalitas nilai-nilai etis hak-hak asasi manusia,
namun kesepakatan ini sejauh menyangkut hak-hak asasi
yang berhubungan dengan hak hidup, hak milik, hak melawan
penyiksaan dan pembunuhan yang sewenang-wenang, tentang
hak ini negara-negara berkembang sama-sama menyetujui,
meskipun orientasinya berbeda, namun mereka percaya
bahwa hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar
umumnya berlandaskan standar penghormatan pada martabat
dan keutuhan pribadi manusia, perlindungan hak asasi manusia
harus didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu seperti tidak
pilih kasih, objektif dan tidak memihak, hak-hak asasi manusia
tidak dapat dipisah-pisahkan dan saling berkaitan, kepedulian
pada hak-hak asasi manusia tidak seharusnya dipakai sebagai
persyaratan dalam hubungan-hubungan ekonomi internasional
Kebanyakan negara berkembang juga berpandangan bahwa
perlindungan dan penetapan hak-hak asasi manusia seharusnya
disesuaikan dengan kenyataan historis, politik, ekonomi, sosial,
agama, dan kebudayaan negara yang bersangkutan. Disamping
itu, kebanyakan negara berkembang mempertimbangkan
perlunya negara mengusahakan keseimbangan antara hak-hak
dan kebebasan-kebebasan perorangan dan kewajiban-kewajiban
kepada warga dan negara.
4. Pemikiran Filosofis tentang HAM
Hukum alam sebagai ide keadilan dikemukakan oleh
Ernerst Barker’s. Sumbangan terbesar mazhab hukum alam
yaitu validitas universalnya yang terletak pada dasar-dasar
pemberlakuan hukum yang diberikannya terhadap sistem hukum,
serta sebagai landasan bagi konstitusi banyak negara. Hukum
alam juga memberika dasar moral terhadap hukum, sebagai
sesuatu yang tidak mungkin dipisahkan dari hukum selama
hukum itu diterapkan terhadap manusia.
Menjamin peradaban dan kesejahteraan manusia yang
merupakan tujuan dasar hak asasi manusia, menurut Plato hanya
akan tercapai kalau negara dapat melaksanakan ide keadilan,
yaitu setiap warga negara mendapatkan kedudukan yang sesuai
dengan kemampuannya dan dengan itu mereka masing-masing
menjalankan segala apa yang menjadi kewajiban atau tugasnya.
Dengan kata lain, keadilan akan tercapai bila ada keteraturan
dalam warga , dimana masing-masing dapat menghargai
hak-hak orang lain.
Filsuf lain seperti Aristoteles memberi pemikiran terhadap
perlindungan hak asasi manusia, menurut Aristoteles, kriteria
kebaikan negara terletak pada kenyataan apakah negara
menguntungkan bagi seluruh warga , sebab negara yang
hanya menguntungkan penguasa yaitu negara yang jelek. Susaha
negara itu mengabdi kepada warga , menurut Aristoteles,
negara harus diatur sebaik mungkin dengan konstitusi dan hukum
yang menjamin warga negara bersama-sama mencapai optimum
kesejahteraan. Terselenggaranya negara hukum yang berusaha
menggerakkan hak asasi manusia khususnya berlangsung dalam
negara-negara demokrasi Yunani dan Republik Romawi Kuno
Thomas Aquinas menekankan peranan hukum bagi
kehidupan bernegara, sebab hanya dalam negara hukum dapat
ditegakkan harkat dan martabat manusia dan manusia dapat
hidup secara manusiawi dalam warga . Menurutnya, tugas
pokok negara melalui aturan hukumnya berusaha menciptakan
warga yang sejahtera, adil, aman, dan damai. Negara
harus selalu bertindak sesuai dengan hukum kodrat manusia,
semua hukum positif buatan negara harus mengkonkritkan
hukum kodrat. Sebagai konsekuensinya, tindakan negara yang
bertentangan dengan hukum kodrat tidak wajib ditaati oleh warga
negara. jika penguasa menyalahgunakan kekuasaan untuk
keuntungannya sendiri atau melanggar kewajibannya terhadap
rakyat, maka rakyat berhak memecatnya.
Pemikiran Machiavelli, Bodin, dan Hobbes sangat berarti
dalam mendorong perkembangan negara teritorial di Eropa pada
abad ketujuh belas, dimana kekuasaan Raja yang dibatasi oleh
hak-hak kaum bangsawan dan gereja berubah menjadi otoritas
menyeluruh sebagai monarki absolut. Selama abad pertengahan,
warga di Eropa diatur dalam suatu sistem hak-hak yang
diimbangi oleh kewajiban-kewajiban yang sesuai. Patut diketahui
bahwa dalam abad ketujuh belas itu bangsa Eropa tampil sebagai
penjajah di berbagai penjuru dunia. Dalam hal ini pasti rakyat
jelata biasanya menjadi korban kesewenang-wenangan,
diperas, diteror, dan diinjak-injak hak-hak asasinya untuk
kepentingan para penguasa .
Menghadapi belenggu sosial yang demikian, dikembangkan
konsepsi tentang hak-hak asasi individu yang tak boleh diganggu
gugat. Konsep ini berkembang pesat di Eropa dan Amerika Utara
abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas berpengaruh luas
aliran filsafat pencerahan dengan tokoh-tokohnya John Locke di
Inggris, Voltaire dan Rousseau di Perancis, Immanuel Kant di
Jerman, Benyamin Franklin dan Thomas Jefferson di Amerika
Utara. Aliran pencerahan sangat menekankan peranan akal budi
untuk mencerahkan kehidupan manusia. Semua manusia pada
hakikatnya diciptakan merdeka dan sama derajatnya. Akan
namun dalam kenyataan, dalam warga justru kebebasan
terbelenggu dan prinsip kesederajatan manusia diingkari, hal itu
bertentangan dengan hak kodrati manusia. sebab itu manusia
harus dikembalikan kepada kodratinya yakni keadaan bebas,
merdeka, dan memiliki kesamaan.
Reruntuhan perang dunia kedua yang tak mempedulikan
hak asasi manusia dan merendahkan harkat manusia, seruan
hak asasi manusia yang tetap membahana meyakinkan kaum
intelektual bangsa-bangsa betapa penting dan mendesaknya
segera menyadarkan setiap orang untuk menghormati dan
melindungi hak asasi manusia di muka bumi secara internasional.
saat diusulkan untuk memaklumkan The Universal Declaration
of Human Right 1948 sebagian besar negara yang menjadi anggota
PBB menyetujui.
5. Pemikiran Teoretis tentang HAM
Secara teoretis, pengertian konseptual hak asasi manusia
dalam sejarah instrumen hukum internasional setidak-tidaknya
telah melampaui tiga generasi perkembangan. Generasi pertama,
konsepsi HAM pada naskah The Universal Declaration of
Human Rights oleh PBB tahun 1948, sesudah sebelumnya ide-
ide perlindungan HAM tercantum dalam naskah bersejarah di
beberpa negara, seperti di Inggris dengan Magna Charta dan
Bill of Rights, di AS dengan Declaration of Independence, dan di
Perancis dengan Declaration of Rights of Man and of the Citizens.
Dalam konsepsi genarasi pertama, konsepsi HAM mencakup soal
prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip
kebebasan sipil dan politik.
Generasi kedua, adanya International Covenant on Civil
and Political Rights, konsepsi HAM mencakup usaha menjamin
pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi,
sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak
untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam
penemuan ilmiah, dll. Puncak perkembangan kedua ini tercapai
dengan ditandatanganinya International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights pada tahun 1966 ,
lalu pada tahun 1986, muncul pula konsepsi baru hak
asasi manusia yaitu mencakup pengertian mengenai hak untuk
pembangunan atau rights to development. Hak atas atau untuk
pembangunan ini mencakup persamaan hak atau kesempatan
untuk maju yang berlaku bagi segala bangsa, termasuk hak
setiap orang yang hidup sebagai bagian dari kehidupan bangsa
ini . Hak untuk atau atas pembangunan antara lain meliputi
hak untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan, hak
untuk menikmati hasil-hasil pembangunan ini , menikmati
hasil-hasil dari perkembangan ekonomi, sosial dan kebudayaan,
pendidikan, kesehatan, distribusi pendapatan, kesempatan kerja,
dll. Konsepsi inilah diebut para ahli sebagai generasi konsepsi
HAM Generasi Ketiga.
Konsep dan prosedur hak asasi manusia, mau tidak mau
harus dikaitkan dengan sekurangnya tiga persoalan penting.
Pertama, struktur kekuasaan dalam hubungan antar negara
yang dewasa ini dapat dikatakan sangat timpang, tidak adil, dan
cenderung hanya menguntungkan negara-negara maju ataupun
negara-negara yang menguasai dan mendominasi proses-proses
pengambilan keputusan dalam berbagai forum dan badan-badan
internasional, baik yang menyangkut kepentingan-kepentingan
politik maupun kepentingan-kepentingan ekonomi dan
kebudayaan. Kedua, struktur kekuasaan yang tidak demokratis
di lingkungan internal negara-negara yang menerapkan sistem
otoritarianisme yang hanya menguntungkan segelintir kelas
penduduk yang berkuasa ataupun kelas penduduk yang menguasai
sumber-sumber ekonomi. Ketiga, struktur hubungan kekuasaan
yang tidak seimbang antara pemodal dengan pekerja dan antara
pemodal beserta manajemen produsen dengan konsumen di setiap
lingkungan dunia usaha indsutri, baik industri primer, industri
manufaktur, maupun industri jasa.
Konsepsi hak asasi manusia yang pada awalnya menekankan
pada hubungan vertikal, terutama dipengaruhi oleh sejarah
pelanggaran hak asasi manusia yang terutama dilakukan oleh
negara, baik terhadap hak sipil-politik maupun hak ekonomi, sosial,
dan budaya. Hal ini dapat dilihat dari rumusan-rumusan dalam
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik, serta Kovenan Internasional tentang
Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang merupakan pengakuan
negara terhadap hak asasi manusia sebagaimana menjadi
subtansi dari ketiga instrumen ini . Konsekuensinya, negara
lah yang terbebani kewajiban perlindungan dan pemajuan hak
asasi manusia .
B. Teori-teori tentang Hak Asasi Manusia
1. Pandangan Penganut Hukum Alam
Pandangan penganut hukum alam terhadap hak asasi
manusia sebagai hak kodrati dapat dipahami dari ajaran John
Locke tentang kehidupan manusia. Menurut John Locke manusia
sejak lahir memiliki kebebasan penuh dan sempurna. Manusia
bebas untuk bertindak dengan tidak terikat oleh sesuatu apapun.
Keadaan manusia yaitu keadaan yang sepenuhnya bebas
mengatur tindakan yang dianggap pantas bagi dirinya sendiri
tanpa harus tergantung pada kehendak atau kemuan orang lain.
John Locke berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai
oleh alam hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan
harta yang merupakan milik mereka sendiri dan tidak dapat
dipindahkan atau dicabut oleh negara. Hak-hak ini sifatnya
kodrati artinya:
a. Kodratlah yang menciptakan dan mengilhami akal budi dan
pendapat manusia.
b. Setiap orang dilahirkan dengan hak-hak kodrati ini .
c. Hak-hak kodrati itu dimiliki manusia dalam keadaan alamiah
dan lalu dibawanya dalam hidup berwarga .
2. Pandangan Penganut Positivisme Hukum
Positivisme yaitu aliran filsafat yang mengatakan bahwa
pengetahuan sejati hanya berasal dari data-data atau fakta-
fakta dalam pengalaman indrawi. Positivisme hukum mendapat
pembenaran fundamentalnya dari ajaran John Austin dan Hans
Kelsen. Hal ini terlihat dari adanya tiga hal pokok ajaran John
Austin tentang hukum. Pertama, hukum merupakan perintah
penguasa (law is a command of the law gived), jadi hukum dipandang
sebagai perintah dari pihak pemegang kekuasaan tertinggi
(kedaulatan). Kedua, hukum merupakan sistem logika yang tetap
dan tertutup. Pandangan ini mendapat pengaruh yang kuat dari
cara berpikir sains modern, dimana ilmu dianggap sebagai bidang
penyelidikan mandiri yang objeknya harus dipisahkan dari nilai.
Ketiga, hukum positif harus memenuhi beberapa unsur, yaitu;
perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
Demikian pula dengan ajaran Hans Kelsen tentang hukum
yang pada pokoknya mencakup tiga hal. Pertama, hukum sebagai
sistem tertutup atau sistem hukum murni. Maksudnya hukum
harus bersih dari anasir-anasir yang bukan hukum, seperti etika,
sosiologi, politik, ekonomi dan sebagainya. Jadi hukum harus
dibebaskan dari unsur moral. Kedua, hukum sebagai keharusan
(sollens kategori), artinya orang mentaati hukum sebab memang
mereka harus mentaatinya sebagai perintah negara, kelalaian
terhadap perintah itu akan menimbulkan sanksi. Ketiga,
hukum sebagai kesatuan peringkat yang sistematis menurut
keharusan tertentu, dimana aturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi.
Dari sudut analisis ilmu hukum, perbedaan pokok antara
penganut mazhab hukum alam dengan positivisme hukum
dalam menyikapi hak-hak asasi manusia, terletak pada sumber
diperolehnya hak asasi ini . Jika penganut hukum alam
mengemukakan gagasan mereka bahwa hak asasi berasal
dari Tuhan, penganut positivisme hukum berpendapat bahwa
eksistensi dan isi hak hanya dapat diberikan oleh negara
3. Pandangan Penganut Sosialisme-Marxisme
Konsep sosialis tentang hak-hak asasi bersumber pada ajaran
Karl Marx dan Frederick Engels dalam bukunya yang terkenal
“Das Capital” jilid I terbit tahun 1867, jilid II tahun 1885 dan jilid
III tahun 1894 yang diterbitkan oleh Frederick Engels sesudah
Karl Marx meninggal.
Pandangan Marx terhadap negara, ia menolak paham bahwa
negara mewakili kepentingan seluruh warga . Menurut
Marx negara dikuasai oleh dan berpihak pada kelas atas,
tindakan negara selalu akan menguntungkan kelas atas. Biarpun
negara mengatakan bahwa ia yaitu milik semua golongan dan
kebijaksanaannya demi kepentingan seluruh warga , namun
sebenarnya negara melindungi kepentingan kelas atas semata-
mata.
Pandangan sosialis yang dipelopori oleh Karl Marx dan Engels
tidak menekankan hak terhadap warga , namun menekankan
kewajiban kepada warga . Atas dasar itu konsep sosialisme
Marx mendahulukan kemajuan ekonomi daripada hak-hak
politik dan hak-hak sipil, mendahulukan kesejahteraan daripada
kebebasan. Penganut sosialisme Marx, melihat bahwa hak-hak
asasi bukan bawaan kodrat manusia seperti ajaran hukum kodrat,
namun setiap hak warga negara termasuk apa yang disebut dengan
hak asasi manusia bersumber dari negara. Pandangan Marxisme
sama dengan pandangan positivisme hukum yaitu negaralah yang
menetapkan apa yang merupakan hak
4. Pandangan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia memandang hak asasi manusia sebagai
hak dasar seluruh umat manusiatanpa ada perbedaan. Mengingat
hak asasi merupakan anugerah dari Tuhan YME, pengertian hak
asasi yaitu hak sebagai anugerah Tuhan yang melekat pada diri
manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi serta berkaitan
dengan harkat dan martabat manusia, setiap manusia diakui dan
dihormati memiliki hak asasi yang sama tanpa membedakan
jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan
politik, status sosial dan bahasa, serta status lain.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung pemikiran
bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan YME dengan menyandang
dua aspek, yaitu aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas
(warga ), oleh sebab itu kebebasan setiap orang mengemban
kewajiban mengakui dan menghormati hak-hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tataran
manapun, terutama negara dan pemerintah. Dengan demikian,
negara dan pemerintah bertanggungjawab untuk menghormati,
melindungi, membela dan menjamin hak asasi setiap warga
negara dan penduduknya tanpa diskriminasi
HAM menurut bangsa Indonesia yaitu pemberian Tuhan
YME, negara Indonesia mengakui bahwa sumber hak asasi
manusia yaitu karunia Tuhan. Tegasnya HAM bukan pemberian
negara akan namun pemberian Tuhan YME, negara hanya
menetapkan norma-norma hukum yang mengikat warganya
untuk melindungi hak asasi dari tindakan sewenang-wenang, dan
eksistensi hak asasi manusia mendapat pengakuan secara moral
dan hukum .
5. Konsep Hak-hak Kodrati Menurut Pandangan Penganut
Hukum Alam
Mazhab modern hukum alam ditandai dengan lahirnya tulisan-
tulisan filsuf Kristiani yang dipelopori oleh Thomas Aquinas Menurutnya hukum alam merupakan bagian dari hukum
Tuhan yang dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia.
Manusia dengan kebebasan akal budinya mampu mengambil
sikap untuk mengikuti atau menolaknya.
Grotius mengemukakan ciri-ciri hukum alam sebagai berikut.
a. Hukum alam berasal dari Tuhan yang kehendaknya tertulis
dalam benak dan jiwa manusi, jadi apa yang diperlihatkan
Tuhan sebagai kehendaknya itulah hukum.
b. Hukum alam merupakan hukum tertinggi sebab hukum alam
yaitu perintah Tuhan yang berisi prinsip-prinsip keadilan.
c. Hukum alam yaitu struktur rasional, maksudnya sebagai
tuntutan akal budi sampai tingkat tertentu hukum alam
mencerminkan kodrat atau hakikat manusia yang rasional ,
d. John Locke merupakan pendukung terkemuka hak-hak
kodrat, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, Locke
berargumentasi bahwa semua individu dikaruniai oleh alam
hak yang inheren atas kehidupan, kebebasan dan harta yang
merupakan milik mereka sendiri, tidak dapat dipindahkan
atau dicabut oleh negara. jika penguasa memutuskan
kontrak sosial dengan melanggar hak-hak kodrat individu,
mereka yang menyerahkan itu, bebas untuk menyingkirkan
penguasa dan menggantinya dengan penguasa lain yang dapat
menjamin dan melindungi hak-hak warganya. Walaupun
mengikuti arah utama teori kontrak sosial sebagaimana
dikemukakan oleh John Locke, Rousseau mengatakan bahwa
hukum kodrati tidak menciptakan hak-hak kodrati individu,
melainkan menganugerahi kedaulatan yang tidak bisa dicabut
Pandangan terhadap individu sebagai makhluk yang otonom
oleh Immanuel Kant (1724-1804 M) dalam ajarannya tentang etika
dan imperatif kategoris dalam bukunya “Grundlegung”, bahwa
pada hakikatnya manusia yaitu merdeka dan sederajat sejak
lahir. Oleh sebab itu manusia tidak boleh dilakukan sewenang-
sewenang.
Pada abad ke depalan belas, hak-hak yang dirasionalkan melalui
kontrak sosial, dilengkapi dengan konsep etik dan utilitarian.
Konsep atau ajaran filsafat utilitarianisme dipelopori oleh Jeremy
Bentham dan John Stuar Mild. Ide pokok utilitarianisme yaitu
warga harus diatur dengan baik, kalau institusi-institusi
yang berkepentingan dibentuk sedemikian rupa, sehingga
menghasilkan kepuasaan sebesar mungkin bagi banyak orang.
Prinsip utilitarianisme, yaitu hak asasi manusia harus dihormati
dan dilindungi, sebab hak ini melekat pada manusia bukan
sebab diberikan oleh suatu lembaga atau negara.
6. Rasionalisasi Hak-hak Kodrati ke dalam Hukum Positif
Tahap-tahap perkembangan hak asasi manusia dari hukum
alam ke hukum positif, sebagaimana dikemukakan oleh Nickel merujuk pada tataran-tataran moral dan politik.
Tataran yang paling abstrak dan paling filosofis diantaranya
yaitu tahap awal dimana hak ini dirumuskan dengan
mempertahankan prinsip-prinsip transhistoris tentang moralitas
dan keadilan. Tahap selanjutnya tahap konstitusional dimana hak
asasi dan kewajiban yang sifatnya spesifik, dirumuskan dengan
menerapkan prinsip-prinsip abstrak ke negara-negara tertentu
sesuai dengan masalah, sumber daya dan institusinya. Proses ini
lalu berlanjut pada tahap legislatif, dimana pada akhirnya
norma-norma konstitusional dan legislatif itu diaplikasikan pada
tahap yudisial.
Secara moral eksistensi hak dan kebebasan manusia sesuai
dengan kodratnya melekat pada harkat dan martabatnya sebagai
manusia. Jadi, ada kewajiban moral untuk menghormati hak asasi
manusia bagi setiap warga, sedang secara hukum eksistensinya
diakui dalam konstitusi dan perundang-undangan, penegakannya
secara hukum ditugaskan pada institusi-institusi yang dibentuk
untuk melindungi hak asasi ini , antara lain komisi hak
asasi manusia yang bertugas melakukan investigasi dan arbitrase
terhadap keluhan-keluhan warga yang terkait dengan hak
asasi.
Pandangan HAM yang bersumber dari pemikiran barat dan
pandangan Indonesia, menunjukkan bahwa hak asasi manusia
diakui eksistensinya sebagai hak yang melekat pada diri manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya. Hak asasi manusia
memperoleh justifikasi secara moral dan mendapat jaminan dalam
konstitusi. Pada saat HAM belum dirumuskan dalam dokumen-
dokumen resmi hak asasi manusia, hak ini eksis sebagai hak
kodrat yang merupakan anugerah dari Tuhan kepada manusia.
saat diimplementasikan dalam hukum internasional ia eksis
sebagai hak asasi yang melekat pada diri manusia, dan pada saat
diterapkan dalam hukum nasional ia eksis sebagai hak konstitusi
atau hak dasar dari manusia. Jadi dalam hubungannya dengan
pengaturan HAM bagi warga negara eksistensinya ditegakkan
melalui pengaturan hukum.
C. Pernyataan Umum tentang Hak Asasi Manusia
1. Makna Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia
Deklarasi HAM (The Universal Declaration of Human Rights)
pada tahun 1948, telah memicu terjadinya perubahan arus
global di dunia internasional, untuk mengubah cara pandang dan
kesadaran terhadap pentingnya perlindungan hak asasi manusia.
Pernyataan umum hak-hak Asasi Manusia yang disetujui
tanggal 10 Desember 1948 dimaksudkan sebagai suatu standar
kemajuan bagi semua rakyat. Rumusan pasal-pasalnya
menjelaskan hak-hak sipil dan politik yang mendasar dan hak
ekonomi, sosial dan kebudayaan yang fundamental yang harus
dinikmati oleh manusia di setiap negara. Deklarasi yang bersifat
universal berisi 30 pasal tentang hak asasi manusia yang secara
garis besar dikelompokkan menjadi:
a. Hak asasi pribadi (personal rights)
b. Hak asasi di bidang ekonomi (property rights)
c. Hak asasi manusia di bidang sosial budaya (social and cultural
rights)
d. Hak asasi di bidang politik (political rights)
e. Hak asasi di bidang hukum (legal rights) yang meliputi rights
of legal quality dan procedural rights.
Deklarasi PBB tentang hak-hak asasi manusia ini tidak
memiliki kekuatan mengikat secara hukum, melainkan hanya
sebagai pedoman, anjuran atau kewajiban moral bagi negara-
negara di dunia untuk melaksanakan hak asasi manusia di negara
masing-masing sesuai dengan maksud dan isi serta tujuan dari
deklarasi ini .
2. Sifat Universal Pernyataan Umum Hak Asasi Manusia
Sifat universal dari deklarasi ini nampak jelas dari
perumusannya yaitu;
a. Semua artikel dalam deklarasi ini senantiasa dimulai
dengan kata-kata yang mengandung makna universal, seperti:
everyone, no one, men, women;
b. Validitasnya tidak terbatas pada negara tertentu;
c. Deklarasi ini tidak hanya merupakan seruan kepada
bangsa-bangsa, namun kepada setiap individu dan setiap
lembaga warga ;
d. Organ PBB dalam mempertahankan hak-hak asasi demi
tercapainya perdamaian dan keamanan dunia tidak hanya
terbatas pada negara-negara anggota PBB
Dipandang dari sudut ilmu hukum, The Universal Declaration
of Human Rights bukan merupakan perjanjian internasional,
jadi deklarasi ini tidak memiliki watak hukum atau tidak
mengikat secara hukum. Artinya deklarasi itu tidak memiliki
kekuatan mengikat secara hukum, melainkan hanya sebagai
suatu pedoman atau suatu kewajiban moral saja bagi bangsa-
bangsa di dunia, agar semua negara melaksanakan hak asasi
sesuai dengan maksud dan isi deklarasi. Jika dilihat dari sudut
penegakannya, latar belakang untuk mengedepankan masalah
hak-hak asasi, didasarkan pada keinginan atau usaha untuk
menghindari penyalahgunaan kekuasaan dan hukum dengan
alasan politis dari penguasa. Sehubungan dengan itu, dapat
dipahami bahwa timbulnya keinginan, untuk merumuskan hak
dalam suatu naskah internasional yaitu untuk menjamin dan
melindungi hak-hak asasi manusia.
3. Substansi Hak Asasi Manusia
Subtansi utama hak asasi manusia yaitu kebebasan dan
hak atau privasi. Kebebasan merupakan suati kemampuan dari
seseorang untuk menentukan pilihannya. Secara filosofis hakikat
kebebasan manusia, terletak dalam kemampuan manusia
menentukan diri sendiri.
Dilihat dari sudut kepentingan pengaturan kebebasan
warga itu sendiri, masalah pengaturan melalui undang-
undang, dalam hal ini pada hakikatnya berfungsi mengarahkan
atau mengendalikan. Jadi bukan suatu hambatan bagi kebebasan,
asal pelaksanaannya tidak mempersulit dan tidak melanggar
prinsip dasar negara hukum yaitu asas legalitas. Oleh sebab
itu, setiap undang-undang pada dasarnya membatasi kebebasan
individu untuk mengatur, atau mengendalikan penggunaan
kebebasan ini .
Kebebasan manusia tidak mungkin dapat dijamin sepenuhnya
bila tidak ada sesuatu yang dapat dipakai mengatur kebebasan
itu. perangkat dan sistem yang
paling tepat untuk mengatur kebebasan itu yaitu hukum dan
pemerintahan. Atas dasar hal ini kebebasan manusia dapat
dibatasi dengan undang-undang (Muladi, 2009).
John Locke membedakan kebebasan menjadi kebebasan
alamiah (natural liberty) dan kebebasan warga (civil liberty).
Kebebasan alamiah diartikan sebagai kebebasan dari kekuasaan
tertinggi manapun di dunia, tidak tunduk pada aturan manapun
dan hanya hukum kodrat sebagai aturan hidupnya, sedang
kebebasan warga yaitu kebebasan yang tidak berada di
bawah kekuasaan orang lain kecuali kekuasaan yang didasari pada
persetujuan diri sendiri , Menurut
John Locke, Negara dibentuk atas persetujuan individu-individu
dan setiap orang akan mentaati kekuasaan negarahanya sejauh
individu ini menyetujuinya. Dalam hal ini harus terlihat
bahwa tujuan manusia memberi persetujuan pada negara yaitu
untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya. Persetujuan
itu diberikan pada negara susaha negara berwenang bertindak
melindungi kebebasan ini , akan namun disisi lain dengan
adanya persetujuan yang diberikan akan sendirinya mengandung
konsekuensi huku, yaitu penyerahan ini menempatkan yang
bersangkutan berada di bawah kendali hukum positif, sehingga
kebebasannya dibatasi oleh hukum positif yang bersangkutan,
Kebebasan manusia tidak mungkin dapat dijamin sepenuhnya
bila tidak ada sesuatu yang dapat mengatur kebebasan itu.
Menurut Russel (1977: 23), perangkat dan sistem yang paling tepat
untuk mengatur kebebasan itu yaitu hukum dan pemerintahan.
Atas dasar itu, kebebasan manusia dapat dibatasi dengan undang-
undang.
4. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia
Penghormatan terhadap hak asasi manusia merupakan
usaha untuk menerobos semua hambatan dan tantangan tentang
isu-isu hak asasi manusia. Isu-isu hak asasi manusia yang
dimaksud yaitu semua hak-hak khusus yang ada dalam
berbagai instrumen hak-hak asasi, dalam konteks ini hak-hak
asasi manusia bersangkut paut mengenai hubungan antara
warga negara dan negaranya, menyangkut kewajiban negara
untuk melindungi dan menegakkan hak-hak dasar khusus
dari warga negara, sebagaimana ditentukan dalam instrumen-
instrumen hak asasi manusia. Banyak hak dasar yang diakui
dalam konstitusi negara, seperti hak hidup, hak berkumpul
dalam perserikatan yang tujuannya tidak merugikan orang lain,
hak mengungkapkan gagasan yang tidak memfitnah orang lain,
hak memeluk kepercayaan agama, hak atas milik pribadi, hak
menuntut keadilan secara hukum, hak atas protes pengadilan
yang benar.
Penghormatan dan perlindungan terhadap hak asasi
manusia, bukan sekadar kewajiban moral namun juga kewajiban
hukum. Artinya, penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia
sebagai salah satu kriteria pengaturan terhadap hak asasi
manusia dapat dilihat dari aplikasi hak asasi ini . Hak asasi
pada tahap pelaksanaannya masuk dalam tataran persoalan
hukum dan diatur dengan undang-undang. Hal ini berarti bahwa
penghormatan terhadap hak asasi, merupakan orientasi bagi
pengaturan hak asasi manusia melalui pembentukan hukum
yang secara optimal menjamin kehidupan bernegara secara adil
dan sesuai dengan martabat manusia.
D. Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional
1. Pengaturan HAM dalam UUD 1945
Semua hak-hak yang dilindungi dalam deklarasi hak-hak
asasi manusia sedunia, telah tercantum atau dapat ditafsirkan
menurut ketentuan yang tercantum dalam UUD 1945, bangsa
Indonesia melalui Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 melengkapi
kekurangan ini dengan Piagam Hak Asasi Manusia yang
lalu dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun
1999 tentang HAM. Dasar pemikiran dikeluarkannya undang-
undang ini yaitu sebagai berikut.
a. Tuhan YME yaitu pencipta alam semesta dengan segala
isinya
b. Pada dasarnya, manusia dianugerahi jiwa, bentuk struktur,
kemampuan, kemauan serta berbagai kemudahan oleh
Penciptanya untuk menjamin kelanjutan hidupnya
c. Untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan
martabat manusia, sebab tanpa hal ini manusia akan
kehilangan sifat dan martabatnya, sehingga dapat mendorong
manusia menjadi serigala bagi manusia lainnya (homo homini
lupus)
d. Manusia merupakan makhluk sosial maka hak asasi manusia
yang satu dibatasi oleh hak asasi manusia yang lain, sehingga
kebebasan atau hak asasi manusia bukanlah tanpa batas
e. Hak asasi manusia tidak boleh dilenyapkan oleh siapapun dan
dalam keadaan apapun dan dalam situasi yang bagaimanapun
f. Setiap hak asasi manusia menganung kewajiban untuk
menghormati hak asasi manusia orang lain sehingga di dalam
hak asasi manusia ada kewajiban dasar.
g. Hak asasi manusia harus benar-benar dihormati, dilindungi,
dan ditegakkan dan untuk itu pemerintah, aparatur
negara, pejabat publik lainnya memiliki kewajiban dan
tanggungjawab menjamin terselenggaranya penghormatan,
perlindungan dan penegakkan hak asasi manusia
Hal ini sejalan dengan pandangan bangsa Indonesia
sebagai negara anggota PBB, yang melihat “The Universal
Declaration of Human Rights 1948” bukan hanya sebagai
“Statement of objective” semata-mata, akan namun meyakininya
sebagai “constitutes an obligation for the members of the
international community” yang harus dijamin dan ditegakkan.
h. Perubahan kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945
menyempurnakan komitmen Indonesia terhadap usaha
pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia dengan
mengintegrasikan ketentuan-ketentuan penting dari
instrumen-instrumen inter-nasional mengenai hak asasi
manusia, sebagaimana tercantum dalam Bab XA tentang HAM.
Perubahan ini dipertahankan sampai dengan perubahan
keempat UUD Tahun 1945, yang lalu disebut sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang mengamanatkan pemajuan dan perlindungan
hak asasi manusia dalam kehidupan warga , berbangsa,
dan bernegara serta komitmen bangsa Indonesia sebagai
bagian dari warga internasional untuk memajukan dan
melindungi hak asasi manusia, Indonesia perlu menjunjung
tinggi, melindungi dan menghormati hak asasi manusia.
2. Pengaturan HAM dalam Peraturan Perundang-undangan
Pada tanggal 13 November 1998, MPR mengambil keputusan
yang sangat penting artinya bagi pemajuan, penghormatan dan
penegakkan hak asasi manusia yaitu dengan mengesahkan
Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang HAM, yang
lampirannya memuat pandangan dan sikap bangsa Indonesia
terhadap HAM dan Piagam HAM.
Konsideran Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 ini
menyatakan, antara lain, “bahwa Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengamanatkan pengakuan, penghormatan,
dan kehendak bagi pelaksanaan hak asasi manusia dalam
menyelenggarakan kehidupan berwarga , berbangsa, dan
bernegara” (huruf b) dan “bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian
warga dunia patut menghormati hak asasi manusia yang
termaktub dalam Deklarasi Universal HAM PBB serta instrumen
internasional lainnya mengenai hak asasi manusia” (huruf c).
Selanjutnya, Ketetapan MPR ini menyatakan “bahwa Bangsa
Indonesia sebagai anggota PBB memiliki tanggungjawab untuk
menghormati Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration
of Human Rights) dan berbagai instrumen internasional lainnya
mengenai hak asasi manusia
3. Perlindungan dan Penegakan Hukum terhadap HAM
berdasar UU Nomor 5 Tahun 1986 sebagaimana dirubah
dengan UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, perlindungan hukum akibat dikeluarkannya
ketetapan (beschiking) dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu
melalui banding administrasi atau usaha administrasi dan
melalui peradilan. Menurut Sjahran Basah
perlindungan hukum yang diberikan merupakan qonditio sine qua
non dalam menegakkan hukum. Penegakkan hukum merupakan
qonditio sine qua non pula untuk merealisasikan fungsi hukum
itu sendiri, fungsi hukum yang dimaksud yaitu , sebagai berikut.
a. Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk
membentuk warga yang hendak dicapai dengan tujuan
kehidupan bernegara.
b. Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa
c. Stabilitatif, sebagai pemelihara dan menjaga keselarasan,
keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara
dan berwarga .
d. Perfektif, sebagai penyempurna baik terhadap sikap tindak
administrasi negara maupun sikap tindak warga jika
terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan
berwarga
e. Korektif, sebagai pengoreksi atas sikap tindak baik administrasi
negara maupun warga jika terjadi pertentangan hak dan
kewajiban untuk mendapatkan keadilan.
Penegakan hukum yaitu proses dilakukannya usaha
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-
hubungan hukum dalam kehidupan berwarga dan bernegara.
4. Pengadilan HAM
Perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia mencapai
kemajuan saat pada tanggal 06 November 2000, DPR mengesahkan
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,
dan lalu diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-
Undang ini mengatur tentang adanya pengadilan HAM ad hoc
yang berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang
terjadi di masa lalu. Pengadilan ini merupakan jenis pengadilan
khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan
terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus
sebab dari segi penanaman bentuk pengadilannya sudah secara
spesifik memakai istilah Pengadilan HAM dan kewenangan
pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara pelanggaran HAM
berat .
UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM ad hoc untuk
kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Timor Leste (Timor
Timur). Dalam praktiknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami
banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang
memadainya instrumen hukum. UU No 26 Tahun 2000 ternyata
belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak
pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara
secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan UU
No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim
saat melakukan pemeriksaan di Pengadilan.
E. Munculnya Hak Asasi Manusia di Pentas Dunia
Antara abad ke-17 dan permulaan abad ke-20, hubungan
internasional inti pokoknya yaitu hubungan antara badan-badan
pemerintahan, yang masing-masing berdaulat atas suatu wilayah
dan atas penduduk yang tinggal di dalam wilayah itu. Ada tiga ciri
khas utama dari warga internasional di masa itu, yakni sebagai
berikut.
1. Negara hidup dalam keadaan alamiah
warga internasional merupakan suatu ‘keadaan ilmiah’
dalam arti pengertian yang dijelaskan oleh Locke: sebagai suatu
kondisi di mana ada hukum, meskipun sedikit (diringkas
menjadi perjanjian yang diadakan secara bebas, dan untuk
menghukum pelanggaran-pelanggaran yang disebabkan orang
lain serta menuntut ganti rugi), sedang tidak ada hakim,
polisi atau parlemen. Menurut Locke juga ‘keadaan alamiah’
mudah sekali menjurus kepada suatu keadaan perang di mana
hukum tidak ada gunanya lagi dan tidak ada kemungkinan
untuk mengangkat seorang hakim yang tidak memihak kepada
salah satu pihak yang berselisih, namun hanya kekuatan saja yang
berkuasa.
2. Prinsip Resiprositas (perlakuan timbal balik)
Prinsip ini memiliki makna bahwa hubungan antara rakyat
mematuhi suatu logika yang ketat quid pro quo (membalas
secara setimpal). Peraturan yang mengatur hubugan sosial pada
dasarnya yaitu perjanjian bilateral dan dalam beberapa keadaan
bersifat multilateral: namun semuanya berdasar keuntungan
bersama dari pihak yag melakukan perjanjian. Bilamana
keuntungan salah satu pihak berkurang maka pihak ini
berhak membatalkan suatu perjanjian dengan memakai
clausola rebus sic stantibus (berdasar kekuatan, sekiranya
ada perubahan yang besar). Jadi pihak yang dirugikan dapat
membalas terhadap pembatalan itudengan menuntut ganti rugi
atau kewajiban sangsi, jika ia memiliki kemampuan politik
dan milter dan tidak ada negara yang memiliki kekuasaan untuk
ikut campur
3. Rakyat dan orang-seorang tidak berarti
Jadi dalam hal ini rakyat dijadikan sebagai obyek yang
didominasi oleh berbagai raja yang berdaulat. Orang-orang tidak
begitu terlindungi: namun hanya sepanjang mereka merupakan
pancaran dari penguasa mereka. Jadi, peran dan kebebasan
individu dibatasi oleh penguasa dan berada di bawah penjagaan
dan perlindungan negara (Antonio Cassese).
Pada dasarnya perubahan pentas HAM di dunia internasional
pertama kali tahun 1917 dan lalu di tahun 1945. Yaitu
sebelum berakhirnya Perang Dunia I dan sesudah berakhirnya
Perang Dunia II. Sebelum berakhirnya Perang Dunia I, ada dua
pemimpin politik besar, yakni Lenin dan Wilson yang melancarkan
sebuah semboyan baru: hak rakyat untuk menentukan nasibnya
sendiri. Namun dari segi ideologi, kedua negarawan itu sendiri amat
berbeda. Lenin menganjurkan untuk menata kembali kekuasaan
internasional menurut garis yang baru, yaitu dengan memberikan
kepada rakyat-rakyat jajahan hak untuk merdeka dan dengan
demikian hak untuk mengadakan negara, dan memberikan
kesempatan untuk tunduk kepada kekuasaan pusat yang dimiliki
bangsa-bangsa lain untuk memperoleh kemerdekaan. Pandangan
Wilson sangat berbeda, sebab lebih moderat dan menghormati
imperium-imperium penjajahan. Wilson mengusulkan untuk
memberikan kepada rakyat untuk memilih kedaulatan yang
mereka tentukan sendiri. Jadi pada intinya gagasan Wilson ialah
memberikan bentuk-bentuk pemerintahan sendiri kepada rakyat
meskipun tentu saja dalam kerangka pengawasan penjajahan
yang ada.
sesudah Perang Dunia II, terjadilah gejala revolusioner besar
kedua di dalam warga internasional dengan diluncurkannya
suatu ajaran hukum alami tentang hak asasi, yang dalam langsung
berpengaruh terhadap hubungan antara masing-masing negara
dan warga negaranya. Dan diperkenalkan di beberapa negara-
negara Barat seperti Perancis, Inggris dan Amerika
usaha yang pertama terjadi tahun 1919. saat konvensi
Liga Bangsa-Bangsa (LBB) menggariskan sebuah perjanjian
internasional yang akan meletakkan dasar-dasar suatu
warga internasional baru sesudah bencana Perang Dunia I di
mana salah satu delegasi Jepang mengusulkan bahwa persamaan
bangsa merupakan suatu dasar pokok dari Liga Bangsa-Bangsa di
mana semua warga asing dari negara anggota diperlakukan yang
sama yang adil dalam segala hal, tanpa mengadakan perbedaan
apapun, baik dalam hukum dan kenyataan, berdasar
ras atau kebangsaan mereka. Jadi ringkasnya setiap negara
anggota katakanlah Inggris, harus mengahapus/menghentikan
diskriminasi berdasar ras atau kebangsaan, bangsa Polandia
Yahudi dengan bangsa Polandia tidak Yahudi, dengan tujuan
untuk menyelesaikan permasalahan di masa depan. Meskipun
ruang lingkup usulan relatif terbatas, namun telah ditolak oleh
lawan-lawan Jepang seperti Inggris, Polandia, dan Amerika
Serikat dengan alasan usulan Jepang ini membukakan pintu
bagi kontroversi yang serius dan mencampuri urusan dalam negeri
dari negara-negara anggota Liga
usaha lain untuk mengemukakan penolakan terhadap
diskriminasi rasial di tingkat internasional dilakukan pada tahun
1933 antara warga minoritas Jerman Yahudi dengan warga
Jerman keturunan Arya. Di mana terjadi diskriminasi persamaan
hak oleh pemerintahan Jerman di bawah kekuaaan Hitler,
sehingga permasalahan ini dilaporkan ke Dewan Liga Bangsa-
Bangsa terkait pelanggaran perjanjian Jerman-Polandia tahun
1922. Jadi dapat dikatakan bahwa di tahun 1933, kedaulatan
nasional masih tetap menentang perhormatan sepenuhnya
terhadap hak-hak asasi manusia bagi semua orang. Prinsip
persamaan yang merupakan dasar sesungguhnya dari segala hak
dan kebebasan fundamental. Dengan demikian penghormatan
terhadap hak asasi manusia menjumpai batu penarungnya yang
pertama dalam sikap Jerman yang tegas yang berpendapat bahwa
kedaulatan nasional tidak dapat menerima suatu campur tangan
nasional dalam masalah dalam negerinya. Perpecahan mengenai
hal ini antara Jerman dan warga internasional lainnya yang
lalu memicu timbulnya peperangan, yang dengan
demikian berakhir dengan pertikaian berdarah antara negara
rasis yang agresif dengan negara yang setia kepada kaidah-kaidah
hak asasi manusia
Wujud dari pertikaian yang besar yang menimpa warga
internasional, maka dengan prakarsa Franklin D. Roosevelt
mengusulkan agar dunia menerima kebebasan-kebebasan di tahap
hubungan internasional. Rencana agung yang berjiwa besar ini
diterima oleh para politisi lainnya lalu diterjemahkan dalam
ke dalam norma dan lembaga internasional menjadi tiga ideal
yang agung, yaitu hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri,
hak-hak asasi manusia dan paham perdamaian, yang diabadikan
di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam ini
tidak kurang dari tujuh rujukan terhadap hak asasi manusia, dan
pada intinya telah mengemukakan garis besar suatu rencana aksi
bagi masa depan, meskipun tanpa memberikan komitmen yang
tegas kepada ngara-negara baik di bidang hak asasi manusia
maupun di bidang hak rakyat untuk untuk menentukan nasib
sendiri.
Pada tahun 1948, timbul sebuah proklamasi Deklarasi
Universal terhadap hak-hak asasi manusia, diiringi pada tahun
1966 dengan dua buah kovenan PBB. Tahun 1960 diterimalah
resolusi 1514 (XV) yang terkenal mengenai keerdekaan rakyat-
rakyat jajahan, yang terus terang menegaskan hak rakyat
menentukan nasibnya sendiri dalam hubungannya dengan
jajahan-jajahan ini. Pada tahun 1966 kedua kovenan menaikkan
tingkat menentukan nasib sendiri ke tingkat pernyataan dan
persyaratan utama dari hak asasi manusia, sehingga di tahun
1970 terjadi penganugerahan Sidang Umum PBB sehingga hak
itu dinaikkan tingkatnya menjadi salah satu dari enam kaidah
fundamental yang mengatur hubungan persahabatan antar
negara.
F. Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia
Jika kita berkaca dari awal mula tonggak berdiri hak-hak asasi
manusia dengan ditandainya Piagam Magna Charta 1215 dan Bill of
Rights di tahun 1689. namun yang paling tegas yang mengumumkan
suatu konsepsi khusus tentang manusia dan warga dengan
ditandai Deklarasi Amerika 1776-1789 dan Deklarasi Perancis
tahun 1789. Isi utama deklarasi ini yaitu mengembalikan kembali
hakikat manusia sebagai makhluk yang merdeka. ada beberapa
isi dari berbagai macam deklarasi hak-hak asasi manusia di dunia,
diantaranya:
1. Deklarasi Virginia 1776, yang salah satu isinya: semua orang
harus mampu dengan bebas memperoleh kebahagiaan.
2. Deklarasi Massachusetts 1780, isinya menyatakan: menikmati
hak-hak alami mereka dan nikmat-nikmat hidup mereka dalam
kententraman dan keamanan.
3. Deklarasi Perancis 1789 Pasal 12, memuat tentang jaminan hak-
hak manusia dan warga negara memerlukan suatu kekuatan
publik, sebab itu kekuatan seperti itu ditegakkan untuk
keuntungan semua bukan keuntungan khusus orang.
4. Pasal III Deklarasi Perancis 1789 dan Virginia pasal II,
menyatakan bahwa sumber kedaulatan pada pokoknya ada
pada bangsa, tidak ada kelompok, tidak ada orang-seorang, yang
dapat melaksanakan kekuasaan yang tidak dengan jelas berasal
dari sana.
5. Deklarasi Pensylvania 1776 pasal V, menyatakan: pemerintah
yaitu atau seharusnya didirikan untuk keuntungan bersama,
penjagaan dan keamanan rakyat, bangsa atau warga dan
bukan untuk imbalan atau keuntungan khusus dari seseorang.
6. Deklarasi Maryland 1776 pasal IV, menyatakan bahwa ajaran
untuk tidak menentang kekuasaan sewenang-wenang dan
penindasan yaitu tidak masuk akal, berjiwa budak dan destruktif
bagi kebaikan dan kebahagiaan manusia (Antonio Cassese, 2005).
Jadi kesemuanya diatas menandakan bahwa manusia dan
warga haruslah seperti apa yang diproklamirkan. Untuk menilai
manusia dan warga , satu-satunya ukuran penilai yang diberikan
yaitu penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Kontribusi
dari deklarasi di atas tidak terlepas dari pemikran para filsuf-filsuf
tertentu yang mengembangkan beberapa konsep keadaan alami dan
keadaan warga baik itu konsep kontrak sosial warga ,
konsep “watak manusia” yang dibayangkan sebagai sesuatu yang
tidak berubah dan sama lingkupnya dengan manusia itu sendiri.
Nama-nama filsuf yang telah memulai atau mengembangkan konsep
ini yaitu nama-nama yang terkenal seperti John Locke dari Inggris,
Montesqueiu, Voltaire dan Rousseau di Perancis, Thomas Paine di
Amerika Serikat, Kant di Jerman.
Jika melihat perdebatan ke dalam fokus yang lebih tajam dalam
menyusun Deklarasi Universal, maka kita akan menemukan empat
kesejajaran yang umum. Pertama, ada sekelompok negara Barat
yang dari semula telah memimpin, dalam artian menentukan irama
perdebatan itu, seperti Amerika Serikat, Perancis, Inggris Raya,
diiringi dengan negara-negara lain yang memiliki ideologi politik yang
sama. Kelompok kedua yaitu negara Amerika Latin yang bertindak
dengan semangat dan persatuan yang cukup besar. Kelompok
ketiga, terdiri dari negara Eropa sosialis yang bersatu dan tidak mau
mengalah dan satu-satunya persatuan yang mampu menentang tesis-
tesis Barat dengan tangguh dan kuat. Kelompok keempat ada
negara-negara Asia yang tidak terlalu berpengaruh. Meskipun yang
menentukan keempat kelompok ini, tapi pada dasarnya pertentangan
utama antara Eropa Barat dan Sosialis. Tesis-tesis Barat ditujukan
untuk memperluas pada skala dunia prinsip-prinsip yang suci dari
ketiga negara demokrasi itu darimana berasal dan perkembangan
hak asasi manusia, diantaranya negara Amerika Serikat, Inggris
Raya, dan Perancis (Antonio Cassese, 2005).
Pada dasarnya negara-negara inilah yang mengusulkan di-
proklamasikannya di tingkat antar pemerintah, konsepsi-konsepsi
hukum alami yang telah memberi inspirasi kepada teks-teks politik.
namun ada satu yang paling penting yang harus ditekankan, bahwa
Deklarasi itu dirumuskan dan dengan dorongan pesan Roosevelt tahun
1941. Hanya pada dalam tahap yang kedua, dengan memperhatikan
sikap permusuhan negara-negara sosialis dan dengan tekanan yang
kuat dari negara-negara Amerika Latin, setuju untuk memasukkan
Deklarasi Universal beberapa hak-hak ekonomi dan sosial.
sedang negara-negara sosialis dengan ketidakpastian yang
cukup besar dan keragu-raguan yang banyak, mereka setuju untuk ikut
serta dalam membuat draft Deklarasi segera sesudah mereka melihat
bahwa Barat bersedia untuk menerima beberapa hak ekonomi dan
sosial. Dengan demikian negara sosialis ikut serta dalam membuat
draft Deklarasi itu. Adapun ada beberapa hak yang dimasukkan
ke dalam Deklarasi oleh kaum sosialis, diantaranya prinsip
persamaan (yaitu dihapuskannya diskriminasi berdasar ras, jenis
kelamin, warna kulit, bahasa, agama, asal usul nasional, hak milik,
kelahiran, dan status lainnya), hak untuk memberontak menentang
penguasa yang menindas, hak untuk ikut serta demonstrasi di jalan,
hak kelompok minoritas, hak untuk menentukan nasib sendiri bagi
bangsa-bangsa terjajah, hak para pekerja untuk memiliki surat kabar
dan penerbitan.
Suatu garis kebijakan lain dari negara sosialis, yang juga
bertujuan untuk memakai Deklarasi sebagai suatu senjata
untuk mengkritik negara-negara Barat, berupa tuntunan untuk
melaksanakan yang telah disebutkan dalam Deklarasi ini .
sebab di negara kapitalis, baik dahulu maupun sekarang selalu
ada kontradiksi yang menonjol antara apa yang dikatakan dalam
Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia dengan kenyataan.
G. Kandungan Deklarasi HAM
Menurut Rene Cassin, ada empat ruang lingkup Deklarasi
Universal Hak asasi manusia antara lain sebagai berikut.
1. Hak-hak pribadi, berupa hak persamaan, hak hidup, hak
kebebasan, keamanan, dll (pasal 3-11).
2. Hak-hak yang dimiliki individu dalam hubungannya dengan
kelompok sosial di mana ia ikut serta, seperti hak kerahasiaan
kehidupan keluarga dan hak untuk kawin, kebebasan bergerak
di dalam maupun di luar negara nasional, untuk memiliki
kewarga negaraan, untuk mencari tempat suaka dalam keadaan
adanya penindasan, hak untuk memiliki hak milik, dan untuk
melaksanakan agama (pasal 12-17).
3. Kebebasan-kebebasan sipil dan hak-hak politik yang dilaksanakan
untuk memberikan saham bagi pembentukan instansi-instansi
pemerintahan atau ikut serta dalam pembuatan keputusan, seperti
kebebasan berserikat, berfikir, hak memilih dan dipilih, hak untuk
menghubungi pemerintah dan badan-badan pemrintahan umum
(pasal 18-21).
4. Hak-hak yang dilaksanakan dalam bidang ekonomi dan sosial,
seperti hak beroperasi dalam bidang hubungan-hubungan
perburuhan dan produksi, dalam bidang pendidikan, hak untuk
bekerja dan mendapat jaminan sosial dan hak untuk memilih
pekerjaan secara bebas, untuk mendapat upah yang sama atas
kerja yang sama, hak untuk membentuk dan ikut serta dalam
serikat-serikat buruh, hak untuk beristirahat dan bersenang-
senang, memperoleh jaminan kesehatan, pendidikan, dan
hak untuk ikut serta secara bebas dalam kehidupan budaya
warga (pasal 22-27)
5. Jika menilik sejarah, secara jelas Deklarasi merupakan sebuah
kemenangan besar bagi Barat. Ia menandai tercapainya impian
besar Franklin D. Roosevelt: untuk melihat diproyeksikannya
kepada situasi dunia beberapa idea agung menurut ajaran
demokrasi liberal Barat. Namun jika diperhatikan dengan teliti,
jelas bahwa Deklarasi itu tidak perlu dianggap sebagai sebuah
kemenangan yang terlalu banyak makan korban. Sudah pasti
ia merupakan sebuah kemenangan sesungguhnya bagi Barat,
namun ia juga merupakan kemenangan bagi negara-negara lain,
terutama sekali merupakan kemenangan bukan murni bagi
umat manusia keseluruhan. Seperti telah dikatakan sebelumnya
negara-negara sosialis tidak menganggap Deklarasi itu sebagai
suatu perintah suci yang berlaku bagi semua, akan namun hanya
sebagai sebuah senjata dalam perang dingin, suatu senjata untuk
menyerang Barat. Tapi bagimanapun juga Deklarasi memiliki
pengaruh positif pada Dunia Ketiga, di mana saat berbagai
negara bekas jajahan mulai memperoleh kemerdekaan, Deklarasi
ini sudah bertindak sebagai bintang pedoman, sebagai suatu
petunjuk mengenai tatanan negara yang sesuai dengan martabat
manusia .
Deklarasi universal merupakan buah dari beberapa ideologi
yang di mana ada titik temu bermacam-macam konsepsi
tentang manusia dan warga . Tidak adanya retorika dalam
Deklarasi Universal disebabkan oleh keperluan untuk berbicara
kepada miliaran orang. Terlepas dari celah kekurangan dari
Deklarasi ini, di satu sisi memiliki suatu keuntungan yang sangat
luar biasa besarnya yang merupakan salah satu faktor yang
mempersatukan umat manusia. Deklarasi telah mengumumkan
serentetan ketentuan yang harus diperhatikan seluruh umat
manusia.
Jadi Deklarasi secara tidak terasa telah menghasilkan
banyak pengaruh praktis yang kebanyakan dilihat dalam jangka
panjang. Deklarasi yaitu suatu parameter pokok yang dipakai
warga internasional untuk mendelegitimasikan negara.
Sebuah negara secara sistematis menginjak Deklarasi secara
otomatis tidak dianggap dan tidak pantas untuk disetujui oleh
warga dunia.
Suatu masalah terakhir yang perlu diperhatikan yaitu
apakah sesudah bertahun-tahun lamanya diproklamasikan.
Apakah Deklarasi itu sekarang telah ketinggalan zaman? Jika
dipandang dari banyak segi, Deklarasi memang telah ketinggalan
zaman, namun dari segi lain, masih tetap sahih. Deklarasi tidak
menggambarkan nilai dan praktik kontemporer dalam hal ia
tidak memberikan persetujuan kepada rakyat untuk menentukan
nasib sendiri (yang diproklamasikan tahun 1960, 1966, dan 1970
dalam tindakan khidmat dari Sidang Umum), Deklarasi juga
tidak menyetujui ‘hak petisi’ bagi pelanggaran korban hak asasi
manusia, kecuali dalam bentuk yang tidak langsung dan berbelit-
belit. Deklarasi juga tidak mengakui hak kelompok dan rakyat
tertindas untuk mengadakan perlawanan bersenjata terhadap
suatu rezim yang menindas jika tidak ada lagi cara yang damai
untuk memperoleh hak asasi mereka. Namun bagaimanapun, hal
ini untuk sebagiannya telah diperbaiki deklarasi, kovenan atau
konvensi selanjutnya. biasanya Deklarasi merupakan
bintang pedoman yang telah membimbing warga secara
berangsur-angsur keluar dari abad kegelapan
H. Apakah Hak-Hak Asasi Benar-benar Universal
Berbicara masalah keuniversalan Hak-Hak Asasi Manusia
memang menjadi sebuah pertanyaan internasional, sebab akan
berbicara masalah keanekaragaman ideologi dari setiap negara
untuk mengakui cocok tidaknya Deklarasi Hak Asasi Manusia
diberlakukan, sebab dokumen-dokumen ini banyak disusun
oleh negara-negara bermacam ragam jenisnya: ada negara industri,
ada negara berkembang, negara partai tunggal, negara banyak partai,
dan negara dengan sistem pemerintahan yang berbeda. Sehingga
akan timbul pandangan-pandangan yang berbeda dari setiap negara.
namun terlepas dari berbagai macam pandangan dari setiap negara,
pada kenyataannya tetap bahwa Deklarasi dan Kovenan itu telah
memberikan peraturan-peraturan yang memiliki ruang lingkup
universal sepanjang ada hubungan dengan terobosan untuk menjadi
sahih bagi semua negara di dunia dan memberikan keuntungan
bagi lima miliar penduduk bumi. ada beberapa titik utama
dari berbagai negara di dunia untuk mencapai penyatuan dunia, di
antarannya:
1. ada perbedaan yang besar dalam konsepsi filsafat hak-hak
asasi
Negara-negara Barat dengan ulet sekali selalu
mempertahankan pandangan hukum alami mereka tentang hak
asasi, sedang bagi negara sosialis hak-hak asasi manusia
itu hanya ada dalam warga dan dalam negara dan hanya
sebatas kemana dia diakui secara khusus.
2. Perbedaan berkenaan dengan konsepsi budaya dan agama
Bagi negara Barat, memproklamirkan hak-hak asasi manusia
terutama sekali menjaga lingkungan individu terhadap kekuasaan
yang congkak dari sebuah negara yang invasive. sedang bagi
negara sosialis, kebebasan individu hanya dapat diwujudkan
dalam sebuah warga di mana kelas-kelas yang terikat oleh
sistem produksi kapitalis tidak ada lagi, sehingga individu dapat
berpartisispasi penuh tanpa ada kendala atau ketidaksamaan
dalam kehidupan warga .
3. Perbedaan masalah konsepsi antara tradisi Barat dan Asia
Dalam konsepsi Buddha, warga memiliki pola seperti
keluarga, di mana kepala keluarga sebagai pemegang wewenang,
seperti Bapak dalam keluarga dengan kekuasaannya. Begitu juga
dengan agama Hindu yang terkenal dengan sistem kastanya.,
sedang di Afrika, seorang kepala suku sebagai pemegang
tonggak kekuasaan
Dalam pandangan sosialis, dalam hal untuk menyetujui setiap
perangkat peraturan atau standar mengenai kategori hak-hak asasi
manusia yang akan diakui maka negara-negara yang berdaulat
agar memberikan ruang yang cukup bagi individu dalam sistem
internal dari masing-masing negara. Jadi warga internasional
tidak dapat lagi campur tangan dalam masalah itu, hanya negara
berdaulatlah yang bisa memutuskan. Ini bertentangan dengan
prinsip utama hukum internasional, yaitu larangan ikut campur
dalam masalah-masalah urusan dalam negeri. Sementara menurut
pandangan Barat, hak untuk memeriksa dari luar ini (menyetujui)
dapat dilaksanakan melalui pembentukan mekanisme monitoring
internasional, yang tujuannya meyakinkan suatu negara benar-benar
melaksanakan kewajiban-kewajiban internasional yang dipikulnya.
Namun sesudah terjadinya perdebatan, pembicaraan, dan perundingan
yang berkepanjangan, negara Sosialis akhirnya menerima gagasan
Barat bahwa mekanisme internasional diperlukan untuk menjamin
sekurang-kurangnya menggalakkan dan memberikan penghormatan
tentang hak-hak asasi manausia.
Perbedaan yang tajam lainnya juga antara Timur dan Barat
ialah berkenaan dengan konsepsi tentang hubungan antara hak asasi
manusia dan mempertahankan perdamaian. Bagi negara-negara
sosialis, penjagaan hak asasi manusia merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan dipertahankannya hubungan damai antara
negara-negara. Dimulainya dengan argumentasi yang dikemukakan
pada akhir Perang Dunia II dan dikodifikasikan dalam Piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sementara pandangan Barat secara
radikal berbeda. Bagi negara Barat, keperluan untuk menjamin
penghormatan bagi martabat manusia selalu menonjol. Bagi negara
Barat keseimbangan untuk menghormati masalah-maslah dalam
negeri dari negara lain, kecuali dalam kasus pelanggaran negara
secara serius, sistematis, dan besar-bessaran, maka intervensi negara
lain atau badan internasional menjadi suatu tempat untuk diterima.
Perbedaan selanjutnya yaitu berkenaan hubungan antara dua
kelas hak-hak asasi manusia, yaitu hak politik dan sipil di satu pihak
dan hak ekonomi, sosial dan budaya di lain pihak. Menurut negara
berkembang dan beberapa negara sosialis lainnya yaitu kelompok
kedua ini merupakan kelompok yang pantas dimenangkan dalam
aksi internasional. sedang negara-negara Barat cenderung untuk
menekankan hak-hak sipil dan politik, disebab kan hak-hak ini
merupakan puncak dalam sejarah mereka yang merupakan lambang
negara modern.
ada beberapa perbedaan yang berkenaan hak-hak asasi
tertentu antara negara-negara Barat dan Negara berkembang dan
Sosialis. Seperti kebebasan bergerak, bagi negara Barat kebebasan
bergerak merupakan salah satu pokok hak asasi individu yang
merupakan manifestasi hak kepribadian. Bebas bergerak di
lingkungan nasional, seperti memilih tempat tinggal, memilih sekolah,
dan mencakup kebebasan pergi ke luar negeri. sedang bagi
negara sosialis dan berkembang, bahwa adanya batasan ruang gerak
yang diatur oleh negara terhadap individu, dengan sebuah alasan
politik dan ideologi. Ada juga perbedaan mengenai hak pengguanaan
teknologi dan hak-hak untuk berkembang.
Secara berangsur-angsur telah timbul sebuah inti terbatas
dari nilai kriteria secara individual diterima oleh semua negara,
diantaranya:
1. ada suatu konsensus mengenai urutan kepentingan secara
relatif dari berbagai hak, yang berkenaan dengan kebutuhan pokok
dari setiap manusia seperti hak untuk hidup, dan keamanan,
hak untuk bekerja, memiliki rumah yang layak, memperoleh
makanan dan pemeliharaan kesehatan, hak untuk berkumpul,
hak untuk berpendapat, dll.
2. Adanya konsensus bahwa pelanggaran-pelanggaran yang paling
gawat terhadap hak asasi manusia yaitu pembunuhan massal,
diskriminasi rasial, praktek penyiksaan, dan menolak untuk
mengakui hak rakyat untuk menentukan nasib dirinya sendiri.
Terjadinya persamaan pandangan terkait hubungan antara
perdamaian dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia
GENOSIDA DAN KEJAHATAN APARTHEID
A. Genosida
Istilah genosida Raphael Lemkin tahun 1944, akibat dari
kekejaman Nazi di Eropa Timur. Tapi sebelum kasus Nazi,
istilah genosida dihubungkan dengan penaklukkan. Seperti kasus
pemusnahan kaum Arab pada perang salib, penghancuran bangsa-
bangsa Amerika Latin yang dikikis habis oleh penakluk Spanyol.
namun pemusnahan manusia terburuk dan sistematis dilakukan
oleh orang Turki terhadap kaum Armenia pada tahun 1915-1916 dan
pemusnahan orang Yahudi dan Jipsi tahun 1939-1945 oleh orang-
orang Nazi. Perang hanyalah merupakan salah satu dari faktor yang
memicu kebencian yang telah berkobar untuk waktu yang cukup
lama. Pemicu utama lahirnya kejahatan terhadap manusia yaitu
beberapa perbedaan yang sangat mendasar seperti perbedaan etnis
(pembunuhan massal orang Armenia), perbedaan ideologi (rasisme
anti semit Yahudi di Jerman), dan perbedaan agama
Konvensi dibentuk pada tahun 1946-1948 di bawah tekanan
kelompok Yahudi sebagai tanggapan akan perlakuan kejahatan
manusia. Konvensi ini menyatakan bahwa genosida merupakan suatu
kejahatan internasional yang dapat dihukum baik yang dilakukan di
masa perang atau damai terhadap kelompok nasional, etnis, rasial,
atau agama. Jadi dalam konvensi ini memaknai genosida yaitu
membunuh atau merusak terhadap anggota kelompok tertentu dengan
sayarat yaitu dolus atau keinginan untuk menghancurkan (Antonio
Cassese, 2005). Ada dua pembatasan yang serius terhadap konvensi
ini . Yang pertama yaitu dolus atau itikad jahat yang selalu
diisyaratkan sebagai suatu unsur pokok genosida. Hal ini memberikan
jalan keluar yang mudah bagi negara yang melakukan kejahatan
manusia dengan mengklaim bahwa tidak ada unsur kesengajaan,
inilah yang pembelaan dilakukan oleh Turki pada tahun 1985 dalam
hubungannya dengan pembunuhan massal orang Armenia di tahun
1914-1915, Paraguay tahun 1974 dengan tuduhan penghancuran
penduduk etnis Guayaki, dan Brasil tahun 1969 dengan tuduhan
penghancuran penduduk asli negara ini .
Pembatasan lain yang benar-benar tidak bisa dimaafkan yaitu
berupa tidak tidak efisiennya sama sekali mekanisme penegakan
hukum, di mana yang seharusnya menjamin dihormatinya larangan-
larangan yang sudah ditentukan dalam konvensi. Siapakah yang
menjatukan hukuman terhadap pihak yang melakukan genosida,
siapa yang berhak menuduh sebuah negara melakukan kejahatan
genosida, ini masih tidak ada titik terang dalam konvensi. Sehingga
konvensi lebih bnayak hanya catatan protes menentang tinakan-
tindakan kebuasan individu atau kelompok di masa lalu daripada
sebuah mekanisme yang efektif untuk mencegah atau menekannya
sesudah tahun 1948, telah terjadi tiga perkembangan penting
dalam konvensi internasional yang ditandatangani 96 negara
sekarang ini, yaitu:
1. Secara berangsur-angsur terbentuknya suatu peraturan umum
atau konvensional genosida yang bersifat mengikat semua negara,
bahkan negara yang belum meratifikasi konvensi ini .
2. Kemajuan peraturan umum yang dibuat memperoleh tingkatan
yang lebih tinggi daripada kebanyakan norma internasional
yang lain. Bisa dikatakan hukum yang dominan yang harus
didahulukan dari peraturan internasional lainnya.
36 ---
3. Genosida itu sudah ditingkatkan ke dalam kategori tindakan
kriminal negara yang bersifat internasional dengan akibat
bahwa reaksi terhadap tindakan itu mungkin berbeda dari reaksi
terhadap tindakan atau kesalahan biasa lainnya.
Sejak disetujuinya konvensi ini , ada berbagai kasus
genosida yang muncul yang terjadi di dunia ketiga, diantaranya:
1. Tahun 1960, tentara Kongo telah membantai ratusan Baluba di
provinsi Kasai selatan akibat dari krisi politik dalam negeri.
2. Tentara Pakistan Timur tahun 1971 membantai penduduk daerah
yang sekarang menjadi Bangladesh.
3. Tahun 1970-1974 di Paraguay ribuan Indian Ache saat
bertentangan dengan pihak yang berwenang.
4. Tahun 1971-1978 rezim Idi Amin di Uganda telah membunuh
ribuan orang sipil, termasuk banyak musuh politik.
5. Antara tahun 1975-1978 di Kamboja Khamer Merah Pol Pot telah
menghancurkan kira-kira 2 juta orang diantaranya kelompok
etnis dan agama seperti Champs dan para Biksu.
6. Tahun 1982, terjadi pembunuhan massal terhadap orang Palestina
telah dilakukan di Libanon dan pasukan Kristen Falangis di
kamp-kamp palestina di Sabra dan Shatika.
Antara tahun 1986-1987 di Sri Langka terjadi tindakan kekerasan
dan genosida dilakukan terhadap orang Tamil oleh mayoritas Singhala
Adapun perhatian yang dilakukan warga internasional
sebagai tanggapan terhadap berbagai kasus pembunuhan massal
ini sayang sekali semuanya terlalu sedikit. Tanggapan internasional
yang paling halus saat terjadi perdebatan mengenai pelanggaran
berat yang dilakukan oleh suatu negara, seperti kasus genosida di
Kongo, Palestina, dan Pakistan.
Jika kita memandang kembali melalui sejarah, fakta pertama
yang menarik perhatian kita yaitu bahwa di masa lalu penyiksaan
itu memiliki peranan yang berbeda dan makna yang berbeda pula.
Selama berabad-abad itu dibenarkan secara hukum dengan tujuan
untuk memperoleh bukti dari tertuduh dalam perkara kejahatan,
dengan pengertian sebagai bukti dari bentuk hukum. Jadi siksaan
itu dipakai tanpa pandang bulu yaitu dalam hubungannnya setiap
kejahatan yang serius. Walaupun seiring berkembangnya zaman,
sedikit demi sedikit penyiksaan itu mulai menghilang dari pengadilan
dan berangsur-angsur dilarang pada kebanyakan negara maju.
namun di zaman modern, penyiksaan terulang kembali, dengan
bentuk dan tujuan sedikit agak berbeda, walaupun secara pasti
tidak diterima dalam kitab hukum pidana negara dan terutama
sekali di luar pengadilan. Seperti yang diungkapkan oleh amnesti
internasional dengan jelas sekali bahwa penyiksaan telah memiliki
suatu tujuan terutama dipakai sebagai mekanisme untuk menekan
pembangkangan politik dan idelogi. Pendeknya, penyiksaan itu
merupakan wajah otoriterisme yang paling tidak wajar dan kejam.
Penyiksaan telah dan masih tetap merupakan suatu gejala massal
seperti di Argentina, Cile, Bolivia, Paraguay, Uruguay, Guiena, Afrika
Selatan, Yunani, Turki, Uni Soviet dan negara otokrasi lainnya, serta
beberapa negara yang menganut paham demokrasi seperti Inggris
dan Perancis.
Ada lima bentuk penyiksaan yang dilakukan oleh bebrapa negara
dewasa ini, yaitu:
1. Untuk jangka waktu yang lama mereka tidak diberi makan dan
minum
2. Tidak boleh tidur
3. Disuruh berdiri lurus selama berjam-jam sebelum diintrogasi
4. Kepala ditutup saat proses interogasi. lalu disiksa selama
berjam-jam lamanya selama diinterogasi dengan suara yang
bernada tinggi untuk menjadikan meraka pusing
Ada tiga tingkat tindakan yang berbeda-beda dalam menekan
penyiksaan: tindakan oleh pemerintah, oleh hakim domestik dan
kelompok atau swasta. Dari ketiga tingkat tindakan dalam mengatasi
kekerasan, tindakan oleh pemerintah dalam menekan penyiksaan
walaupun sukar. Alasannya penyiksaan ini dilakukan hampir
seluruhnya dengan perintah atau persetujuan pemerintah namun
persis pemerintah inilah bersama-sama dengan negara-negara yang
tidak melakukan tindakan itu untuk melarangnnya. Harus ada sejenis
pembatasan diri dengan dibuatnya sebuah undang-undang atau
peraturan internasional hanya mengikat negara yang melakukannya.
Sampai sekarang ini larangan terhadap penyiksaan telah
dinyatakan telah dinyatakan dalam berbagai peraturan internasional
yang bersifat umum seperti dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak-
Hak Asasi Manusia 1948 dan Kovenan PBB tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik tahun 1966. namun yang lebih efektif yaitu peraturan-
peraturan internasional yang telah dipilih negara-negara secara
khusus membicarakan masalah penyiksaan, seperti di tahun 1975
dalam sidang PBB menyetujui cara konsensus sebuah deklarasi yang
bertujuan melarang penyiksaan
Di sini ada suatu perjanjian yang amat maju, yakni Konvensi
1950 tentang HAM, pasal 3 yang mengandung sebuah larangan umum
bagi penyiksaan dan perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi
atau merendahkan. Juga adanya mekanisme jaminan internasional
(the European Commision and Court of Human Rights atau Komisi
Eropa dan Pengadilan Hak Asasi Manusia) yang telah melakukan
tindakan efektif dibidang ini. Dalam beberapa kasus, kedua badan ini
telah menyimpulkan bahwa negara yang dituduh itu memang benar-
benar telah melakukan tindakan yang salah seperti kasus perkara
Irlandia Utara, kasus di Turki, kasus Tyrer di mana Inggris Raya
dituduh melanggar persyaratan Konvensi Eropa tentang HAM di
pulau Man tentang hukuman yang tidak manusiawi dan melecehkan
dan pelanggaran yang lainnya
Dua dari sekian banyak organisasi yang memiliki kontribusi dalam
menyelesaikan perkara penyiksaan, yaitu Amnesti Internasional
yang berpusat di London dan Komisi Ahli Hukum Internasional yang
berpusat di Jenewa. Yang ini pertama telah melaksanakan kerja
dengan baik dengan berhasil menyelidiki kebenaran tuduhan-tudahan
dan bukti serta mengumumkan semua fakta yang kelihatannya dapat
dibenarkan. Di mana hasil penyelidikan yang tepat telah dipakai
untuk mendesak pejabat pemerintah yang bersangkutan untuk
membebaskan para korban penyiksaan.
B. Kejahatan Apartheid
Apartheid merupakan suatu sistem politik dan sosial yang tidak
waras dan memberi cap pada setiap orang sejak lahir dengan hukum
yang didasarkan pada warna kulit. Kriteria warna kulit membagi
warga negara menjadi kelas satu, dua, tiga dan empat (kulit Putih,
Berwarna, Asia dan Hitam). Perbedaan kelas ini mencolok dari
cara orang kulit Hitam yang tidak diberi hak untuk memberikan
suara dalam pemilihan umum, tidak dapat ikut serta dalam serikat
kerja atau partai politik kulit Putih, tidak dapat masuk bioskop
atau restoran yang sering didatangi orang kulit Putih, bahkan dari
data statistik menunjukkan hubungan antara kulit Putih dengan
kulit Hitam: ada 100.000 orang kulit Putih yang tamat belajar
sedang kulit Hitam hanya 2.000 orang, dalam ekonomi kulit
Hitam menduduki 5 persen kerja terampil dan merupakan 99 persen
tenaga kerja tidak terampil.
Kelahiran sebuah sistem sosial di Afrika Selatan yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip utama peradaban modern dan
ideal-ideal Kristiani ini disebab kan adanya segregasi ras yang
diperkenalkan tidak lama sesudah dibentuknya Uni Afrika Selatan
pada tahun 1910. Sedini tahun 1911, the Mines Works Act (Akta
Tambang dan Kerja) melembagakan adanya diskriminasi di tempat
kerja dengan mengkhususkan kerja-kerja tertentu bagi orang kulit
Putih saja. Diikuti tahun 1914 dengan Akta Tanah yang melarang
orang kulit Hitam membeli tanah di luar daerah cadangan dan
demikian meletakkan dasar bagi pemisahan ras atas dasar teritorial.
Perwujudan terakhir dari sistem diskriminasi ini yaitu dengan
diperkenalkannya istilah “apartheid” dan peraturan segregasi
sosial. Bahkan pada tahun 1959, segregasi meluas kepada olahraga
dan pendidikan tinggi. Dari sederatan perundang-undangan ini,
terwujudlah apartheid secara pasti yang dengan jelas memperlihatkan
bahwa segregasi ini bertentangan dengan setiap prinsip etika
ada beberapa pengamatan mengenai segregasi ras yang
terjadi di Afrika Selatan. Pertama, kandungan perundang-undangan
yang dipertahankan oleh banyak pemimpin Afrika Selatan yang
mengemukakan bahwa orang kulit Hitam di Afrika Selatan dipandang
dari segi materi lebih baik hidupnya daripada yang hidup di negara-
negara Afrika yang lain. Namun kenyataannya tidaklah demikian.
Orang kulit Hitam di Afrika Selatan dianggap makhluk “hina”.
Kedua, berkaitan dengan pilihan alat untuk mengharuskan apartheid,
yaitu perundang-undangan yang lebih dilihat sebagai alat kontrol
sosial. Ketiga, adanya pembangunan suatu warga yang secara
sistematis dan menyeluruh dibagi oleh dinding yang sangat tinggi dan
dibangunnya suatu dunia di mana komunikasi sosial ada dalam
saluran-saluran yang ditentukan dengan kaku
Ada beberapa unsur mengapa Afrika Selatan berangsur-angsur
mengubah dirinya menjadi negara rasial yang radikal, yakni sifat
sejarah, keagamaan dan ekonomi. Dari faktor sejarah, permukiman
Belanda di Afrika Selatan merupakan manifestasi khas dari
kolonialisme kulit Putih yang mendominasi perbudakan terhadap
penduduk pribumi oleh pihak kolonis. Unsur kedua, adanya penekanan
dari Calvinisme dan Gereja Reformasi Belanda. Tonggak rasisme lain
yaitu dogma “nasib ganda” yang mengatakan bahwa masing-masing
dari kita dilahirkan dengan stempel kebaikan atau stempel kehinaan.
Terakhir, adanya motivasi dari segi ekonomi di mana jika ada
suatu ras yang dianggap rendah, maka akan lebih mudah untuk
mewajibkan tugas-tugas yang hina, berat dan tidak enak. Jika buruh
murah tidak tersedia, maka penambangan emas akan sulit untuk
dilakukan dan tidak akan memberikan sumbangan yang besar pada
perkembangan industri di Afrika Selatan.
PBB pernah merundingkan masalah apartheid antara tahun
1946 dan 1951 namun hanya dari segi pandangan diskriminasi
terhadap warga negara yang berasal dari India dan Pakistan. Baru
mulai tahun 1952, PBB melakukan penangangan terhadap apartheid
sebagai perlawanan total terhadap hak-hak asasi manusia mayoritas
penduduk Afrika Selatan walaupun dengan hasil yang masih minim.
Satu-satunya tindakan yang mungkin dapat menghancurkan sistem
segregasi itu yaitu dengan mengadakan sanksi ekonomi besar-
besaran terhadap Afrika Selatan yang dilakukan oleh semua negara.
Namun, cara ini sekali lagi tidak memberi pengaruh yang signifikan.
Adanya seruan dan kutukan PBB ternyata mulai terasa di luar Afrika
Selatan, yang pada akhirnya memberi tekanan pada Afrika Selatan
yang mulai mengambil langkah untuk menghapus beberapa sistem
segregasi ras. Selain itu, organisasi-organisasi antarpemerintah
mulai terlibat dalam aksi yang lebih efektif yang disebabkan
adanya keinginan yang lebih besar dari negara-negara Barat untuk
melakukan protes menentang kebijakan yang dipraktikkan di Afrika
Selatan
Pada tanggal 25 Oktober 1982 dalam tulisan Robert McNamara
disebutkan adanya tanda bahaya yang memberikan peringatan
bahwa jika tidak diambil langkah-langkah pencegahan dengan
segera maka Afrika Selatan mungkin akan menjadi “Timur Tengah
tahun 1900-1an”. Namun, apa yang dikatakan oleh McNamara tidak
didengarkan oleh minoritas kulit Putih Afrika Selatan.
ada dua proyek politik yang dikemukakan untuk mencegah
situasi yang dikemukakan oleh McNamara, yakni yang dibuat oleh
Pieter Botha dan elite kulit Putih yang dipimpinnya. Serentetan
tanda bahaya telah meyakinkan minoritas kulit Putih Afrika Selatan
akan perlunya suatu “strategi gerakan”. Tanda-tanda yang dimaksud
antara lain: penindasan penduduk non-kulit putih yang terjadi di
Sharpeville (1960) dan Soweto (1974), hilangnya daerah penyangga
yang melindungi Afrika Selatan dari “serangan” negara-negara
Afrika kulit Hitam (dari runtuhnya Imperium Portugis di Angola
dan Mozambik (1974), lalu berakhirnya supremasi kulit Putih
di Rhodesia (1980) dang sekarang kemerdekaan Namibia (1990), dan
pengisolasian internasional yang semakin berkembang. Oleh sebab
itu, partai yang memerintah Afrika Selatan memulai suatu proyek
politik yang berputar di sekitar gagasan-gagasan berikut:
1. Memperlunak apartheid secara berangsur-angsur
2. Menciptakan wilayah geografis di mana masing-masing kelompok
etnis Berwarna dapat melakukan perkembangan secara terpisah.
3. Mengadakan federasi antara Bantustan dan negara kulit Putih
dalam kerangka warga yang lebih luas.
Namun, proyek ini memiliki kecacatan yang sangat serius
sebab pada pokoknya semua kekuasaan yang sesungguhnya berada
di tangan kulit Putih. Oleh sebab itu, proyek ini merupakan suatu
“penyelesaian” yang sudah pasti akan dibuang oleh tekanan dalam
negeri dan internasional .
Di sisi lain, ada proyek politik radikal dari mayoritas
warga internasional dan juga ANC di Afrika Selatan dengan
tujuan utamanya yaitu menghancurkan apartheid dengan segera
dan memperkenalkan prinsip “satu orang satu suara” di mana
penduduk kulit Hitam akan mengambil alih kedudukan sebagai
mayoritas. Namun, pada akhirnya usaha -usaha ini selalu gagal.
Ada ketergantungan besar dari Negara Besar Barat terhadap Afrika
Selatan, yakni: untuk barang tambang yang memiliki kepentingan
strategi khusus, berbagai negara Afrika sangat bergantung pada
Afrika Selatan dalam berbagai hal (90% dari perdagangan Zimbabwe),
didirikannya pemerintahan kulit Hitam sebagai ganti pemerintahan
kulit Putih di Zimbabwe tahun 1980 tidak memberikan contoh yang
menggembirakan sebab minoritas kulit putih yang menentang
prospek yang diajukan oleh orang kulit Hitam dengan cara apapun.
Ada penyelesaian lain yang tampaknya lebih moderat, didukung
di dalam Afrika Selatan antara lain oleh Partai Progresif Federal
yang dipimpin oleh orang kulit Putih Helen Suzman. Pada intinya, hal
ini akan berakibat pada diruntuhkannya apartheid secara langsung.
Akan namun sampai pada tahap ini mungkin diajukan keberatan
bahwa perlindungan yang dijamin dari hak milik malah akan lebih
memperjelas ketidaksamaan yang ada. berdasar pidato-pidato
Presiden de Klerk (di depan Parlemen tanggal 2 Februari 1990)
dan pidato Nelson Mandela (Cape Town tanggal 11 Februari 1990)
kelihatannya sekarang ini seakan-akan tidak ada satu penyelesaian
yang memberi hasil yang efektif. Perundingan antara pemerintahan
de Klerk dan ANC mungkin dapat memberi tanda dihapuskannya
apartheid yang buruk. Bentuk pemerintahan atau konstitusi yang
paling sesuai dengan Afrika Selatan pada tahun 1990-an merupakan
masalah yang tampaknya tidak akan mendapat persetujuan dari
semua pihak. Kedua pihak ini masing-masing memiliki
pengritik yang tajam dan perbedaan-perbedaan ideologis, rasial dan
kesukuan tidak akan mudah diselesaikan. Meskipun konflik-konflik
kelihatannya tidak dapat diselesaikan, namun prospek perundingan
yang sekarang ini memberikan secercah harapan.
C. HAM di Argentina
Antara tahun 1976 sampai 1983 ada peristiwa-peristiwa
buruk yang menyangkut masalah kemanusiaan yang terjadi di
Argentina. Hampir dalam kurun waktu tujuh tahun kediktatoran
mungkin dapat memberi penjelasan terhadap suatu pertanyaan
yang sangat penting yakni mengenai: bagaimana suatu sistem
demokrasi dapat atau seharusnya bereaksi terhadap tidak adanya
perikemanusiaan? Bagaimana ia sepatutnya menghukum pihak yang
tidak bersalah? Apa yang seharusnya menjadi tujuan hukuman itu,
untuk menegakkan keadilan atau mencegah kembalinya kebiadaban?
Junta militer pertama yang berkuasa di Argentina pada tahun 1976
dibentuk untuk menghadapi masalah terorisme. Untuk menghadapi
gerombolan-gerombolan subversif sayap kiri atau “para teroris”
yang telah menghancurkan negara (terutama menyerang angkatan
bersenjata dan kepolisian), junta militer dibentuk dalam suatu
jaringan yang lebih luas daripada pusat operasi dan tempat-tempat
penahanan yang bersifat bawah tanah. Junta ini bertujuan
untuk menghancurkan gerombolan-gerombolan subversif untuk
selama-lamanya. Dengan memakai cara yang sama dengan yang
dipakai oleh teroris, kekuatan-kekuatan bawah tanah ini terdiri
dari anggota-anggota militer dan beroperasi di luar sistem hukum.
Pasukan-pasukan bawah tanah memakai cara-cara yang tidak
dapat dibenarkan oleh hukum kriminal manapun. Mereka menerkam
secara tiba-tiba terhadap setiap orang yang dicurigai melakukan
tindakan teoris, atau terlibat langsung mampun tidak langsung,
dalam gerombolan-gerombolan subversif dan lalu menahan
mereka. Komando-komando bawah tanah ini lebih suka beroperasi
di malam hari dengan pakaian sipil tanpa meninggalkan bekas atau
tanda .
Orang-orang yang ditahan dibawa ke kamp-kamp penahanan
bawah tanah untuk diinterogasi dan diperlakukan dengan kasar
dan disiksa dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai
tindakan-tindakan subversif lain dan juga untuk menyebarluaskan
rasa takut. Hampir selalu, sesudah disiksa, orang-orang yang ditahan
itu dibunuh dan atau dilemparkan ke laut dari pesawat terbang atau
helikopter.
Pada masa-masa keemasan aktivitas bawah tanah yang terjadi
antara tahun 1976 dan 1979, setidaknya 8.960 orang dilaporkan hilang.
Anggota yang terlibat dalam berbagai tahap operasi bawah tanah
(dalam penangkapan, penahanan, penyiksaan atau “menghilangkan”
orang-orang yang dicurigai subversif) ini berjumlah 1.300 orang
yang hampir semuanya terdiri dari anggota angkatan bersenjata dan
kepolisian.
Di Argentina, segala sesuatu dilakukan di luar hukum dan
tanpa catatan tertulis. Militer Argentina lebih menyukai melakukan
bergerak di bawah tanah dan secara tidak legal. Mereka beroperasi
dalam suatu dimensi yang seluruhnya berbeda dengan dimensi dari
negara demokrasi modern yaitu dimensi yang seluruhnya bersifat
sewenang-wenang. Selain itu, mereka ingin bertindak dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga tidak meninggalkan bukti tertulis apapun
mengenai tindakan-tindakan mereka.
Berita mengenai “hilangnya orang secara terpaksa” seringkali
terdengar sampai ke luar negara Argentina. Namun, reaksi yang
ditunjukkan oleh PBB lagi-lagi memiliki kekurangan sebagai
ciri khas badan-badan internasional. Terlepas dari kekurangan
dan keterbatasan kekuasaan yang dmilikinya, organisasi dunia itu
tetap memiliki batas tertentu dalam mempengaruhi pendapat
umum. Adanya tindakan yang mengagumkan dari ibu-ibu “Plaza de
Mayo” setidaknya memberi pengaruh sebab dari tindakan ini
sebagaimana Pengadilan Federal dalam putusannya tahun 1985
mulai dari tahun 1979 dan seterusnya terjadi penurunan jumlah
orang menghilang yang pada akhirnya berhenti sama sekali pada
tahun 1980, bahkan sebelum kediktatoran mengalami kejatuhan.
Pada masa pemerintahannya, Alfonsin memiliki keberanian
untuk menyingkapkan kediktatoran dan menghukum pihak-pihak
bersalah yang terjadi pada tradisi sebelumnya. Tindakan pertamanya
yaitu dengan membatalkan undang-undang penenangan
nasional yang disahkan oleh junta militer keempat pada tanggal
22 Semptember 1983. Kedua, yaitu dengan mendirikan Komisi
Nasional untuk Orang yang Hilang yang terdiri dari tokoh-tokoh
yang bertugas mengumpulkan bukti-bukti dari ‘orang yang hilang”
dan melaporkannya dalam jangka waktu delapan bulan. Ketiga,
memperbaiki Kode Keadilan Militer Argentina dengan berbagai
cara. Perubahan terbesar yaitu membatasi kompetensi pengadilan
militer, memperbolehkan naik banding di depan pengadilan pidana
federal terhadap putusan yang diberikan “Dewan Tertinggi Angkatan
Bersenjata”.
Seperti yang diketahui bahwa gerakan bawah tanah yang
didirikan di Argentina antara tahun 1975 dan 1980 merupakan hasil
dari rekayasa para pemimpin militer walaupun pelaksanaannya
dilakukan oleh personil bawahan. Di Argentina, ada dilema antara
penghormatan terhadap pihak yang berkuasa atau penghormatan
kepada pendapat dan martabat yang bebas dari individu. Menghadapi
hal itu, Alfonsin melakukan tindakan yang dibagi dalam dua tahap.
Pertama, melakukan beberapa perubahan dalam Hukum Keadilan
Militer dan kedua yaitu membenarkan undang-undang itu. Menurut
Pasal 514 Hukum Pengadilan Militer Argentina, menyebutkan bahwa
kepatuhan tidak dapat membenarkan dilakukannya tindak kriminal
terhadap kemanusiaan. Hal itu berati, yang menjadi bawahan dari
sebuah sistem yang mengharuskan kepatuhan tanpa pandang bulu
kepada perintah yang datang dari atas, harus dibebaskan (Antonio
Cassese, 2005).
Dari argumentasi Alfonsin yang menyetujui perundang-undangan
ini setidaknya dapat diperoleh suatu pemahaman mengenai
pertimbangan yang dipaksakan oleh kebutuhan politis, yakni antara
“memaafkan” 250 orang penjahat dan bahaya perang saudara yang
mengiringi kemungkinan digulingkannya demokrasi. namun apa yang
sama sekali tidak dapat diterima yaitu usaha untuk membenarkan
perbedaan mengenai pertanggungjawaban dari tindak kejahatan yang
dilakukan berdasar perintah atasan (antara pemimpin militer di
satu pihak) dan bawahan (mulai dari brigadir jenderal ke bawah).
HAM DALAM DUNIA KONTEMPORER
A. Pendahuluan
Kasus-kasus mengenai pelecehan hak asasi manusia seperti
yang terjadi dan dibahas pada bab sebelumnya dalam buku ini sudah
relatif jarang terjadi. Pada masing-masing kasus itu diperlihatkan
bagaimana fakta-fakta bertentangan dengan peraturan-peraturan itu,
atau menentang pemakaiannya secara efektif. Jika melihat kembali
masalah-masalah ini , pasti akan muncul reaksi kenalurian
yang mempertanyakan kegunaan semua proklamasi universal hak-
hak asasi manusia atau semua peraturan hukum dan konvensi
internasional yang mengubah proklamasi itu menjadi hukum positif.
saat merenungkan masalah-masalah seputar pelanggaran hak-
hak asasi, ada dua rekasi yang harus dihindari yakni memikirkan
masalah sehingga akan menimbulkan timbulnya rasa penderitaan
yang pasif sedang yang lain yaitu tumbuhnya rasa kepercayaan
yang lebih dengan suatu keyakinan dan harapan palsu bahwa hak-
hak asasi manusia lambat laun akan menang. Reaksi salah arah yang
pertama itu yaitu dengan mencari jalan keluar yang mudah. Di sisi
lain juga ada pemikiran yang salah bahwa hak-hak asasi manusia
merupakan sejenis agama baru yang universal. Dengan mundurnya
agama-agama besar banyak orang berharap untuk mendirikan suatu
agama baru yang non metafisik dan tidak bersifat ukhrawi.
Jadi bagaimana cara yang benar dalam memandang hak-
hak asasi manusia itu? Sebagai etos yang baru dan sebagai suatu
perangkat yang sangat penting dari ajaran sekuler humanitarian,
yang tidak dibebani mitos, meskipun berdasar ideal-ideal utama
dari agama tradisional dengan mengambil gagasan-gagasan utama
dari Filsafat Barat. Etos baru ini dimaksudkan untuk menyatakan
penolakan terhadap tatanan bilogis alami. Memang, alam didominasi
oleh kekejaman, tidak memperhatikan individu, ketidakadilan,
keagresifan dan berkuasanya yang kuat atas yang lemah. Konsep hak
asasi direkayasa untuk menentang kecenderungan ini , untuk
menegaskan dan memproklamasikan bahwa ada ajaran-ajaran
yang harus diikuti dengan tujuan untuk memaksa dan mendominasi
naluri alami. Hak asasi manusia dari satu segi dipandang sebagai
usaha oleh manusia untuk menjadikan manusia sebagai makhluk
sosial yang menang terhadap manusia sebagai “binatang alami”
Dengan demikian, hak-hak asasi manusia berdasar suatu
keinginan yang ekspansif untuk mempersatukan seluruh dunia dengan
membuat suatu daftar pedoman bagi semua pemerintahan. Semuanya
itu merupakan usaha untuk menyoroti nilai-nilai (penghormatan
terhadap martabat manusia) dan kebalikannya (peniadaan martabat
itu) yang dijadikan sebagai parameter bagi semua negara untuk
mengukur tindakannya. Singkatnya, hak asasi manusia yaitu usaha
oleh dunia kontemporer untuk memasukkan suatu kadar rasio ke
dalam sejarah.
B. Penghormatan