penjara 7

Rabu, 13 September 2023

penjara 7


negara asing, ras dan etnis minoritas, tahanan yang lebih tua, tahanan penyandang cacat dan 
anak-anak. Kebutuhan khusus mereka tidak bisa dipenuhi dalam penjara yang penuh sesak, di 
mana situasi mereka memburuk dalam lingkungan tertutup yang membahayakan.
• Kurangnya ruang yang cukup hanya salah satu dari banyak masalah yang dialami sebagai
konsekuensi dari kepadatan di penjara. Dampak kepadatan juga ada pada kualitas gizi, sanitasi, 
kegiatan dan program tahanan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan bagi kelompok rentan. 
Ini mempengaruhi kesehatan fisik dan mental semua tahanan, menghasilkan ketegangan dan 
kekerasan tahanan, ini  memperburuk masalah kesehatan mental dan fisik dan menimbulkan 
tantangan manajemen yang besar. 
• Dampak kepadatan tidak hanya terjadi dalam tembok penjara. Tingginya tingkat hukuman
penjara memiliki dampak merugikan pada ekonomi, kesehatan warga  dan kohesi sosial 
warga .
• saat mendiskusikan biaya penjara, dana harus diambil tidak hanya dari dana aktual yang
dipakai  untuk pemeliharaan setiap tahanan, tetapi juga dari biaya agunan, seperti dampak 
dari biaya ini pada layanan sosial, ekonomi dan kesehatan, yang tidak selalu mudah untuk 
diukur, tetapi yang sangat besar dan berjangka panjang.

Tingkat hukuman penjara dan tren kejahatan
Melihat tren di seluruh dunia, dapat diasumsikan bahwa kenaikan jumlah hukuman 
penjara dan kepadatan di penjara yaitu konsekuensi langsung dari meningkatnya 
aksi kriminal di seluruh dunia. Bahkan, ini  tidak selalu terjadi. Penelitian telah 
menunjukkan bahwa tingkat hukuman penjara dan kejahatan dapat berkembang bebas 
satu sama lain, atau bahwa kejahatan yang meningkat dapat berdampak pada tingkat 
penahan tetapi bukan yaitu  faktor utama memicu semakin tingginya jumlah 
penahanan. Peningkatan kriminalitas itu sendiri mungkin disebabkan oleh kenyataan 
bahwa aksi yang sebelumnya tidak didefinisikan sebagai aksi kriminal telah masuk ke 
dalam daftar aksi yang dianggap sebagai pelanggaran. Dan juga, beberapa pelanggaran 
mungkin telah direklasifikasi menjadi lebih serius dan diberikan hukuman penjara yang 
tetap minimal.
Sebuah studi terbaru yang komprehensif, yang meninjau asosiasi statistik antara tingkat 
hukuman penjara dan tingkat kejahatan, memakai  data survei PBB untuk total 
kejahatan yang tercatat di 44 negara, data statistik kesehatan, data untuk pembunuhan 
di 192 negara, data dari studi korban dalam serangan di seluruh dunia (68 negara) 
dan 10 kejahatan di Uni Eropa (29 negara), serta dampak dari kejahatan di penjara, 
memakai  statistik keputusan baik dari survei PBB maupun Sourcebook Eropa, 
menemukan bahwa baik kejahatan yang dilaporkan maupun korban secara sistematis 
tercermin dalam tingkat penahanan.25 ini  juga menunjukkan bahwa tren dalam 
ekploitasi hukuman penjara dan kecenderungan dalam tindak pidana mungkin berbeda 
tanpa pola yang konstan.26
Studi ini menunjukkan bahwa, misalnya, di Finlandia, jumlah kejahatan yang dilaporkan 
naik antara tahun 1980 dan 2005, saat tren hukuman penjara sedang menurun pada 
tahun yang sama. Di Inggris dan Wales baik tren kejahatan maupun jumlah hukuman 
penjara naik (tapi tidak secara bersamaan) pada tahun yang sama. Di Amerika Serikat 
tren awalnya stabil dan lalu menurun, sebab  hukuman penjara meningkat selama 
periode yang sama.27 Pada tahun 1975 Amerika Serikat memenjarakan 21 tahanan 
untuk setiap 10.000 "kejahatan indeks"; tiga puluh tahun lalu AS memenjarakan 
125 tahanan untuk setiap 10.000 kejahatan. Ini berarti bahwa jumlah hukuman penjara 
negara telah meningkat enam kali lipat.28 Tren kejahatan Kanada mirip dengan Amerika 
Serikat, tetapi kurva hukuman penjara benar-benar berbeda.29 Di Australia jumlah 
hukuman penjara bertumbuh, sedang  tingkat kejahatan nasional sebenarnya telah 
menurun.l Singapura dan Jepang yaitu negara-negara dengan tingkat ‘kejahatan yang 
rendah’ menurut statistik kejahatan resmi. Namun, Singapura memiliki tingkat hukuman penjara yang tinggi sedang  Jepang memiliki tingkat hukuman penjara yang rendah.
Studi-studi ini dan penelitian yang serupa lainnya menunjukkan bahwa tren kejahatan 
umumnya tidak menjelaskan keseluruhan pemakaian hukuman penjara.
Satu penjelasan yang ditawarkan untuk perbedaan ini yaitu bahwa sistem yang berbeda 
bereaksi secara berbeda terhadap tren dalam tindak pidana. Beberapa sistem telah 
merespon dengan cara mengubah kebijakan pidana mereka, sebagai respon terhadap 
perubahan realitas, sementara sistem lain lebih kaku dan kurang rentan terhadap 
perubahan. Penjelasan lain yaitu bahwa tingkat hukuman penjara dipengaruhi oleh 
faktor-faktor lain, yang berkaitan  dengan struktur sosial, ekonomi dan politik, serta 
sejarah yang spesifik dari masing-masing negara dan keadaan setempat.
Dengan demikian, jawaban atas pertanyaan mengapa meningkatnya jumlah orang 
yang dirampas kebebasannya di seluruh dunia yaitu hal yang kompleks. Alasannya 
bermacam-macam, bervariasi dari suatu daerah ke daerah lain dan suatu negara ke 
negara lain. Mereka yang ingin memulai proses untuk mengurangi kepadatan dalam 
sistem penjara negara mereka, harus memulainya dengan penilaian menyeluruh untuk 
mengidentifikasi alasan yang tepat dari kepadatan di penjara dalam yurisdiksi khusus 
mereka, termasuk penilaian dari seluruh sistem peradilan pidana, dalam rangka untuk 
mengembangkan kebijakan dan program yang relevan dan efektif.
Jelas dalam mempertimbangkan peningkatan jumlah populasi penjara, penghitungannya 
dilihat dari pertumbuhan demografi alam di suatu negara. Namun, kenaikan jumlah 
hukuman penjara, bukan hanya dalam jumlah orang yang ditahan di penjara, di negara￾negara di seluruh dunia, menunjukkan bahwa di sebagian besar negara banyak faktor 
lain, selain pertumbuhan demografi, yang perlu dipertimbangkan sebagai penyebab 
kepadatan, yang kemungkinan akan mencakup beberapa dari hal yang diuraikan di 
bawah ini.
2. Penyebab utama: faktor sosio-ekonomi dan politik
Sebagian besar tahanan di seluruh dunia berasal dari latar belakang ekonomi dan 
sosial yang kurang beruntung. Kebanyakan hidup dalam kemiskinan, buta huruf atau 
pendidikan yang terbatas dan pengangguran sertatak memili tempat tinggal, yang 
pada gilirannya mungkin memiliki kontribusi terhadap pecahnya keluarga mereka, 
penyalahgunaan narkoba dan alkohol, di antara konsekuensi destruktif lainnya 
dari marginalisasi sosial-ekonomi mereka. Keadaan dan dependensi ini dapat 
berkontribusi pada konfrontasi individu dengan sistem peradilan pidana, kecuali 
kalau sistem pendukung yang memadai disediakan. Ini mungkin termasuk bantuan 
kesejahteraan sosial, dukungan untuk perumahan, lapangan pekerjaan dan pengobatan 
untuk ketergantungan obat-obatan dan kebutuhan perawatan kesehatan mental, antara 
lain, untuk membantu orang untuk mengatasi kesulitan ini dan hidup positif dan 
mandiri.Penelitian menunjukkan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan diukur oleh 
koefisien Gini34 memiliki dampak yang signifikan terhadap peningkatan tingkat 
kejahatan yang dilakukan terhadap perorangan maupun properti.35 Penelitian juga telah 
menemukan korelasi antara ketimpangan pendapatan dan jumlah populasi penjara.
Indikator lain mengukur jaminan sosial dan keadilan sosial berpadu dengan kurangnya 
eksploitasi hukuman penjara. Data Perbandingan tersedia terutama dari negara-negara 
Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), menunjukkan 
bahwa peningkatan investasi di bidang kesejahteraan sosial dikaitkan dengan tingkat 
hukuman penjara yang lebih rendah. Ada bukti jelas bahwa akar penyebab bagi banyak 
pelanggaran dapat ditemukan dalam kesenjangan sosial dan status ekonomi dan sosial 
para pelaku. 
Beberapa ahli juga telah menemukan korelasi kuat antara tingkat hukuman penjara 
dan model ekonomi yang berbeda. Mereka berpendapat bahwa kenaikan umum dalam 
populasi penjara terkait dengan munculnya neo-liberalisme di beberapa warga  
Barat, dan sistem pidana sering dipakai  sebagai alat untuk menangani ketidakamanan 
sosial dan mengendalikan gangguan sosial yang diciptakan oleh kebijakan neo-liberal 
dan deregulasi ekonomi. Mereka menegaskan bahwa di penjara jaman neoliberal 
dipakai  untuk membatasi dan mengendalikan "elemen mengganggu" dan buruk 
dari warga . Beberapa berpendapat bahwa ekonomi pasar korporatis konservatif 
cenderung memiliki tingkat hukuman penjara menengah, sedang  ekonomi pasar 
sosial demokratis memiliki tingkat hukuman penjara rendah.
3. Kendala dan penundaan dalam mengakses peradilan
beberapa  instrumen internasional menetapkan prinsip dan aturan minimum 
bagi administrasi peradilan dan menawarkan pedoman rinci kepada negara untuk 
menjamin akses yang sama terhadap keadilan bagi semua orang yang memahami 
proses  peradilan pidana. Namun, di banyak negara jaminan minimum yang ditetapkan dalam perjanjian dan standar internasional tidak diberikan kepada mereka 
yang memahami sistem peradilan pidana, yang dapat memicu penangkapan 
sewenang-wenang, penahanan pra-ajudikasi yang diperpanjang dan persidangan yang 
tidak adil yang memicu pemenjaraan terhadap orang tak bersalah atau hukuman 
yang terlalu berat. Kelompok yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi, penduduk 
pedesaan di negara berkembang dan kelompok-kelompok tertentu yang mengalami 
beberapa lapisan diskriminasi dalam semua bidang kehidupan, seperti kelompok 
minoritas dan wanita , yaitu yang paling terpengaruh.
Masalah yang berkaitan dengan akses terhadap keadilan dalam negara-negara yang 
berada dalam situasi krisis dan pasca-konflik biasanya lebih jelas dan luas dibandingkan dalam 
konteks Negara non-krisis. Sistem peradilan pidana mungkin telah runtuh atau sangat 
berkurang dalam kapasitasnya akibat kerusakan infrastruktur dan perginya personil 
peradilan pidana yang memenuhi syarat dan melepaskan posisi kunci yang kosong. 
Polisi dan lembaga peradilan lainnya mungkin menjadi sumber ketidakamanan publik, 
intimidasi atau kekerasan, atau mereka mungkin tidak dipercaya sebab  kekerasan 
yang dilakukan rezim sebelumnya. Korupsi cenderung marak. Jaminan hukum dan 
perlindungan prosedural tidak dihormati. Kegiatan penegakan hukum sering tidak 
terkoordinasi. Dalam situasi konflik bersenjata, tantangan semacam ini terasa berat 
dengan sedikit sumber daya tersedia.
Meningkatkan akses warga  terhadap keadilan sangat penting untuk menjamin 
keadilan dan kesetaraan di depan hukum dalam setiap masalah individu, serta memperkuat 
kepercayaan dan keyakinan dalam sistem peradilan dan kerjasama warga  dengannya. 
Kepercayaan dalam sistem peradilan itu sendiri telah diidentifikasi sebagai faktor yang 
dapat membantu mengurangi kejahatan dan hukuman penjara, sebab  sebuah sistem 
yang dianggap sah "mungkin bertahan dengan sanksi yang lebih ringan, sementara 
sebuah sistem dalam siruasi krisis mungkin ingin menegakkan kredibilitasnya dengan 
meningkatkan hukuman. Dan sistem hukum yang norma dan prosedurnya dirasakan 
adil dan sah mungkin dapat dipenuhi oleh warga  sebab  sistem ini dirasa layak 
diikuti."
Meningkatkan akses warga  miskin dan rentan terhadap keadilan juga yaitu  
elemen penting untuk memastikan bahwa penjara tidak penuh dengan orang 
yang, dimana polisi dan sistem pengadilan berfungsi sebagaimana mestinya, tidak akan 
ditahan, entah itu penahanan pra-ajudikasi yang lama atau keputusan dan hukuman 
yang tidak adil.
Penundaan dan kendala yang dihadapi dalam mengakses keadilan yaitu penyebab 
lintas sektor untuk hukuman penjara tingkat tinggi, dan relevan dengan sebagian besar 
isu-isu lain yang dibahas di bawah dan bab selanjutnya
yang berfokus pada akses ke penasehat hukum dan proses  bantuan hukum, yang dapat berdampak langsung dan nyata pada tingkat kepadatan di penjara, 
yang berfokus pada pengurangan penahanan pra-ajudikasi. 
4. Penahanan pra-ajudikasi yang melampaui batas
Meskipun ketentuan dalam hukum internasional, yang membatasi eksploitasi 
penahanan pra-ajudikasi untuk kondisi yang ditentukan ,jangka 
waktu penahanan pra-sidang yang panjang dan berlebihan yaitu endemik di banyak 
negara. Dua seperempat juta orang diketahui ditahan dalam penahanan pra-ajudikasi 
dan bentuk lain dari hukuman penjara di seluruh dunia pada tahun 2008. Diperkirakan 
bahwa seperempat juta lagi ditahan di negara dimana informasi tentang ini  tidak 
tersedia. Selama satu tahun rata-rata, setidaknya 10 juta orang diajukan ke penahanan 
pra-ajudikasi. Tingginya jumlah tahanan pra-ajudikasi yaitu masalah yang sangat 
serius di Afrika, Amerika Latin dan Asia Selatan, di mana, di beberapa negara, jumlah 
tahanan pra-ajudikasi setinggi 70-90 persen.
Penahanan pra-sidang dapat berdampak buruk pada kemampuan terdakwa untuk 
mempersiapkan diri menghadapi sidang. Kondisi penjara yang tidak manusiawi 
berarti bahwa terdakwa berkonsentrasi untuk bertahan menghabiskan waktu mereka 
di penahanan pra-ajudikasi atau mempertimbangkan tawar-menawar pembelaan, 
ketimbang mempersiapkan pembelaan diri. Akses ke pengacara dan informasi tentang 
masalah mereka sering jauh lebih terbatas jika terdakwa berada dalam tahanan.46 Oleh 
sebab  itu tidak mengherankan bahwa, seperti yang dikatakan Kelompok Kerja PBB 
untuk Penahanan Sewenang-wenang, mereka yang berada dalam penahanan pra￾ajudikasi memiliki kemungkinan yang lebih rendah untuk mendapatkan vonis bebas 
dibandingkan mereka yang tetap bebas sebelum peradilan. Penemuan ini ditegaskan pula 
oleh berbagai studi penelitian lainnya.
Sementara penahanan pra-ajudikasi yang berlebihan yaitu salah satu faktor utama 
yang berkontribusi terhadap kepadatan penjara di banyak negara di seluruh dunia, itu 
juga yaitu  salah satu tantangan yang paling kompleks untuk diatasi, sebab  jumlah 
lembaga peradilan pidana yang terlibat, kebutuhan yang genting tetapi kekurangan 
bantuan hukum pada tahap tertentu dari proses peradilan pidana, serta masalah korupsi 
yang ditemui di akses masuk ke sistem penjaraAlasan utama tingginya tingkat penahanan pra-ajudikasi telah diidentifikasi sebagai 
berikut:
 Penundaan dalam proses peradilan pidana 
Penundaan ditemui dalam pemrosesan masalah sebelum putusan akhir diberikan, memiliki 
dampak yang signifikan pada jumlah populasi penjara pra-ajudikasi di banyak negara. 
Sementara di beberapa negara, tahanan akan menghabiskan waktu yang terlalu lama 
dalam penahanan pra-ajudikasi, dalam banyak masa penahanan pra-ajudikasi lainnya 
dapat diperpanjang hingga bulan dan tahun. Khususnya bila menyangkut masalah dana, 
tahanan dapat menghabiskan waktu hingga sepuluh tahun atau lebih untuk menunggu 
persidangan.
Penundaan yang lama ini dapat disebabkan oleh kombinasi dari banyak faktor, biasanya 
saling menguatkan, yang meliputi:
• Penundaan dalam penyelidikan oleh polisi atau jaksa, yang mungkin sebab 
kurangnya pelatihan dan sumber daya, dikombinasikan dengan tingginya 
jumlah penangkapan;
• Kurangnya kerjasama antara lembaga peradilan pidana, seperti polisi, jaksa
dan pengadilan, yang dapat diperparah jika ada berbagai tingkatan administrasi 
dan peraturan—seperti di tingkat federal dan negara bagian, dan di mana kerja 
sama dan pertukaran informasi di antara mereka sangat buruk. Dalam situasi 
seperti itu bukan hal yang tidak mungkin berkas-berkasi tahanan akan hilang 
dalam sistem;
• Proses peradilan pidana dan birokrasi administrasi pengadilan yang rumit,
seringkali sebab  aturan dan peraturan yang sudah usang, diperparah oleh 
praktek korupsi;
• Seringnyapenundaanpersidanganuntukalasansepertikasusyangmenumpukdi
pengadilan, kekurangan hakim, tidak adanya saksi, kurangnya transportasi untuk 
menjemput terdakwa ke pengadilan, kurangnya keamanan pada transportasi 
(terutama di negara-negara krisis) dan kurangnya sistem dokumentasi dan 
pelacakan yang baik di penjara untuk memastikan bahwa para tahanan pra￾ajudikasi diadili pada tanggal yang ditetapkan oleh sistem pengadilan. Dalam 
situasi konflik dan paska konflik, fasilitas pendokumentasioan tahanan dan 
arsip tidak dapat diakses atau mungkin telah hancur;
• Perpanjangan periode penahanan pra-ajudikasi yang sering dan sewenang￾wenang, kadang-kadang bertentangan dengan undang-undang dalam negeri;
• Sebagai buntut dari krisis, pemerintah mungkin punya prioritas lain yang lebih
mendesak ketimbang menangani beban masalah peradilan yang bertambah dan 
menakutkan, terutama saat sumber daya yang tersedia untuk pemerintah 
terlalu sedikit.
Penahanan pra-ajudikasi yang berlebihan
Alasan yang banyak, tapi tidak menyeluruh, atas penahanan pra-ajudikasi yang 
berlebihan dapat diringkas sebagai berikut:
• Penangkapan yang sewenang-wenang: Polisi sering terlebih dahulu menangkap 
dan lalu menyelidiki, sehingga terdakwa berada dalam tahanan untuk 
waktu yang lama. Polisi mungkin diminta untuk mengambil tindakan 
ini sebab  tekanan untuk "menyelesaikan" masalah yang tertunda dan 
kadang-kadang untuk memenuhi kuota penangkapan pelanggaran tertentu 
(misalnya narkoba). Persyaratan untuk memenuhi target penangkapan dapat 
memicu penjebakan terhadap orang yang tidak bersalah.
• Kurangnya akses tahanan ke penasehat hukum: Kurangnya akses ke penasehat 
hukum mungkin sebab  tidak adanya peraturan yang menjamin hak terdakwa 
untuk memperoleh pengacara, kurangnya suatu sistem bantuan hukum yang 
berfungsi dan efektif, bersamaan dengan kurangnya pengacara di banyak 
negara.
• Korupsi keseluruhan sistem: Dalam sistem peradilan pidana di mana korupsi 
meluas, terdakwa berkemungkinan dibebaskan sambil menunggu persidangan 
hanya saat mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk menyuap 
polisi, jaksa, atau petugas pengadilan yang menangani aplikasi mereka untuk 
pembebasan sebelum sidang.
• Undang-undang:
 - Undang-undang mungkin mencakup penahanan pra-ajudikasi wajib untuk 
kategori kejahatan tertentu, bertentangan dengan standar internasional 
yang mengharuskan penahanan pra-ajudikasi dipakai  dalam keadaan 
luar biasa dan didefinisikan secara sempit saja. 
 - Undang-undang mungkin tidak memiliki alternatif atau alternatifnya 
terbatas bagi penahanan pra-ajudikasi;
 - Bila alternatif untuk penahanan pra-ajudikasi tersedia dalam undang￾undang, biasanya terbatas pada jaminan uang, yang mengharuskan 
terdakwa untuk memberi beberapa  dana (atau bentuk lain dari 
jaminan material, seperti tanah atau rumah) sebagai jaminan pembebasan. 
Dengan demikian kaum miskinlah yang memiliki kesulitan terbesar 
dengan kondisi seperti itu. Di Malawi, misalnya, alasan utama kepadatan 
sistem penjara yaitu bahwa "para tahanan tidak bisa membayar uang 
jaminan atau memberi jaminan."50 Di Afrika Selatan, sekitar 40 persen 
dari tahanan pra-ajudikasi yang ditahan sebab  ketidakmampuan untuk 
membayar jaminan tuntutan sedikitnya US $ 7, perampasan kemerdekaan 
disebabkan bukan dari setiap faktor yang relevan dalam peradilan pidana 
melainkan sebagai konsekuensi dari kemiskinan.51
• Opini publik: Di banyak negara, warga  tidak memahami jaminan dan 
merasakan bahwa pengadilan bertindak terlalu murah hati jika terdakwa yang 
dibebaskan menunda sidangnya. Hakim takut dianggap terlalu lembut dan 
ragu-ragu untuk mengambil risiko bila tersangka melakukan pelanggaran atau
melarikan diri jika dibebaskan selama periode pra-ajudikasi. Kadang-kadang 
hakim juga takut bila pembebasan terdakwa dengan jaminan dapat dikaitkan 
dengan suap dan dengan demikian memilih pilihan yang lebih aman yakni 
penahanan.
Langkah-langkah untuk mengurangi penahanan pra-ajudikasi . Kebijakan peradilan hukuman pidana 
saat kemiskinan dan kurangnya dukungan sosial pada kaum yang kurang beruntung 
bergabung dengan retorika "tegas terhadap kejahatan" dan kebijakan yang menyerukan 
penegakan hukum dan hukuman yang lebih tegas, hasilnya selalu berupa peningkatan 
yang signifikan dalam populasi penjara. Kadang-kadang digambarkan sebagai 
pewarga an, populasi yang meningkat biasanya meliputi perwakilan warga  
miskin dan terpinggirkan, didakwa dengan pelanggaran kecil dan tanpa kekerasan. 
Meskipun tidak terkait dengan tingkat kejahatan, situasi ini didorong oleh kisah yang 
ditulis media untuk mendukung tindakan tegas memerangi kejahatan meskipun tidak 
ada bukti untuk menunjukkan hubungan antara tingkat hukuman penjara dan tingkat 
kejahatan.
Memang, kebijakan peradilan hukuman pidana telah berdampak pada pertumbuhan 
populasi penjara dan kepadatan di penjara di beberapa  besar negara. Pengadilan di 
banyak negara saat ini lebih cenderung memberi hukuman penjara pada pelaku 
pelanggaran dan menjatuhkan hukuman lebih lama dibandingkan yang mereka lakukan 
satu dekade yang lalu. Di banyak negara, pelaku non-kekerasan yang melakukan 
kejahatan kecil kemungkinan dihukum penjara, bukannya ditangani pada tahap pertama 
proses peradilan pidana dengan memberi peringatan, denda, atau hukuman yang 
ditangguhkan, atau tindakan peradilan restoratif. Alternatif non-penahanan-berbasis￾warga  sering diabaikan demi perampasan kebebasan.
 Undang-undang hukuman minimal wajib
Undang-undang hukuman minimal wajib, yang mendapatkan popularitas sebab  
ketegasan kebijakan peradilan pidana, yang dipakai  untuk berbagai pelanggaran di 
banyak negara. Hukum ini tidak memungkinkan atau kemungkinannya sangat 
terbatas dalam memberi keleluasaan bagi hakim, yang dengan demikian terhalang 
untuk mempertimbangkan situasi pelanggaran atau kerentanan pelaku pelanggaran 
dalam menjalani hukuman. ini  sering memicu pelaku pelanggaran kecil 
dihukum dalam waktu lama, dalam penjara yang tidak memadai. "Three-strikes law" pada 
khususnya, meminta hakim menjatuhkan hukuman penjara pada pelanggaran ketiga 
yang dilakukan oleh orang yang sama. ini  dapat melanggar prinsip proporsionalitas 
secara sangat signifikan dalam penetapan hukuman
Hukuman minimal wajib dan "three-strikes law", memiliki dampak yang dramatis pada 
pertumbuhan populasi penjara di beberapa negara atau yaitu  salah satu kendala 
untuk mengurangi jumlah populasi penjara.55 Dua contoh, yang paling sering disebut 
yaitu Afrika Selatan dan Amerika Serikat Dalam masalah Afrika Selatan, sementara 
banyak komentator yang mengaitkan pertumbuhan yang signifikan dalam populasi 
penjara dan kepadatan parah di penjara dengan berlakunya undang-undang hukuman 
minimal wajib, juga telah dikatakan bahwa dampak penuhnya belum dirasakan dan 
diperkirakan baru terasa di tahun-tahun mendatang sebab  peningkatan lamanya 
hukuman dan semakin lama waktu hukuman yang saat ini harus dihabiskan tahanan 
di penjara, sebelum dibebaskan secara bersyarat.56 Penelitian ini menunjukkan bahwa 
peningkatan dalam yurisdiksi para hakim pengadilan memainkan peran penting dalam 
memberi kontribusi bagi pesatnya pertumbuhan populasi penjara dari tahun 1998 
dan seterusnya, sebab  semakin lama hukuman yang diberikan pengadilan wilayah, dan, 
khususnya, pengadilan daerah yaitu hasil dari tekanan publik dan politik. Penelitian 
juga menunjukkan bahwa dampak jangka pendek dari hukuman minimum wajib di 
Afrika Selatan telah menambah panjang, secara substansial, waktu yang berlalu antara 
tindak pidana dan pemberian hukuman—dengan demikian siklus kasusnya lebih panjang 
dan keputusannya lebih sedikit setiap tahun sehingga memicu bertambahnya 
penumpukan masalah di pengadilan.
Undang-undang hukuman wajib sering dipakai  dalam hubungannya dengan 
pelanggaran narkoba, yang tercakup dalam bagian 

Peningkatan hukuman penjara yang lebih panjang dan hukuman seumur 
hidup
Hukuman seumur hidup
Berikut ini yaitu tiga jenis hukuman seumur hidup yang utamaa
• Hukuman ‘seumur hidup’ atau jangka panjang dengan jumlah tahun yang pasti, yang mana
sesudah  itu tahanan dibebaskan tanpa pembatasan lebih lanjut.
• Hukuman “seumur hidup” dengan jumlah tahun yang minimum, sesudah  itu, pada suatu titik
tertentu yang telah ditentukan, tahanan dapat dipertimbangkan untuk dibebaskan.
• Hukuman penjara hingga (normal) wafat, dengan tidak adanya kemungkinan bebas dan/atau
keumungkinan (teoritis atau realistis) ampunan. 
Hukuman jangka panjang: Meskipun tidak ada definisi internasional mengenai hukuman jangka 
panjang, menurut Dewan Eropa, ambang hukuman jangka panjang yaitu lima tahun atau lebih.
 Dewan Eropa, Committee of Ministers Recommendation Rec (2003) 23 on the management by prison 
administrations of life sentence and other long-term prisoners, (dipakai  oleh Komite Menteri pada tanggal 9 
Oktober 2003 dalam pertemuan Deputi Menteri ke-855’).
Konsisten dengan ketegasan rezim hukuman di banyak negara di seluruh dunia, telah 
terjadi peningkatan hukuman penjara dalam waktu yang lebih lama dan hukuman 
seumur hidup, termasuk pemberian hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan 
pembebasan bersyarat (LWOP). Selain itu, hukuman seumur hidup, biasanya tanpa 
kemungkinan pembebasan bersyarat, telah diperkenalkan di beberapa  negara menyusul 
penghapusan hukuman mati.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat, telah mencatat bahwa pada tahun 1980 dan 
awal 1990-an jumlah orang yang dijebloskan ke penjara bertambah terutama sebab  
kebijakan peradilan pidana tegas diterapkan dalam pelanggaran terkait narkoba, sejak 
saat itu hukuman penjara dalam waktu yang lebih lama dan bukannya hukuman penjara 
baru telah memicu ekspansi populasi penjara.59 Pada tahun 2004, satu dari setiap 
sebelas pelaku yang ditahan di penjara negara bagian dan federal dilaporkan menjalani 
hukuman seumur hidup.60 Pada tahun 2009, dari 2,3 juta tahanan di penjara-penjara 
di seluruh Amerika Serikat, 140.610 menjalani hukuman "seumur hidup", di antaranya 
6.807 remaja.
Komite Pencegahan Penyiksaan Dewan Eropa (CPT) telah mencatat bahwa: "Di 
banyak negara Eropa jumlah hukuman seumur hidup dan tahanan jangka panjang 
lainnya meningkat."62 CPT juga mengkritik pembatasan khusus yang tidak tepat yang 
diterapkan untuk tahanan-tahanan ini , yang kemungkinan akan memperburuk 
efek berbahaya yang memang ada dalam penjara jangka panjang.63 Di Inggris danWales, misalnya, populasi penjara yang menjalani hukuman seumur hidup meningkat 
dari 3.192 pada tahun 1994 menjadi 6.741 pada tahun 2008.64 Reporter Khusus 
tentang Penjara dan Kondisi Penahanan di Afrika yang diamati pada tahun 2004 bahwa 
di Afrika Selatan hukuman seumur hidup saja telah meningkat dari 500 pada tahun 
1995 menjadi 5.000 pada tahun 2004, mencatat bahwa hukuman penjara yang yang 
tak memberi harapan nyata pada pelaku akan kebebasannya membahayakan seluruh 
proses rehabilitasi dan reintegrasi.65 Populasi pelaku yang menjalani hukuman lebih dari 
15 tahun (termasuk hukuman seumur hidup) meningkat sebesar 32 persen dari tahun 
2004/05 hingga tahun 2010/11.66 Meningkatnya pemberian hukuman dengan masa 
yang lebih panjang di Afrika Selatan telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab 
utama dari krisis kepadatan penjara di negeri ini.67 Di Uganda, jumlah tahanan seumur 
hidup telah berkembang dari 37 di tahun 2008 menjadi 329 di 2010.68 Kecenderungan 
serupa telah diamati di beberapa  negara di Asia Selatan.69
Di sebagian besar negara, hanya pelanggaran paling serius, yang dikenakan hukuman 
penjara seumur hidup. Namun, penjara seumur hidup semakin banyak dipakai  untuk 
pelanggaran ringan dan non-kekerasan.
Di negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati dan diganti dengan 
hukuman penjara seumur hidup, kecenderungan hukuman menunjukkan bahwa 
pengadilan memberlakukan peningkatan jumlah hukuman seumur hidup—lebih dari 
jumlah hukuman mati yang mereka kenakan di masa lalu. Di beberapa negara ini 
jumlah pelanggaran yang dikenakan hukuman seumur hidup berdasar undang￾undang telah meningkat relatif terhadap jumlah pelanggaran yang dikenakan hukuman 
mati. Selain itu lamanya waktu hukuman di penjara oleh tahanan seumur hidup juga 
tampaknya meningkat di beberapa negara.
Hukuman penjara yang panjang, atau beberapa  hukuman yang dijalankan secara 
berturut-turut, mungkin dianggap hukuman seumur hidup de facto, tergantung pada 
usia dan kesehatan tahanan. Di Afrika Selatan, lamanya masa beberapa hukuman 
dapat mencapai waktu yang sama atau bahkan lebih lama dari hukuman penjara seumur 
hidup. Di Uganda, undang-undang menetapkan masa untuk penjara seumur hidup 
yakni 20 tahun namun sesudah  penghapusan hukuman mati wajib, hukuman seumur 
hidup dengan kemungkinan bebas diberikan dan terkadang, diberikan hukuman penjara 
seumur hidup tanpa kemungkinan bebas. Di negara-negara di Amerika Serikat yang tidak memakai  hukuman LWOP, hasil yang sama telah mencapai de facto melalui 
pemberian hukuman hidup berturut-turut.
Rekomendasi PBB dalam kaitannya dengan pemberian hukuman seumur hidup dan 
rezim tahanan yang dihukum seumur hidup75 meliputi pembentukan kebijakan pidana 
yang menjamin bahwa hukuman seumur hidup hanya dikenakan pada pelaku yang 
telah melakukan kejahatan yang paling serius dan hanya jika benar-benar diperlukan 
untuk perlindungan warga . Hukuman ini harus memberi kemungkinan 
pembebasan pada setiap tahanan, sesudah  pemenuhan syarat tertentu yang dibentuk 
oleh hukum. Rreferensi lebih lanjut dibuat bagi rekomendasi ini  Perubahan dalam kelayakan untuk pembebasan dini
Dalam beberapa yurisdiksi, lamanya waktu yang harus dijalani tahanan agar memperoleh 
kelayakan untuk pembebasan bersyarat lebih awal telah diperpanjang dalam kerangka 
kebijakan peradilan pidana yang lebih tegas. Di negara lain, tahanan yang telah divonis 
dengan pelanggaran tertentu (dianggap sebagai pelanggaran serius, sering berkaitan 
dengan narkoba) atau yang telah dijatuhi hukuman penjara dalam waktu yang lebih 
lama layak dibebaskan sesudah  mereka telah menjalani sebagian hukuman dibandingkan 
mereka yang dikenakan hukuman lebih singkat. Dengan demikian, sebab  lamanya 
masa hukuman meningkat di banyak negara, maka demikian juga jumlah hukuman 
penjara yang harus djalani.
6. Kebijakan pengendalian narkoba
Di banyak negara, pelaku narkoba yaitu  sebagian besar (atau mayoritas) dari 
populasi penjara. Sementara konvensi pengendalian narkoba PBB, khususnya 
Konvensi PBB melawan Perdagangan Gelap Narkotika dan Zat Psikotropika, 1988, 
jelas menarget kejahatan yang paling serius, termasuk organisasi, manajemen dan 
pembiayaan perdagangan narkoba serta pencucian hasilnya, pelaku narkoba yang 
dipenjara cenderung merupak orang yang mudah ditangkap—konsumen, 
pengedar tingkat jalanan, "mules", termasuk orang yang penampilannya polos,
situasi terkadang diperburuk oleh pemakaian kuota penangkapan.
Seringkali, hukum narkoba tidak menyediakan atau membuat ketentuan yang sangat 
terbatas akan alternatif hukuman penjara bahkan untuk masalah yang bersifat minor. 
Dalam beberapa hal, penahanan pra-ajudikasi yaitu wajib untuk masalah narkoba, 
terlepas apakah tindak pidana yang dimaksud yaitu minor atau besar. Penahanan 
ini dapat diperpanjang selama bertahun-tahun tanpa ada resolusi status 
tahanan.79 Hukuman seringkali bersifat wajib dan sebanding dengan, atau bahkan lebih dari, hukuman yang berlaku untuk kejahatan kekerasan yang sangat serius, seperti 
pembunuhan atau pemerkosaan.
Di daerah tertentu, persentase tinggi dari pelaku narkoba ditahan dalam penjara 
sebab  kepemilikan, pembelian atau budidaya narkoba untuk konsumsi pribadi.80
Penelitian menunjukkan fakta bahwa hukuman memiliki dampak yang sangat terbatas 
pada pencegahan semua jenis pemakaian narkoba, khususnya yang berkaitan dengan 
pengguna narkoba ketergantungan.81 Bahkan, pendekatan negara-negara yang telah 
memberlakukan hukuman yang lebih berat untuk kepemilikan dan konsumsi pribadi 
narkoba tampaknya tidak memiliki efek jera pada pemakaian narkoba di warga  
dibandingkan dengan negara-negara yang menerapkan sanksi yang lebih ringan.82
Ada semakin banyak bukti bahwa pendekatan yang berorientasi kesehatan yaitu 
yang paling efektif dalam mengurangi pemakaian narkoba dan bahaya sosial yang 
disebabkannya.83
Di banyak negara, meskipun fakta bahwa pengguna narkoba yaitu  sebagian besar 
dari populasi penjara, sistem penjara tidak memiliki pengobatan dan program rehabilitasi 
yang tepat, termasuk pengobatan gangguan kejiwaan yang mempengaruhi beberapa  
besar tahanan ketergantungan narkoba. Bukti menunjukkan bahwa ada tingkat kambuh 
yang tinggi pada pemakaian narkoba, overdosis dan residivisme di antara para individu 
ketergantungan narkoba sesudah  mereka dibebaskan dari penjara, terutama jika tidak 
ada hubungan dengan pelayanan warga  dan rangkaian perawatan.84
Reporter Khusus tentang penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi atau 
perlakukan atau hukuman yang merendahkan menyatakan bahwa kebijakan obat￾obatan kontemporer telah mengalihkan perhatian, dan sumber daya yang sangat 
dibutuhkan, dari lingkup kesehatan warga .85 Reporter khusus, selama melakukan 
beberapa kunjungan negara, mencatat tantangan dalam sistem peradilan pidana dengan 
kebijakan hukuman terhadap narkoba, dalam hal jumlahnya serta kebutuhan khusus 
dari pengguna narkoba dalam tahanan dan juga telah mengacu pada proses  hak 
asasi manusia PBB lainnya yang telah menyatakan keprihatinan tentang keparahan 
hukuman berkenaan dengan tindak narkotika.86
Bahaya dan kerugian yang didokumentasikan dengan baik yang terkait dengan 
hukuman penjara yang meluas terhadap pelaku pelanggaran ketergantungan narkoba 
mendorong penerapan kebijakan berbasis bukti untuk mencapai pemakaian sumber 
daya yang lebih efektif, seperti yang disarankan oleh konvensi pengendalian narkoba 
PBB, terkait  dengan prinsip hak asasi manusia, menganggap penggunaannarkoba sebagai masalah kesehatan warga  dan mengurangi pemberian hukuman 
penjara.
Contoh praktik yang baik dari kebijakan berbasis bukti yang baru untuk menanggapi 
pelanggaran yang barkaitan dengan narkoba, juga muncul. ini  dibahas dalam 
Bagian II, Bab B, bagian 8
7. Pemberian hukuman penjara yang tidak pantas 
Dalam beberapa  yurisdiksi, kelompok warga  rentan dipenjara bersama tahanan 
yang dituduh atau didakwa sebab  melakukan tindak pidana, dan mereka yang lain yang 
hukuman penjaranya bukanlah jawaban yang paling tepat dengan pelanggaran yang 
dilakukan. Sementara dampaknya terhadap tingkat kepadatan global mungkin relatif 
rendah, praktek-praktek ini mempengaruhi tingkat kepadatan secara signifikan di 
beberapa wilayah hukum dan di penjara individu.
Sebagai contoh, di beberapa negara, orang dengan penyakit mental, yang tidak 
melakukan pelanggaran, ditempatkan di penjara, sebab  kurangnya lembaga kesehatan 
mental yang sesuai.87 Selain itu, orang yang dibebaskan dari tindak pidana atas 
dasar cacat mental pada saat melakukan perbuatan tindak pidana ini tetap ditahan 
di penjara-penjara.88 ini  mungkin menjadi masalah di negara-negara di mana staf dan 
struktur yang tepat masih kurang. Kedua praktek ini bertentangan dengan ketentuan 
hukum internasional.89 Selain itu, berbagai statistik dan penelitian telah menunjukkan 
bahwa beberapa  besar tahanan yang tidak proporsional di banyak negara di seluruh 
dunia membutuhkan perawatan kesehatan mental. beberapa  besar tahanan ini , 
yang telah melakukan tindak pidana minor dan non-kekerasan, lebih baik dirawat di 
warga , menghindari dampak berbahaya dari penjara yang penuh sesak, di mana 
mereka yaitu  kategori rentan, beresiko pelecehan dan bahaya lebih lanjut pada 
kesehatan mental mereka. Lihat bagian II, Bab B, bagian 9 dan Bab F, pasal 6 untuk 
pembahasan strategi yang mungkin.
Di beberapa negara semua orang yang tidak membayar denda dipenjara secara 
otomatis, tanpa pertimbangan terhadap keadaan masing-masing mereka atau opsi non￾penahanan lainnya. Pelaku-pelaku ini jarang menimbulkan bahaya bagi warga  
dan maka tidak diberi hukuman penjara untuk kejahatan yang dilakukan 
sebab  dapat berkontribusi signifikan terhadap kepadatan di beberapa negara.90 Para 
penghutang yang tak membayar hutang mereka juga dapat dipenjara dalam beberapa 
wilayah yurisdiksi sehingga berkontribusi pada jumlah tahanan.Pelanggaran lain, yang mungkin termasuk dalam kategori ini, termasuk pelanggaran 
ketertiban umum dan pelanggaran lalu lintas, antara lain. Lihat Bagian II, Bab B, bagian 
1 untuk gambaran respon yang memungkinkan.
8. pemakaian alternatif hukuman penjara yang tidak memadai 
Peraturan Standar Minimum PBB untuk Tindakan Non-penahanan (Aturan Tokyo)
Aturan 2 (3) menyatakan bahwa "Dalam rangka memberi fleksibilitas yang lebih besar 
sesuai dengan sifat dan beratnya pelanggaran, dengan kepribadian dan latar belakang 
pelaku dan dengan perlindungan warga  dan untuk menghindari pemberian 
hukuman penjara yang tidak perlu, sistem peradilan pidana harus menyediakan 
berbagai langkah non-penahanan, dari pra-ajudikasi hingga disposisi paska-hukuman. 
Jumlah dan jenis langkah non-penahanan yang tersedia harus ditentukan sedemikian 
rupa sehingga hukuman yang konsisten tetap mungkin." Aturan 2 (4) menyatakan 
bahwa "Perkembangan langkah-langkah non-penahanan yang baru harus didorong dan 
diawasi secara ketat dan penggunaannya dievaluasi secara sistematis."
Dalam undang-undang banyak Negara tercakup berbagai alternatif terbatas. Akibatnya 
pengadilan tidak memiliki banyak pilihan, sesuai dengan keseriusan dan sifat 
pelanggaran. Alternatif, yang memperhitungkan status sosial-ekonomi pelaku dan 
persyaratan rehabilitatif-nya, seringkali kurang. 
Namun, seringkali masalahnya bukanlah kurangnya undang-undang tetapi keengganan 
untuk menerapkan opsi non-penahanan yang diberikan dalam undang-undang yang 
ada. Alternatif mungkin tidak dapat dipakai  sebab : (1) kurangnya kepercayaan 
dalam keefektivitasan mereka, (2) kurangnya prasarana yang diperlukan dan proses  
organisasi untuk kerjasama antara lembaga peradilan pidana agar memungkinkan 
pemakaian mereka, (3) persyaratan untuk pengawasan terhadap pelaku oleh suatu 
badan administratif khusus, seperti sistem masa percobaan, kurangnya dana, staf dan 
pelatihan, dan (4 ) kurangnya dukungan publik serta hukuman yang ditakuti otoritas 
dan politisi sebab  dianggap lunak terhadap kejahatan.
ini  juga penting untuk dicatat bahwa hasil yang merugikan terjadi sebagai akibat 
dari "alternatif hukuman penjara" yang dipakai  bukan sebagai alternatif untuk 
memenjarakan, tapi sebagai alternatif lain sanksi non-penahanan. Mereka bahkan 
mungkin dikenakan sebagai alternatif untuk kebebasan, misalnya, di mana peringatan 
dikeluarkan untuk pelaku pelanggaran kecil dengan tidak ada tindakan lebih lanjut, 
sebab  alternatif belum tersedia.
saat dikembangkan dengan tepat, berdasar analisis mendalam tentang komposisi 
populasi penjara, saat investasi yang memadai dibuat dalam struktur dan layanan yang 
diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif dari sanksi dan tindakan non-penahanan, 
saat dukungan dan masukan dari warga  dimanfaatkan dan langkah-langkah 
legislatif yang efektif yang diambil untuk menghindari peningkatan volume sanksi, 
alternatif hukuman penjara bisa jadi efektif dalam memberi kontribusi terhadap 
pengurangan populasi penjara, seperti yang akan dibahas dalam bagian ini






 Biaya penjara
beberapa  penelitian telah menunjukkan bahwa penjara secara tidak proporsional 
mempengaruhi orang yang hidup dalam kemiskinan. saat anggota keluarga 
pencari nafkah dipenjara, kehilangan pendapatan yang tiba-tiba dapat memiliki 
dampak besar pada kondisi ekonomi seluruh keluarga—terutama terjadi di negara￾negara bersumber daya rendah di mana negara tidak biasanya menyediakan bantuan 
keuangan kepada orang miskin dan di mana tidak biasa bagi orang  untuk menafkahi 
kelompok keluarga. saat dibebaskan, seringkali mereka tidak memiliki prospek 
dalam mencari pekerjaan sebab  catatan kriminal mereka, mantan tahanan umumnya 
mengalami pengucilan secara sosial ekonomi dan rentan terhadap siklus kemiskinan, 
marginalisasi, kriminalitas dan hukuman penjara yang tak berujung. Dengan demikian, 
penjara berkontribusi langsung kepada pemiskinan tahanan dan keluarganya. Studi juga 
menunjukkan bahwa anak-anak dari orang tua yang telah dipenjara berkemungkinan 
besar mengalami konflik dengan hukum dan sekalinya mereka ditahan, mereka 
cenderung melakukan kejahatan lagi. Dengan demikian siklus diperluas, menciptakan 
korban berikutnya dan mengurangi kinerja ekonomi yang potensial di masa depan. 
Tidak tahu cara membaca atau menulis, tahanan wanita di Ekuador mengatakan dia mempertimbangkan 
dua pilihan: “Menjadi pelacur atau menjual narkoba” Dia ditangkap pada tahun 2003 dan dijatuhi 
hukuman delapan tahun penjara. Dia mengatakan: “saat mereka menghukum saya, dan sama halnya 
dengan setiap wanita yang mereka hukum, mereka tidak hanya menghukum orang yang melakukan 
kejahatan, mereka juga menghukum keluarga mereka, mereka juga menghukum anak-anak mereka. 
[...] [Penguasa] tidak menyadari bahwa mereka ingin menyingkirkan kejahatan, namun justru mereka 
yaitu orang yang mendukung sebab  jika mereka [anak-anak] dibiarkan sendirian ... apa yang 
bisa mereka lakukan? Pergi dan mencuri ... putri saya akan menjadi seorang pelacur, putra saya akan 
menjadi pecandu narkoba, pengedar, penjual obat-obatan
Ini hanya salah satu aspek dari bagaimana penjara berkontribusi terhadap kemiskinan 
warga . Memenjarakan segmen besar warga  memberi beban yang 
signifikan pada anggaran Negara. Di negara-negara berkembang di mana anggaran 
jarang memenuhi kebutuhan semua warga negara, beban tambahan dari populasi 
penjara yang besar lalu mengurangi dana yang tersedia untuk kesehatan, 
pelayanan sosial, perumahan dan pendidikan. Jadi, saat mempertimbangkan biaya 
penjara, biaya harus diambil tidak hanya dari dana yang sebenarnya dihabiskan untuk 
pemeliharaan setiap tahanan, yang biasanya jauh lebih tinggi dari apa yang dihabiskan 
untuk seorang terpidana sanksi non-penahanan, tetapi juga dari biaya agunan, seperti 
dampak dari biaya-biaya ini pada layanan sosial, ekonomi dan kesehatan, yang 
tidak selalu mudah untuk diukur, tetapi yang sangat besar dan berjangka panjang.
Angka-angka dalam kotak di bawah menggambarkan biaya relatif penjara telah jauh 
melampaui apa yang dimaksud kebanyakan warga , dan yang lainnya, mungkin akan 
dipahami. Namun data yang relative ini tidak selalu tersedia. Mereka juga menunjukkan 
kurangnya koneksi dan kesatuan pemikiran antara berbagai sektor lembaga pemerintah. 
Sebagai contoh, sementara di satu sisi ada penelitian yang meyakinkan yang menunjukkan 
bahwa meningkatkan tingkat pendidikan dapat mengurangi pelanggaran ,
di sisi lain, pengeluaran untuk pendidikan berkurang sebab  harus mendukung biaya 
penjara.
Biaya hukuman penjara
• Sebuah laporan yang dirilis pada bulan Januari 2010 mencatat bahwa Kalifornia (Amerika
Serikat) menghabiskan lebih dari $ 48.000 per tahun untuk memenjarakan satu orang, lebih 
dari empat kali biaya kuliah di University of California, Los Angeles (UCLA) untuk penduduk 
California. Pada tahun 1980, Kalifornia menghabiskan lebih anggaran negara lebih banyak 
untuk pendidikan ketimbang untuk penjara, tetapi semuanya berbalik pada tahun 2010, 
dengan lebih banyak anggaran negara yang dihabiskan untuk penjara ketimbang untuk 
pendidikan tinggi.a
• Antara tahun 1987 dan 1995 pengeluaran untuk pewarga an di Amerika Serikat naik 30
persen, sedang  belanja untuk pendidikan dasar dan menengah turun sebesar 1,2 persen 
dan pada pendidikan tinggi sebesar 18,2 persen.b
• Total anggaran Departemen Pelayanan Pewarga an Afrika Selatan untuk tahun keuangan
2005-06 mencapai R 9,2 miliar dan diperkirakan meningkat hingga R 10 miliar per tahun 
sesudah nya. Diperkirakan bahwa tambahan R 10 miliar akan membolehkan perbendaharaan 
Afrika Selatan lebih menggandakan pengeluaran untuk pembangunan sosial dan penyediaan 
perumahan.c
• Di Inggris biaya tahunan untuk menahan individu di penjara yaitu £ 37.500 pada tahun 2008.
Penelitian oleh United Kingdom berbasis Pusat Studi Kejahatan dan Peradilan menemukan 
bahwa dengan mempertimbangkan dampak pada keluarga dan warga  yang lebih luas, 
maka biaya tahunan yang diperkirakan untuk memenjarakan seorang individu naik hampir 
sepertiga hingga hampir mencapai £ 50.000 dan bahwa pengeluaran tingkat tinggi pada
penahanan menciptakan aliran biaya ke area lain dari belanja publik.
• Estimasi pengeluaran 2005 untuk penahanan pra-ajudikasi oleh negara-negara Eropa sedikit
lebih banyak dibandingkan biaya gabungan untuk Organisasi Pangan Dunia yang memberi makan 
90 juta orang selama satu tahun, Pencairan Dana Global 2002-06, anggaran dua tahunan 
2006-07 dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan anggaran PBB 2006.
  Sebuah studi tentang biaya penahanan pra-ajudikasi di Meksiko membandingkan biaya total
penahanan pra-ajudikasi dengan pengeluaran pemerintah lainnya (program dan jaminan 
sosial) untuk menggambarkan pemisahan antara kebijakan-kebijakan pemerintah. Total biaya 
yang dihabiskan untuk penahanan pra-ajudikasi yaitu setengah miliar peso lebih banyak 
dari anggaran federal tahun 2006 untuk keselamatan publik, dan sama dengan lebih dari 
seperempat anggaran untuk program bantuan sosial Oportunidades Meksiko, yang mencapai 
27 juta orang







Secara internasional, ada pengakuan yang berkembang bahwa salah satu hambatan 
utama untuk menerapkan ketentuan Peraturan Standar Minimum bagi Perlakuan 
terhadap Tahanan (SMR) yaitu kepadatan di penjara. Memang, "kepadatan di lembaga 
pewarga an telah menjadi isu hak asasi manusia, kesehatan dan keamanan secara 
global bagi pelaku, keluarga dan warga  mereka", menurut kesimpulan yang dicapai 
oleh diskusi tematik tentang "reformasi pewarga an dan pengurangan kepadatan 
penjara, termasuk pemberian bantuan hukum dalam sistem peradilan pidana", yang 
diadakan selama Komisi XVIII tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana 
pada 16-24 April 2009,1
 yang mengajukan serangkaian rekomendasi untuk mengatasi 
tantangan kepadatan penjara di seluruh dunia. 
Kepadatan penjara juga menjadi fokus dari salah satu dari lima seminar resmi yang 
diselenggarakan selama Kongres Keduabelas tentang Pencegahan Kejahatan dan 
Peradilan Pidana, yang diselenggarakan di Salvador, Brasil pada tahun 2010, berjudul, 
"Strategi dan Praktik Terbaik terhadap Kepadatan di Lembaga Pewarga an".
Seminar menghasilkan serangkaian kesimpulan dan rekomendasi, sebagai berikut2
(a) Kepadatan di LP yaitu salah satu hambatan yang paling serius untuk diatasi 
oleh Negara Anggota dari instrumen PBB terkait dan standar dan norma-norma 
dan hak asasi manusia tahanan yang dilanggar; (b) Kejahatan yaitu masalah sosial 
dimana sistem peradilan pidana hanya dapat memberi sebagian dari solusi. 
Mengambil tindakan melawan kemiskinan dan marginalisasi sosial yaitu kunci untuk 
mencegah kejahatan dan kekerasan dan, pada gilirannya, mengurangi kepadatan di 
penjara, (c) Negara-negara Anggota harus mendefinisikan kepadatan penjara sebagai 
pelanggaran hak asasi manusia yang tidak dapat diterima dan mempertimbangkan 
pembentukan batasan hukum kapasitas penjara mereka; (d) Negara-negara Anggota 
harus mempertimbangkan untuk meninjau, mengevaluasi dan memperbarui kebijakan, 
undang-undang dan penerapan mereka untuk memastikan pengembangan strategi 
peradilan pidana yang komprehensif untuk mengatasi masalah kepadatan penjara, yang 
harus mencakup pengurangan pemberian hukuman dan meningkatkan pemakaian 
alternatif hukuman penjara, termasuk program-program keadilan restoratif;
(e) Kebijakan dan strategi untuk mengatasi kepadatan dalam penjara harus berbasis 
bukti, (f) Negara-negara anggota harus mengimplementasikan reformasi dan strategi 
untuk mengurangi kepadatan dengan cara yang sensitif gender dan efektif merespon 
kebutuhan kelompok yang paling rentan; (g) Negara-negara Anggota didorong untuk 
meninjau kecukupan bantuan hukum dan langkah-langkah lain, termasuk pemakaian 
pengacara terlatih, dengan maksud untuk memperkuat akses terhadap keadilan dan 
proses  pertahanan publik untuk meninjau tentang perlunya penahanan pra-ajudikasi, 
(h) Negara Anggota diundang untuk melakukan tinjauan terhadap seluruh sistem untuk 
mengidentifikasi ketidakefisiensian dalam proses peradilan pidana yang berkontribusi 
terhadap jangka waktu penahanan selama proses pra-ajudikasi dan pengadilan, dan 
untuk mengembangkan strategi untuk meningkatkan efisiensi dari proses peradilan 
pidana, yang mencakup langkah-langkah untuk mengurangi tumpukan masalah yang belum terselesaikan, dan untuk mempertimbangkan penetapan batas waktu penahanan, 
(i) Negara-negara Anggota harus didorong untuk memperkenalkan langkah-langkah 
yang diberikan bagi pembebasan awal narapidana dari lembaga pewarga an, seperti 
rujukan ke rumah singgah, alat pemantau elektronik dan pengurangan hukuman untuk 
perilaku yang baik. Negara-negara Anggota harus mempertimbangkan untuk meninjau 
prosedur pembatalan hukuman untuk mencegah mereka tidak perlu kembali ke penjara, 
(j) Negara Anggota diundang untuk mengembangkan sistem pembebasan bersyarat 
dan masa percobaan; (k) Negara-negara Anggota harus memastikan pelaksanaan yang 
efektif dari alternatif hukuman dengan menyediakan infrastruktur dan sumber daya 
yang diperlukan, (l) negara-negara anggota harus mendukung partisipasi organisasi 
warga  sipil dan warga  lokal dalam menerapkan alternatif ke penjara, 
(m) Negara-negara Anggota harus meningkatkan kesadaran dan mendorong proses 
konsultasi komprehensif, yang melibatkan partisipasi dari semua sektor pemerintah, 
warga  sipil, khususnya dalam asosiasi para korban, dan pemangku kepentingan 
lainnya yang terkait dalam pengembangan dan implementasi strategi nasional, termasuk 
rencana aksi, untuk mengatasi kepadatan, (n) Negara Anggota harus memastikan bahwa 
informasi berbasis bukti tentang kejahatan dan peradilan pidana dikomunikasikan 
kepada legislator, politisi, pengambil keputusan, praktisi peradilan pidana, publik dan 
media. Untuk tujuan ini, Negara-negara Anggota harus didorong untuk melanjutkan 
penelitian tentang faktor yang berkontribusi terhadap sesaknya penjara.
Salvador Declaration on Comprehensive Strategies for Global Challenges: Crime Prevention and 
Criminal Justice Systems and Their Development in a Changing World (Deklarasi Salvador 
tentang Strategi Komprehensif untuk Tantangan Global: Pencegahan Kejahatan dan 
Sistem Peradilan Pidana dan Pengembangan mereka dalam Dunia yang Berubah), 
termasuk pernyataan tentang kebutuhan untuk menegakan alternatif hukum, dan 
menyarankan agar negara-negara anggota berusaha untuk mengurangi penahanan pra￾ajudikasi, yang memang tepat, dan mendukung peningkatan akses terhadap keadilan 
dan proses  pembelaan hukum.3
Panduan ini yaitu  tindak lanjut praktis dari rekomendasi yang diajukan di Komisi 
Kejahatan XVIII tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana dan Kongres 
Keduabelas tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana, serta rekomendasi 
dari kongres PBB sebelumnya, yang sejak tahun 2000 telah mengakui pentingnya 
membatasi pertumbuhan populasi penjara. Panduan ini mewakili, khususnya, sebuah 
tindak lanjut tentang rekomendasi yang mengamanatkan UNODC untuk terus 
memberi bantuan dan dukungan kepada negara-negara untuk mengatasi kepadatan 
penjara, dan berfungsi sebagai dasar untuk inisiatif lebih lanjut, termasuk bantuan 
teknis di area ini.
Panduan ini telah dikembangkan dalam kerjasama dengan Komite Internasional Palang 
Merah (ICRC) yang dari merekalah UNODC telah menerima kontribusi yang berharga 
yakni merefleksikan pengalaman ICRC selama bertahun-tahun. Saat ini berkarya dalam 
tahanan di lebih dari 90 negara, ICRC telah mengamati pertama kali efek kepadatan 
penjara terhadap tahanan, staf penjara, manajer penjara serta keluarga para tahanan 
dan komunitas mereka dan lebih luas terhadap sistem peradilan pidana, termasuk 
pengadilan dan sistem peradilan dan polisi. Banyak karya dari ICRC diarahkan untuk memperbaiki efek negatif dari pertumbuhan populasi penjara yang terus-menerus dan 
memastikan kebutuhan dasar para tahanan terpenuhi—khususnya, berkaitan dengan 
kesehatan, air dan sanitasi, gizi dan pengelolaan tahanan.
Sementara topik individu yang berkaitan dengan menghilangkan kepadatan di penjara 
telah tercakup dalam publikasi UNODC, dalam seri panduan reformasi peradilan 
pidana, Panduan ini yaitu publikasi pertama yang menyatukan semua masalah ini, dan 
banyak yang lainnya, dalam satu dokumen. Dengan demikian, diharapkan bahwa ia akan 
memberi sebanyak yang dibutuhkan, bimbingan komprehensif bagi pembacanya, 
berdasar standar internasional dan contoh langkah-langkah sukses yang dipakai  
di negara-negara di seluruh dunia, sementara juga mendorong penelitian dan pemikiran 
lebih lanjut pada area penting dan kompleks dari reformasi pewarga an.



Langkah-langkah yang tidak efisien untuk mendukung reintegrasi sosial
Standar internasional menentukan bahwa prinsip membantu dengan reintegrasi sosial 
narapidana untuk mencegah terulangnya tindak pelanggaran harus berada di tepat 
di pusat strategi dan kebijakan manajemen penjara.92 Berbagai kaidah yang termasuk 
dalam instrumen internasional didasarkan pada pemahaman ini. 
Dimana pihak berwenang lebih berat pada hukuman dan pencegahan sebagai tujuan 
hukuman penjara dari pada rehabilitasi individu, ada kemungkinan yang berkurang 
bahwa layanan dan fasilitas yang diperlukan yang mendukung reintegrasi sosial yang 
efektif akan diberikan. Dalam prakteknya, sebagian besar anggaran sistem penjara 
dipakai  untuk memberi keamanan, keselamatan dan ketertiban, dan beberapa  
kecil dananya dan biasanya tidak memadai akan diinvestasikan dalam seminar, pelatihan 
keterampilan, fasilitas pendidikan, olahraga dan rekreasi di penjara. Ini berasal dari 
keyakinan yang keliru bahwa keamanan dapat dicapai dengan memakai  tindakan 
pembatasan dan disiplin, bukannya dengan memperbaiki lingkungan penjara dengan 
memberi pelatihan konstruktif dan pekerjaan bagi para narapidana, pengobatan 
untuk ketergantungan zat dan/atau gangguan kesehatan mental, pendidikan, rekreasi 
dan rezim penjara yang meningkatkan potensi tahanan untuk hidup taat pada hukum 
saat dibebaskan. Kekurangan ini akan semakin parah saat penghuni penjara 
begitu padat. 
Perlindungan paska-pembebasan seringkali yaitu  prioritas remeh dalam penyediaan 
layanan publik. Di beberapa negara, mantan narapidana menghadapi pembatasan baru 
dalam lapangan pekerjaan dan pendidikan sebab  catatan kriminal mereka, menghambat 
proses reintegrasi dan berpotensi berkontribusi terhadap terulangnya kembali tindakan 
pidana. Masalah terkait yang sering dihadapi yaitu kurangnya koordinasi antara 
program persiapan pra-pembebasan dan layanan yang disediakan di warga . 
Masalah-masalah ini lebih jelas dalam ketiadaan strategi reintegrasi keseluruhan yang 
dipakai  oleh otoritas yang relevan (misalnya Departemen Kehakiman, Kesehatan, 
Perburuhan dan Pelayanan Sosial).
Faktor-faktor ini dalam berbagai kombinasi biasanya memicu tingginya tingkat 
residivisme (terulangnya tindak pelanggaran)—bervariasi antara 40 dan 70 persen 
dalam masalah tahanan dewasa di negara-negara di mana data yang dapat diandalkan 
tersedia. Tingginya tingkat terulangnya pelanggaran tercatat dalam masalah remaja. Hal 
ini berkontribusi dalam menaikan tingkat hukuman penjara dan kepadatan di penjara.
Mendukung reintegrasi sosial yang efektif dari semua tahanan yang dibebaskan sebagai 
strategi jangka panjang untuk mengurangi kepadatan dan mengurangi konsekuensi 
negatif dari kepadatan terhadap rehabilitasi tahananPelanggaran terhadap pembebasan bersyarat dan masa percobaan dini 
Faktor kunci yang perlu dipertimbangkan dalam memahami tingkat hukuman penjara 
dan kepadatan yang tinggi di beberapa wilayah hukum yaitu cara di mana sistem 
merespon pelanggaran aturan kondisional seperti pembebasan bersyarat, masa 
percobaan dan hukuman berbasis warga  lainnya. Di beberapa negara pencabutan 
pembebasan bersyaratan telah memberi kontribusi yang signifikan terhadap kepadatan 
di penjara.
Terkadang pelanggaran terjadi sebab  tindakan mengulang pelanggaran tetapi lebih 
sering sebab  orang ini gagal memenuhi persyaratan aturan itu sendiri, seperti 
syarat lapor.
Peningkatan jumlah pelaku pelanggaran yang dikembalikan ke penjara sebab  telah 
gagal menyelesaikan masa pembebasan bersyarat mereka tidak hanya berdampak pada 
jumlah populasi penjara, tetapi juga pada kredibilitas sistem pembebasan bersyarat. 
sebab  pembebasan bersyarat dini dapat memberi kontribusi yang signifikan baik 
terhadap pengurangan populasi penjara dan reintegrasi sosial pelaku, maka sangat 
penting untuk memfokuskan penelitian dan sumber daya untuk menentukan alasan 
kegagalan dalam mematuhi, untuk setiap meningkatnya ketidakpatuhan dan apa yang 
dapat dilakukan untuk memulihkan tren ini, 
. Krisis kepadatan
Sementara semua penyebab yang tercantum di atas berkaitan dengan penyebab 
struktural dari kepadatan, yang memicu pertumbuhan yang stabil dalam 
jumlah populasi penjara, kadang-kadang peningkatan kepadatan yang mendadak dan 
cepat mungkin dialami akibat situasi krisis. Pertumbuhan ini bisa disebabkan oleh: 
pengenalan kebijakan penegakan hukum berdasar peningkatan represi dengan 
peningkatan yang sesuai dalam penangkapan langsung atau tidak langsung yang terkait 
dengan krisis atau konflik. ini  juga dapat disebabkan oleh undang-undang darurat 
yang biasanya memperluas kekuasaan dan kebebasan bertindak polisi dan kekuasaan 
polisi yang terkait dengan badan-badan pemerintah lainnya, memperluas kriteria yang 
biasanya mensyaratkan penangkapan dan penahanan pra-ajudikasi, memperpanjang 
tahap proses hukum tertentu (memberi waktu yang lebih lama pada pengadilan 
untuk bertindak) atau mensahkan penahanan dengan alasan administrasi. 
Perubahan-perubahan seperti itu pada praktik penegakan hukum dan perundang￾undangan biasanya memperburuk tantangan struktural yang sudah ada, sehingga 
meningkatkan penumpukan masalah dan memperpanjang masa penahanan pra-ajudikasi. 
sebab  krisis kepadatan yang dipicu oleh alasan-alasan yang disebutkan di atas mencerminkan pilihan politik, strategi untuk mengatasi kepadatan semacam itu juga 
dapat ditemukan dalam domain politik.
Otoritas penjara memiliki pilihan terbatas di dalam penjara mereka, untuk mengurangi 
dampak dari kepadatan, 
Kapasitas dan prasarana penjara yang tak memadai
sebab  jumlah tahanan bertambah dan tidak ada ruang tambahan yang disediakan 
untuk menampung mereka, jelas akan terjadi kepadatan di penjara. Menarik seperti 
kelihatannya, membangun penampungan tambahan dan fasilitas pendukung telah 
terbukti menjadi strategi yang umumnya tidak efektif untuk mengatasi kepadatan. 
Bukti menunjukkan bahwa selama kekurangan dalam sistem peradilan pidana dan 
dalam kebijakan peradilan pidana tidak ditujukan untuk merasionalisasi masuknya 
tahanan, dan langkah-langkah pencegahan kejahatan ini tidak dilaksanakan, 
penjara baru akan dengan cepat terisi dan tidak akan memberi solusi berkelanjutan 
untuk tantangan penjara yang padat. maka kurangnya prasarana penjara tidak 
boleh dianggap sebagai pokok "penyebab" dari kepadatan, namun sebagai gejala dari 
disfungsi dalam sistem peradilan pidana.
Membangun kapasitas baru perlu untuk mengganti prasarana yang sudah usang dan 
memberi ruang yang memadai dan standar hidup, sesuai dengan hukum nasional 
dan internasional. Banyak penjara yang dipakai  saat ini sudah tua, dengan fasilitas 
dan layanan yang tidak memadai. Seperti yang dicatat ICRC,94 beberapa penjara 
memiliki blok penampungan dengan