pemilu 3

Rabu, 14 Juni 2023

pemilu 3


 tindakan yang dilarang dan 
yang boleh dilakukan oleh warga warga. 
Larangan tentang politik uang, model dan 
bentuknya juga banyak menjadi materi sosialisasi 
yang disampaikan oleh jajaran Pengawas Pemilu 
tingkat Desa, Kecamatan, bahkan melibatkan 
Bawaslu Kabupaten.
4. Pemerintah Desa Massamaturu melaksanakan 
Musrembang Desa secara terintegrasi dan 
melibatkan jajaran Pengawas Pemilu tingkat 
Desa, sehingga diharapkan melahirkan langkah-
langkah strategis dari pihak pemerintah desa dan 
warga desa untuk mendukung langkah-langkah 
pengawasan Pemilu di Desa Massamaturu.
5. Pemerintah desa, setelah mendapat informasi ada 
beberapa warga dan warganya yang belum 
terdaftar di DPS/DPT sebab  belum memiliki 
e-KTP, segera berkoordinasi dengan Dinas 
Dukcapil dan Bawaslu Takalar, untuk membuka 
proses perekaman e-KTP di kantor desa, yang 
waktu itu pihak Dukcapil memusatkan proses 
perekaman di kantor Dinas Dukcapil Kabupaten. 
Kegiatan perekaman data e-KTP bagi warga 
desa yang belum memiliki e-KTP dilaksanakan 
di kantorDesa Massamaturu dan dihadiri oleh 
warga Desa Massamaturu yang memang 
belum sempat melakukan perekaman dan telah 
memenuhi syarat untuk ber-KTP elektronik.
Pasca Pemilu 2019, agenda kemkitraan dalam 
program pengembangan desa model pengawasan partisipatif 
di Desa Massamaturu, tidak berhenti atau selesai seiring 
berakhirnyatahapan pemilu. Kegiatan-kegiatan yang sifatnya 
penguatan terhadap nilai-nilai demokrasi dalam warga 
tetap dilanjutkan. Kepala desa selalu berkoordinasi dan 
meminta petunjuk dari Bawaslu agar agenda pengambangan 
pendidikan politik dan penguatan nilai-nilai demokrasi di 
desanya tetap terus berjalan. Bahkan  pihak  pemerintah daerah 
juga  tetap mendukung dan mendorong agar praktik baik yang 
dikembangkan di Desa Massamaturu terus dikembangkan 
di desa lain. Hal ini menimbulkan pertanyaan dari beberapa 
kalangan,  apa strategi yang dilakukan oleh Bawaslu bersama 
pemerintah Desa Massamaturu sehingga program ini bisa 
dilakukan secara berkelanjutan?
Bawaslu dalam mendorong terwujudnya sebuah 
desa model pengawasan di Desa Massamaturu ini, diawali 
dengan membangun komunikasi dan koordinasi dengan 
pemerintah daerah sampai pada pemerintah tingkat desa. Dari 
hasil komunikasi dan koordinasi ini  disepakati beberapa 
kegiatan  yang  dilakukan   berbasis kemitraan, seperti:
1. Melibatkan Pemerintah Daerah dan Pemerintah 
Desa   dalam  kegiatan pencegahan dan 
pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu 
dan jajarannya di semua tingkatan. Hadirnya 
Pemerintah Daerah, minimal menimbulkan 
pesan bahwa kepentingan untuk mendorong 
proses demokrasi dan Pemilu bersih (clean 
election), bukan hanya tugas Badan Pengawas 
Pemilu (Bawaslu), namun  menjadi tugas bersama, 
termasuk pemerintah sebagai pemangku 
kebijakan.
2. Melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah 
daerah terkait Rencana Pembangunan Jangka 
Menengah Daerah (RPJMD) untuk mengetahui 
program pokok daerah yang akan menjadi 
cantolan dari program yang akan dikembangkan 
di tingkat desa (RPJM-Des). Dari hasil koordinasi, 
  
Bupati Takalar secara tegas menyampaikan 
bahwa salah satu program andalannya yaitu  
pengembangan nilai-nilai demokrasi. Program 
pokok inilah yang selanjutnya di-breakdowndan 
dijadikan cantolan program pengembangan 
demokrasi di tingkat desa masuk dalam RPJM-
Desa Massamaturu.
3. Pengorganisasi Forum warga  Kawal 
Demokrasi (Forum-Awas) secara formal dimulai 
dari tingkat Kabupaten dan kecamatan, yang 
mendapat persetujuan dari pemerintah daerah. 
Forum Awas tingkat Kabupaten lalu mendorong 
pembentukan Forum Awas di tingkat kecamatan, 
instansi, dan tingkat desa. Agar Forum Awas ini 
dapat mengakses anggaran (dana) yang dikelola 
pemerintah desa, Forum Awas di tingkat desa 
dibentuk dan di-SK-kan langsung oleh Kepala 
Desa sehingga menjadi salah satu lembaga dan 
organisasi yang resmi di tingkat desa. Organisasi 
yang diakui sebagai lembaga yang dibentuk oleh 
pemerintah desa, memiliki ruang untuk mendapat 
dukungan anggaran dan program yang didanai 
oleh anggaran dana desa.
            (Struktur Pengurus Forum Awas)
Strategi di atas, menjadi hal yang penting 
digarisbawahi, sebagai usaha  mensinkronkan program 
pemberdayaan warga desa yang memiliki alokasi 
anggaran dari dana desa sesuai dengan ketentuan UU 
Desa serta petunjuk teknis pengalokasian dana desa 
dengan pelaksanaan pendidikan politik dan demokrasi di 
Desa Massamaturu.
B. Hasil  Yang Dicapai
Kegiatan-kegiatan yang digagas dan 
dilaksanakan di atas, memiliki dampak yang sangat 
menonjol  positif, tidak ada tindak pelanggaran yang 
ditemui, “Zero Pelanggaran Pemilu.” keikutsertaan  
warga untuk ikut menyalurkan hak pilihnya, ikut 
mengawasi setiap proses tahapan Pemilu, ikut  kegiatan 
sosialisasi  yang dilaksanakan pemerintah desa bersama 
Pengawas Pemilu juga sangat dapat dilihat. Tidak adanya 
tindak pelangaran, khususnya yang dianggap mencederai 
nilai-nilai demokrasi secara subtansial, seperti politik 
uang, kecurangan dalam proses pungut-hitung suara, 
politisasi SARA, ujaran kebencian dan hoaks di wilayah 
desa ini diakui oleh warga desa, pemerintah desa, 
Pemerintah Daerah, juga  oleh caleg yang berkontestasi 
di Pemilu 2019.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Desa 
Massamaturu, sebagai usaha   mengoptimalkan peran dan 
partisipasi  warga  desa dalam melakukan tanggungjawab 
pencegahan serta pengawasan, khususnya pada 
pelaksanaan   Pemilu 2019, dapat dirinci sebagai berikut:
1. Terkait dengan partisipasi warga untuk 
menyalurkan hak-hak politiknya, tidak 
lagi terkendala  persoalan   administrasi 
kependudukan, sebab  semua warga 
yang telah memiliki hak pilih telah melakukan 
perekaman e-KTP.

keikutsertaan  warga tidak hanya diukur dari 
meningkatnya persentase warga yang memiliki 
hak pilih hadir di TPS untuk menyalurkan aspirasi 
dan pilihan mereka. keikutsertaan  warga dapat 
dilihat dari intensifnya warga mengikuti 
agenda dan kegiatan sosialisasi yang dilakukan 
oleh jajaran pemerintah desa agar mereka tahu 
dan paham apa yang boleh dan mesti mereka 
lakukan, demikian pula hal-hal yang dilarang 
dan tidak boleh dilakukan dalam setiap tahapan 
pemilu.
Beberapa pernyataan yang disampaikan oleh 
warga yang menyebutkan bahwa dengan 
adanya kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah 
desa yang didukukung oleh Bawaslu menjadikan 
mereka paham bahaya dan akibat dari politik 
uang. (Sumber: Wawancara dengan beberapa 
tokoh dan warga desa)
2. Kepala Desa, perangkat desa, tokoh warga, 
tokoh agama, pemuda, wanita bersatu dan 
bersinergi dengan Bawaslu dalam melakukan 
agenda sosialisasi pencegahan dan pengawasan. 
Untuk menformalkan tugas ini, pihak Kepala Desa 
membentuk dan mengesahkan kepengurusan 
Forum Awas di tingkat desa.
Kegiatan Pencegahan yang dilakukan secara 
masif di tingkat desa oleh  Forum  Awas, didanai 
dari dana yang dialokasikan oleh pemerintah 
desa, seperti untuk mencetak sticker dan 
melakukan kegiatan sosialisasi yang melibatkan 
Bawaslu  Kabupaten   Takalar.
Semua ini berdampak pada kuatnya kesadaran 
warga, perangkat desa, dan tokoh 
warga untuk mencegah, baik untuk diri 
mereka maupun keluarga dan warga mereka dari 
tindakan yang dianggap melanggar norma dan 
aturan kepemiluan.
Isu tentang politik uang yang kadang dianggap 
marak terjadi dapat dicegah. Tidak ditemukan 
kasus politik uang selama pelaksanaan Pemilu 
2019 di Desa Massamaturu. 
3. Informasi kepemiluan, baik terkait dengan hak-
hak warga dalam pemilu maupun regulasi yang 
berkaitan dengan pelaksanaan Pemilu di setiap 
tahapan, dengan mudah diakses oleh warga. Hal 
itu terjadi sebab  beberapa titik yang selama ini 
menjadi tempat berkumpul warga, seperti pos 
ronda, tenpat penimbangan balita yang sering 
diakses oleh warga, dijadikan sebagai pusat 
komunikasi, informasi,dan edukasi (KIE) tentang 
pengawasan kepemiluan. Praktik baik ini masih 
dapat ditemui hingga saat ini.
4. Anggota DPRD Takalar, dinas terkait, serta 
Bupati Takalar, dalam beberapa kesempatan 
menyampaikan testimoni dan harapan mereka 
agar kegiatan yang dikembangkan di Desa 
Massamaturu dapat di kembangkan di desa-
desa lain sebab  benar-benar manfaatnya 
dapat dirasakan oleh warga desa serta 
pemerintah daerah sendiri. Pemahaman dan 
kesadaran politik warga yang terbangun dari hasil 
kerjasama antara Bawaslu dan Pemerintah Desa 
Massamaturu, kata Bupati Samsari Kitta, telah 
mampu menghadirkan sebuah proses demokrasi 

  
yang sehat, jauh dari politik uang, dan hal-hal 
yang merusak nilai-nilai demokrasi. Bupati 
Takalar ini  juga mengharapkan semoga hal 
seperti ini dapat dikembangkan di desa-desa lain 
di wilayah Kabupaten Takalar.
   
Kesimpulan
Dari  pemaparan di atas, dapat ditarik beberapa poin 
sebagai kesimpulan dari tulisan ini, yaitu:
1. keikutsertaan  warga, khususnya dalam bidang 
penguatan demokrasi dan lebih spesifik pada 
aspek politik bernegara, yaitu  sesuatu yang 
mesti terus didorong dan dikembangkan. Hal ini 
tentu tidak mudah, sebab  beberapa kondisi nyata 
dalam warga, baik secara internal maupun 
eksternal warga desa, terjangkiti sikap dan 
pandangan pragmatisme politik. Kesadaran akan 
hak-hak dan tanggungjawab untuk menciptakan 
kehidupan demokrasi masih perlu terus didorong, 
Pendidikan politik, bahkan pendidikan pemilih 
pun masih belum dilakukan secara terencana 
dan tersistematisasikan dengan baik. Sosialisasi-
sosialisasi mengajak warga untuk hadir memilih, 
menjadi tidak bermakna jika warga 
sendiri tidak paham untuk apa mereka memilih, 
warga tidak dapat merasakan dampak baik 
dari hasil-hasil pilihan mereka selama ini jika 
dilakukan dengan benar dan baik.
2. Posisi desa dalam mendorong partisipasi 
warga menjadi sangat penting dan strategis. 
Pemerintahan di tingkat desa memiliki 
kewenangan yang diatur dalam undang-
undang yang sangat bisa untuk mendorong dan 
meningkatkan kesadaran politik, pemahaman 
tentang hakikat demokrasi yang baik dan 
benar. Kepala desa besama perangkat desa 
dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat 
mengembangkan kegiatan-kegiatan yang didanai 
dari    dana alokasi desa yang   cantolannya pada 
pemberdayaan warga untuk meningkatkan 
pemahaman dan kesadaran politik warganya. 
Akan namun  hal ini  tentu membutuhkan 
desain kegiatan yang lebih baik danlebih 
terencana.
3. Desa Massamaturu di Kabupaten Takalar yaitu  
salah satu desa yang mencoba berinovasi 
menjawab harapan-harapan besar dari warga 
warga. Tentu belum sempurna, masih 
banyak hal yang perlu pembenahan, namun  
keinginan untuk malakukan kegiatan-kegiatan 
yang bermuara pada usaha  meningkatkan 
pengetahuan dan kesadaran politik warga di 
desanya patut untuk diapresiasi. Respons Kepala 
Desa, BPD, dan perangkat desa untuk membuat 
kegiatan-kegiatan yang didukung kas dana desa, 
yang alokasi pelaksanaannya dilakukan melalui 
Forum Awas tentu dapat menjadi salah satu best 
practices.
Rekomendasi
Dari uraian di atas, hal yang perlu disampaikan 
sebagai rekomendasi, baik untuk pengembangan Desa Model 
Pengawasan Partsipatif yang dilakukan di Desa Massamaturu 
Kabuupaten Takalar, maupun desa-desa lain yang ingin 
melakukan atau telah melakukan hal yang sama, yaitu :
1. Dibutuhkan panduan yang disusun secara baik 
oleh Bawaslu untuk mengembangkan desa/
kelurahan/kampung/lorong model pengawasan 
atau sebutan lain-lainnya yang menggambarkan 
sebuah komunitas yang akandidampingi. 
Panduan ini penting agar kegiatan yang dilakukan 
benar-benar terencana dengan desain kegiatan 
yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan 
(goal) yang hendak dicapai. Dengan adanya 
panduan ini , maka dimungkinkan untuk 
bisa mengukur dan mengevaluasi capaian dari 
indikator keberhasilan yang telah dibuat.
Semangat jajaran Bawaslu untuk membentuk 
desa model pengawasan, desa anti politik uang, 
desa sadar pengawasan, desa sadar pemilu, 
dan nama lain sudah banyak mendapat respons 
dari pemerintah desa.  Namun  saat ditanya 
bagaimana bentuk dan desainnya,pada sisi ini 
yang belum bisa direspon dengan baik, 
Bahwa sebaiknya bentuk, model dan inovasi itu 
lahir dari desa yaitu  benar, namun  bagaimana 
muncul ide, inovasi, dan kreativitas itu 
membutuhkan strategi pendampingan. Pada 
posisi inilah Bawaslu di tingkat kabupaten dapat 
melakukan usaha -usaha  yang melibatkan pihak-
pihak lain untuk mendorong keinginan ini. Pada 
aspek inilah panduan dan pedoman itu menjadi 
penting dirumuskan.
2. Dalam alokasi penggunaan dana desa, 
pada kegiatan pemberdayaan warga 
memungkinkan untuk menitipkan agenda 
pendidikan politik, namun  memang mesti memiliki 
cantolan dalam RPJMD daerah. Oleh sebab  itu, 
akan lebih baik kalau advokasi yang dilakukan, 
berangkat dari usaha  memasukkan program 
pokok yang dirumuskan dalam Musrembang 
secara berjenjang, dan diharapkan isu demokrasi 
dapat masuk sehingga dapat menjadi cantolan 
kegiatan yang akan dirumuskan sampai di tingkat 
desa.

Pemilihan Umum (pemilu) yaitu salah satu pilar 
demokrasi sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna 
menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan 
yang dihasilkan dari pemilu diharapkan menjadi pemerintahan 
yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Pemilu 
pun menjadi tonggak tegaknya demokrasi, di mana rakyat 
secara langsung terlibat aktif dalam menentukan arah dan 
kebijakan politik negara untuk satu periode pemerintahan ke 
depan. Keberhasilan pemilu tentunya sangat dipengaruhi oleh 
seberapa besar tingkat kesadaran politik warganegara yang 
1 Mangente Kampung yaitu  istilah bahasa Ambon yang di gunakan dalam 
bentuk acara resmi maupun tidak resmi oleh instansi maupun perseorangan, 
yang bermakna  gerakan peduli dalam setiap kehidupan soaial, dinmana 
kita datang untuk menyapa dan berbincang dengan warga untuk 
memabahas berbagai persoalan, gerakan ini juga dapat dilakukan melalui 
Forum Warga atau pembentukan kelompok sebagai salah satu metode Inovasi 
Bawaslu Maluku dalam meningkatkan pengawasan partisipasi warga 
untuk mengawal penyelenggaraan Pemilu sebagai wujud pelaksanaan 
peraturan perundang-undangan melalui pendidikan pengawasan partisipatif 
dalam Pemilu.

  
bersangkutan. Kesadaran politik ini terefleksi dari seberapa 
besar partisipasi dan peran warga dalam proses pemilu, 
dengan memberikan kesempatan kepada setiap warganegara 
untuk memberikan suara dukungannya dalam proses 
penetapan pemerintah, baik di eksekutif maupun legislatif 
selaku pemangku kebijakan. 
Pada dasarnya partisipasi politik warga dalam 
pemilu dapat menjadi sarana bagi warga dalam 
mengontrol jalannya pemerintah yang akan terpilih. warga  
berhak untuk menentukan dan menyerahkan amanahnya 
kepada mereka yang layak dan dipercaya untuk menjalankan 
roda pemerintahan kedepan. Selain itu partisipasi politik 
warga juga dapat menjadi alat untuk mengekspresikan 
eksistensi individu atau kelompok sosial di warga dengan 
mempengaruhi pemerintah melalui mekanisme politik. 
Rendahnya partisipasi politik umumnya muncul sebab  sikap 
apatis dan sikap apriori terhadap aktivitas dan kegiatan politik, 
di mana warga lebih memilih untuk menjalankan aktivitas 
harian mereka seperti bekerja, berkebun, mencari ikan di 
laut, membuat kerajinan, dan sebagainya, yang dirasa dapat 
memberikan suatu manfaat yang lebih nyata dibandingkan 
dengan harus berpartisipasi dalam politik. Faktor lain yang 
juga erat kaitannya dengan partisipasi politik yaitu  tingkat 
pendidikan warga rendah, keadaan geografis, maupun 
kurangnya sosialisasi dari penyelenggara pemilu. Inilah yang 
menjadi ironi di banyak daerah terpencil di Provinsi Maluku, di 
mana tingkat literasi warga yang masih rendah berimbas 
pada tingkat partisipasi warga pada agenda politik yang 
umumnya tergolong rendah.
Keberadaan Badan Pengawas Pemilihan Umum 
(Bawaslu) Provinsi Maluku yang dibentuk melalui UU Nomor 15 
Tahun 2011 jo UU Nomor 7 Tahun 2017, sebagai lembaga negara 
yang berwewenang mengawasi seluruh tahapan pemilihan 
umum serta dituntut menjadi wasit yang profesional, akuntabel, 
dan berintegritas tinggi, sebab  memiliki nilai strategis yang 
sangat penting. Dalam melakukan pencegahan pelanggaran 
pemilu dan pencegahan sengketa proses pemilu, Bawaslu 
Provinsi bertugas meningkatkan partisipasi warga dalam 
pengawasan pemilu di wilayah provinsi.
Penyelenggaraan pemilu di Provinsi Maluku selalu 
mengalami kendala tak terkecuali pada Kabupaten Buru 
Selatan. Buru Selatan yaitu  sebuah kabupaten di Provinsi 
Maluku dèngan ibukotaNamrole. Kabupaten ini dibentuk 
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008, sebagai 
pemekaran dari Kabupaten Buru yang yaitu kabupaten 
induk. Kabupaten Buru Selatan dengan jumlah kecamatan 
sebanyak 5 (lima), yaitu Kecamatan Kepala Madan dengan 
ibukota Biloro, Kecamatan Leksula dengan ibukota Leksula, 
Kecamatan Namrole dengan ibukota Namrole, Kecamatan 
Waesama dengan ibukota Wamsisi, dan Kecamatan Pulau 
Ambalau dengan ibukota Wailua. Komposisi warga Buru 
Selatan terdiri atas orang-orang asli penghuni Pulau Buru, 
kemudian warga yang berasal dari Pulau Ambalau dan 
warga pendatang yang kebanyakan berasal dari etnis 
Buton dan Bugis. 
Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama memiliki 5 (lima) 
dusun, yakni Dusun Lehoni, Dusun Kusu-Kusu, Dusun Kabuti, 
Dusun Mangga Dua, dan Dusun Wasalai. Dusun Wasalai 
yaitu salah satu dusun yang dimekarkan pada tahun 2016. 
Dusun ini terletak di ujung timur Desa Wamsisi, Kecamatan 
Waesama, Kabupaten Buru Selatan. Dusun ini didiami oleh 
warga adat dari 2 (dua) soa, yakni Soa Wanhedan (Soa 
Latuwael) dan Soa Wailua (Soa Latbual).
warga  dusun setempat masih memiliki gaya 
hidup bersifat tradisional, baik dari segi berpakaian maupun 
tempat tinggal atau rumah. warga  Dusun Wasalai dalam 
pola kehidupannya masih memakai  pola hidup dengan 
pendekatan filosofi budaya/adat setempat, yakni pendekatan 
kehidupan “Kakat Wait” yang artinya hidup orang adik kakak. 
warga  adat di Dusun ini memakai  cara berpikir 
mereka dengan pendekatan ini sebagai bagian yang selalu 
memberikan mereka motivasi dari segala hal, yakni cara pikir, 
bekerja, dan membangun hubungan sosial antara warga 
adat setempat dengan warga pendatang lain yang 
membuka usaha kecilnya di Dusun Wasalai .
 Kehidupan warga Dusun Wasalai selain dengan 
budaya hidup Kakatwait (hidup orang adik kakak),mereka 
juga memakai  cara hidup saling mengerti dan memahami 
hidup toleransi antar-umat beragama. Masayarakat Dusun 
Wasalai dalam kehidupan kesehariannya lebih pada hubungan 
kekerabatan dan kekeluargaan yang sakral, di mana menurut 
mereka sulit untuk diucapkan walaupun dalam berkomunikasi 
maupun gerakan atau tindakan. Sebut saja saat  dalam satu 
keluarga ada saudara perempuannya (nona) yang menikah 
dengan laki-laki lain (nyong), maka saudara laki-laki dari 
perempuan itu tidak bisa memanggil atau menyebut nama 
dari laki-laki (nyong) yang mengawini saudara perempuannya. 
Menurut mereka hal itu tidak diperbolehkan atau “pemali” yang 
artinya dilarang untuk menyebut nama dari suami saudara 
perempuannya. Mereka hanya bisa menyebut nama “dawe” 
yang artinya ipar. 
Dengan pendekatan kehidupan sosial mereka yang 
masih kental dengan nilai budayanya, mereka dalam pola 
hidup warga di Dusun Wasalai selalu menjunjung tinggi 
hidup toleransinya. warga  Dusun Wasalai dalam pola 
berpakaian selalu identik dengan ciri khas mereka, yakni 
pengikat kepala (lenso/lestari) dan pengikat pinggang (kain 
beran). Pakaian ini sering dipakai  untuk acara adat, baik 
di dalam Dusun Wasalai maupun di luar dusun. Pakaian ini 
yaitu pakaian kebesaran mereka yang ada sejak dahulu 
kala tete nenek moyang mereka. 
warga  Dusun Wasalai memiliki senjata tradisional, 
yakni Parank, Salawaku, dan tombak. Tombak yang mereka 
miliki pun terdiri atas beberapa jenis, yakni: tombak lapang 
wangan, tombak bajinet, dan tombak babi. Ketiga jenis tombak 
ini memiliki tipe atau bentuknya berbeda-beda dan memiliki 
kegunaan masing-masing, yakni:
1. Tombak lapang wangan yaitu  tombak yang dipakai  
untuk menghadang musuh atau lawan yang jumlah besar 
yang menyerang mereka. Tombak ini saat  terkena musuh 
sulit untuk terlepas sebab  ada 8 cabang runcingnya yang 
berlawanan arah.
2. Tombak bajinet yaitu  tombak yang dipakai  untuk 
menyerang musuh yang jumlahnya kecil, sebab  tombak ini 
saat  terkena musuh bisa dicabut dan dipakai  kembali. 
Tipe tombak ini runcing dan alus memanjang.
3. Tombak babi yaitu  tombak yang dipakai  untuk berburu 
binatang yang berkeliaran di hutan. Tipe tombak ini isinya 
lebar memanjang.
 Masayarakat  adat   Dusun   Wasalai   dalam 
menyelesaikan sebuah persoalan atau permasalahan dengan 
memakai  pendekatan dalam bahasa Buru, yaitu smake 
(bacarita). warga  setempat memandangnya sebagai 
sebuah bagian adat budaya yang mampu menyelesaikan 
semua persoalan yang sering terjadi di Dusun Wasalai.
Dalam menyelesaikan persoalan apapun mereka selalu 
mengedepankan smake(bacarita) sebagai bagian penting 
dariadat budaya dalam menyelesaikan persoalan sosial 
warga di Dusun Wasalai. warga  setempat menilai 
langkah ini lebih tepat sebab  tanpa memerlukan anggaran, 
ketimbang penyelesaiannya lewat jalur hukum atau 
pemerintahan yang juga menimbulkan adanya biaya yang harus 
mereka keluarkan.  Oleh sebab  itu, semua persoalan yang 
terjadi di Dusun Wasalai  bisa diselesaikan secara kekeluargaan. 
Keseharian warga Dusun Wasalai aktivitasnya yaitu  
dengan berkebun atau pergi ke hutan dari pagi sampai dengan 
sore hari untuk mencari nafkah dan dapat menafkahi keluarga 
mereka. Sedangkan dari tingkat pendidikan, mereka  sebagian 
besar pendidikannya tidak tamat sekolah dasar. Jadi dapat 
dikatakan mereka sangat terbelakang dalam segala bidang.
Kabupaten Buru Selatan belum terlalu mengalami 
kemajuan di bidang segala bidang, terlebih dalam 
telekomunikasi dan infrastruktur. Mereka masih terbelakang 
dalam banyak hal oleh sebab  warga Dusun Wasalai, Desa 
Wamsisi, Kecamatan Waesama belum tersentuh oleh proses 
pembangunan, sulitnya akses telekomunikasi/internet, akses 
transportasi,rendahnya sumberdaya manusia,dan warga 
di sana masih memiliki adat yang kental sehingga dikategorikan 
sebagai daerah atau desa terpencil. Bila dikaitkan dengan 
persoalan-persoalan kepemiluan, pemahaman mereka masih 
jauh dari ideal. Dari hasil wawancara singkat saat pelaksanaan  
Kegiatan  Forum, warga warga tidak  pernah mengetahui 
tentang  apa itu pemilu, tahapan pemilu, bahkan penyelenggara 
pemilupun warga tidak mengetahui sama sekali.
Sebagai daerah terpencil, Dusun Wasalai,Desa Wamsisi, 
Kecamatan Waesama, sangatlah membutukan perhatian 
Pemerintah Daerah setempat, baik dalam pembangunan 
infrastuktur  maupun pembangunan manusianya. Pembangunan 
infrastruktur misalnya, sebab  untuk transportasi  menuju 
ke Dusun Wasalai  dari ibukota Kecamatan Waesama harus 
menempuh perjalanan darat dengan kendaran mobil selama 
kurang lebih 2 (dua) jam. Selain itu di Dusun ini  akses 
telekomunikasi/internet belum ada sama sekali sehingga jauh 
dari berbagai informasi. Demikian juga untuk pembangunan 
manusia, misalnya sebagian besar warga ini  yaitu  
warga adat  yang tingkat  pendidikan masih rendah. 
Masih banyak warga yang belum bisa membaca, menulis, 
maupun  berbahasa  negara kita dengan baik.
Merujuk pada persoalan ini  maka Bawaslu 
Provinsi Maluku berinisiatif untuk dapat meningkatkan 
pemahaman dan pengetahuan tentang pemilu. Persoalan 
menyangkut penyelenggaraan pemilu dan pilkada yang 
dihadapi oleh warga Dusun  Wasalai yang masih terbatas 
yaitu : 
1. Kelembagaan  penyelenggara  teknis  pemilu   dan pengawas 
pemilu yang setiap saat mengawasi tahap pemilu.
2. Jenis-jenis  pemilu yang dilaksanakan pada tahun 2019.
3. Syarat  sebagai pemilih DPT, DPK, dan DPTB.
4. Larangan-larangan bagi pemilih dan peserta dalam Pemilu.
5. Mekanisme melaporkan/membuat laporan warga 
saat  menemukan pelanggaran pemilu.
6. Tempat pemungutan suara, di mana lokasinya yang jauh 
dari dusun ini  sehingga menyulitkan pemilih untuk 
menyalurkan suara secara baik dan lancar sesuai asas 
penyelenggaraan pemilu.
7. Sebagian  besar  warga Dusun ini  sudah 
mengenal huruf dan tulisan, namun  masih ada yang belum 
mengerti  membaca dan menulis secara baik dan benar.
Uraian persoalan di atas menunjukkan bahwa salah 
satu peran strategis Bawaslu yaitu  meningkatkan kesadaran 
politik warga untuk berpartisipasi aktif dalam setiap 
proses pengawasan pemilu. Dengan demikian diperlukan 
suatu usaha  yang sistematis dari Bawaslu untuk melakukan 
model komunikasi yang tepat kepada warga dalam 
rangka membangun kesadaran politik warga sehingga 
dapat menciptakan  proses demokratisasi di negara kita pada 
umumnya dan Provinsi Maluku pada khususnya. 
Untuk itu salah satu usaha  Bawaslu Provinsi 
Maluku dalam memaksimalkan tugas-tugas pencegahan 
dan pengawasan yaitu  dengan pendidikanpolitik melalui 
Mangente Kampung dalam meningkatkan kualitas pemilu 
di desa terpencil, dengan metode membentuk komunitas 
forumwarga, tabaos, dan bacarita, yang yaitu bentuk 
strategi ditingkat kampung atau desa untuk bagaimana kita 
dapat meningkatkan pemahaman warga,khususnya 
warga terpencil yang berkaitan dengan pengetahuan 
kepemiluan. Kegiatan yang dilaksanakan ditingkat kampung 
atau desa bahkan dusun dalam skala yang sangat kecil 
diharapkan dapat membantu mengurangi beban pengawas 
pemilu dalam usaha  mendorong partisipasi warga 
dalam pengawasan   pemilu yang dikenal dengan pengawas 
partisipatif, pengawas tanpa identitas yang akan membantu 
Bawaslu dalam melaksanakan tugas pencegahan dan 
pengawasan pada semua tahapan pemilu.
Kehadiran pengawas partisipatif ini sangat penting 
dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, Bawaslu telah 
diberi  mandat undang-undang untuk menjalankan fungsi 
pengawasan. Bawaslu juga dibekali struktur kelembagaan 
yang kuat, bahkan hingga tingkat paling bawah. Demikian 
juga dengan anggaran pengawasan yang diberi  negara 
untuk kontrol secara berkala, artinya beban kontrol terhadap 
penyelenggaraan pemilu lebih besar diberi  kepada 
Bawaslu. Kedua, Bawaslu sebagai struktur terlembaga memiliki 
keterbatasan, khususnya personel dan struktur yang bertugas 
mengawasi. Pada tingkat pusat Bawaslu hanya diisi oleh 5 
(lima) personel, lima sampai tujuh orang disetiap provinsi, dan 
tiga sampai lima orang di setiap kabupaten/kota, tiga orang 
disetiap kecamatan, satu orang disetiap desa/kelurahan, dan 
satu orang disetiap TPS. Oleh sebab  itu sebagai lembaga 
yang bertugas melakukan pengawasan perlu mendorong 
usaha  partisipasi untuk menguatkan fungsi kontrol tahapan 
penyelenggara pemilu. Ketiga, tantangan penyelenggaraan 
pemilu kedepan yang sangat kompleks, di mana kecenderungan 
hadirnya pelanggaran pemilu, mengabaikan hak politik warga, 
manipulasi suara pemilih yang tidak bisa dihindarkan. Semua 
ini dapat diatasi dengan mencerdaskan warga untuk ikut 
dalam mengawasi dan mengontrol tahapan pemilu.
Kabupaten Buru Selatan telah beberapa kali 
melaksanakan pemilihan umum secara langsung, mulai dari 
Pemilu Presiden-Wakil Presiden maupun Pemilu Legislatif 
Tahun 2014, Pemilihan Bupati Tahun 2015 dan Pemilihan 
Gubernur Tahun 2018. Dari pengalaman panjang pelaksanaan 
pemilihan umum ini , banyak pelanggaran pemiluterjadi 
sebab  ketidaktahuan warga. Hal ini terjadihampir 
pada semua tahapan, baik sebelum pemilihan, pada saat 
hari pemilihan/pemberian suara di TPS, maupun setelah hari 
pemilihan yang tahapannya masih panjang, sampai pada 
akhirnya  pengumuman hasil pemilu secara resmi. Kecurangan 
ataupun pelanggaran ini  tidak lepas dari fungsi 
pengawasan pengawas pemilu yang masih membutuhkan 
mekanisme pengawasan ketat. Salah satu yang dapat dilakukan 
yaitu  melibatkan partisipasi aktif warga dalam 
melakukan pengawasan. Dalam konteks ini, Pengawas Pemilu 
harus menerapkan sistem pengawasan partisipatif untuk 
maksimalnya pengawasan pemilu. Pengawasan partisipatif 
yang dimaksud ialah melibatkan warga untuk menjadi 
manusia aktif memantau sekaligus mengawasi setiap tahapan 
pemilu yang berlangsung pada lingkungannya.
Oleh sebab  itu, Bawaslu Provinsi Maluku harus 
melakukan program partisipatif. Program ini yaitu 
serangkaian kegiatan yang mengikutsertakan warga dan 
lembaga lain dalam menjaga kesehatan demokrasi melalui 
pengawasan bersama.  Artinya, seluruh warga negara termasuk 
penyelenggara  berperan  aktif dalam mengawasi jalannya 
pesta demokrasi dan mencegah setiap potensi-potensi 
pelanggaran dan kecurangan yang akan terjadi. Dengan 
berbagai studi penelitian terdahulu dan fenomena empiris di 
lapangan menginspirasi Penulis untuk melakukan penelitian 
terkait dengan persoalan ini , yakni “Pendidikan Politik 
Melalui Mangente Kampung dalam Peningkatan Kualitas 
Pemilu di Desa Terpencil (Studi Pada Dusun Wasalai,Desa 
Wamsisi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan).”

keikutsertaan  yaitu kunci sukses dalam pelaksanaan 
otonomi daerah sebab  partisipasi menyangkut aspek 
pengawasan dan aspirasi  Aspek 
pengawasan partisipatif ini pun harus menyentuh semua 
segmentasi partisipatif yang dinilai mampu dan cakap 

  
dalam menyehatkan demokrasi melalui pemilu dan pilkada. 
Kerjasama ini  dilakukan bersama perguruan tinggi, 
organisasi warga sipil, media massa (jurnalistik), dan 
organisasi   bersifat  budaya atau adat dan lain-lain.
Kelompok-kelompok ini  berperan aktif dan 
memiliki relawan berjumlah jelas untuk menjalankan program 
pengawasan.  Hal ini  sebagaimana diatur dalam UU No. 
10 Tahun 2016 pasal 131 ayat (1), “Untuk mendukung kelancaran 
penyelenggaraan Pemilihan dapat melibatkan partisipasi 
warga.” Berikutnya pada ayat (2), “keikutsertaan  warga 
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam 
bentuk pengawasan pada setiap tahapan Pemilihan, sosialisasi 
Pemilihan, pendidikan politik bagi Pemilih, survei atau jajak 
pendapat tentang Pemilihan, dan penghitungan cepat hasil 
Pemilihan.”
Pengaturan   berikutnya dalam Perbawaslu No. 13 Tahun 
2012  tentang Tata  Cara Pengawasan Pemilu, Pasal 22 ayat (1) 
bahwa “keikutsertaan    warga  dalam  pengawasan Pemilu dapat 
dilakukan dengan cara,  pemantauan, penyampaian laporan 
awal dan/atau informasi awal temuan dugaan pelanggaran, 
melakukan kajian, pengawasan kampanye, serta bentuk lainnya 
yang tidak melanggar perundang-undangan.”
 Dengan gerakan partisipatif warga untuk ikut 
melakukan pengawasan sejak dini yaitu wujud dari 
pendidikan dan partisipasi politik. warga  dalam hal ini 
diajak menjadi bagian dari sukses penyelenggaraan pilkada 
dan bukan hanya sebagai penonton. sebab  hakikat demokrasi 
lokal yaitu  bagaimana mendorong partisipasi warga di 
dalamnya. Untuk dapat memaksimalkan pengawasan maka 
Pengawas Pemilu harus menerapkan sistem pengawasan 
partisipatif dalam hal pencegahan dan pengawasan pemilu. 
Perlu adanya sinkronisasi pemahaman bersama warga 
tentang pengawasan pemilu. 
keikutsertaan  warga dalam tahapan Pilkada 
2018 maupun tahapan Pemilu 2019 di Kabupaten Buru 
Selatan dengan mengandalkan semboyan/prinsip “Lolin 
Lelan Fedak” (satukan hati membangun negeri) sehingga 
penyelenggaraan pemilu bisa sukses dan berkualitas. Menurut 
Alin, seorang tokoh warga,prinsip Lolin Lelan Fedak 
dapatmengantarkanPilgub2018 Kabupaten Buru Selatan tidak 
perlu sampai ke Mahkamah Konstitusi (MK). Cukup rakyat 
menentukan siapa kepala daerah dan wakil kepala daerah 
nantinya, prinsip ini harus sesuai dengan Undang-Undang (2). 
Namun dari hasil diskusi bersama warga, hal ini  
hanya pada skala elite dan warga sipil terus menjadi 
korban sebab  minim serta terbatasnya pemahaman tentang 
persoalan pemilu. warga  jarang memperoleh informasi, 
bahkan bisa disebut ketinggalan jauh terhadap persoalan 
pemilu. Jangankan hak untuk memilih,warga tidak pernah 
mengetahui bagaimana untuk bisa menjadi seorang pemilih 
yang sah menurut undang-undang.
Dari pandangan di atas, regulasi Pilkada 2017 lebih 
baik dibanding Pilkada 2015. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 
2016 memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan 
pilkada. Pada kasus money politic, misalnya, regulasi Pilkada 
2015 menyatakan dilarang namun  tidak sanksinya. Pada 
Pilkada 2017, larangan dan sanksi hukumnya jelas. Terdapat 
satu rumusan pasal 73 ayat (1) ayat (2) dan pasal 135A ayat (1) 
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang mengatur norma 
pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif terkait dengan 
money politic dan saksinya serta pelanggaran lainnya.
Meski regulasinya sudah lebih baik, Pilgub serentak 
2018 masih diwarnai sejumlah pelanggaran. Sejumlah kasus 
yang menonjol di antaranya money politic, kampanye hitam, 
penggunaan fasilitas negara, mobilisasi aparatur sipil negara, 
dan penyalahgunaan kekuasaan oleh calon petahana, desain 
regulasi pemilu/pilkada makin menempatkan Bawaslu pada 
porsi dan posisi penegakan hukum pemilu seiring dengan 
pemberian kewenangan penyelesaian beberapa jenis sengketa 
dengan putusan yang bersifat final dan mengikat. Sekarang 
ini Bawaslu sudah menjadi semacam kuasi peradilan. sebab  
itu ke depan peran warga sipil dalam pengawasan harus 
diperkuat.
Dengan adanya partisipasi semua pemangku 
kepentingan, penguatan pengawasan yang dilakukan 
Bawaslu dan jajarannya akan lebih efektif. Logikanya, bila 
tahapan-tahapan Pemilu tidak terawasi dengan baik, sudah 
pasti tujuan untuk menghasilkan kepemimpinan berkualitas 
dan berintegritas di tingkat lokal juga tidak akan tercapai. 
Harapannya pilkada serentak akan lebih berkualitas dari 
pilkada-pilkada sebelumnya. 
Dengan demikian untuk menghasikan pemilu 
berkualitas  dan berintegritas di Kabupaten   Maluku Tengah, 
prinsip “Lolin  Fefan  Fedan” (mari  bersama  membangun 
negeri) dapat memaksimalkan pengawasan pemilu dengan 
harapan penyelenggaraan pemilu bisa sukses dan berkualitas. 
Pengawas pemilu dapat melakukan kerja sama dengan 
institusi lain atau kelompok strategis warga untuk dapat 
menjawab hal ini .
Mengingat hal yang selalu luput dari pengawasan 
di manaterjadi kecurangan yang terstruktur sesuai dengan 
penjelasan UU No. 10 Tahun 2016 pasal 135A Ayat (1). Yang 
dimaksud dengan “terstruktur” yaitu  kecurangan yang 
dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah 
maupun penyelenggara Pemilu secara kolektif atau secara 
bersama-sama. Yang dimaksud dengan “sistematis” yaitu  
pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, 
bahkan sangat rapi. Yang dimaksud dengan “masif” yaitu  
dampak pelanggaran yang sangat luas pengaruhnya terhadap 
hasil pemilihan, bukan hanya sebagian-sebagian. Gerakan inilah 
yang harus menjadi perhatian penuh untuk bagaimana kita 
menyatukan kekuatan dengan melibatkan seluruh stakeholder 
dalam mengawasi penyelenggaraan pemilu.
keikutsertaan  warga  dalam Politik.
Peran serta atau partisipasi warga dalam politik 
yaitu  kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk 
turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, dengan 
jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau 
tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, ‘public 
policy’. Secara konvensional kegiatan ini mencakup tindakan 
seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, ‘voting’; 
menghadiri rapat umum, ‘campaign’; menjadi anggota suatu 
partai atau kelompok kepentingan; mengadakan pendekatan 
atau hubungan, ‘contacting’ dengan pejabat pemerintah, 
anggota parlemen, dan sebagainya. keikutsertaan  politik yaitu  
kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi 
yang dimaksud mempengaruhi pembutan keputusan oleh 
pemerintah. keikutsertaan  bisa bersifat individual atau kolektif, 
terorganisir atau spontan, mantap atau sporadik, secara 
damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau 
tidak efektif. Fungsi utama partai politik yaitu  mencari dan 
mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-
programnya berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang 
dipakai  partai politik dalam sistem politik demokratis 
untuk memperoleh  dan/atau mempertahankan kekuasaan itu 
yaitu  dengan melalui mekanisme pemilihan umum. Terkait 
dengan  tugas  ini  maka menjadi tugas partai politik 
untuk mencari dukungan seluas-luasnya dari warga agar 
tujuan itu dapat tercapai.
Cara lain dalam mendorong partisipasi warga 
terhadap pemilu melalui penguatan partai politik. 
Argumentasinya bahwa partai politik diwajibkan melakukan 
pendidikan politik; bukan malahan partai politik mengarahkan 
pemilih dengan metode politik instan, yaitu pemberian uang. 
Ketika pola atau cara ini masih direproduksi terus-menerus, 
bisa dipastikan nilai dan pemahaman warga terhadap 
partisipasi menjadi mengecil hanya dihargai dengan uang, 
bukan sebab  kesadaran sendiri untuk memilih partai sebab  
kinerja serta keberpihakannya dalam momentum pemilu. 
Seseorang mau terlibat aktif dalam kegiatan partisipasi politik, 
menurut Davis Keth (1987:145), sebab  ada tiga unsur, 
yaitu:
a. Adanya penyertaan pikiran dan perasaan
b. Adanya motivasi untuk berkontribusi
c. Adanya tanggung jawab bersama.
keikutsertaan  berasal dari dalam atau dari diri sendiri 
warga ini . Artinya meskipun diberi kesempatan 
oleh pemerintah atau negara; namun  kalau kemauan ataupun 
kemampuan tidak ada,  maka   partisipasi  tidak  akan terwujud. 

  
Di samping itu,  ada bentuk-bentuk  partisipasi politik 
sebagaimana   dikemukakan   syam kamaruzaman 
bahwa bentuk-bentuk partisipasi politik yaitu  sebagai berikut:
1)  keikutsertaan  dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap 
muka
2)  keikutsertaan  dalam bentuk iuran uang, barang, dan 
prasarana
3)  keikutsertaan  dalam proses pengambilan keputusan
4)  keikutsertaan  dalam bentuk dukungan.
Analisis politik modern partisispasi politik 
yaitu suatu masalah yang penting dan akhir-akhir ini 
banyak dipelajari, terutama hubungannya dengan negara 
berkembang. Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa 
partisipasi politik yaitu  kegiatan seseorang atau kelompok 
orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, 
antara lain dengan jalan memilih pimpinan negara secara 
langsung atau tidak langsung, memengaruhi kehidupan 
kebijakan (public policy). Setiap perhelatan demokrasi atau 
pemiihan umum yang diselenggarakan oleh Negara Republik 
negara kita memiliki dampak terhadap perkembangan kemajuan 
kehidupan  berbangsa dan bernegara. Para elite politik 
sejatinya memberikan  pendidikan politik  yang cerdas kepada 
warga agar kesadaran berdemokrasi semakin tinggi dari 
berbagai kalangan. Kesadaran berdemokrasi ini  akan 
tinggi jika partisipasi warga dalam memberikan haknya 
juga tinggi. Kesadaran warga untuk berpartisipasi secara 
positif dalam sistem politik yang ada, jika seseorang ini  
merasa dirinya sesuai dengan suasana lingkungan di mana 
dia berada. jika  kondisi yang terjadi yaitu  sebaliknya, 
maka akan lahir sikap dan tingkah laku politik yang tampak 
janggal atau negative. Misalnya jika seseorang sudah terbiasa 
berada dalam lingkungan berpolitik yang demokratis, namun  
dia ditempatkan dalam sebuah lingkungan warga yang 
feodal atau tidak demokratis maka dia akan mengalami 
kesulitan  dalam proses beradaptasi.
Meningkatnya keterlibatan warga dalam 
penyelenggaraan pemilu menunjukkan semakin kuatnya 
tatanan demokrasi dalam sebuah negara. Demokrasi 
menghendaki adanya keterlibatan rakyat dalam setiap 
penyelenggaraan yang dilakukan negara. Rakyat diposisikan 
sebagai aktor penting dalam tatanan demokrasi, sebab  pada 
hakikatnya demokrasi mendasarkan pada logika persamaan 
dan gagasan bahwa pemerintah memerlukan persetujuan 
dari yang diperintah. Keterlibatan warga menjadi unsur 
dasar dalam demokrasi.  Untuk itu, penyelenggaraan pemilu 
sebagai sarana dalam melaksanakan demokrasi, tentu saja 
tidak boleh dilepaskan dari adanya keterlibatan warga. 
Menurut Ikhsan  Darmawan (2015: 55), partisipasi politik akan 
berjalan selaras manakala proses politik berjalan secara stabil. 
Seringkali ada hambatan partisipasi politik saat  stabilitas 
politik belum bisa diwujudkan, sebab  itu penting untuk 
dilakukan oleh para pemegang kekuasaan untuk melakukan 
proses stabilisasi politik. Disamping itu pula proses berikutnya 
melakukan usaha  pelembagaan politik sebagai bentuk dari 
usaha  untuk memberikan kasempatan kepada warga 
untuk mengaktualisasikan cita citanya. 
Cara  partisipasi  politik dapat didefinisikan sebagai 
cara partisipasi politik di mana warga negara melakukan 
berbagai usaha untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan. 
Adatiga jenis cara partisipasi. yaitu: Interest Articulation, 
partisipasi jenis ini artinya individu menyuarakan kepentingan 
melalui hubungan personal, organisasi formal atau informal 
serta berbagai macam proses; Interest Aggregation,  partisipasi 
politik jenis ini artinya seorang individu menyatukan aspirasi 
yang banyak beraneka ragam; dan Policy Making, partisipasi 
politik  jenis ini artinya seseorang individu terlibat dalam proses 
pembuatan kebijakan.

A. Mangente  Kampung
Kota Ambon dikenal dengan sebutan “Ambon Manise”, 
disebab kan pemandangan alam yang dimiliki oleh Kota 
Ambon sangatlah indah dan manis. Selain itu, kebudayaan 
yang terkenal dimiliki oleh Kota Ambon dikenal dengan 
sebutan Pela dan Gandong. Pela Gandong yaitu  suatu   
sistem hubungan sosial yang dikenal dalam warga 
Maluku, berupa suatu perjanjian hubungan antara suatu negeri 
(sebutan untukkampung atau desa) dengan negeri lainnya, 
yang biasanya berada di pulau lain dan kadang juga menganut 
agama lain di Maluku. Biasanya satu negeri memiliki paling 
tidak satu atau dua pela yang berbeda jenisnya.
Cikal bakal tumbuh suburnya multikulturalisme di 
wilayah Kepulauan Maluku,antara lain sebab : pertama, dari 
segi geolinguistik dianggap sebagai bagian dari tanahasal 
suku-suku bangsa pemakai bahasa-bahasa Austronesia (Andili, 
1980);kedua, darisegi geokultural yaitu lintasan strategis 
migrasi-migrasi manusia dan budaya dariAsia Tenggara ke 
wilayah Melanesia dan Mikronesia, Oceania. dan ke arah timur 
yangdiikuti oleh perkembangan budaya wilayah timur sejak 
ribuan tahun lalu (Solheim,1966; Duff, 1970; Shutler; 1975: 
8-10);ketiga,dari segi ekonomi yaitu wilayahpenghasil 
rempah-rempah paling utama, yang antara lain memicu 
wilayahini  menjadi ajang potensial persaingan 
kepentingan hegemoni ekonomi, danakhirnya bermuara pada 
pertarungan politik dan militer 
Mangente yaitu  sebuah istilah bahasa Ambon yang 
maknanya sangat dalam,yakni mengunjungi, menyapa-
datangi suatu tempat yang sudah lama ditinggal atau jarang 
didatang. Mangente kampung yaitu  kegiatan di mana kita 
datang ke suatu desa atau dusun untuk melihat apa yang terjadi 
atau apa yang akan kita perbuat guna membangun desa atau 
dusun tertentu.Mangente bisa dilaksanakan oleh kelompok, 
orang perorang, organisasi atau kelembagaan apa saja. Proses 
mangente kampung tidak diatur secara adat istiadat oleh kita 
yang melaksanakan kegiatan mangente kampung, namun 
kegiatanmangente kampung diatur secara adat istiadat oleh 
kampung, desa,atau dusun adat di mana kita melaksanakan 
kunjungan. Biasanya desa yang kita kunjungi yang akan 
melaksanakan ritual adat untuk menerima tamu yang akan 
berkunjung dengan cara tarian lenso, makan pinang, tarian 
parang dan salawaku, sesuai dengan kearifan lokal desa atau 
dusun di mana kita berkunjung.
Pada pelaksanaan Mangente Kampung ada proses 
penerimaan secara adat oleh warga setempat di mana 
kita melaksanakan kunjungan (mangente). Caranya yaitu  
tarian adat atau prosesi adat dengan bersilat memakai  
parang dan salawaku, pengalungan kain adat atau bunga 
ke orang yang melakukan kunjungan. Dapat juga dilakukan 
dengan cara memberi makan pinang dan sirih ke mereka yang 
melakukan kunjungan, sesuai kearifan lokal di Kabupaten Buru 
Selatan bahkan Maluku secara umum.
B. Pendidikan Politik Melalui Mangente Kampung 
dalam Peningkatan Kualitas Pemilu di Dusun Wasalai,Desa 
Wamsisi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan
Waesama yaitu  sebuah kecamatan di Kabupaten 
Buru Selatan, Maluku.Adapun Kabupaten Buru Selatan terdiri 
atas 5 kecamatan, yaitu:(1) Kecamatan Namrole, terdiri atas 
10 desa/kelurahan; (2) Kecamatan Waesama, terdiri atas 
8 desa/kelurahan; (3) Kecamatan Leksula, terdiri atas 20 
desa/kelurahan; (4) Kecamatan Kepala Madan, terdiri atas 
10 desa/kelurahan; (5) Kecamatan Ambalau,terdiri atas 7 
desa/kelurahan. Dusun Wasalai yaitu Desa Wamsisi, 
Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan. 
Bawaslu Provinsi Maluku melakukan konsep mangente 
kampung menjadi usaha  pencegahan dan peningkatan 
kapasitas warga dalam Pemilu 2019. Mangente 

  
Kampung yaitu  gerakan peduli dalam setiap kehidupan 
soaial, di mana kita datang untuk menyapa dan berbincang 
dengan warga untuk membahas berbagai persoalan. 
Gerakan ini juga dapat dilakukan melalui forum warga atau 
pembentukan kelompok sebagai salah satu metode inovasi 
Bawaslu Maluku dalam meningkatkan pengawasan partisipasi 
warga untuk mengawal penyelenggaraan Pemilu sebagai 
wujud pelaksanaan peraturan perundang-undangan melalui 
pendidikan pengawasan partisipatif dalam Pemilu.
Peran warga negara dalam pengawasan pemilu demi 
terwujudnya penyelenggaraan pemilu yaitu  penting dan 
menjadi tanggungjawab bersama. Penyelenggaraan pemilu 
akan berjalan dengan baik dalam setiap tahapan jika  
mendapat pengawasan serta dukungan dari warga negara itu 
sendiri dan seluruh stakeholder. Program Mangente Kampung 
dalam metode forum warga dilatarbelakangi dengan masih 
banyaknya warga yang belum memahami hak dan 
kewajiban dalam partisipasinya sebagai warga negara pada 
setiap tahapan pemilu. Masih minimnya pemahaman ini  
didapatkan pada desa bahkan dusun oleh sebab  minimnya 
kesadaran hak dan kewajiban politik ini  memicu  
respons warga dalam proses politik masih belum 
maksimal.
Untuk itu, penting bagi Bawaslu Maluku melakukan 
identifikasi terhadap banyaknya forum warga yang eksis di 
warga. Identifikasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan 
menjalin kerja sama dalam pengawasan pemilu. Fungsi 
kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat   kapasitas 
pengawasan, namun  juga mendorong pelibatan warga yang 
lebih luas dalam pengawasan   penyelenggaraan pemilu.
Prinsipnya program ini yaitu  usaha  untuk 
mendekatkan warga dengan persoalan-persoalan 
pencegahan dan pengawasan pemilu. Upaya peningkatan 
partisipasi dan pemberian pemahaman bahwa keputusan 
politik untuk mengawal  pemilu   berakibat    pada kehidupan 
dasar warga. Dengan program ini diharapkan tumbuh 
kesadaran partisipasi warga terhadap proses politik yang 
berkualitas.
Individu  pengawas pemilu kerap menjadi anggota dan 
terlibat dalam organisasi keagamaan dan kewargaan 
yang dapat dipakai  untuk melakukan sosialisasi 
pengawasan pilkada atau pemilu. Forum warga menjadi 
solusi atas keterbatasan sumber daya dan infrastruktur dalam 
pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh pengawas.
Mangente Kampung yaitu  bentuk kegiatan yang 
dilaksanakan dalam pengawasan pemilu oleh Bawaslu Provinsi 
Maluku dalam rangka usaha  melakukan bentuk pencegahan 
dan meningkatkan pengawasan partisipasi warga dalam 
mengawal penyelenggaraan Pemilu 2019 melalui tiga metode, 
yaitu: (1) Gerakan Forum Warga dalam pengawasan Pemilu; 
(2) Gerakan pencegahan dan  peningkatan pengawasan 
partisipatif melalui Metode Tabaos; dan (3) Metode Bacarita 
Orang Basudara dalam meningkatkan pemahaman warga 
terhadap pemilu. 
Gerakan Forum dalam Pengawasan Pemilu
Gerakan Forum Warga dalam Pengawasan Pemilu. 
Prinsipnya Forum Warga yaitu  usaha  untuk mendekatkan 
warga dengan persoalan-persoalan pencegahan dan 
pengawasan pemilu, peningkatan partisipasi, dan pemberian 
pemahaman bahwa keputusan politik untuk mengawal pemilu 
berakibat pada kehidupan dasar rakyat. Dengan program ini 
diharapkan tumbuh kesadaran partisipasi warga terhadap 
proses politik yang berkualitas.  Individu pengawas pemilu kerap 
menjadi anggota dan terlibat dalam organisasi keagamaan 
dan kewargaan yang dapat dipakai  untuk melakukan 
sosialisasi  pengawasan pilkada atau pemilu. Metode  Forum 

  
Warga menjadi solusi atas keterbatasan sumber daya dan 
infrastruktur dalam pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan 
oleh pengawas.
Metode Forum Warga yang dipakai  yaitu  
pertemuan dialogis, tatap muka,dan partisipatoris. Caranya 
dengan mengumpulkan warga berbasis komunitas adat 
atau memanfaatkan   perkumpulan  yang sudah ada dalam 
warga di suatu desa/negeri atau dusun. Selain itu juga 
materi yang akan disampaikan pada Forum Warga pada 
dasarnya yaitu  materi pengawasan partisipatif pemilu 
yang terdiri dari atas pengenalan kelembagaan Bawaslu dan 
jajarannya, pentingnya pengawasan pemilu sebagai ruang 
partisipasi warga untuk mengawal penyelenggaraan 
Pemilu, katerlibatan warga dalam pencegahan pemilu, 
tata cara pelaporan dugaan pelanggaran pemilu, dan 
penyelesaian sengketa proeses pemilu, dan peran warga 
sebagai  agen  partisipasi  dalam pemilu.
Selain metode Forum Warga dalam bentuk dialogis 
dan partisipatoris, ada juga cara yangdapat dilakukan dengan 
mengumpulkan warga berbasis komunitas dalam rangka 
memanfaatkan perkumpulan yang sudah ada pada warga 
dalam bentuk arisan, pengajian, majelis taklim, perempuan 
gereja, dan lain-lain. Selain pertemuan tatap muka (offline), 
metode Forum Warga dapat juga dilakukan dengan metode 
dalam jaringan (daring/online) melalui grup messenger seperti 
grup whatsapp, facebook, dan media sosial dan messenger 
lainnya, di mana Pengawas Pemilu membagikan informasi 
mengenai  pengawasan melalui Forum Warga online ini .
Desain  Forum  Warga   dalam   bentuk  Bawaslu 
Mangente Kampung dilakukan oleh Bawaslu Propinsi Maluku 
dalam rangka meningkatkan bentuk pencegahan dan 
pengawasan partisipasi warga pada daerah terpencil 
untuk mengawal penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah 
Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku 2018 dan Pemilu Tahun 
2019 pada 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku. Ikhtiar ini 
dilaksanakan dengan tujuan untuk dapat mengubah pola pikir 
warga dari tidak tahu menjadi tahu sehingga telah terjadi 
perubahan yang dapat kita lihat bersama dari Pemilu tahun 
2014 ke Pemilu 2019. Pada Pemilu 2014 warga tidak 
tahu tentang apa saja tahapan dalam pemilu, apa saja syarat 
menjadi seorang pemilih, apakah warga bisa ikut awasi 
pada pelaksanàn pemilu, dan masih banyak persoalan lain 
yang tabu di mata warga. Bawaslu Mangente Kampung 
mengubah semua hal ini  dan telah berhasil pada Pemilu 
2019 yang baru saja selesai dilaksanakan.
Kedinamisan Forum Warga membuat pengertiannya 
dikenali melalui ciri-ciri umumnya. Beberapa ciri ini  
diantaranya yaitu  Forum Warga yaitu sekumpulan 
representasi warga yang memajukan klaim kelompoknya 
secara territorial, baik berbasis kota/kabupaten, kecamatan, 
dan desa atau kelurahan.
Forum Warga terdiri atas perwakilan yang heterogen, 
tidak menganut secara afiliatif atas ideologi, asas politik, 
atau kelompok aliran tertentu sebagai nilai kolektif. Forum 
Warga akan selalu menempatkan kepentingan umum 
atau kepentingan bersama sebagai orientasi gerakan. 
Saat berkumpul, Forum Warga akan membahas dan/atau 
mempedulikan masalah-masalah kewarga secara luas, 
baik secara general maupun tematik sebagai fokus kepedulian. 
Sebagai kelompok warga, Forum Warga bersifat inklusif 
terbuka dan tidak berorientasi sektoral serta menyatakan 
diri secara terbuka untuk mengembangkan segala bentuk 
mekanisme menyampaikan pendapat dan aspirasi secara 
berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Forum Warga, kalau bisa disebut sebagai lembaga, 
bukanlah lembaga formal bentukan pemerintah/penyelenggara 
negara, namun  harus murni inisiatif dari warga. Meski 
bukan bentukan pemerintah/penyelenggara negara, namun 
Forum Warga harus mengembangkan hubungan kemitraan-
kritis dengan pemerintah/penyelenggara negara. Dengan posisi 
seperti itu, Forum Warga tidak berada dalam posisi diametral 
atau berhadap-hadapan dengan pemerintah/penyelenggara 
negara. Namun, Forum   Warga harus selalu melakukan kontrol 
terhadap pemerintah/penyelenggara negara, terutama 
berkaitan  dengan  kewajibannya   memenuhi hak dasar. 
Kontrol ini  dilakukan dengan cara menjalankan peran-
peran partisipasi sebagai warga yang sadar hak-haknya.
Dari ciri-ciri ini , Forum   Warga  memiliki beberapa 
model “kelembagaan” dalam mengoperasionalkan diri  untuk 
mewujudkan tujuannya.  Model yang berlaku selama ini 
“lembaga” Forum Warga selalu berasaskan kerelawanan dan 
bersifat kolegial partisipatif. “Lembaga” Forum Warga dapat 
bersifat permanen, namun  juga dapat pula yang bersifat ad 
hoc. Forum Warga yaitu pencitraan seluas-luasnya dari 
representasi lapisan warganya. Forum Warga hanya akan 
diakui sebagai Forum Warga jika  memperoleh  legitimasi 
faktual secara luas, artinya dipercaya warganya.
Ada sejumlah peran yang bisa dilakukan  Forum 
Warga, seperti peran kontrol atau pengawasan. Forum 
Warga, bagi lembaga pemerintah/penyelenggara negara yang 
memiliki tugas untuk melakukan pengawasan, sebenarnya 
dapat “dimanfaatkan” untuk mengawasi aturan dan perilaku 
aparatur pemerintah/penyelenggara negara dengan 
pengawasan  yang berbasis warga. Di samping itu Forum 
Warga juga dapat turut serta dalam proses-proses penegakan 
hukum secara proporsional dalam kasus-kasus yang berkaitan 
dengan kepentingan publik. Keterlibatan warga dalam proses 
penegakan  hukum bukan berarti Forum Warga melakukan 
tugas polisional, melainkan membantu aparat penegakan 
hukum, seperti melaporkan terjadinya penyimpangan 
pelayanan  publik dan semacamnya.
Forum Warga sebagai salah satu model dalam 
meningkatan pengawasan partisipasi warga dan 
pendidikan politik kepada warga dalam rangka mengawal 
penyelenggaraan pemilu yaitu  wujud pelaksanaan peraturan 
undang-undangan. Melalui pendidikan pengawasan pemilu, 
diharapkan Forum Warga memiliki karakter sebagai pengawas 
pemilu. Peran warga negara dalam pengawasan pemilu 
demi terwujudnya penyelenggaraan pemilu yaitu  penting. 
Penyelenggaraan pemilu akan berjalan dengan baik dalam 
setiap tahapan jika  mendapat pengawasan serta dukungan 
dari warga negara itu sendiri. 
Program Forum Warga dilatarbelakangi masih 
banyaknya warga yang belum memahami hak dan 
kewajiban  dalam partisipasinya sebagai warga negara. 
Minimnya kesadaran hak dan kewajiban politik itu 
memicu  respons warga dalam proses politik masih 
belum maksimal. Untuk itu, penting bagi Bawaslu Provinsi 
Maluku melakukan identifikasi terhadap banyaknya forum 
warga yang eksis di warga. Identifikasi itu kemudian 
ditindaklanjuti dengan menjalin kerja sama dengaan kelompok 
warga di desa atau dusun dalam pengawasan Pemilu 
setempat. Fungsi kerja sama ini tidak hanya dapat memperkuat 
kapasitas pengawasan, namun  juga mendorong perlibatan 
warga yang lebih luas dalam pengawasan penyelenggaraan 
pemilu. 
Gerakan Pencegahan dan Peningkatan Pengawasan 
Partisipatif Melalui Metode Tabaos
Gerakan Pencegahan dan peningkatan Pengawasan 
Partisipatif melalui Metode Tabaos. Kata tabos berasal dari 
dialek Maluku, yang  memiliki arti menyampaikan sesuatu 
kepada orang lain. Dalam kaitan dengan usaha  pencegahan 
sebagai salah satu strategi pengawasan pemilu, kegiatan 
Tabaos mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang selalu ingin 
disampaikan dari Bawaslu sebagai Pengawas Pemilu kepada 
warga yang berada diperkotaan, desa/kampung, daerah 
terpencil, secara person to person, komunitas dengan identitas 
tertentu dalam bentuk informasi/himbauan tertulis/lisan yang 
meliputi informasi pelaksanaan tahapan, hak dan kewajiban 
perserta pemilu/pilkada, larangan dalam kampanye, netralitas 
ASN, ketentuan pidana, serta himbauan untuk mendorong 
pengawasan partisipatif dalam setiap pelaksanaan tahapan 
pemilu, teristimewa mengawasi hak konstitusional warga 
negara yang terdaftar sebagai pemilih.
Penyampaian informasi atau himbauan kepada 
warga dikemas dalam bentuk:
1. Penyebaran brosur/leaflet/poster; dilaksanakan 
diruang-ruang publik, dari rumah ke rumah, orang per 
orang, mendatangi pasar, kampus, terminal, kantor 
pemerintah/swasta,  atau pun disebarkan dalam 
kegiatan sosialisasi bersama ASN,  Latupati, OMS, 
OKP,  pemilih pemula,  tim kampanye peserta pemilih, 
parpol, dan lain-lain.
2. Pemasangan baliho dan spanduk; ditempatkan pada 
tempat-tempat strategis yang mudah dijangkau 
publik yang tentunya informasi/himbauan sampai ke 
warga dan warga dapat memahami isi dari 
himbauan ini .  Biasanya isi himbuan dengan 
memakai  bahasa lokal yang mudah dipahami oleh 
warga, seperti contoh “mari rame rame katong 
tolak politik uang.”
3. Penyiaran melalui radio/TV lokal;video dengan narasi 
berdurasi singkat tentang cegah politik uang, politisasi 
SARA, hoaks, serta memanfaatkan info publik di radio 
lokal menyampaikan himbauan dan informasi Penting 
tentang prosedur pelaporan dugaan pelanggaran 
kepada pengawas pemilu yang diketahui oleh 
warga.
4. Pengumuman; bekerjasama dengan pengurus 
masjid/gereja    sebagai  lembaga  keagamaan utk 
mengumumkan  melalui mimbar masjid dan gereja, 
sebab  himbauan untuk ajakan melalui gereja, mesjid, 
langgar, sekolah minggu, ibu-ibu majelis taklim dalam 
pengajian, yakni bagaimana mengajak warga 
untuk memahami apa itu pemilu, membuka cakrawala 
pemahaman warga dalam memahami tugas 
warga sebagai bagian terpenting dalam 
pelaksanaan pemilu, di mana warga sebagai 
pemilih yang  memiliki  hak untuk memperoleh 
berbagai  informasi  terkait  dengan  pemilu.
5. Konvoi Keliling Kampong; memakai  kenderaan 
roda 2 dan roda 4 dalam wilayah pengawasan desa/
negeri/kampong menyampaikan informasi/himbauan 
dengan pengeras suara, mengenakan penanda 
identitas pengawas pemilu, sekaligus memperkenalkan 
Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu kepada 
warga pedesaan/perkampungan. Dalam metode 
Tabaos gerakan yang dilakukan yaitu  melalui 
penyebaran selebaran yag mengajak warga 
untuk ikut mengawal dan melakukan berbagai bentuk 
pencegahan, misalnya dengan himbauan jangan bodohi 
kami; suara kami mahal jangan beli suara kami; tolak 
poltik uang dan politisasi SARA; pemilu bersih rakyat 
sejahtera. Gerakan door to door dari rumah kerumah, 
jalan kaki keliling desa dan/atau dusun dilaksanakan 
sambil membagikan stiker serta mengajak warga 
untuk ikut bersama mengajak warga lain dengan 
gerakan yang sama. 
Metode Bacarita Orang Basudara dalam Meningkatkan 
Pemahaman warga  pada Pemilu
Metode Bacarita Orang Basudara Meningkatkan 
Pemahaman warga   dalam Pemilu. Barita  atau bercerita 
yaitu  sebuah bentuk komunikasi lisan yang disampaikan 
penutur kepada para pendengarnya. Umumnya yang suka 
bacarita yaitu  sang ibu (mama) kepada anak-anaknya saat 
mereka hendak tidur. Carita bisa berisi dongeng, fabel, atau 
fantasi, namun  bisa juga berisi kesaksian hidup yang dialami 
sang ibu atau orang lain. Selain “sekadar” pengantar tidur, carita 
bisa juga mengandung pesan-pesan yang mendalam, meski 
disampaikan dengan bahasa yang ringan, penuh metafora, 
kiasan, dan umpama. Orang basudara yaitu  sebuah frasa 
kaya makna. Frasa itu tak sekadar penunjuk teknis tentang 
keterhubungan seseorang dengan saudara sedarahnya. 
Lebih dari itu, ia mengandung makna cinta kasih, solidaritas, 
perasaan sehidup semati, kesediaan untuk saling tolong, di 
antara mereka. sebab  itu, frasa orang basudara tidak dapat 
dipisahkan dari frasa atau metafora khas Maluku lainnya 
seperti: “sagu (3) salempeng dipata dua” (satu lempeng sagu 
dibagi merata oleh setiap orang),  “ale rasa beta rasa” (kamu rasa 
saya juga rasa),  “potong di kuku rasa di daging” (bila suudara 
kira, “katong samua satu gandong”.
Konsep bacarita orang basudara terbingkai utuh 
dalam sebuah konsep diri yang jelas dan tegas, sebagaimana 
dapat dilacak dalam falsafah kemanusiaan orang basudara. 
3 Sagu yaitu  makanan khas warga Maluku yang bearasal dari pohon 
sagu, dioleh mencari sagu salam bentuk lempengan-lempengan.
Ia bukan khayalan atau fantasi buta, namun  dapat dipahami, 
ditunjukkan, dinalar, diteliti, dan dirumuskan secara definitif 
dalam representasi pemikiran dengan rasio dan nalar murninya 
serta nalar logisnya yang khas. Dengannya, ia dapat dipegang 
sebagai bukti dan rujukan kebenaran (argumen teoretik), 
baik untuk sebuah pengetahuan harian (pengetahuan umum) 
maupun pengetahuan ilmiah (keilmuan). Semua itu dapat 
disingkap dalam sebuah falsafah kemanusiaan orang basudara. 
Katong samua orang basudara, menjadi sebuah term falsafah 
kemanusiaan dalam sebuah konsep diri yang standar. Standar 
sebagai sebuah ambang kepuasan petualangan intelektual 
untuk mencari hakikat dan makna hidup yang hakiki. 
Bacarita orang basudara. Pada titik episentrum; katong 
samua orang basudara (kita semua bersaudara), kutemukan 
dasar dan hakikat hidupku yang hakiki dan fundamental. 
Itulah titik puncak sebuah samudera petualangan dengan 
misi pencahariannya yang begitu ambisius, hanya untuk 
menemukan sebuah standar kebenaran dan kepatutan dalam 
mengabadikan hidup bersama secara hakiki. Jadi, katong 
samua orang basudara memiliki kedalaman pemikiran yang 
tidak dapat dicapai hanya dengan mengandalkan rasio yang 
terbatas, namun  dengan hati yang luas dan lapang. Falsafah 
kemanusiaan orang basudara menegaskan sebuah faham 
“humanisme kolektif” yang membimbing pada kearifan hidup 
bersama, sebagaimana nyata dalam perilaku kolektif mereka; 
sama rata-sama rasa, potong di kuku rasa di daging, sagu 
salempeng di pata dua, hiti hiti hala hala (ringan sama-sama 
tanggung, berat sama-sama pikul), Ain ni Ain (kita sama dari 
telur yang satu), Ita rua Kai-Wai (kita dua adikkaka), Sita kena 
sita Eka, Etu (kita sama dan satu semua), Kalwedo 378 Epilog 
(salam damai sejahtera untuk semua). 
Faham “humanisme kolektif” orang basudara itu 
bukanlah perilaku emotif-temporer, sebab  terstruktur dengan 
berbagai muatan kode pemikiran (rasio alami) yang cerdas serta 
kaidah logis (struktur nalar) yang teratur. Sebuah “humanisme 
kolektif” yang terkonstruksi dalam sebuah bangunan “sangkar 
realitas” (basis ontologis) yang terbuka untuk menghimbau 
rasa kekaguman, keingintahuan,  serta ujian-ujian kritis 
atasnya. Bangunan ontologis “humanisme kolektif” orang 
basudara itu mengandung sebuah kesadaran batin, keindahan 
budi, dan sinar kejiwaan yang sarat, padu, padat, dan utuh. 
Jadi, orang harus menalarnya dengan totalitas budi, batin, 
dan hidup. Setiap orang yang menghadapinya harus segera 
menyadari bahwa ia sementara berhadapan dengan sebuah 
dunia pengertian atau pemahaman (konotasi) dan dunia 
pemaknaan (denotasi) yang sarat argumen rasio. Ia begitu 
sarat dengan argumen sosial-budaya, argumen kejiwaan atau 
penjiwaan, dan argumen keyakinan hidup yang padat, padu, 
utuh, dan total dalam suatu sinergitas terminologi. Sebagai 
sebuah terma rasio, humanisme kolektif orang basudara 
hendak menampilkan kode-kode pemikiran dan pemaknaan 
hidup. sebab  itu, ia begitu menarik untuk diteliti, dikritik, 
diuji, dibedah, dan disingkap dengan akal sehat manusia untuk 
menghasilkan rumusan-rumusan pemikiran dan gagasan-
gagasan yang sehat dan lurus atasnya.
Dengannya, orang memiliki sebuah 
pertanggungjawaban  epistemologi  (dasar pengetahuan dan 
keilmuan yang hakiki dan obyektif) atasnya  dalam menjalani 
arus keilmuan  dan  pemikiran yang terus berubah dan 
berkembang. Bagi orang basudara, klaim-klaim kebenaran 
yang dimiliki di dalam “humanisme kolektif’-nya itu bersifat sah, 
valid, obyektif, dan tidak terbantahkan. Kebenaran-kebenaran 
itu tiada duanya, diyakini, dipegang, dan dipertahankan sebagai 
sebuah nilai obyektif dalam sebuah ajaran filsafat kemanusiaan. 
Klaim-klaim kebenaran itu bukan sekadar opini belaka sebab  
telah terbukti secara sahih dalam sejarah hidupnya bersama 
sepanjang zaman. Ketika mereka membangun masjid dan 
gereja, saat  mereka dalam konflik, saat   mereka tertimpa 
musibah, saat  acara adat perkawinan dan sebagainya, 
semua dihadapi secara bersama-sama dan diselesaikan secara 
bersama-sama. Itulah adat orang basudara. 
Kebenaran  dan   keyakinan   itu kemudian menjadi 
sebuah sistem nilai budaya, sistim  Bacarita Sejuta Rasa 379 di 
mana keyakinan,  sistim moral, sistim sosial dan terlembaga 
dalam berbagai pranata serta lembaga sosial yang dimiliki. Ia 
menyatu jiwa dan raga mereka, bahkan diyakini membawa 
kebahagiaan, ketenteraman hidup, dan keselamatan bagi 
mereka. sebab  itu, fakta dirinya sebagai orang basudara 
dan tabiat hidupnya sebagai hidup orang basudara terus 
dipertahankan dalam genggaman kemanusiaannya bersama 
sebagai warisan pusaka kemanusiaan orang Maluku. Setiap 
proses dan hasil pengkajian dan penyingkapan atau rumusan 
rasio yang sifatnya hipotesis ini  berkorelasi dengan 
dinamika zaman dan budaya yang terus memaknai asa orang 
basudara, dalam konteks percaturan pemikiran dan keilmuan 
yang terbuka. Sebagai sebuah term sosial-budaya, kebenaran 
hakiki orang basudara terpancar dari sinar batin orang basudara 
bagaikan pancaran kalbu yang bersinar dengan keindahan. 
“Katong samua orang basudara” bukan hanya menampilkan 
sebuah keindahan cara berpikir, namun  keindahan sistem nalar 
yang sulit terbantahkan dalam konsep sosial budaya orang 
Maluku. Menjadi sebuah sebuah pesona diri yang terpijar 
dalam pijaran-pijaran kata, bahasa, pikiran, dan tindakan orang 
basudara. Semuanya terbangun dalam sistem kewargaan 
yang beradab (eksistensi sosial) dengan kepenuhan nilai 
kehidupan yang diyakini dan dipegang teguh sebagai warisan 
keindahan dan keabadiannya bersama. Keindahan jiwa orang 
basudara itu bukan hanya “meng-otak-i” ruang pengetahuan 
atau ruang pemikiran generasinya, namun  lebih dibandingkan  itu, 
“me-watak-i” karakter hidup mereka secara utuh dan abadi, 
sebagai sebuah falsafah dan kesakralan hidup yang hakiki. 
Sehingga, ia bukan hanya mewariskan bagi generasinya 
sebuah arus pemikiran (mainstreaming), namun  lebih dibandingkan  
itu, sebuah arus kehidupan (live streaming) yang khas.
Pemilu dalam konsep bacarita Orang Basudara kini 
telah menjadi konsep Pemilu Maluku 2019. Konsep ini  
dipandang memiliki keterkaitan kuat dengan kehidupan sosial 
orang Maluku, yang memiliki hubungan kekerabatan melalui 
ikatan Pela Gandong dan hidup orang basorada. 
Konsep ini juga dipakai  oleh Polda Maluku dalam 
melaksanakan pengamanan dalam Pemilu, Kapolda Maluku 
Bapak Gatot mengakui, dengan adanya konsep ini  
Polda Maluku kemudian menyesuaikan pola pengamanan 
saat menjelang pemilihan dan Pemilu yang akan berlangsung. 
“Artinya pengamanan akan diusaha kan dengan penciptaan 
kondisi, agar Pemilu berjalan dengan aman dan damai,” ujar 
Gatot.
Bawaslu   memakai    metode    ini  dalam 
melaksanakan usaha  pencegahan dan pengawasan 
Pemilu 2019. Terdapat tiga kegiatan yang dilakukan saat 
pencegahan dan pengawasan. Kegiatan itu meliputi 
keterlibatan warga, yakni:pertama; “pemetaan potensi 
konflik kepentinganyang artinya Bawaslu akan melakukan 
pemetaan potensi konfliksehingga akan ada penempatan 
sejumlah personel, termasuk keterlibatan warga dan 
pihak kepolisian untuk mengantisipasi terpicunya konflik; 
kedua, membangun kemitraan yang akan ditangani tokoh 
adat, agama, dan perempuan yang nantinya akan melakukan 
pendekatan dengan para pihak yang berkepentingan sehingga 
diharapkan akan melahirkan pemilu yang berkualitas dan 
bermartabat. Dilakukannya pendekatan ini  agar susaha  
nantinya Bawaslu dan pihak terkait dapat dengan mudah 
bisa menyampaikan kepada warga untuk bekerjasama 
dalam menyikapi jika terjadi konflik pelanggaran pemilu; dan 
ketiga, kegiatan pencegahan dan pengawasan yang terakhir 
meliputi hubungan antarwarga di mana nantinya akan 
mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang berpendapat jika 
Pemilu akan berlangsung ricuh atau provokator bahwa 
pemikiran ini  yaitu  salah. Hubungan orang basudara 
ini yang harus  memberikan  pemahaman bahwa Pemilu 2019 
akan berjalan aman dan damai.
Bacarita  dalam bentuk pencegahan yaitu  untuk 
mengajak seluruh elemen warga bagaimana keikutsertaan 
dalam mengawal pemilu yang bermartabat. Implementasi 
pelaksanaan sosialisasi melalui Bawaslu Mangente Kampung 
yang dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi  Maluku di Kabupaten 
Buru Selatan, Kecamatan Waesama, Desa Wamsisi,Dusun 
Wasalai dapat dilaksanakan melalui sarana pertemuan sebagai 
berikut:
1. warga  adat Suku Pulau Buru 
2. Komunitas pengendara ojek
3. Kelompok perempuan,  
4. Pemilih pemula,
5. Pengajian,
6. Kelompok agama
7. Aparat pemerintah negeri/desa
8. Organisasi kewargaan.
Pada pelaksanaan melalui sarana ini , telah 
dilaksanakan wawancara kepada warga untuk 
memperoleh  informasi terkait dengan persoalan pemilu. 
Beberapa informan yang ditemui diantaranya tokoh adat/
warga Dusun Wasalai, Desa Wamsisi, Hengky Latuwael 
(2019)yang mengungkapkan bahwa “Dengan adanya sosialisasi 
yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Maluku sangatlah 
bermanfaat bagi kami dan juga untuk warga Dusun 
Wasalai. Kami dapat  mengetahui banyak ilmu tentang pemilu. 
Kami juga sangatlah berterima kasih serta berharap adanya 
kegiatan seperti ini untuk Pilkada di Tahun 2020” 
Sementara informan berikutnya, yaitu Kapala Dusun 
Wasalai (2019) La  Unti Latuwael (2019), mengungkapkan 
bahwa “baru pertama kalinya penyelenggara pemilu 
melaksanakan kegiatan sosialisasi di dusun kami dan dengan 
adanya sosialisasi yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu 
dalam hal ini Bawaslu Provinsi Maluku diharapkan warga 
kami dapat terlibat dalam Pemilu sehingga pesta demokrasi ini 
dapat berjalan tertib, lancar, dan sukses.”
Selanjutnya informan dari salah satu pemilih Erni 
Latuwael (2019), mengungkapkan bahwa “Selama pilkada 
Bupati Tahun 2015, kami warga mencoblos di Desa Wamsisi 
dan Pilkada Gubernur Tahun 2018 kami mencoblos di dusun 
tetangga yang jaraknya cukup jauh. Tapi dengan kegiatan dari 
Bawaslu waktu itu kami sudah bisa mencoblos di Dusun kami.”
Berikutnya informan yang berasal dari Kepala Desa 
Wamsisi  Abdulhaji  Umamity (2019), mengungkapkan bahwa 
“Pemilu  Tahun  2019  yaitu   Pemilu yang dianggap lebih baik 
dari Pemilu-Pemilu  sebelumnya.”
Dari apa yang telah diungkapkan, Bawaslu Provinsi 
Maluku sendiri mengharapkan pesta demokrasi lima tahunan 
ini dapat diikuti oleh seluruh warga yang memiliki hak 
pilih, sehingga perwujudan demokrasi yang disalurkan melalui 
pemilu benar-benar dapat terlaksana. Namun demikian proses 
sosialisasi yang dilakukan tentunya tidak sebatas mengajak 
warga untuk mengawasi proses pemilu serta datang 
ke tempat pemungutan suara (TPS), namun  juga mengajak 
warga untuk menjaga ketertiban dan kelancaran Pemilu 
2019. 
Mangente Kampung yaitu  sebuah bentuk terobosan 
yang digagas oleh Bawaslu Maluku bertujuan untuk lebih 
mendekatkan Bawàslu dengan warga. Dengan hal ini 
diharapkan warga dapat menjadi bagian terpenting untuk 
mengawasi tahapan pemilu yang dikenal dengan pengawas 
partisipatif. Dalam Mangente Kampung ada beberapa kegiatan 
yang dilaksanakan oleh Bawaslu dengan metode Forum Warga, 
tabaos, dan bacarita yang yaitu suatu proses yang terus-
menerus bergerak atau dinamis yang akan ditumbuhkan dan 
dikembangkan oleh warga, serta menjadi program utama 
Bawaslu  Maluku  dalam  konteks  Mangente Kampung.
Dalam konteks Pemilu Serentak 2019, warga disana 
yang sebagian besar yaitu  warga adat pada Dusun 
ini  sangatlah membutuhkan perhatian yang serius dari 
penyelenggara teknis dalam melakukan sosialisasi  dalam 
menyelenggarakan Pemilu maupun dari Pengawas Pemilu 
untuk mengawasi  tahapan  Pemilu di dusun ini . Dilihat 
dari letak geografis dan sumberdaya manusia di sana, 
kondisinya sangatlah rawan dan berpotensi terjadi kecurangan-
kecurangan pemilu yang dilaksanakan oleh peserta pemilu 
maupun oknum penyelenggara pemilu. Kurangnya sosialisasi 
maupun pindidikan politik tentang kepemiluan pada 
Dusun Wasalai dari penyelenggara pemilu, memicu  
ketidaktahuan bagi warga setempat terhadap pemilu itu 
sendiri, baik tentang hak, kewajiban, dan larangan-larangan 
kepada pemilih, peserta, maupun penyelenggara pemilu 
sehingga terjadinya pelanggaran pemilu.
Pertama kali Bawaslu Mangente Kampung yang 
dilaksanakan dalam metode forum warga ini digagas oleh 
Bawaslu Provinsi Maluku dengan tujuan untuk menyapa 
seluruh elemen warga, menggali ketidaktahuan 
warga tentang isu pemilu, memberikan pemahaman 
tentang informasi tetang kepemiluan dan pengawasannya. 
Banyak hal positif yang didapatkan dari kegiatan forum warga 
ini, antara lain Bawaslu Provinsi Maluku banyak memperoleh  
informasi dari warga setempat terkait teknis penyelenggaraan 
pemilu di desa/negeri terpencil, sehingga Bawaslu Maluku 
dapat melakukan langka-langka pecegahan dan pengawasan 
yang akan dilaksanakan pada daerah ini .
Kegiatan  Mangente Kampung  yaitu  program edukasi 
dari Bawaslu Provinsi Maluku dalam memberikan pemahaman 
tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga 
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika 
dikaitkan dengan pemilu, mangente kampung bisa diartikan 
sebagai usaha sadar pemahaman pemilu dan tersistem dalam 
mentransformasikan segala informasi tentang pengetahuan 
pemilu dan pengawasannya kepada warga agar mereka 
sadar akan peran dan fungsi serta hak dan kewajibannya 
sebagai pemilih atau warga negara. Pemahaman warga 
hingga saat ini masih banyak yang beranggapan bahwa pemilu 
itu bukan urusan mereka, melainkan urusan pemerintah dan 
penyelenggara pemilu (Bawaslu/KPU) sehingga warga 
sebagai pemilih sering dibodoh-bodohi dan dicurangi demi 
kepentingan peserta pemilu.
Untuk mencegah kecurangan pemilu kembali terulang 
pada Pemilu 2019, diberi lah pendidikan kepemiluan 
kepada warga terpencil oleh Bawaslu Provinsi Maluku 
pada Dusun Wasalai,Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama, 
Kabupaten Buru Selatan. Sudah saatnya pendidikan politik 
tentang kepemiluan dan pengawasan kepada warga 
terpencil dapat diwujudkan dalam kegiatan yang nyata, bukan 
hanya program-program sosialisasi yang dilakukan di daerah-
daerah perkotaan. 
Terkait dengan pentingnya sosialisasi Pemilu, ada 
beberapa informan yang menyampaikan pendapatnya pada 
kegiatan Bawaslu Mangente Kampung. 
Hengky Latuwael (2019), salah satu tokoh adat/
warga Dusun Wasalai, Desa Wamsisi, mengungkapkan, 
“Adanya Bawaslu Mangente Kampung yang dilakukan oleh 
Bawaslu Provinsi Maluku sangatlah bermanfaat bagi kami. 
warga  Dusun Wasalai sangatlah berterima kasih serta 
berharap adanya kegiatan seperti ini untuk Pilkada Tahun 
2020.” 
Sementara  informan berikutnya, yaitu La Unti 
Latuwael (2019), Kepala Dusun Wasalai mengungkapkan 
bahwa “Baru pertama kalinya penyelenggara pemilu 
menyelenggarakan sosialisasi di dusun kami dan dengan adanya 
sosialisasi yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu dalam 
hal ini Bawaslu Provinsi Maluku diharapkan warga kami 
dapat terlibat dalam pemilu sehingga pesta demokrasi ini dapat 
berjalan tertib, lancar, dan sukses”. 
Selanjutnya informan dari Erni Latuwael  (2019), 
salah satu pemilih di Dusun Wasalai, dalam wawancara singkat 
mengatakan bahwa “Selama Pilkada Bupati Tahun 2015 kami 
warga mencoblos di Desa Wamsisi dan Pilkada Gubernur 
Tahun 2018 kami mencoblos di dusun tetangga yang jaraknya 
cukup jauh. Tapi dengan kegiatan dari Bawaslu waktu itu kami 
sudah bisa mencoblos di dusun kami.”
Berikutnya informasi yang berasal dari Abdulhaji 
Umamity (2019). Kepala Desa Wamsisi ini  
mengungkapkan bahwa “Pemilu Tahun 2019 yaitu  pemilu 
yang  dianggap  lebih  baik  dari pemilu-pemilu  sebelumnya.”
Dari apa yang telah diungkapkan, Bawaslu Provinsi 
Maluku sendiri mengharapkan pesta demokrasi lima tahunan 
ini dapat diikuti oleh seluruh warga yang memiliki hak 
pilih sehingga perwujudan demokrasi yang disalurkan melalui 
Pemilu benar-benar dapat terlaksana. Namun demikian proses 
sosialisasi yang dilakukan tentunya tidak sebatas mengajak 
warga untuk mengawasi proses pemilu serta datang 
ke tempat pemungutan suara (TPS), namun  juga mengajak 
warga untuk  menjaga ketertiban dan kelancaran Pemilu 
2019. 
Selanjutnya pengembangan pendidikan politik tetang 
kepemiluan kepada warga terpencil dalam bentuk 
kegiatan Forum Warga sebagai bagian pendidikan politik 
yang yaitu rangkaian usaha untuk meningkatkan 
dan memantapkan kesadaran politik warga untuk 
terlibat secara langsung dan aktif dalam pengawasan pemilu 
partisipatif, guna membantu Bawaslu Provinsi Maluku dan 
jajarannya untuk mengawasi seluruh tahapan pemilu dan 
wewujudkan penyelenggaraan pemilu yang bersih dan 
bermartabat di Provinsi Maluku. Kegiatan Forum Warga ini 
juga yaitu bagian dari konsep untuk mengubah pola 
berpikir yang tidak tahu menjadi tahu tentang kepemiluan dan 
pengawasannya dalam rangka usaha menciptakan suatu pemilu 
yang benar-benar demokratis, berkualitas, dan berintegritas 
serta partisipatif di Provinsi Maluku umumnya dan khususnya 
pada Dusun Wasalai, Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama, 
Kabupaten Buru Selatan. Untuk itu, kegiatan Forum Warga 
sebagai usaha  dari Bawaslu Provinsi Maluku dalam memberikan 
pendidikan politik tentang kepemiluan kepada warga 
yaitu  langkah pencegahan pada setiap basis warga, di 
mana setiap desa atau negeri terpencil yang akan melakukan 
pengawasan pemilu partisipatif berbasiskan TPS.  Selain itu juga 
dalam penyelenggaraan pemilu sebelum pada Dusun Wasalai, 
Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan 
tidak terdapatnya TPS pada dusun ini , namun  setelah 
kegiatan Mangente Kampong dilaksanakan baru terbentuk TPS 
sehingga membantu dan memudahkan warga dalam 
menyalurkan suaranya pada Pemilu 2019. 
Dampak lainnya yang didapat oleh warga 
pada Dusun Wasalai,Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama, 
Kabupaten Buru Selatanantara lain adanya partisipasi pemilih 
yang meningkat saat pemilu, warga mulai sadar akan 
hak dan kewajiban saat pemilu, serta adanya hasil pemilu 
yang dapat didapatkan oleh warga pada saat itu, dan 
penyelenggara pemilu yang dapat dipercaya.
KESIMPULAN 
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan 
ada peningkatan  kualitas Pemilu pada Dusun Wasalai, 
Desa Wamsisi, Kecamatan Waesama, Kabupaten Buru Selatan. 
Pasca Bawaslu Provinsi Maluku melaksanakan kegiatan 
Mangente Kampung dan diperoleh peningkatan kualitas 
pemilu, yakni meningkatnya partisipasi warga datang ke 
TPS, rendahnya  kecurangan yang terjadi pada setiap tahapan 
pemilu, serta akan  meningkatnya kualitas pemilu itu sendiri, 
yakni  pemilu  yang jujur, adil, dan bermartabat dapat terwujud. 
Semakin tinggi tingkat partisipasi warga, semakin 
meningkat  kualitas pemilu pada Dusun Wasalai,Desa Wamsisi.
Oleh sebab  itu pentingnya pengawasan partisipatif 
dalam mengawal  pemilu yang demokratis, yang  dapat tercapai 
jika :
1. Badan Pengawas Pemilu, pemantau pemilu, dan 
warga yang dilibatkan dalam pengawasan 
tahapan penyelenggaraan pemilu harus bersifat 
independen dan tidak memihak (imparsial) kepada 
salah satu satu calon/partai politik peserta pemilu 
sehingga tidak ada diskriminasi terhadap siapa pun;
2. Adanya sosialisasi secara masif yang dilakukan oleh 
Bawaslu Maluku untuk membangun kesadaran 
warga bahwa mereka memiliki kewajiban 
untuk mengawal hak pilihnya dalam pemilu dengan 
cara berpartisipasi dalam pengawasan tahapan 
penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap lembaga-
lembaga terkait pemantauan pemilu agar mereka ikut 
mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu bukan 
hanya pada hari pemungutan suara saja;
3. Adanya peranan aktif dari Bawaslu, lembaga-lembaga 
pemantau pemilu, dan juga warga dalam 
mengawasi pemilu, akan memberikan kesadaran 
bagi para pelaku politik, penyelenggara pemilu, dan 
stakeholder terkait untuk menjaga diri, menjaga 
marwah partainya sehingga akan tetap berada pada 
relnya sesuai dengan porsinya masing-masing, yang 
pada akhirnya akan melahirkan suatu pemilu yang 
demokratis.   
4. Adanya partisipasi seluruh pemangku kepentingan 
dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu 
diharapkan akan dapat menghasilkan pemilu yang 
demokratis, baik dari prosesnya maupun hasilnya.
Pengawasan yang ideal yaitu  pengawasan yang 
berbasis warga yang melibatkan partisipasi luas dari 
berbagai macam bentuk lapisan pengawasan dan lapisan 
warga. Bawaslu Maluku Tengah akan terus menjadi 
bagian dari warga Maluku menjadi bagian dari pengawas 
Pemilu dalam rangka menegakkan keadilan pemilu
Dengan demikian paling tidak ada 4 (empat) 
usaha  strategis yang berpotensi untuk meningkatkan dan 
memperkuat pengawasan partisipatif oleh warga, yaitu:
1. Membentuk kelas-kelas pengawasan melalui forum 
warga, melakukan ”tabaos” dan bacarita terkait 
dengan aturan perundang-undangan. Hal ini bertujuan 
memperdalam pengetahuan terkait aturan hingga 
memahami celah-celah potensi pelanggaran agar 
dapat mencegah serta mengawasi kecurangan dalam 
pemilu dan pilkada.
2. Upaya  penegakan  berbagai regulasi pemilukada 
secara efektif dan efisien akan meningkatkan 
optimisme warga bahwa  output pengawasannya 
akan direspons dan ditindaklanjuti oleh instansi terkait
3. Daya kerja pengawasan partisipatif oleh warga 
harus diakui memerlukan dukungan anggaran yang 
memadai untuk efektivitas dan keberlanjutan aktivitas 
Pilkada 2020, khususnya kepada para pengawas yang 
terakreditasi untuk menjamin pengelolaan keuangan 
yang efektif dan akuntabel.
4. Bawaslu Maluku akan melakukan terobosan 
inovatif untuk mendorong meningkatnya partisipasi 
warga dalam pencegahan dan pengawasan 
pemilu melalui pencanangan Desa Pengawas Pemilu 
dengan “Zona Bebas Pelanggaran”.
 

Politisasi suku, agama, ras, dan antargolongan 
(SARA) yaitu  eksploitasi sentimen-sentimen identitas 
untuk memenangkan kelompok tertentu sambil menyerang, 
menghina, dan atau merendahkan kelompok lain yang menjadi 
lawan politiknya. Dalam   Undang-Undang   Nomor   7   Tahun 
2017  tentang   Pemilihan Umum, istilah politisasi  SARA  disebut 
secara implisit dalam Pasal 280 di mana dalam kampanye 
dilarang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, 
calon, dan/atau peserta pemilu yang lain; juga dilarang 
menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun 
warga. 
Meski tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU 
Pemilu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) berusaha mencegah 
politisasi SARA dengan membuat kebijakan yang tertuang 
dalam PKPU 4/2017 dan PKPU 8/2017. Pasal 17 PKPU 4/2017 
menyebutkan, materi kampanye harus menghormati 
perbedaan suku, agama, ras, dan golongan warga. Pada 
Pasal 68 (1) disebutkan bahwa dalam kampanye dilarang 
menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, pasangan 
calon gubernur dan wakil gubernur, pasangan calon bupati 
dan wakil bupati, pasangan calon walikota dan wakil walikota, 
dan/atau partai politik. Sementara, dalam PKPU 8/2017 pasal   
28 disebutkan, pelaksanaan sosialisasi pemilihan dengan satu 
pasangan calon dilarang menyebarkan isu perbedaan suku, 
agama, ras, dan golongan dalam warga.
Adanya PKPU 4/2017 dan PKPU 8/2017 tentu 
diharapkan dapat mencegah politisasi SARA, baik dalam 
Pilkada Serentak 2018 maupun Pemilu Serentak 2019. Namun 
usaha  ini sepertinya tidak selalu berhasil sebab  masih banyak 
media yang memberitakan politisasi SARA, termasuk yang 
beredar di media sosial. Persaingan yang begitu panas tidak 
hanya di tingkat elite, di tingkat akar rumput pun terjadi 
radikalisasi pendukung yang satu sama lain saling menafikan. 
Tatanan sosial tidak hanya retak, warga pun terbelah. 
Hal ini terutama sebab  sentimen agama menjadi 
bagian dari persaingan politik. Akibatnya, logika agama 
lebih dominan dibandingkan  logika politik. Begitu seseorang 
teridentifikasi memiliki pilihan politik yang berbeda, maka dia 
akan dianggap berbeda tidak hanya secara politis, namun  juga 
secara teologis meskipun berada dalam satu agama. Inilah 
yang membuat warga terbelah. 
Situasi ini tentu berbahaya sebab  keterbelahan 
ini  biasanya diikuti oleh stereotipe yang makin 
mempertegas segregasi sosial. Stereotipe ini terasa sangat 
menyesakkan di media sosial. Di dunia nyata pun stereotipe ini 
bertebaran di mana-mana.
Kerasnya kontestasi politik hingga melibatkan 
politisasi SARA tentu memiliki dampak yang begitu nyata. 
Dari data Badan Peradilan Agama yang diperoleh BBC News 
negara kita (16 April 2019), tingkat perceraian yang dipicu 
persoalan politik bersifat fluktuatif. Pada 2009, tingkat 
perceraian sebab  persoalan politik mencapai 402 kasus. Lalu, 
pada 2010, berkurang menjadi 334 kasus. Pada 2011, kasus 
perceraian yang dilatarbelakangi persoalan politik mencapai 
650 kasus. Namun, angka perceraian cukup tinggi sebab  
persoalan politik terjadi pada tahun 2015 atau setahun setelah 
Pemilu 2014. Angkanya mencapai 21.193 kasus.
Fenomena ini tentu menarik jika dilihat dalam kasus 
Kampung Sawah, sebuah kawasan kultural yang memiliki 
karakter khas dengan tingkat kohesi sosial yang sangat kuat. 
Sejak puluhan bahkan ratusan tahun, Kampung Sawah menjadi 
ikon komunitas warga majemuk dengan tingkat toleransi 
yang sangat tinggi. sebab  itu, menarik untuk diketahui apakah 
politisasi SARA beredar di Kampung Sawah dalam Pilkada Jawa 
Barat 2018 dan Pilpres 2019? Bagaimana daya tahan Kampung 
Sawah menghadapi politisasi SARA?
Tulisan ini dikembangkan dari hasil penelitian 
politisasi SARA di Kampung Sawah, baik dampak maupun 
respons warga dalam menjaga keutuhan warga dari 
ancaman politisasi SARA dalam Pilkada Jawa Barat 2018 dan 
Pilpres 2019. 
Penelitian ini memakai  pendekatan kualitatif. 
Data yang dikumpulkan lebih banyak yaitu data kualitatif, 
yakni data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan 
dalam bentuk  angka  .  Di samping 
itu sebab  sifatnya yang bersentuhan dengan pemaknaan atas 
simbol-simbol sebagai salah satu identitas dari komunitas 
Kampung Sawah, pendekatan interaksi simbolik menjadi 
pilihan peneliti untuk mencari jawaban dari permasalahan 
dalam penelitian ini. 
Pengumpulan data dilakukan melalui: (1) kajian 
dokumen tertulis; (2) wawancara mendalam dengan tokoh-
tokoh kunci dan warga; dan (3) observasi terhadap 
keseharian warga Kampung Sawah. Khusus untuk 
wawancara, dipakai  snowball sample. Pada awalnya sudah 
ada sejumlah nama yang akan diwawancarai, namun  kemudian 
muncul beberapa informan lain yang memiliki informasi 
berharga mengenai Kampung Sawah. 
Analisis data dilakukan melalui teknik  deskriptif 
naratif  dengan   memakai   metode kualitatif. Fenomenologi 
menjadi pilihan pendekatan yang dipakai  sebagai tool of 
analysis, mengingat pendekatan ini memungkinkan analisis 
didasarkan pada penghayatan intuitif atau versi subyektif 
sebagaimana didapatkan dari pengamatan partisipatoris dan 
wawancara mendalam. Fenomenologi yang dimaksudkan di 
sini yaitu  suatu penarikan kesimpulan dengan memakai  
setidaknya tiga langkah, yaitu: interpretasi, ekstrapolasi, dan 
meaning  
  
Penelitian ini memakai  kerangka teori ‘integrasi 
sosial’-nya  Emile Durkheim  (1984) yang antara lain membahas 
mengenai solidaritas mekanik dan solidaritas organik. 
Durkheim membagi  integrasi sosial atas dua hal, yakni: 
pertama, integrasi normatif yang menekankan solidaritas 
mekanik yang terbentuk melalui nilai-nilai dan kepercayaan. 
Kedua, integrasi fungsional yang menekankan pada solidaritas 
organik, suatu solidaritas yang terbentuk  melalaui relasi saling 
tergantung antara bagian atau unsur dalam warga 
Menurut Durkheim, solidaritas sosial yaitu  
“kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan 
antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada 
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang 
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama”.
Dalam konteks warga Kampung Sawah, tidak 
cukup memakai  kerangka solidaritas mekanik dan 
solidaritas organik untuk menjelaskan karakter Kampung 
Sawah yang sangat khas. Solidaritas mekanik mengacu pada 
warga tradisional yang secara etnis dan budaya homogen; 
sementara solidaritas organik mengacu pada warga 
urban yang beragam latar belakang namun  diikat oleh pola 
ketergantungan satu sama lain yang bersifat impersonal dan 
aspek etnis dan budaya dianggap tidak menonjol . Kampung 
Sawah, di samping penduduknya beragam, juga diikat oleh 
budaya Kampung Sawah yang sangat kental.
Teori  cross-cutting affiliations membantu 
menjelaskan fenomena Kampung Sawah. Cross-cutting 
affiliation  memungkinkan  elemen-elemen sosial yang saling 
bertentangan   tetap dipertahankan dalam suatu posisi 
yang relatif seimbang. Kelompok-kelompok sosial yang ada 
menjadi saling mengawasi   aspek-aspek sosial yang potensial 
menciptakan permusuhan. Dengan mekanisme ini, konflik 
yang terjadi (baik yang nampak/kasus konflik maupun yang 
laten/potensialitas  konflik)  teredam oleh loyalitas ganda 
(cross-cutting loyalities) 
 Nasikun menjelaskan bahwa sebenarnya perbedaan-
perbedaan etnis, agama, maupun pelapisan sosial saling 

silang menyilang  satu sama lain dan menghasilkan suatu 
keanggotaan golongan yang bersifat silang-menyilang pula. 
Hal ini yang kemudian banyak dikenal sebagai cross-cutting 
affiliations. Adanya cross-cutting affiliations ini kemudian 
menghasilkan cross-cutting loyalities sehingga pada tingkatan 
tertentu warga negara kita juga terintegrasi atas dasar 
tumbuhnya perbedaan etnis, agama, dan pelapisan sosial yang 
bersifat silang-menyilang  
Gambaran Umum Kampung Sawah
Kampung  Sawah bukanlah nama  kelurahan maupun 
kabupaten/kota.  Kampung Sawah yaitu  kawasan kultural 
yang berada di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Jatimurni, 
Jatimelati, dan Jatiwarna. Ketiga kelurahan ini berada di 
Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi.
Sejak zaman kolonial Belanda, Bekasi yaitu 
wilayah kabupaten yang berkedudukan di Jatinegara. Setelah 
kemerdekaan, status ini dikukuhkan dengan UU Nomor 14 
Tahun 1950 mengenai pembentukan Kabupaten Bekasi, 
dengan wilayah yang terdiri atas kewedanan (Sri Margana M. 
Nursam, 2010: 1).
Kota Bekasi sebelumnya yaitu dari Kabupaten 
Bekasi. Pada 20 April 1982 secara administratif  Bekasi dipecah 
menjadi dua wilayah, yaitu Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi. 
Pemkot Bekasi terus mengembangkan fasilitas-fasilitas yang 
mendukung aktivitas warga, seperti pasar tradisional dan 
modern, perumahan, tempat ibadah, serta sarana pendidikan 
dan kesehatan (Haidlor Ali Ahmad, 2010: 529).
Pemekaran wilayah ini sejalan dengan pertumbuhan 
pembangunan, terutama di bidang permukiman. Di seluruh 
sudut kecamatan se-Kota Bekasi menjamur permukiman baru 
dan dibarengi dengan  bertambahnya jumlah penduduk yang 
naik secara drastis (Ahmad Syafi’i Mufid, 2014: 391-392).
Perkembangan pembangunan pemukiman 
berlangsung pesat  dan  banyak warga memiliki rumah 
kontrakan.   sebab    Kelurahan Jatimelati  yaitu  daerah 
yang   berbatasan langsung dengan DKI Jakarta  seiring dengan  
dibukanya jalan bebas hambatan (tol JORR), makin banyak 
warga yang tinggal di wilayah Jatimelati ,
Sejak zaman penduduk Belanda, warga Kampung 
Sawah yaitu warga yang heterogen. Penduduk 
Kampung Sawah dan Ujung Aspal beberapa di antaranya 
yaitu keturunan Belanda, China, dan dari kawasan timur 
Nusantara (Wilayah negara kita Timur) yang beranak pinak 
dan kawin campur, ditambah lagi dengan warga Etnis 
Nusantara lainnya (Sunda, Jawa, Melayu, dan lain-lain) yang 
kemudian melahirkan warga Betawi Kampung Sawah 
dan Ujung Aspal yang sekarang. Tidak mengherankan kalau 
kemudian agama yang dianut warga Kampung Sawah 
pun unik, agak berbeda dari warga Betawi lainnya yang 
mayoritas beragama Islam 
Kampung Sawah yaitu perkampungan dengan 
gejala yang sangat unik dalam konteks budaya Betawi. 
Berbeda dengan kampung Betawi pada umumnya yang rata-
rata beragama Islam, Kampung Sawah yaitu  kampung 
Betawi pertama yang agama warganya beraneka ragam. Sejak 
berabad-abad lalu, warga setempat ada yang beragama Islam, 
Protestan, maupun Katolik. Gejala ini sedikit “menyimpang” 
dari kelaziman warga Betawi yang identik dengan ajaran Islam 
. Meski agama berbeda-beda, kunci 
kerukunan di Kampung Sawah, ternyata yaitu  kekerabatan 
yang tetap dijaga. Hubungan kerabat itu tak saja berupa 
hubungan darah, tapi juga melalui jalur perkawinan. Banyak 
terjadi kawin silang antar-pemeluk agama berbeda. Ada yang 
kemudian melebur ke agama pasangannya. Ada juga yang 
bertahan pada agama masing-masing.
Agama Kristen masuk ke Kampung Sawah 1886, 
ditandai munculnya Jemaat Meester F.L. Anthing di bawah 
Perhimpunan Pekhabaran Injil Belanda. Pada akhir 1880-an 
perkembangan Protestan kian pesat, akibat banyaknya jemaat 
dari Mojowarno, Jawa Timur, dan lereng Gunung Muria, Jawa 
Tengah, yang hijrah ke Kampung Sawah ,Pemeluk Kristen yang mulai multietnis itu, tahun 1895, 
pecah menjadi tiga kelompok. Satu di antaranya memilih 
Katolik Roma, meski saat itu tak sadar bahwa Katolik bukan 
bagian Protestan. Perkembangan Katolik di Kampung Sawah 
itu ditandai dengan pembaptisan 18 putra setempat pada 6 
Oktober 1896 oleh Pater Bernardus Scwheitz, dari Katedral 
Batavia. Penganut Kristen di Kampung Sawah kemudian 
membentuk sistem marga, tradisi yang tak ditemukan di 
Betawi lainnya. Misalnya, marga Baiin, Saiman, Bicin, Napiun, 
Kadiman, Dani, Rikin, dan Kelip. Marga-marga yang khas 
Kampung Sawah ini terus dipakai hingga sekarang 
Letak Geografis
Kampung Sawah terletak di Kecamatan Pondok 
Melati, Kota Bekasi yang berbatasan dengan Jakarta Timur. 
Kampung Sawah lebih yaitu “komunitas sosial” 
ketimbang sebagai kampung dalam arti teritori. Pada awalnya 
Kampung Sawah berada di Kelurahan Jatiranggon. Namun, 
setelah ada pemekaran (tahun 1980-an), Kampung Sawah 

  
tersebar di tiga kelurahan, yakni Kelurahan Jatimurni (RW 01, 
RW 02, dan RW 03), Jatimelati (RW 02, RW 03, dan RW 04), dan 
Jatiwarna (RW 02, RW 03, dan RW 04).
Di bagian utara, Kampung Sawah berbatasan dengan 
Pasar Kecapi. Di bagian barat berbatasan dengan Jalan Raya 
Ujung Aspal dan Jakarta Timur. Bagian selatan berbatasan 
dengan Kampung Raden. Pada bagian timur berbatasan 
dengan Kampung Pedurenan dan Cakung Payangan. 
Kerukunan  Kampung  Sawah
warga  Kampung Sawah sangat kental dengan 
tradisi dan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi. 
Itulah sebabnya, warga banyak menyebutnya sebagai 
Komunitas Kampung Sawah. Komunitas Kampung Sawah 
memiliki beragam keunikan. Walaupun menganut agama 
yang beraneka ragam, warga di Kampung Sawah tidak 
pernah memiliki masalah dengan toleransi antar umat 
beragama. Mereka hidup saling menghormati dan selalu 
menjaga kerukunan antar sesama. Hal ini dapat dilihat dengan 
berdirinya tiga tempat ibadah yang hampir berdampingan 
yaitu Gereja Kristen Pasundan (berdiri 1886), Gereja Khatolik 
Servatius   (berdiri 1896), dan  Masjid  Agung  Al-Jauhar  (berdiri 
tahun 1965). Jarak ketiga tempat ibadah ini cukup berdekatan 
membentuk segitiga emas seolah melambangkan simbol 
kerukunan. 
Kegiatan keagamaan dilakukan warga kampung 
Sawah dengan penuh kebersamaan. Di saat salah satu warga 
membutuhkan bantuan, warga yang lain aktif memberikan 
tanpa diminta. Hal ini telah terjadi sejak bertahun-tahun 
yang lalu, secara turun-temurun. Perbedaan agama yang 
ada di dalam komunitas Kampung Sawah, disatukan dengan 
tradisi-tradisi yang dilakukan warga di sana, dari mulai tradisi 
berpakaian sampai kegiatan-kegiatan adat yang menjadi warna 
dalam komunitas ini. Kegiatan-kegiatan adat dilakukan tanpa 
melihat agama yang dianut oleh komunitas Kampung Sawah. 
Kerukunan antarkomunitas agama di Kampung 
Sawah terus dipertahankan sampai saat ini. Masing-masing 
komunitas kecil dipimpin oleh seorang tokoh komunitas 
ini . warga  Muslim dipimpin oleh seorang ustadz/
kiai, komunitas Kristen/Katolik dipimpin oleh pastor, begitu 
juga dengan etnis Tionghoa, serta umat Hindu dan lain 
sebagainya juga dipimpin atau dikendalikan oleh tokoh 
komunitasnya masing-masing. Dalam melestarikan kerukunan 
beragama ini, para tokoh ini  bersatu bersama-sama 
membentuk paguyuban umat beragama. Persatuan antara 
tokoh-tokoh yang mewakili masing-masing umat beragama 
ini membuat kerukunan antarumat beragama semakin erat. 
Hal ini terjadi sebab  masih kuatnya pengaruh tokoh-tokoh 
ini    terhadap  anggota   komunitasnya   masing-masing.
Tradisi dan Kebudayaan
Kampung Sawah yaitu kampung yang terdiri 
atas berbagai etnis yang ada di negara kita. Di Kampung Sawah 
ini telah dijunjung nilai-nilai kerukunan serta kebersamaan 
antara warga yang berbeda-beda agama. Selain itu 
nilai-nilai keagamaan/kepercayaan masih sangat dijunjung 
tanpa mengurangi nilai-nilai kebersamaan. Nilai-nilai yang ada 
ini  diwujudkan dalam ritual-ritual yang sampai saat ini 
masih tetap dilaksanakan meskipun sudah disesuaikan dengan 
perubahan zaman. Pada zaman dahulu ada ritual Rojeng 
yang yaitu upacara singkat sebelum dilaksanakan panen 
padi. Upacara ini  dilakukan dengan cara pemberian 
sesajen berupa ubi, tebu, kentang, telur, lisong (cerutu), dan 
kelapa muda sambil diiringi doa-doa. Setelah upacara ini  
selesai, padi segera dipotong dengan ani-ani sambil diiringi 
tembang yang dinyanyikan oleh para pemotong padi ,
Setelah semua ritual panen selesai maka panen raya 
ditutup dengan acara selametan. Petani di Kampung Sawah 
sangat berhati-hati memperlakukan padi, beras, dan nasi. 
Banyak pantangan ataupun larangan terkait dengan padi, 
beras, dan nasi ini. Misalnya yaitu  nasi atau beras tidak boleh 
ada yang jatuh atau terbuang. Hal-hal ini  mencerminkan 
kuatnya nilai atau rasa syukur yang tinggi terhadap Tuhan 
yang telah memberikan hasil panen kepada warga di 
Kampung Sawah. Nilai- nilai ini  masih dilaksanakan 

  
sampai sekarang dan dimodifikasi sedemikian rupa sehingga 
sesuai dengan situasi dan kondisi masa kini. Nilai-nilai ini  
dituangkan dalam ritual sedekah bumi yang dilaksanakan 
setiap setahun sekali di Kampung Sawah. Sedekah bumi ini 
yaitu acara syukuran/selametan dengan menggelar 
pesta yang berisi makanan atau hidangan-hidangan tradisional 
sampai dengan yang modern. Pesta rakyat ini terbuka untuk 
warga umum. Semua warga dari berbagai kalangan 
dapat menikmatinya tanpa memandang perbedaan agama 
ataupun perbedaan etnis.

Sekilas Tentang Pilkada Jabar dan Pilpres 2019
a. Pilgub Jawa Barat
Pemilihan  Gubernur  Jawa Barat 2018 (selanjutnya disebut 
Pilgub Jabar 2018) telah dilaksanakan pada 27 Juni 2018. 
Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat periode 2018–
2023 terpilih, yakni Ridwan Kamil dan Uu Ruzhanul  Ulum, 
telah dilantik oleh Presiden Joko Widodo.  Terdapat 
empat  pasangan  calon pada Pilgub Jabar, yaitu Deddy 
Mizwar-Dedi Mulyadi (didukung oleh dua partai politik, 
yaitu Partai Demokrat dan Golkar); Ridwan Kamil-Uu 
Ruzhanul Ulum (NasDem, PKB, PPP, dan  Hanura); 
Sudrajat-Ahmad Syaikhu (Gerinda, PKS, dan PAN); dan 
Tubagus Hasanuddin-Anton  Charliyan (didukung PDI-P). 
Pilkada Jabar dimenangi oleh  pasangan Ridwan Kamil 
dan Uu Ruzhanul Ulum. Meskipun demikian ada 
kejutan-kejutan yang menarik untuk dicermati, seperti 
meningkatnya  suara  Sudrajat dan Ahmad Syaikhu serta 
tergerusnya  suara  Deddy   Mizwar   dan  Dedi Mulyadi. 
Yang menarik  yaitu  perolehan suara di Kecamatan 
Pondok Melati di mana Kampung Sawah berada. 
Pasangan Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum menang 
dengan selisih suara cukup besar.  Berikut ini yaitu  
perolehan Suara Pilgub Jawa Barat 2018  di  Kecamatan 
Pondok   Melati. (sumber: KPU Jawa Barat)
 

Pemilihan  Walikota Bekasi 2018 diikuti oleh dua pasangan 
calon, yakniRahmat Efendi - Tri Adhianto (didukung 
oleh Partai  Golkar, PAN, Partai Demokrat, PPP, Partai 
Hanura, PKB, dan PDI-P) dan Nur Supriyanto - Adhy 
Firdaus  Saady (didukung oleh dua partai, yaitu PKS dan 
Partai Gerindra). 
Berdasarkan hasil rapat pleno KPU bernomor: 120/
PL.03.6-ktp/3275/KPU-Kota/VII/2018, KPU Kota Bekasi 
memutuskan pasangan calon nomor satu Rahmat 
Effendi-Tri Adhianto memenangi pemilihan (697.630 
suara), dengan selisih cukup besar dibanding pasangan 
calon  Nur Supriyanto-Adhi Firdaus (335.900 suara).
Berikut  ini yaitu  perolehan suara kedua pasangan di di 
kecamatan Pondok Melati. 
  
No Pasangan Calon
Perolehan 
Suara
Persentase
A.
Dr. Rahmat Effendi 
dan Dr. Tri Adhianto 
Tjahyono, SE., MM
37.333 66,62%
B.
Dr. Nur Supriyanto, MM 
dan Dr. H. Adhi Firdaus 
Saady, MM
18.423 33,38%
c. Pilres 2019
Pemilihan Presiden (pilpres) 2019 yaitu salah 
satu rangkaian dari Pemilu Serentak 2019 yang 
diselenggarakan pada 17 April 2019. Inilah pemilu 
serentak untuk pertama kalinya dalam sejarah pemi