Rabu, 14 Juni 2023
Pemilihan Umum yaitu sebuah prosedur yang
cukup teruji dalam menentukan siapa pemegang kedaulatan
yang dipilih oleh rakyat. Oleh sebab itu keberadaan lembaga-
lembaga pemegang kedaulatan menjadi penentu masa depan
negara Republik negara kita.
Menurut Jean Bodin yang dikenal sebagai bapak teori
kedaulatan,“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara,
dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan yaitu ciri
utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang
lain di dalam negara. sebab kedaulatan yaitu wewenang
tertinggi...........” . (1)
Oleh sebab itu dengan Pemilu maka Negara
menerapkan sistem Politik yang benar. Henry B Mayo dalam
buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi
sebagai berikut “Sistem politik yang demokratis ialah dimana
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik”. (2)
Dalam kerangka pentingnya Pemilu ini
terselip problem mendasar tentang isu partisipasi politik
rakyat. Hal ini mengingat partisipasi rakyat pada Pemilu
yaitu bagian integral dari penyelenggaraan Pemilu sesuai
asasnya yang bersifat langsung. Sehingga menjadi sangat
substansial terkait pentingnya partisipasi politik rakyat dalam
proses penyelenggaraan Pemilu. Sejatinya Pemilu yaitu
sarana konversi suara rakyat. (3) Atas dasar suara rakyat itulah
Pemilu menghasilkan pejabat legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan
eksekutif (Presiden-Wakil Presiden dan kepala daerah).
Dengan demikian, untuk menjamin hasil yang
baik dan berkualitas maka proses penyelenggaraannya pun
harus memenuhi derajat yang berkualitas pula. Sehingga
setiap tahapan Pemilu harus diusaha kan dan dipastikan
secara jujur dan adil demi menyelamatkan suara rakyat. Dari
sanalah legitimasi proses dan hasilnya dapat terukur. Bisa
dipastikan secara etis, jika setiap tahapan Pemilu harus
mencerminkan adanya proses partisipasi politik rakyat yang
sebenar-benarnya.
Pengawasan pemilu yaitu bagian dari usaha untuk
menghormati serta meningkatkan kepercayaan terhadap hak-
hak asasi manusia khususnya hak-hak sipil dan politik dari
warga negara. Misalnya penghormatan terhadap hak untuk
menyatakan kebebasan dalam menyatakan pendapat dan
memilih sesuai kehendak hati nurani. Penghormatan terhadap
hak-hak pemilih juga menyangkut kegiatan partisipasi dan
pemantauan yaitu hak untuk terdaftar sebagai pemilih, hak
untuk menentukan pilihan secara mandiri, hak atas kerahasiaan
pilihan, hak untuk bebas dari intimidasi, hak untuk memperoleh
informasi mengenai tahapan-tahapan Pemilu secara benar,
hak untuk memantau dan hak untuk melaporkan adanya
pelanggaran Pemilu.
Salah satu kunci penting pelaksanaan Pemilu jujur
dan adil yaitu tingginya keterlibatan warga untuk
3 Selain itu, Pemilu juga dikatakan sebagai mekanisme pemindahan konflik
kepentingan dan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan
rakyat. Lihat selengkapnya dalam buku, Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu
Politik”, Jakarta:
aktif, kritis, dan rasional dalam menyuarakan kepentingan
politiknya. sebab tingkat keterlibatan warga akan
sangat berhubungan dengan tingkat kepercayaan publik (public
trust), legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability),
kualitas layanan publik (public service quality), dan mencegah
gerakan pembangkangan publik (public disobidience).
Dalam proses dan pelaksanaannya,Pemilu memiliki
memang banyak kendala dan batasan untuk mendorong
proses partisipasi rakyat. Diantaranya yaitu tumpang tindih
peraturan, pengetahuan pemilih, pemetaan stakeholder,
penjadwalan tahapan Pemilu, dan luasnya wilayah.Sejumlah
batasan ini jika tidak mampu diatasi, justru menjadi
kontra produktif untuk mendorong partisipasi politik
rakyat. Sehingga menjadi penting melakukan berbagai cara
mendorong penguatan partisipasi rakyat.
Pentingnya partisipasi warga dalam Pemilu,
sama pentingnya dengan usaha memperdalam proses
demokrasi di tingkat warga secara luas.Jika prasyarat
standar demokrasi yaitu terlaksananya Pemilu, maka
partisipasi yaitu salah satu indikator kualitas demokrasi
ini . Slogan yang terkenal dalam demokrasi menurut
Abraham Lincoln yaitu goverment of the people, by the people,
for the people yang diartikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Dan partisipasi yaitu pengejawantahan utama
dari slogan ini .
Persoalan partisipasi politik rakyat pada Pemilu
menjadi problem saat dihadapkan pada tantangan
memperdalam makna demokrasi. Bagaimana posisi partisipasi
rakyat pada Pemilu menjadi bernilai demokratis. Mengingat
semua pihak sejatinya telah bersepakat tentang pentingnya
partisipasi politik rakyat pada Pemilu. Namun implementasi
peran ini tereduksi secara menonjol hanya menjadi
persoalan di tingkat elit politik dan penyelenggara Pemilu.
Masih ada mayoritas warga yang perlu menemukan
ruang ekpresinya untuk merespon Pemilu. Salah satunya
dengan mendorong ruang-ruang partisipasi politik yang besar
dan fungsi pemantauan yang kuat dalam setiap tahapan
Pemilu.
keikutsertaan warga yaitu salah satu kunci
suksesnya pelaksanaan Pemilu. Besar atau kecilnya partisipasi
warga sangat menentukan kualitas dari Pemilu. keikutsertaan
warga dalam praktiknya memang beragam. Ada yang
berupa partisipasi warga dalam memilih, pendidikan
pemilih, dan ada juga partisipasi dalam ranah keterlibatan
warga dalam pengawasan dan pemantauan Pemilu.
Bentuk partisipasi paling minimal dari pemilih atau
warga warga yaitu bagaimana dia mau datang dan
memakai hak pilihnya saat pelaksanaan pemilu. Usaha
yang dilakukan semua pihak untuk memberi pendidikan
politik pada warga agar mereka mau memakai hak
pilihnya inilah yang dianggap sebagai pendidikan pemilih atau
sosialisasi ke pemilih. keikutsertaan warga di level lebih tinggi
dari sekedar memakai hak pilih yaitu saat mereka
mau terlibat dalam proses pendidikan pemilih, atau bahkan
melakukan pemantauan Pemilu.
B. Sejarah keikutsertaan Pemilu
keikutsertaan dalam Pemilu yaitu aktivitas memastikan
proses tahapan-tahapan Pemilu dengan cara mengumpulkan
data, informasi serta menginventarisasi temuan kasus terkait
pelaksanaan Pemilu yang dilakukan oleh kelompok warga
atau organisasi yang independen dan non-partisan. Aktivitas ini
bertujuan untuk terselenggaranya proses pemilihan yang jujur,
adil, bersih dan transparan serta hasilnya bisa diterima oleh
semua pihak baik peserta Pemilu maupun warga secara
luas.
Dengan demikian keberadaan pengawasan
partisipatif dan pemantauan yang bertujuan mewujudkan
Pemilu yang berkualitas menjadi hal yang sangat vital.
Kelompok warga sipil inilah yang selalu bersuara kritis
dalam mengawasi lembaga penyelenggara Pemilu. sebab
itu, posisi warga sipil harus bersikap independen dalam
menjalankan seluruh tugasnya, termasuk kesanggupan
memantau peserta Pemilu agar mengikuti aturan main yang
berlaku. Pengawasan partisipatif juga akan terus mendorong
warga untuk memperoleh jaminan haknya sebagai
pemilih yang bebas serta memperoleh informasi sesuai
dengan pilihan hati nuraninya.
Pelibatan ataupun keterlibatan warga dalam
pengawasan bertujuan untuk mewujudkan Pemilu yang
dapat berlangsung secara demokratis, sehingga hasilnya
dapat diterima dan dihormati oleh semua pihak, baik yang
menang maupun yang kalah, terlebih oleh mayoritas warga
negara yang memiliki hak pilih. Upaya seperti ini tentu saja
bertujuan memberikan landasan keabsahan (legitimasi) yang
kuat bagi semua pihak yang terlibat dalam proses Pemilu
untuk menjalankan mandat rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Penilaian terhadap jalannya proses Pemilu dan kepercayaan
organisasi pemantauan yang melaporkan secara jujur kepada
publik dapat meningkatkan kepercayaan dan legitimasi
warga terhadap hasil Pemilu. (4)
Pengawasan partisipatif juga termasuk usaha untuk
menghindari terjadinya proses Pemilu dari kecurangan,
manipulasi, permainan serta rekayasa yang hanya
menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan
kepentingan rakyat banyak. Pengawasan pemilu yaitu
alat penting untuk menyelesaikan konflik secara damai di
antara masing-masing kelompok yang berkompetisi untuk
memperoleh kepercayaan rakyat. Jika terjadi perselisihan
selama pemilihan berlangsung maka pemantau sebagai pihak
ketiga dapat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk
duduk bersama-sama mencari penyelesaian yang dapat
diterima oleh semua pihak.
Desain pengawasan partisipatif dalam Pemilu yang
mandiri masih jauh dari gambaran ideal. Geliat partisipasi
warga sipil untuk terlibat dalam proses pengawasan
pemilu baru meningkat pada pemilu tahun 1999. Namun, data
organisasi pemantau menunjukkan bahwa ada penurunan
tingkat partisipasi dan keterlibatan publik dalam aktivitas
pemantauan dari Pemilu ke Pemilu.
4 Menurut Prof. Dr. Ramlan Surbakti , legitimasi yaitu
penerimaan dan pengakuan warga terhadap hak moral pemimpin
untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Jadi,
kalau suatu jabatan politik yang diperoleh dengan menafikan suara rakyat
maka otomatis tidak ada hak moral bagi pemimpin ini .
keikutsertaan warga dalam pemilu yaitu
salah satu bentuk partisipasi politik warga yang
bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan politik, dalam hal
ini bertujuan untuk mengawal proses pelaksanaan pemilu agar
terpilih pemimpin dan wakil rakyat yang memang benar-benar
diinginkan rakyat dan melalui proses yang jujur dan adil.
Pemantauan Pemilu oleh warga sipil di negara kita
menjadi tradisi penting dalam penciptaan iklim Pemilu yang
jurdil dan demokratis. Meskipun terjadi perbaikan fungsi kontrol
di bidang penyelenggaraan Pemilu oleh KPU, pengawasan
Pemilu oleh Bawaslu, dan pengawasan teknologi informasi dan
media sosial, profesionalisme penyelenggara Pemilu oleh DKPP
(Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), warga sipil
tetap menjadi salah satu pilar penting dalam mengawal proses
dan hasil Pemilu.
Merujuk pada Bangkok Deklarasi untuk Pemilu yang
bebas, kualitas Pemilu diukur dari lima aspek. Pertama, adil
dalam aturan main dan memberi kesempatan sama kepada
semua pihak yang terlibat; kedua, adanya partisipasi pemilih
yang tinggi disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan
pilihannya dengan rasa tanggung jawab dan tanpa paksaan;
ketiga, peserta Pemilu melakukan penjaringan bakal calon
secara demokratis dan tidak memakai politik uang dalam
semua tahapan Pemilu; keempat, terpilihnya legislatif dan
eksekutif yang memiliki legitimasi kuat dan berkualitas; kelima,
Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah dan
jajaran birokrasi bersikap independen.
Perbedaan mendasar antara aktivitas pengamatan
Pemilu, lembaga pemantau Pemilu, dan pengawas Pemilu
merujuk pada peran dan mandat yang berbeda. Pengamat
memiliki mandat terkecil; pemantau memiliki kekuatan
yang lebih luas; sementara pengawas yaitu mereka yang
memiliki mandat formal yang lebih luas dalam konteks
penegakan UU atau hukum dalam kepemiluan. Mandat
pemantau pemilihan yaitu untuk mengumpulkan informasi
dan membuat penilaian tanpa ikut campur tangan dalam
proses.
Demikian juga untuk mengamati proses Pemilu dan
untuk ikut campur tangan jika ada hukum yang dilanggar.
Mandat pengawas Pemilu yaitu untuk memvalidasi proses
Pemilu (apakah ada aturan yang dilanggar, dll). Organisasi yang
berbeda memakai definisi yang berbeda untuk istilah
ini dan dalam beberapa kasus pengamatan dan pemantauan,
istilah yang dipakai kadang bergantian tanpa perbedaan
eksplisit di antara keduanya (5).
C. Model keikutsertaan Pemilu
Ada beragam cara model partisipasi warga
dalam setiap pemilu. Di Pemilu 1999 pasca kejatuhan Orde
Baru, pendidikan pemilih massif dilakukan oleh lembaga
swadaya warga sebagaimana juga pemantauan Pemilu
sangat massif saat itu. Hal ini tidak bisa juga dilepaskan dari
situasi saat itu yang memang menjadi perhatian publik sebab
pemilu pertama dilakukan pasca rezim otoriter jatuh. Masifnya
gerakan warga sipil dalam mengawal Pemilu memang
selalu ada dari Pemilu 1999, 2004, 2009, dan sejumlah Pilkada,
namun dengan frekuensi yang selalu turun.
Hubungan antara pengawas dan pemantau memang
selalu terjadi sebab aktivitas yang dilakukan memiliki
semangat yang sama, yaitu mengawasi proses Pemilu.
Pemantau dan pengawas sama-sama mengemban misi
terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil. Perbedaannya,
pemantau pemilu bekerja sebatas me mantau penyelenggaraan,
sedangkan pengawas pemilu memiliki tugas dan wewenang
lebih luas untuk menyele saikan pelanggaran pemilu dan
sengketa pemilu. Jadi, kerja pemantauan yaitu bentuk
partisipasi warga yang harus dilaporkan dan diteruskan
ke pengawas pemilu agar bisa ditindaklanjuti
muncul sebab adanya kesadaran akan perlunya selalu
membuka ruang bagi partisipasi rakyat dalam setiap proses
politik di republik ini. Landasan berpikirnya yaitu semakin
suatu peristiwa politik diwarnai partisipasi publik yang tinggi
dan terjadi di berbagai tahapan, maka proses politik ini
semakin mendekati demokrasi yang ideal. Dengan demikian,
harapan akan terciptanya pemilu berkualitas, yakni pemilu
yang jujur dan adil, dapat terwujud. Inilah sebuah ijtihad dalam
rangka membangun kualitas demokrasi yang lebih baik guna
memastikan terciptanya demokrasi yang terkonsilidasi.
Penyelenggaraan pemilu yang demokratis
membutuhkan partisipasi warga. keikutsertaan politik
warga dimaknai sebagai kegiatan seseorang atau
kelompok orang secara sukarela untuk ikut serta secara aktif
dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung,
memengaruhi kebijakan pemerintah (Budiarjo, 2009). Pemilu
yaitu sarana partisipasi politik warga negara sebagai bentuk
nyata kedaulatan rakyat. Dalam sebuah negara demokrasi,
pemilihan umum yang dilakukan dengan sungguh-sungguh,
jujur, adil, dan melibatkan hak-hak warga yaitu
salah satu syarat yang perlu dipenuhi.
Ada empat hal yang mengaitkan pentingnya partisipasi
politik warga dengan pemilu yang demokratis Pertama, kehendak rakyat, sebagaimana tercantum
dalam The Universal Declaration of Human Right (UDHR),
harus menjadi dasar dari pemerintahan yang diekspresikan
melalui pemilihan umum yang jujur dan adil. Kedua, pemilu
demokratis berkontribusi terhadap penghargaan hak sipil
lainnya. Demokrasi elektoral menjadi indikator yang paling
baik dari kemajuan hak sipil dan hak asasi manusia.
Ketiga, pemilu, khususnya pada negara yang masih
mengalami transisi demokrasi, dapat memberikan ruang
kepada warga negara untuk terlibat dalam ruang publik sebab
mendorong warga untuk turut mengawasi, melakukan
kajian, melakukan pendidikan pemilih, dan melakukan advokasi.
Selain memberikan ruang kepada warga umum untuk
terlibat, warga yang rentan seperti kelompok minoritas,
perempuan, pemilih dengan disabilitas didorong juga untuk
terlibat dalam ruang publik. Keempat, walaupun pemilu dapat
memicu pemisahan kelompok warga, pemilu yang
kompetitif dapat mendorong pemerintahan yang efektif dan
stabil.
Di negara kita, partisipasi memilih yaitu hak—bukan
kewajiban sebagaimana dianut oleh Australia. UU 8/2015 pasal
1 ayat (6) menegaskan, pemilih yaitu penduduk yang berusia
paling rendah tujuh belas tahun atau sudah/pernah kawin
yang terdaftar dalam pemilihan. Untuk dapat didaftar sebagai
pemilih, undang-undang ini memuat pembatasan-
pembatasan seperti tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya;
dan/atau tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memiliki keukatan hukum
tetap. Dari kerangka undang-undang ini , partisipasi
pemilih bukan partisipasi semua warga negara, namun warga
negara yang memenuhi syarat sebagaimana diatur undang-
undang.
keikutsertaan pemilih sering menjadi isu bersama
sebab berkaitan dengan seberapa banyak warga negara hadir
untuk memberikan suara di TPS. Tingkat partisipasi seringkali
dihubungkan dengan legitimasi hasil pemilu. Pada konteks lain,
partisipasi pemilih juga berkaitan dengan kepercayaan warga
negara pada demokrasi, sistem politik, penyelenggara pemilu,
dan pihak-pihak yang akan memimpin pemerintahan.
Namun, urusan partisipasi di pemilu kemudian tidak
sekadar aktivitas demokrasi prosedural—datang ke TPS dan
memilih—rutin lima tahunan, namun juga demokrasi substansial
yang telah menggeser posisi pemilh dari pinggir ke pusat arena
persaingan politik. Perubahan posisi pemilih ini membawa
konsekuensi penting dalam hal relasi antara warga
sebagai pemilih dengan aktor pemilu yaitu peserta pemilu dan
lembaga penyelenggara pemilu.
D. Gerakan keikutsertaan dalam Pemilu 2019
Buku ini yaitu refleksi dan pengalaman
pengawasan partisipatif yang dilaksanakan oleh Bawaslu
serta gerakan partisipasi yang dilakukan oleh organisai non
pemerintah yang bergerak dalam kepemiluan.
keikutsertaan warga di pemilu terus berkembang
luas. Dimensi partisipasi warga dalam pemilu memang
luas. Dalam pengalaman Pemilu serentak 2019 sebagaimana
yang termaktub dalam buku ini dapat digolongkan menjadi
tiga bagian.
Pertama,partisipasi yang bertujuan untuk
meningkatkan minat dan kepedulian warga negara terhadap
penyelenggaraan pemilu serta pengetahuan/informasi
tentang proses penyelenggaraan pemilu. Dalam kelompok
pertama ini, bentuk partisipasi di antaranya yaitu sosialisasi
pengawasan pemilu; pendidikan pemilih dalam pengawasan;
serta penguatan sarana dalam meningkatkan partisipasi
warga dalam pengawasan kepemiluan.
Praktik peningkatan partisipasi untuk meningkatkan
minat dan kepedulian warga negara terhadap penyelenggaraan
Pemilu ini ada dalam tiga tulisan dari Bawaslu Kepulauan
Riau, Bawaslu Jawa Tengah dan Bawaslu Sulawesi Selatan.
Bawaslu Kepulauan Riau mendorong partisipasi dalam
pengawasan Pemilu melalui program kampung pengawasan.
Dengan mempertimbangkan keterlibatan semua lapisan
warga akan sangat menentukan jalannya proses dan hasil
serta kualitas penyelenggaraan pemilihan.
Keterlibatan warga dalam pengawalan suara
disadarai oleh Bawaslu Kepuluan Riau tidak cukup hanya
dengan datang dan memilih pada saat pemungutan suara,
akan namun juga sejak awal dimulainya tahapan. Pelaksanaan
kampung pengawasan sangat membantu dalam usaha
pencegahan praktik politik uang dan pelanggaran pemilu
lainnya dalam proses pelaksanaan pemilu. Program kampung
pengawasan tidak hanya efektif untuk pencegahan politik uang
namun juga bentuk-bentuk pelanggaran pemilu lainnya seperti
pemasangan APK, kampanye, dll.
Pada umumnya warga tidak mengetahui terkait
dengan aturan-aturan dalam kepemiluan, sehingga mereka
cenderung pasif atau bahkan tidak terlalu peduli dengan pemilu.
Dengan adanya program kampung pengawasan ini warga
bisa lebih banyak memperoleh pengetahuan terkait dengan
kepemiluan melalui forum-forum warga yang dilaksanakan
dalam program-program di kampung pengawasan.
Dengan pengetahuan tentang kepemiluan
warga secara otomatis akan ikut mengawasi proses
jalannya pemilu. warga menjadi tau hal-hal apa saja yang
boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kampanye ataupun
dalam tahapan-tahapan lain dalam pemilu. Jika warga
melihat ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan pemilu maka warga pun sudah tau kemana
mereka harus melaporkan, yaitu bisa melalui Pengawas
Pemilu Kelurahan/Desa, Pengawas Pemilu Kecamatan
ataupun langsung kepada Bawaslu Kabupaten/Kota. Dengan
terwujudnya warga yang sadar dan paham tentang
pemilu maka akan sangat membantu kerja-kerja Bawaslu yang
secara jumlah personil masih sangat terbatas. Dengan adanya
warga yang aktif dalam memberikan laporan-laporan
terkait dengan pelanggaran pemilu Bawaslu akan dapat lebih
maksimal dalam menjalankan pengawasan pemilu.
Idris dan Ade irfan Santosa dalam tulisan
Implementasi Pengawasan Partisipatif Di Bawaslu Provinsi
Kepulauan Riau untuk mendorong keikutsertaan warga
dalam Pengawasan Pemilumemakai strategi baru
dalam usaha meningkatkan keterlibatan warga dalam
pengawasan pemilu. Strategi ini menggabungkan
dua strategi yang telah dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi
Kepulauan Riau dalam pelaksanaan pemilu 2019. Dengan
penggabungan strategi komunitas relawan pengawas pemilu
partisipatif dan juga pelibatan warga secara langsung
dengan membentuk kampung pengawasan dan desa anti
politik uang diharapkan pelaksaan pengawasan partisipatif
kedepan akan lebih maksimal.
Sementara Bawaslu Jawa Tengahmelakukan
pendekatan seni budaya untuk sosialisasi pengawasan Pemilu
serentak tahun 2019. Kegiatan sosialisasi pengawasan pemilu
yang melibatkan bidang seni dan budaya menjadi hal baru bagi
Bawaslu dalam melibatkan warga dalam pengawasan
pemilu di Jawa Tengah.
mr.soebandrijo dalam tulisan Pendekatan Seni Budaya
untuk Sosialisasi Pengawasan Pemilu Serentak 2019
menceritakan bahwa melibatkan warga diawali sebagai
subyek. Sosialisasi pun, tidak hanya dengan cara diskusi
dan ceramah yang cenderung memposisikan warga
sekedar menjadi obyek. Di sisi lain, sosialisasi seni dan
budaya berpotensi menjaid cara yang unik dan kreatif. Sebab,
melalui seni dan budaya inilah akan lahir karya-karya seni
yang berkonten pengawasan pemilu. Sosialisasi yang uni dan
kreatif perlu dilakukan agar sosialisasi bisa berhasil sebab bisa
memperoleh perhatian publik.
Bawaslu Jawa Tengah sebagai badan publik memiliki
kewajiban untuk melibatkan publik pada sosialisasi. Bahkan,
kelompok warga itu harus dilibatkan sejak perencanaan
kegiatan sosialisasi. warga tidak hanya sekedar diundang
pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara dalam
acara sosialisasi.Keberadaan kelompok warga itu bisa
diakui dan eksistensinya bisa mencuat sebab diberi ruang dan
ajang oleh Bawaslu Jawa Tengah.
Pada saat yang sama, Bawaslu Jawa Tengah
juga akan dimudahkan dalam melakukan sosialisasi kepada
warga. Sebab, sosialisasi tidak hanya dilakukan Bawaslu
Jawa Tengah sendirian. Lebih dari itu, kelompok pekerja seni
juga akan ikut terlibat aktif dalam sosialisasi pengawasan
pemilu. Pada akhirnya,pelibatan pekerja seni dan kelompok
warga dalam sosialisasi pengawasan pemilu perlu terus
dilebarkan. Masih banyak kelompok warga/pekerja seni
tingkat lokal yang belum disentuh untuk ikut terlibat aktif dalam
sosialisasi pengawasan pemilu. Sosialisasi perlu melibatkan
seni dan budaya lokal agar kegiatan ini bisa membumi untuk
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal masing-masing.
Khusus untuk postur anggaran sosialisasi
pengawasan pemilu, Bawaslu Jawa Tengah memberikan
rekomendasi bahwa angaran direncanakan sesuai dengan
kebutuhan dan konteks di lapangan. Pekerja seni dan budaya
membutuhkan alat-alat tertentu yang harus dibeli. Sementara,
postur anggaran sosialisasi di Bawaslu masih terpaku pada
model sosialisasi diskusi/ceramah di hotel. Untuk itu, perlu
15
mengalokasikan anggaran sosialisasi di kabupaten/kota
kepada kelompok sasaran dengan model postur anggaran
berupa paket. Meski anggaran paket tapi Bawaslu kabupaten/
kota di Jawa Tengah perlu untuk menyusun rincian penggunaan
anggaran untuk kemudian di review secara bersama-sama di
Bawaslu Provinsi Jawa Tengah.
Demikian juga, waktu yang tersedia untuk
melakukan sosialisasi haruslah lebih panjang. Dalam pemilu
2019 lalu, waktu untuk melakukan sosialisasi terbilang singkat
sebab pemilu digelar pada April 2019. Untuk anggaran di 2018
terpatok harus selesai digelar pada akhir Desember 2018.
Sedangkan anggaran sosialisasi untuk tahun anggaran 2019
harus digelar sebelum April 2019. Sebab, April 2019 itu sudah
pelaksanaan pemungutan suara. Padahal, anggaran 2019 baru
bisa cair sekitar akhir Pabruari atau awal Maret 2019.
Dalam program kegiatan Bawaslu Sulawesi Selatan,
melalui program Desa Massamaturu, memiliki pengalaman
menjadikan model desa pengawasan partisipatif. Penguatan
proses demokrasi di tingkat desa dalam perhelatan Pemilu
tahun 2019 menjadi sebuah ide dan sekaligus harapan yang
dicoba diimplementasikan dan dikembangkan. Meskipun,
hal ini tidaklah mudah, sebab beberapa kondisi nyata dalam
warga, baik secara internal maupun eksternal warga desa
terjangkiti sikap dan pandangan pragmatisme politik.
Saiful Jihad mengingatkan bahwa kesadaran akan
hak-hak dan tanggungjawab untuk menciptakan kehidupan
demokrasi masih perlu terus didorong, Pendidikan politik,
bahkan Pendidikan pemilih pun masih belum dilakukan
secara terencana dann terisitematis dengan baik. Sosialisasi-
sosialisasi mengajak warga untuk hadir memilih, menjadi tidak
bermakna, jika warga sendiri tidak faham untuk apa
mereka memilih, warga tidak dapat merasakan dampak
baik dari hasil-hasil pilihan mereka selama ini jika dilakukan
dengan benar dan baik.
Posisi desa dalam mendorong partsipasi warga
menjadi hal yang sangat vital. Pemerintahan di tingkat desa
memiliki kewenangan yang diatur dalam undang-undang yang
sangat bisa untuk mendorong dan meningkatkan keasadaran
16
politik, Pemahaman tentang hakikat demokrasi yang baik
dan benar. Kepala desa besama perangkat desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dapan mengembangkan
kegiatan-kegiatan yang didanai dari dana alokasi desa yang
cantolannya pada pemberdayaan warga untuk meningkatkan
pemahaman dan kesadaran politik warganya. Tetapi tentu
membutuhkan desain kegiatan yang lebih baik, lebih terencana.
Desa Massamaturu di Kabupaten Takalar, yaitu
salah satu desa yang mencoba berinovasi menjawab harapan-
harapan besar dari warga warga, tentu belum sempurna,
masih banyak hal yang perlu pembenahan, namun keinginan
untuk malakukan kegiatan-kegiatan yang bermuara pada
usaha meningkatkan pengetahuan dan kesadaran politik warga
di desanya, patut untuk diapresiasi. Respon Kepala Desa, BPD
dan perangkat desa untuk membuat kegiatan-kegiatan yang
disupport dari kas dana desa, yang alokasi pelaksanaannya
dilakukan melalui Forum Awas tentu dapat menjadi salah satu
best practices.
Namun, tentu saja, dibutuhkan panduan yang
disusun secara baik oleh Bawaslu untuk mengembangkan
desa/kelurahan/kampung/lorong model pengawasan atau
sebutan lain lainnya yang menggambarkan sebuah komunitas
yang akan didampingi. Panduan ini penting, agar kegiatan
yang dilakukan benar-benar teerencana, dengan desain
kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan (goal)
yang hendak dicapai. Dengan adanya panduan ini , maka
dimungkinkan untuk bisa mengukur dan mengevaluasi capaian
dari indikator keberhasilan yang telah dibuat.
Bentuk, model dan inovasi itu lahir dari desa yaitu
benar, namun bagaimana muncul ide, inovasi, dan kreatifitas
itu, membutuhkan strategi pendampingan. Pada posisi inilah
Bawaslu di tingkat kabupaten dapat melakukan usaha -usaha
yang melibatkan pihak-pihak lain untuk mendorong keinginan
ini. Pada aspek inilah panduan dan pedoman itu menjadi
penting dirumuskan.
Kedua, partisipasi yang bertujuan untuk
meningkatkan legitimasi Pemilu.Bentuk partisipasi yang
termasuk dalam kelompok kedua ini yaitu memilih calon
17
dan pasangan calon; musyawarah membahas rencana visi,
misi, dan program partai dalam pemilu;serta mengajak dan
mengorganisasi melakukan transaksi politik dengan peserta
Pemilu.
Terhadap jenis partisipasi yang kedua ini, Bawaslu
Maluku melakukan pendidikan politik melalui strategi
mangente kampung dalam meningkatkan kualitas pemilu di
desa terpencil. Meningkatnya keterlibatan warga dalam
penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan
semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara.
Demokrasi menghendaki adanya keterlibatan rakyat.
Pasca dilaksanakannya Kegiatan mangente
kampung oleh Bawaslu Propinsi Maluku di Dusun Wasalai
Desa Wamsisi Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan
terjadi peningkatan kualitas pemilu yang di tunjukkan
dengan meningkatnya partisipasi warga datang ke
TPS, rendahnya kecurangan yang terjadi pada setiap tahapan
pemilu.
Astuti Usman dalam Bab Pendidikan Politik melalui
Mangente Kampung, dalam Peningkatan Kualitas Pemilu
di Desa Terpencil memastikan pentingnya pengawasan
partisipatif dalam mengawal pemilu yang demokratis menjadi
catatan tersendiri bagi pengawas Pemilu, pemantau pemilu
dan warga yang dilibatkan dalam pengawasan tahapan
penyelenggaraan pemilu harus bersifat independen dan tidak
memihak (imparsial) salah satu satu calon /partai politik
peserta pemilu sehingga tidak adanya diskriminasi terhadap
siapa pun.
Sosialisasi yang masif dilakukan oleh Bawaslu Maluku
untuk membangun kesadaran warga bahwa mereka
memiliki kewajiban untuk mengawal hak pilihnya dalam
pemilu dengan cara berpartisipasi dalam pengawasan tahapan
penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap lembaga-lembaga
terkait pemantauan pemilu agar mereka ikut mengawasi
tahapan penyelenggaraan pemilu bukan hanya pada hari
pemungutan suara saja.
Dengan adanya peranan aktif dari Bawaslu,
Lembaga-lembaga pemantau pemilu dan juga warga
18
dalam mengawasi pemilu, akan memberikan kesadaran bagi
para pelaku politik, penyelenggara pemil dan stakeholder
terkait untuk menjaga diri, menjaga marwah partainya
sehingga akan tetap berada pada relnya sesuai dengan
porsinya masing-masing, yang pada akhirnya akan melahirkan
suatu pemilu yang demokratis. Dengan adanya partisipasi
seluruh pemangku kepentingan dalam pengawasan tahapan
penyelenggaraan pemilu maka diharapkan akan dapat
menghasilkan pemilu yang demokratis baik dari prosesnya
maupun hasilnya.
Sejatinya, pengawasan yang ideal yaitu pengawasan
yang berbasis warga yang melibatkan partisipasi luas
dari berbagai macam bentuk lapisan pengawasan dan lapisan
warga. Panwaslu Maluku Tengah akan terus menjadi
bagian dari warga Maluku menjadi bagian dari Panwaslu
dalam rangka menegakan Keadilan Pemilu.
Bawaslu Maluku telah membuktikan dengan
melakukan terobosan inovatif untuk mendorong
meningkatnya partisipasi warga dalam pencegahan dan
pengawasan pemilu. Melalui Pencanangan Desa Pengawas
Pemilu dengan “Zona Bebas Pelanggaran”.
Peneliti P3M, Agus Muhammad memberikan contoh
terhadap daya tahan Kampung Sawah dalam menghadapi
politisasi SARA dalam Pilkada Jabar 2018 dan Pilpres 2019.
Politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yaitu
eksploitasi sentimen-sentimen identitas untuk memenangkan
kelompok tertentu sambil menyerang, menghina dan atau
merendahkan kelompok lain yang menjadi lawan politiknya.
Dalam konteks warga Kampung Sawah,
agaknya tidak cukup memakai kerangka solidaritas
mekanik dan solidaritas organik untuk menjelaskan karakter
Kampung Sawah yang sangat khas. sebab solidaritas
mekanik mengacu pada warga tradisional yang secara
etnis dan budaya homogen; sementara solidaritas organik
mengacu pada warga urban yang beragam latar belakang
namun diikat oleh pola ketergantungan satu sama lain yang
bersifat impersonal dan aspek etnis dan budaya dianggap
tidak menonjol . Padahal, di samping penduduknya beragam,
19
Kampung Sawah juga diikat oleh budaya Kampung Sawah
yang sangat kental.
Politisasi SARA dalam Pilkada Jawa Barat dan Pilpres
2019 ternyata dinilai cukup kencang di Kampung Sawah. Dari
sejumlah politisasi SARA yang beredar di Kampung Sawah,
pola penyebarannya rata-rata dilakukan melalui media sosial.
warga Kampung Sawah memuliki daya tahan yang cukup
kuat menghadapi politisasi SARA.
Faktor paling kuat dari daya tahan Kampung Sawah
yaitu adanya sistem kekerabatan yang sekaligus menjadi
simpul dari cross-cutting afilliations dan cross-cutting loyalities.
Sistem marga (kekerabatan) yang mengakar kuat di Kampung
Sawah telah mampu mewujudkan kebersamaan, silaturrahmi
tetap terjaga dan keikatan keluarga agar tidak bercerai berai
di antara mereka. Sistem marga telah menjadikan kehidupan
warga Kampung Sawah sangat plural, toleran dan saling
menghormati satu dengan yang lainnya. Bahkan dengan sistem
marga seperti itu sistem kekerabatan warga Kampung
Sawah menjadi luas dan kuat, dengan pluralitas keagamaan.
warga Kampung Sawah merespons politisasi
SARA dengan cara yang sangat cerdas, mulai dari usaha
klarifikasi ke tokoh-tokoh agama maupun tokoh warga,
melokalisir isu hanya di kalangan komunitas, bahkan hanya
berhenti pada dirinya sendiri, hingga peran tokoh yang secara
aktif melakukan edukasi kepada warga. Sehingga,
kedepan Bawaslu perlu melakukan replikasi pengalaman
Kampung Sawah ke kawasan-kawasan lain dengan pendekatan
dan kerja sama dengan Lurah atau Kepala Desa sebagai unit
pemerintahan terkecil agar mendorong warga dan desa/
kelurahan sebagai kawasan pengawasan partisipatif.
Masih dalam hal meningkatkan legitimasi Pemilu
yang bersih, tulisan Bagus Sarwono mewakili Bawaslu
Yogyakartamelakukan gerakan sosial anti politik uang dalam
Pemilu serentak 2019.Gerakan Desa Anti Politik Uang (Desa
APU) yaitu bentuk kesadaran kolektif warga
desa untuk berkomitmen menolak praktik politik uang dalam
setiap kontestasi demokrasi. Pola gerakan ini menandakan
adanya kesadaran warga yang terorganisir (kelompok
20
warga atau NGO) yang didukung oleh pemangku
kepentingan –Pengawas Pemilu, UMY, dan Pemerintah Desa.
Artinya, ketiga elemen ini telah memiliki pemahaman yang
sama dan saling bersinergi untuk memerangi politik uang.
Bagaimanapun, politik uang yaitu kejahatan terorganisir,
maka melawannya juga harus dengan cara terorganisir.
Hal ini tercermin kuat terjadi di Desa Murtigading dan Desa
Sardonoharjo. Pola gerakan pada level ini diinisiasi oleh NGO.
Gerakan yang termasuk dalam kategori cukup ideal
atau middle classyaitu adanya komitmen dari pemangku
kepentingan untuk menyadarkan warga agar menolak
politik uang. Dengan bahasa lain, kesadaran warga
belum terorganisir namun pemangku kepentingan memiliki
komitmen untuk mengorganisir warga. Hal ini terjadi di
12 Desa sebagaimana diuraikan di atas. Pada level ini, gerakan
diinisiasi oleh Pemerintah Desa dan Pengawas Pemilu.
Gerakan yang kurang ideal atau stagnan. Pola ini
ditandai dengan adanya komitmen dari pihak eksternal desa
seperti Pengawas Pemilu dan UMY untuk membangun gerakan
bersama warga namun daya dukung Pemerintah Desa
masih terbatas. Dengan bahasa lain, 26 Desa/Kelurahan
sebagaimana disebutkan di atas masih sebatas pilot project dari
Pengawas Pemilu dan UMY. Kelompok ini memang melakukan
deklarasi, namun tidak ada kegiatan yang berkelanjutan. Pada
level ini, inisisasi gerakan berasal dari Pengawas Pemilu.
Gerakan Desa APU memang belum bisa
menghilangkan praktik Politik Uang secara keseluruhan,
namun tetap memiliki dampak yang positif. Pertama,
munculnya perubahan di level paradigma warga dari
yang sebelumnya aktif atau terbuka dengan politik uang telah
berubah menjadi warga pasif dan tertutup. Kedua, dari
segi kuantitas, praktik jual beli suara menjadi berkurang meski
hanya sedikit. Ketiga, warga makin berani menolak
dengan tegas Politik Uang. Berdasarkan fakta di lapangan,
sebanyak 20% pemilih di Desa Sardonoharjo menyatakan
bahwa mereka tegas menolak politik uang dalam Pemilu 2019.
Secara keseluruhan dengan adanya 40 Desa/
Kelurahan yang mau terlibat dalam gerakan Desa APU, tetap
21
perlu diapresiasi ditengan ratusan desa/kelurahan lainnya di
DIY yang belum terlibat sama sekali dalam gerakan Desa APU.
Sejalan dengan kerjasama yang dibangun oleh
Bawaslu DIY dengan UMY, ada tulisan relektif dari
Bambang Eka Cahya W dkk terkait dengan kolaborasi kelompok
civil society di dalam mewujudkan tata kelola pemilu yang
bermartabat dan berintegritas yaitu satu dukungan riil
terhadap bekerjanya demokrasi sebagai ‘solusi’ dari problem-
problem liberalisasi politik pasca reformasi.
Dalam Bab KKN Desa Anti Politik Uang Sebagai
Proses Kolaboratif Pengawasan Pemilu Partisipatif Pada Pemilu
Serentak 2019 Di Daerah Istimewa Yogyakarta Menunjukkan
sentralnya peran uang dalam praktik patronase dan klientelisme
di negara kita yaitu keadaan “berbahaya” dan darurat bagi
denyut nadi demokrasi di negara kita.
Keterlibatan perguruan Tinggi Muhammadiyah
di dalam membangun demokrasi yaitu bentuk
tanggungjawab moral-intelektual yang tepat. Kekuatan
ini telah didorong dan diperkuat dengan model kolaborasi
demokratis antara beberapa pihak antara lain dengan
BAWASLU dan Pemerintahan Desa serta Komunitas pegiat
sosial politik kepemiluan. Model dan praktik kolaborasi ini
dinilai sangat strategis bagi semua Lembaga yang terlibat
untuk memperkuat peran masing-masing.
Keterlibatan warga sipil dalam hal ini PTM, telah
secara nyata mampu menggerakkan demokrasi yang berbasis
partisipasi warga atau dalam Bahasa lain disebut popular
control—dimana warga punya andil di dalam memperkuat
demokrasi dan mengantisipasi dominasi praktik politik uang
dalam pemilu. Popular control sebagai mekanisme demokrasi
ini juga berguna untuk mendorong electoral integrity untuk
memastikan demokrasi tidak kehilangan makna dan juga
kepercayaan dari warga.
Ketiga, partisipasi yang bertujuan untuk menjamin
pemilu yang adil. Bentuk partisipasi yang termasuk dalam
kelompok ketiga ini yaitu pemantauan dan pengawasan serta
pelaksanaan penghitungan cepat atas hasil pemungutan suara
di TPS.
22
Dalam membangun partisipasi jenis ketiga ini, Faizal
Akbar membeberkan Netgrit membangun gerakan dalam
menjaga integritas hasil pemilu melalui gerakan Kawal emilu
Jaga Suara 2019. Tahapan pemungutan dan pengitungan suara
hingga rekapitulasi perolehan suara menjadi tahapan puncak
dalam pemilihan. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh
KPJS menemukan ada kesalahan yang terjadi di TPS hingga
Situng, namun dalam proses rekapitulasi suara yang berjenjang
terbuka ruang perbaikan. KPJS juga telah memberikan masukan
terhadap pola kesalahan hingga spesifik terhadap dokumen C1
yang terindikasi perlu diperbaiki.
Rekapitulasi dalam pemilu 2019 telah membawa
banyak permasalahan terutama melalui Situng KPU yang
pada awalnya dibuat untuk meningkatkan kepercayaan publik
terhadap hasil pemilu. Situng KPU justru menjadi sumber
polemik di warga. Proses rekapitulasi yang berjenjang
dan memakan waktu lama telah membawa permasalahan
bagi kepercayaan warga kepada hasil pemilu. Perlu ada
usaha untuk mereformulasi proses rekapitulasi suara menjadi
lebih singkat, sebab publik ingin mengetahui hasil pemilu
dengan cepat. Dalam mengevaluasi Pemilu 2019 KPJS 2019
mengusulkan dua perubahan untuk pemilu kedepan.
Salah satu kerumitan dalam Pemilu 2019 yaitu
sistem administrasi penghitungan yang birokratis, banyak
dan kompleks. Akibatnya KPPS mengalami kesulitan dalam
melengkapi keseluruhan syarat administrasi dengan cepat dan
tepat. Kedua, tidak ada disiplin untuk mematuhi standar baku
agar setiap dokumen ditulis, diisi dan dijumlahkan dengan
urutan juga cara yang sama. Kesalahan juga dipengaruhi
oleh faktor keletihan fisik dan psikologis dari petugas akibat
panjangnya proses penghitungan lima kotak suara.
Kesalahan yang banyak terjadi dalam administrasi
penghitungan pemilu 2019 juga dipengaruhi oleh kurangnya
kapasitas KPPS dalam memenuhi kualifikasi standar pengisian
baku setiap dokumen administrasi penghitungan suara. Tidak
meratanya keterampilan dari KPPS ini juga dipengaruhi
oleh faktor kurangnya bimbingan teknis yang dilakukan oleh
KPU kepada KPPS. Selain itu, simulasi tidak dilakukan dengan
23
massif dan merata untuk memastikan bahwa KPPS benar-
benar menguasai pekerjaannya. Banyaknya petugas yang baru
pertama kali menjadi KPPS ditambah kurangnya bimbingan
teknis membuat banyaknya terjadi kesalahan dalam proses
penghitungan suara.
Situng sebagai saluran informasi publik KPU kepada
warga harus diperbaiki kualitasnya. Perbaikan dimulai
dari infrastruktur teknologinya hingga pada keterampilan
sumber daya manusianya. Situng harus memiliki sistem agar
angka yang salah tidak bisa ditampilkan kepada publik. Situng
juga harus bisa membuka ruang bagi publik untuk memberikan
masukan jika ditemukan kesalahan input data. Situng juga
perlu memperbaiki kualitas tampilan datanya menjadi lebih
mudah dibaca, diakses dan dipahami warga umum.
Pattiro melakukan pemantauan khusus terhadap
Perilaku Politik ASN pada Pemilu 2019. ASN memiliki peran
sebagai perekat dan pemersatu bangsa ini, secara implisit
terkait dengan asas dalam penyelenggaraan dan kebijakan
manajemen ASN yaitu asas persatuan dan kesatuan. Hal ini
berarti, seorang PNS atau ASN dalam menjalankan tugas-
tugasnya senantiasa mengutamakan dan mementingkan
persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan kelompok,
individu, golongan harus disingkirkan demi kepentingan yang
lebih besar yaitu kepentingan negara dan bangsa.
Ketidaknetralan ASN berimplikasi pada terjadinya
perbedaan perlakuan (diskriminasi) terhadap warga
yang berbeda asal, golongan dan partai politiknya yang akan
memicu terjadinya kecemburuan dan keresahan sosial.
Bila hal ini dibiarkan dan terus berkembang akan memicu
terjadinya konflik antar kelompok warga dan berpotensi
berkembang menjadi disintegrasi bangsa, terutama dari
kelompok yang merasa terdiskriminasi.
Bejo Untung dan Sad Dian Utomo menjelaskan bahwa
pemantauan terhadap netralitas ASN dalam Pemilu dapat
dikatakan sebagai partisipasi politik warga negara. Meskipun
tidak langsung mengawasi kandidat peserta Pemilu, namun
pengawasan terhadap netralitas ASN yaitu bagian juga
dari usaha untuk mendorong netralitas itu sendiri. ASN yang
24
netral, akan mendorong terwujudkan birokrasi pemerintahan
yang netral pula, yang pada ujungnya akan melahirkan kebijakan
yang berorientasi pada kepemntingan publik secara luas, bukan
kepentingan politik tertentu. Dengan demikian, pemantauan
terhadap netralitas ASN secara tidak langsung berpengaruh
pada perbaikan kebijakan publik. Selain itu, pemantauan ini juga
akan berpengaruh pada perbaikan pelayanan publik, sebab
hanya pelayanan publik yang dijalankan oleh ASN yang netral
(tidak diskriminatif sebab alasan tertentu, termasuk preferensi
politik) yang dapat mewujudkan kepuasan warga.
Salah satu dinamika yang terjadi di dalam proses
pemantauan yaitu terjadinya kebocoran data pelapor kepada
ASN terlapor. Beberapa pemantau di Semarang melaporkan
ASN yang melakukan pelanggaran yang berpotensi
mengandung unsur sanksi pidana ke Bawaslu Kabupaten
Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Namun pihak Bawaslu Kabupaten
Kendal kemudian menginformasikan laporan ini ke ASN
yang dilaporkan, dan memberikan informasi tentang data
pelapornya. Mendapat laporan ini , ASN bersangkutan
kemudian menegur secara langsung kepada pelapor. Pelapor
kemudian merasa terintimidasi dengan teguran ini dan
terpaksa mencabut laporannya.
Terkait dengan kebocoran data pelapor, hal ini
menjadi kekawatiran para pemantau, terutama para pemantau
yang masih memiliki hubungan teman dan kekerabatan
dengan ASN terlapor. Mereka khawatir datanya diketahui oleh
ASN terlapor, sehingga akan merusak hubungannya ini .
Hal ini yang memicu pemantau enggan melaporkan
hasil temuannya. Mereka baru mau melaporkan setelah
mengetahui bahwa sistem pengaduan di KASN dan SP4N tidak
mempublikasikan data pelapor. Data pelapor hanya diketahui
oleh admin.
Demikian juga gerakan perempaun dalam mengawal
partisipasi tercermin dalam tulisan Melda Imanuela. Koalisi
Perempuan negara kita meningkatkan partisipasi politik
perempuan. keikutsertaan pemilih dalam pemilu menjadi hal
yang penting sebab akan berdampak secara politis terhadap
legitimasi sebuah pemerintahan yang dihasilkan, tak terkecuali
25
pemilih perempuan. Upaya meningkatkan peran politik
perempuan di parlemen dengan kebijakan afirmatif 30%,
yaitu bagian dari perlakuan khusus yang diberi
kepada kaum perempuan dan bersifat konstitusional. Meskipun
kebijakan afirmatif ini konstitusional, namun prinsip
kedaulatan rakyat yang menjadi pondasi dalam sistem negara
demokratis tidak boleh dilanggar.
Kebijakan afirmatif yang ditempuh dalam rangka
meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen,
yaitu konsekuensi hukum logis dari usaha pemenuhan
HAM warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1)
dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, serta pemenuhan kewajiban
negara untuk melaksanakan berbagai ketentuan hukum HAM
Internasional (Konvensi HAM) yang telah diratifikasi oleh
negara kita dalam pelbagai peraturan perundang-undangan.
Hasil Pemilu 2019 menunjukkan trend kenaikan
representasi perempuan di lembaga legislatif tingkat nasional,
DPR RI jumlah 120 orang dari 575 kursi yang ada (21%) dan DPD
RI jumlah 45 orang dari 136 kursi yang ada (33%). Pencapaian
keterwakilan perempuan di legislatif nasional yaitu
hal yang patut dirayakan dengan sebuah catatan kritis, yakni
keragaman latar belakang mereka. Meskipun keragaman latar
belakang dapat dipetakan secara luas meliputi profil caleg
sebagai petahana, kader partai, aktivis, kekerabatan, selebriti/
artis dan elit ekonomi.
Prosentase 21% calon legislatif perempuan terpilih di
parlemen tidak bertambah menonjol , tapi mereka diharapkan
mampu membawa aspirasi kaumnya.Sehingga pentingnya
para perempuan ini harus mampu meningkatkan kualitas
dan menambah jaringan.Selain itu, dalam hal rekrutmen
penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) mulai ditingkat
provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat TPS harus selektif,
independsi, dan menjalan kuota 30% keterwakilan perempuan.
Peningkatan kapasitas menjadi penting disetiap jenjangnya
sehingga tidak lagi ada kesalahan dalam adminitrasi pungut
hitung (misalnya, pengisian formulir).
Terakhir refleksi dari Aliansi warga Adat yang
ditulis oleh Abdi Akbar dan Yayan Hidayat menjelaskan ragam
26
hambatan partisipasi warga dalam Pemilu 2019. Bagi
warga adat, Pemilu melampaui maknanya (beyond of
mean). Tak sekedar urusan administratif, bukan pula sekedar
persoalan teknis dan hukum. Pemilu menjadi hal yang luar
biasa. Dengan berpartisipasi di Pemilu, warga adat
membangun harapan besar bagi keberlangsungan kehidupan
mereka dan anak cucunya.
Namun, warga Adat menyadari bahwa
berbagai pelanggaran hak yang dialami bersumber dari
politik hukum yang memang dirancang untuk abai terhadap
kepentingan warga adat. Untuk itu, Pemilu bagi
warga adat tak sekedar aktif sebagai pemilih. Pemilu
yaitu arena penting untuk memastikan masa depan mereka,
dan memastikan negara bisa benar-benar hadir ditengah-
tengah warga adat dengan wajah yang sesungguhnya.
Standar administrasi dan desain pemilu justru
menjadi penghambat utama partisipasi warga adat
dalam Pemilu 2019. Kerangka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilu yaitu logika unifikasi antara administrasi
kependudukan dengan pendaftaran pemilih.Problem tenurial
dan konflik pada warga adat ternyata berimplikasi
terhadap hilangnya hak pilih mereka dalam Pemilu 2019.
Selain itu, administrasi Pemilu harus diletakkan dalam
kerangka yang seimbang antara usaha melayani kemudahan
pemilih menyalurkan hak konstitusional nya dengan
kepentingan administrasi pemilu.Ragam tindakan affirmative
yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara
pemilu guna merespon dinamika hambatan partisipasi pada
warga adat, meski belum maksimal. Adanya kepastian
hukum bagi warga Adat sangat penting untuk meretas
problem konflik tenurial dan akan menjamin partisipasi
warga adat secara penuh dalam proses-proses Pemilu.
Dalam instrumen hukum pendaftaran pemilih,
nampaknya harus diperbaiki. Penyelenggara pemilu bersama
dengan pemerintah, beserta dengan DPR harus merumuskan
peraturan untuk menata sistem pendaftaran pemilih yang
inklusif, akurat, transparan, dan terpercaya. Sistem pendaftaran
pemilih tidak bisa dilepaskan perbaikannya dari setiap peristiwa
27
kependudukan. Atas dasar itulah peran pemerintah sebagai
aktor yang bertanggungjawab mencatat setiap peristiwa
kependudukan penting untuk dilibatkan untuk mengevaluasi
sistem pendaftaran pemilih. Menghadirkan kemudahan
bagi pemilih melalui kebijakan-kebijakan affirmative untuk
merespon ragam dinamika sosio-kultural warga adat serta
menjamin kemudahan bagi mereka untuk dapat berpartisipasi
seluas-luasnya di dalam Pemilu.
E. Penutup
Pemilu yaitu sarana partisipasi politik warga negara
sebagai bentuk nyata kedaulatan rakyat. Dalam sebuah negara
demokrasi, pemilihan umum yang dilakukan dengan sungguh-
sungguh, jujur, adil, dan melibatkan hak-hak warga
yaitu salah satu syarat yang perlu dipenuhi.
Pemilu bukanlah sekadar ajang seremonial politik
belaka yang menafikan partisipasi politik warga.
Namun, bagaimana kemudian warga menjadi subyek
dalam proses Pemilu. Keterlibatan aktif warga dalam
mengawal demokrasi prosedural akan sangat menentukan
kualitas demokrasi substansial. Pengawasan partisipatif
yang dilakukan untuk mewujudkan warga negara yang aktif
dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi.
Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang
baik bagi warga pemilih.
Bagi warga, dengan terlibat dalam pengawasan
Pemilu secara langsung, mereka dapat mengikuti dinamika
politik yang terjadi, dan secara tidak langsung belajar
tentang penyelenggaraan Pemilu dan semua proses
yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu, kehadiran
pengawasan warga yang massif secara psikologis akan
mengawal dan mengingatkan mereka untuk senantiasa
berhati-hati, jujur dan adil dalam menyelenggarakan Pemilu.
Sejatinya, baik penyelenggara, pengawas,
pemantau, peserta Pemilu, dan sejumlah pihak yang terkait
dalam Pemilu dapat belajar berperan sesuai latar belakangnya
masing-masing. Selama proses penyelenggaraan pemilihan
berlangsung, keterlibatan aktif warga untuk ikut
28
serta melakukan pemantauan di lapangan, terbukti dapat
meningkatkannya kesadaran dalam melaporkan segala bentuk
dugaan pelanggaran yang terjadi serta dapat melakukan
pencegahan.
keikutsertaan politik yang yaitu wujud
pengejawantahan kedaulatan rakyat yaitu suatu hal yang
sangat fundamental dalam proses demokrasi. Salah satu
misi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yaitu mendorong
pengawasan partisipatif berbasis warga sipil. Pelibatan
warga dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu
melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan
keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu
kepada warga.
Bawaslu belum secara maksimal menyediakan
informasi ini bagi warga. Hasil kerja-kerja
pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan
sengket yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi
dan teriventarisasi secara baik. Bukan hanya media atau
wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas. Akses
bagi warga untuk mendapat informasi dan pengetahuan
ini juga sangat terbatas.
Dalam prakteknya, Pemilu memiliki banyak kendala
dan batasan untuk mendorong proses partisipasi rakyat.
Diantaranya batasan peraturan, akses pengetahuan, pemetaan
stakeholder, penjadwalan/waktu, anggaran, dan teritori.
Sejumlah batasan ini jika tidak mampu diatasi, justru
menjadi kontra produktif untuk mendorong partisipasi politik
rakyat. Sehingga menjadi urgen melakukan berbagai cara
mendorong penguatan partisipasi rakyat. Faktanya, partisipasi
rakyat dalam Pemilu selama ini hanya sekedar dimaknai secara
terbatas yakni cukup dengan hanya memberikan hak pilihnya
pada hari pemungutan suara di TPS.
Namun, ada pula yang patut diapresiasi, bahwa
ada adanya bentuk, model dan inovasi pengawasan
yang dibuat, baik itu lahir dari warga sipil maupun
pengawas pemilu itu sendiri. Inovasi yang dilakukan berbasis
desa menjadi solusi atas problematika yang tengah terjadi.
Meskipun kenyatannya, ada yang tidak sesuai dengan
29
harapan. Hal yang perlu kembali dipikirkan dan digali yaitu
bagaimana ide, inovasi, dan kreatifitas itu, membutuhkan
strategi pendampingan.
Dalam posisi seperti ini, sinergi yang kuat antara
Bawaslu dan warga pemilih menjadi penting. Kelompok
warga yang memberikan perhatikan besar terhadap
pelaksanaan Pemilu yang berlangsung jujur dan adil
berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu. Peningkatan
kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok warga sipil
inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama
warga.
Sehingga setiap tahapan Pemilu harus diusaha kan
dan dipastikan secara jujur dan adil demi menyelamatkan suara
rakyat. Dari sanalah legitimasi proses dan hasilnya dapat diukur.
Bisa dipastikan secara etis, bahwa setiap tahapan Pemilu harus
mencerminkan adanya proses partisipasi politik rakyat yang
sebenarnya.
33
IMPLEMENTASI PENGAWASAN PARTISIPATIF
DI BAWASLU PROVINSI KEPULAUAN RIAU
UNTUK MENDORONG PARTISIPASI
MASYARAKAT
DALAM PENGAWASAN PEMILU
(Hasil Pelaksanaan Program Kampung Pengawasan di
Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau)
Oleh:
Idris, S.Th.I.
Ade Irfan Santosa, S.H.
“Dengan menumbuhkan kesadaran warga terkait
dengan kepemiluan, akan muncul peran serta warga
untuk ikut mengawasi jalannya pemilu”
34
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pemilihan umum yaitu salah satu bentuk
implementasi dari demokrasi yang dilaksanakan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.Pemilihan umum lahir dengan
tujuan untuk memilih para wakil rakyat dalam rangka
mewujudkan pemerintahan yang demokratis (Topo Santoso,
2019:2).Oleh sebab itu sudah seharusnya pelaksanaan
pengawasan pemilihan umum juga melibatkan unsur rakyat
(warga) sebagaimana juga telah diatur dalam UU No.
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.Dalam UU No. 7
Tahun 2017 ini , Bawaslu diberi kewajiban untuk
mengembangkan pengawasan partisipatif.
Keterlibatan warga dalam pengawasan pemilu juga
telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 maupun Peraturan
Bawaslu yang mengatur lebih teknis terkait dengan pelibatan
warga dalam penyelenggaraan pengawasan pemilu.
keikutsertaan warga dalam pengawasan pemilu sangat
penting untuk menunjang pelaksanaan pemilu yang luber, jurdil,
serta demokratis (Mohammad Najib, dkk. Bawaslu Provinsi
DIY, 2014:14). Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau
melaksanakan program kampung pengawasan di Kabupaten
Karimun sebagai salah satu strategi untuk mendorong
partisipasi warga dalam pengawasan pemilu.
Kabupaten Karimun yaitu salah satu kabupaten
di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki luas wilayah 7.984
km2 dengan luas daratan 1.524 km2 dan luas lautan 6.460 km2.
Kabupaten Karimun memiliki 198 pulau dan diantara 198 pulau
ini baru 67 pulau yang berpenghuni.Di sebelah barat
Kabupaten Karimun berbatasan dengan Kepulauan Meranti,
di sebelah selatan berbatasan dengan Pelelawan dan Indragiri
Hilir, disebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, dan
sebelah timur berbatasan dengan Kota Batam. Dengan
wilayahnya yang berupa kepulauan, mayoritas penduduk
Kabupaten Karimun berprofesi sebagai nelayan.Oleh sebab
itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau bersama dengan Bawaslu
Kabupaten Karimun memilih Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan
Tebing yang yaitu kampung nelayan untuk dijadikan
35
salah satu proyek percontohan Kampung Pengawasan.
Pemilihan kampung nelayan ini salah satu pertimbangannya
yaitu sebab kampung nelayan ini cukup merepresentasikan
kondisi penduduk di Kabupaten Karimun.
Tingkat pendidikan di kampung nelayan di Kelurahan
Teluk Uma, Kecamatan Tebing ini secara umum bisa dikatakan
masih kurang, bahkan masih ada yang buta huruf.Rata-rata
penduduk di desa ini hanya lulusan SD, bahkan banyak diantara
mereka yang tidak sekolah dan memilih bekerja mencari ikan
di laut.Pada awalnya kampung nelayan di Kelurahan Teluk
Uma ini cenderung masih belum tertata dengan baik. Oleh
sebab itu pemerintah Kabupaten Karimun mengusaha kan
berbagai cara agar kampung nelayan ini bisa berbenah dan
memperbaiki kualitas kehidupan di kampung ini .
Pada akhirnya kampung nelayan ini dapat berbenah, salah
satunya dengan program kampung KB yang diprogramkan
oleh pemerintah.Oleh sebab itu Bawaslu Provinsi Kepulauan
Riau bersama dengan Bawaslu Kabupaten Karimun juga
berusaha memberikan hal yang positif di Kelurahan Teluk
Umaini dengan menjadikannya proyek percontohan Kampung
Pengawasan di kampung nelayan ini .
Berdasarkan informasi dari Tiuridah, Komisioner
Bawaslu Kabupaten Karimun, yang pada pelaksanaan Pemilu
2014 juga telah menjadi Komisioner Panwaslu Kabupaten
Karimun; bahwa perkampungan nelayan yang salah satunya
yaitu kampung nelayan di Kelurahan Teluk Uma Kecamatan
Tebing ini menjadi salah satu daerah yang rawan,
khususnya terhadap praktik politik uang. Hal ini diperkuat
dengan informasi yang diberi oleh Nurhayati, kader
kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma dan juga
Albuchari, Ketua RT, dan juga Zulkifli, Kepala Desa setempat
yang mengatakan bahwa pada Pemilu 2014 banyak terjadi
pelanggaran pemilu seperti politik uang. warga pun
cenderung melihat praktik politik uang itu sudah seperti hal
yang wajar, bahkan sebagian warga justru mengambil
keuntungan dari praktik politik uang ini .
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Nurhayati,
warga di kampung nelayan ini mereka cenderung acuh
36
dan tidak begitu peduli dengan pelaksanaan pemilu sebab
tidak ada dampak langsung bagi mereka. Dalam pandangan
warga di kampung nelayan ini, siapapun pemimpin yang
terpilih juga tidak akan memperbaiki nasib mereka. Namun
saat ada calon anggota legislatif maupun tim sukses yang
datang kepada mereka, barulah mereka semangat sebab pasti
akan memberikan sesuatu untuk mereka.
Nurhayati juga menyampaikan bahwa dulu pada
pelaksanaan Pemilu 2014 para calon anggota legislatif maupun
tim suksesnya dengan terang-terangan melakukan politik uang
melalui forum-forum warga. Calon anggota legislatif ataupun
tim suksesnya ini menawarkan bantuan-bantuan dalam
bentuk barang, bahan sembako, bahkan uang untuk dibagikan
kepada warga dengan kompensasi memberikan suara
mereka untuk calon legislatif yang memberikan bantuan
ini . Pada waktu itu warga pun menyambut baik dan
menerima bantuan-bantuan ini sebab mereka belum
memahami bahaya dari politik uang.
Namun setelah adanya Program Kampung Pengawasan
di Kelurahan Teluk Uma, pelaksanaan Pemilu 2019 berjalan
dengan lebih tertib. Dalam pelaksanaan Pemilu 2019
tidak lagi ditemukan praktik-praktik politik uang.Memang
masih ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran dalam
pelaksanaan pemilu, namun hanya pelanggaran ringan
seperti kesalahan pemasangan APK.warga di kampung
pengawasan ini juga membentuk posko pengawasan yang
kemudian dijadikan sebagai salah satu pusat kegiatan
warga. Jika warga melihat adanya pelanggaran
pemilu, mereka bisa langsung menyampaikan melalui posko
pengawasan ini . Setelah diterima di posko pengawasan
kemudian laporan ini akan disampaikan kepada
pengawas desa maupun pengawas kecamatan setempat untuk
ditindaklanjuti. Dengan begitu pelanggaran-pelanggaran
pemilu yang terjadi pun bisa diatasi dengan cepat dan mudah
sebab adanya bantuan partisipasi dari warga.
Program Kampung Pengawasan yang dilaksanakan di
Kabupaten Karimun ini yaitu salah satu program yang cukup
berhasil yang dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan
37
Riau Bersama dengan Bawaslu Kabupaten Karimun. Program
ini telah berhasil untuk mendorong partisipasi warga
yang awalnya acuh dengan pelaksanaan pemilu menjadi
warga yang peduli dengan pelaksanaan pemilu.Program
ini juga telah berhasil untuk menjadi usaha pencegahan dalam
tindak pidana politik uang maupun bentuk-bentuk pelanggaran
pemilu lainnya. Program ini pun berhasil mengubah paradigma
warga kampung nelayan yang awalnya mereka
menganggap praktik politik uang sebagai hal yang wajar
dan mereka menerima itu, menjadi warga yang berani
menolak bahkan melawan praktik politik uang.
Selain dengan melaksanakan program kampung
pengawasan, Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau juga telah
melakukan usaha lain dalam mendorong partisipasi
warga dalam pengawasan pemilu. Diantaranya yaitu
dengan membentuk komunitas relawan pengawas pemilu.
Pembentukan komunitas relawan pengawas pemilu ini
lebih banyak melibatkan para pemuda, mulai dari kalangan
mahasiswa, anggota Pramuka, aktivis organisasi, dan
juga pemuda desa. Salah satu yang cukup berhasil dalam
pembentukan komunitas relawan ini yaitu pembentukan
komunitas GMAMP (Gerakan Milenial Anti Money Politic)
yang dilaksanakan di Kabupaten Lingga. Komunitas ini lebih
banyak bergerak melalui media sosial dan online dengan cara
memberikan himbauan-himbauan pencegahan praktik politik
uang dan pelanggaran pemilu lainnya.
Program komunitas relawan yang dibentuk dari kalangan
mahasiswa dan pramuka dalam Pemilu 2019 juga sudah berjalan
namun masih belum maksimal. Untuk itu dalam tulisan ini kami
juga telah menyusun strategi baru untuk mendorong partisipasi
warga dalam pengawasan pemilu kedepan, khususnya
untuk menghadapi Pilkada 2020. Strategi baru ini kami
susun berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan program
pengawasan partisipatif yang telah dilaksanakan pada Pemilu
2019. Pada Pemilu 2019 pelaksanaan komunitas relawan dan
kampung pengawasan ini masih berdiri dan berjalan sendiri-
sendiri. Dalam strategi baru yang kami susun ini, kami berusaha
untuk menggabungkan konsep komunitas relawan yang lebih
38
banyak melibatkan pemuda dengan kampung pengawasan
yang berbasis langsung ke warga. Strategi baru ini
sebenarnya sudah berjalan secara alami dalam pelaksanaan
program kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, namun
masih belum terorganisir dan tertata. Dengan membentuk
strategi baru yang lebih terkonsep dan terorganisir ini harapan
kami pelaksanaan pengawasan partisipatif kedepan bisa
berjalan lebih maksimal.
Dalam tulisan ini kami akan lebih fokus untuk membahas
pelaksanaan kampung pengawasan yang dilaksanakan oleh
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau bersama dengan Bawaslu
Kabupaten Karimun di Kelurahan Teluk Uma. Selain itu kami
juga akan menyampaikan rencana strategi baru yang akan
kami terapkan dalam Pilkada 2020 di Provinsi Kepulauan Riau.
Dalam tulisan ini kami akan lebih banyak menyampaikan
hasil pelaksanaan kampung pengawasan di Kelurahan Teluk
Uma sebab dari program ini kami mengembangkan
strategi baru dalam pengawasan pemilu partisipatif. Kami akan
menyampaikan mulai dari awal mula pembentukan kampung
pengawasan yang awalnya banyak ditolak oleh warga
warga; gotong royong warga kampung nelayan dalam
membangun posko pengawasan di kampung pengawasan;
dinamika pelaksanaan kampung pengawasan, pelaksanaan
program-program dan kegiatan di kampung pengawasan;
sampai pada hasil pelaksanaan dan evaluasi kampung
pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing,
Kabupaten Karimun ini .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini ,rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana pembentukan, pelaksanaan, dan hasil dari
kampung pengawasan yang dilaksanakan di Kelurahan
Teluk Uma, Kecamatan Tebing,Kabupaten Karimun,
Provinsi Kepulauan Riau?
2. Bagaimana langkah-langkah implementasi Pengawasan
Partisipatif di Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau untuk
mendorong partisipasi warga dalam pengawasan
39
pemilu?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini yaitu jenis penelitian naratif kualitatif.
Penelitian naratif yaitu desain penelitian dari humaniora
tempat peneliti mempelajari kehidupan individu dan
meminta satu atau lebih individu untuk memberikan cerita
tentang kehidupan mereka (Riessman, 2008). Informasi
ini kemudian sering diceritakan kembali atau diubah oleh
peneliti ke dalam kronologi naratif.Seringkali, pada akhirnya,
narasi menggabungkan pandangan dari kehidupan peserta
dengan pandangan para peserta kehidupan peneliti dalam
narasi kolaboratif (Clandinin & Connelly, 2000).Dalam hal ini
kami melakukan wawancara dengan berberapa narasumber
terkait dengan pelaksanaan kegiatan kampung pengawasan
di Kelurahan Teluk Uma, kemudian menyampaikan secara
naratif dan menganalisis kegiatan dalam kerangka konsep
pengawasan pemilu partisipatif.Setelah menganalisis
pelaksanaan kampung pengawasan ini , kami juga
mencoba untuk memberikan gambaran pengembangan
pola pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif yang telah
dilaksanakan di Kelurahan Teluk Uma ini .
Adapun fokuskajian akan menelaah dan mengkaji
pelaksanaan pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh
Bawaslu di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing, Kabupaten
Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Metode pengumpulan data
dalam penelitian ini memakai teknik pengumpulan data
yang dilaksanakan dengan cara studi pustaka, penelusuran
literatur, baik berupa buku-buku, peraturan perundang-
undangan, dan sumber lain yang relevan untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini. Selain memakai
teknik pengumpulan data dengan cara studi pustaka, penelitian
ini juga memakai teknik pengumpulan data dengan cara
wawancara kepada pihak-pihak yang menjadi subyek dalam
penelitian ini.Setelah melakukan studi pustaka, studiliterature,
dan observasi; peneliti menuliskan dengan menganalisis hasil
dari studi pustaka, studi literatur, dan observasi ini
sebagai hasil penelitian.
40
2. Pengawasan Pemilu Partisipatif
Pengawasan pemilu partisipatif yaitu pengawasan
pemilu yang melibatkan dukungan semua lapisan warga
dalam mengawasi jalannya pemilu. Bawaslu sebagai lembaga
yang diberi mandat untuk mengawasi jalannya proses
pemilu membutuhkan dukungan dari banyak pihak dalam
pengawasan. Hal ini disebab kan personel Bawaslu
masih sangat terbatas untuk melakukan pengawasan secara
menyeluruh terhadap semua aktivitas yang dilakukan, baik
oleh penyelenggara pemilu maupun oleh peserta pemilu.
Untuk itu salah satu cara yang dipakai Bawaslu untuk
dapat memaksimalkan pengawasan dalam setiap tahapan
pemilu yaitu dengan melibatkan warga (Gunawan
Suswantoro, 2015:81).
Keterlibatan warga dalam pengawalan suara
tidak cukup hanya dengan datang dan memilih pada saat
pemungutan suara. Akan namun Bawaslu juga mengajak
segenap kelompok warga untuk ikut serta mengawasi
prosesnya atas potensi adanya kecurangan dan pelanggaran-
pelanggaran yang dapat mencederai proses pemilu (Bernad
Dermawan Sutrisno, Arif Budiman, 2018:77).Bawaslu juga
mengajak kepada warga untuk berani melaporkan atau
setidaknya menyampaikan kepada Bawaslu jika menemui
adanya kecurangan ataupun pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu
untuk dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Dengan begitu
pengawasan dalam proses pemiluakan lebih maksimal.
Keterlibatan warga dalam pengawasan partisipatif
ini juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk pembelajaran
politik bagi warga. Dengan ikut mengawasi jalannya
pemilu secara tidak langsung warga juga telah
mempelajari proses pemilu. Dengan ikut mengawasi jalannya
pemilu warga akan menjadi tahu bagaimana pelaksanaan
pemilu, apa hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh
penyelenggara maupun peserta pemilu, dan lain-lain. Dengan
mengetahui tentang larangan dalam pemilu seperti politik
uang dan akibat dari praktik-praktik politik uang ini
41
misalnya, warga akan secara otomatis membentengi diri
mereka untuk berani menolak dan bahkan melaporkan jika ada
peserta pemilu ataupun tim suksesnya yang melakukan praktik
politik uang.
Implementasi dari konsep pengawasan pemilu partisipatif
yang dilaksanakan oleh Bawaslu ini bermacam-macam
(Bawaslu RI, 2017). Bentuk-bentuk dari implementasi kegiatan
pengawasan pemilu partisipasif ini misalnya pengawasan
berbasis teknologi informasi, dalam hal ini Bawaslu
mengembangkan aplikasi yang dinamakan Gowaslu yang
dapat diakses secara bebas oleh setiap orang yang didalamnya
warga dapat menyampaikan secara langsung kepada
Bawaslu saat menemukan adanya kecurangan ataupun
pelanggaran-pelanggaran dalam setiap proses pemilu.Bawaslu
juga memiliki program pojok pengawasan di ruang-
ruang strategis Bawaslu.Pojok pengawasan ini menyediakan
literature, baik berupa buku, jurnal, atau media pemilu sebagai
media pembelajaran pemilu bagi warga.
Selain pengawasan berbasis teknologi informasi dengan
memakai Gowaslu dan juga pojok pengawasan, Bawaslu
juga memiliki program lain dalam pengawasan partisipatif,
yaitu forum warga pengawasan pemilu, gerakan pengawas
partisipatif pemilu, pengabdian warga dalam pengawasan
pemilu yang dilaksanakan melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN),
penggunaan media sosial dalam pengawasan partisipatif, dan
Saka Adyasta Pemilu. Program-program ini dilaksanakan
oleh Bawaslu dalam rangka untuk meningkatkan peran
warga untuk ikut serta melakukan pengawasan dalam
setiap pelaksanaan pemilu.Konsep pengawasan pemilu
partisipatif inilah yang saat ini dikembangkan oleh Bawaslu
Provinsi Kepulauan Riau yang salah satunya yaitu melalui
pelaksanaan program Kampung Pengawasan.
Dalam tulisan ini kami akan lebih fokus menyampaikan
program kampung pengawasan di Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup 2 poin kegiatan,
yaitu forum warga pengawasan pemilu dan juga gerakan
pengawasan partisipatif pemilu. Dengan program kampung
pengawasan ini warga diberi sosialisasi tentang
42
kepemiluan melalui forum warga dan kegiatan-kegiatan
warga lainnya. Di kampung ini juga dibuat posko
pemilu yang menjadi pusat kegiatan warga. Dengan
membekali warga dengan pengetahuan tentang
kepemiluan ini maka secara tidak langsung mereka
pun akan ikut mengawasi pelaksanaan pemilu, khususnya di
wilayah kampung pengawasan ini . Bantuan pengawasan
dari warga ini tentu akan dapat meminimalisir
terjadinya pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan dalam
pelaksanaan pemilu
2.1. Kampung Pengawasan
A. Pembentukan Kampung Pengawasan
Pembentukan kampung pengawasan berawal dari arahan
Bawaslu RI yang menghimbau kepada jajaran Bawaslu Provinsi
dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program
yang melibatkan warga secara langsung sebagai bentuk
pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif. Hal ini disambut
baik oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau disebab kan
program ini sangat cocok dilaksanakan di wilayah
Provinsi Kepulauan Riauyang wilayahnya berupa kepulauan.
Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau menginstruksikan
kepada jajaran Bawaslu Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan
Riau untuk bersama-sama melaksanakan arahan dari Bawaslu
RI ini dengan membentuk kampung pengawasan dan
desa anti politik uang.Pada akhirnya dilaksanakanlah program
Kampung Pengawasan diKabupaten Karimun dan Desa
Anti Politik Uang di Kabupaten Lingga. Program kampung
pengawasan di Kabupaten Karimun dilaksanakan di Kelurahan
Teluk Uma, Kecamatan Tebing; Kelurahan Sungai Pasir,
Kecamatan Meral;dan Kecamatan Kundur Barat, Kabupaten
Karimun, Provinsi Kepulauan Riau.
Pembentukan kampung pengawasan di Kabupaten
Karimun ini pada awalnya akan diprogramkan di setiap
kecamatan di Kabupaten Karimun. Namun sebab terbatasnya
anggaran akhirnya baru bisa dilaksanakan di 3kecamatan,yaitu
Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, dan Kecamatan Kundur
Barat. Namun dalam tulisan ini kami hanya akan fokus pada
43
pembahasan terkait pelaksanaan kampung pengawasan
yang dilaksanakan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan
Tebing,Kabupaten Karimun. Pembentukan kampung
pengawasan ini dimulai dengan penentuan kriteria desa yang
akan dijadikan percontohan untuk kampung pengawasan
ini . Kriteria kelurahan/desa yang dipilih untuk dijadikan
kampung pengawasan sebagaimana disampaikan oleh
Nurhidayat, Ketua Bawaslu Kabupaten Karimun,diantaranya
yaitu :
1. Kelurahan/desa ini dapat menjadi representasi
warga di Kabupaten Karimun.
2. Lokasi mudah diakses.
3. Mendapat dukungan dari warga dan perangkat desa/
kelurahan setempat.
4. warga nya aktif dan responsif dalam kegiatan-
kegiatan sosial dan kerelawanan.
5. Termasuk daerah kategori rawan berdasarkan pemetaan
kerawanan Pemilu 2019.
Diantara 12 kecamatan di Kabupaten Karimun yang
mendekati kriteria ini akhirnya mengerucut menjadi 3
kecamatan yang paling mendekati dengan kriteria kampung
pengawasan yang telah ditentukan oleh Bawaslu Kabupaten
Karimun, yaitu Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, dan
Kecamatan Kundur Barat. Dari kecamatan ini kemudian
diseleksi lagi untuk dipilih masing-masing 1 kelurahan dari
kecamatan ini yang kemudianterpilih Kelurahan Teluk
Uma, Kecamatan Tebing; Kelurahan Sungai Pasir, Kecamatan
Meral; dan untuk Kecamatan Kundur Barat tidak ditunjuk
secara spesifik untuk wilayah kelurahannya. Kelurahan Teluk
Uma ini dipilih untuk menjadi salah satu percontohan untuk
kampung pengawasan disebab kan Kelurahan Teluk Uma ini
cukup menggambarkan warga Karimun secara umum.
Kampung Teluk Uma ini yaitu kampung nelayan yang secara
tingkat pendidikan masih rendah dan mayoritas penduduknya
berprofesi sebagai nelayan.
Awal pembentukan kampung pengawasan ini tidaklah
mudah, banyak kendala yang dihadapi oleh Bawaslu
Kabupaten Karimun beserta jajarannya dalam proses
44
pembentukan kampung pengawasan ini. Awal mula rencana
pembentukan kampung pengawasan ini tidak disetujui oleh
warga, banyak penolakan-penolakan yang disampaikan oleh
warga. Penolakan ini disebab kan ada warga yang
salah satu anggota keluarganya mencalonkan diri menjadi
calon anggota lembaga legislatif di Kabupaten Karimun, ada
juga warga warga yang menjadi tim sukses peserta pemilu
tertentu di desa ini . Mereka menolak kampung ini
dijadikan kampung pengawasan disebab kan mereka takut
tidak dapat melakukan kampanye secara leluasa dan bebas
sebab akan lebih banyak diawasi oleh Bawaslu. Mendapat
penolakan-penolakan ini Bawaslu kemudian melakukan
usaha persuasif dengan cara melakukan dialog dengan warga
warga sampai pada akhirnya warga setuju dan
bahkan mendukung dibentuknya kampung pengawasan
ini .
Cara persuasif yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten
Karimun dalam pembentukan kampung pengawasan ini
yaitu dengan cara melakukan dialog dan diskusi dalam forum
warga maupun pendekatan secara personal dengan warga
warga. Pada intinya dalam dialog ini Bawaslu
memberikan penjelasan terkait dengan program Kampung
Pengawasan kepada warga. Selain itu Bawaslu juga
menyampaikan tujuan dibentuknya kampung pengawasan
ini yaitu susaha warga bisa ikut serta berperan aktif
dalam mengawasi pemilu. Dilaksanakannya pengawasan
pemilu bersama-sama dengan warga yaitu agar pemilu
berjalan tertib sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada;
bukan untuk mempersulit atau bahkan menghalang-halangi
para peserta pemilu maupun tim sukses untuk melakukan
kegiatan kampanye.
Setelah warga memperoleh penjelasan secara
lengkap dari Bawaslu terkait dengan kampung pengawasan
ini , barulah kemudian warga bersedia menerima
program kampung pengawasan untuk dilaksanakan di
kampung mereka.Lebih dari itu, justru kemudian warga
ikut mendukung dengan memberikan ide-ide terkait dengan
program kampung pengawasan ini .Salah satu ide yang
45
dimunculkan dari warga yaitu pembuatan posko pengawasan
dan pada akhirnya warga pun bersedia bergotong-
royong secara swadaya untuk membangun posko pengawasan
di desa mereka.warga menjadi sangat antusias dengan
pembentukan kampung pengawasan di kampung mereka.
B. Pelaksanaan Kampung Pengawasan
Pelaksanaan kampung pengawasan diawali dengan
pembentukan posko pengawasan di kampung pengawasan
yang dimotori oleh warga desa setempat, terutama para
pemuda. Berikut program-program yang dilaksanakan di
kampung pengawasan Kelurahan Teluk Uma Kecamatan
Tebing:
1. Pembuatan Posko Pengawasan PemiluPartisipatif
Pembuatan posko pengawasan pemilu partisipatif ini
yaitu inisiatif murni dari warga warga sendiri.
Hal ini disampaikan dalam dialog melalui forum warga pada
awal sosialisasi pembentukan kampung pengawasan, yang
kemudian ide ini disambut baik oleh Bawaslu dan segera
direalisasikan bersama warga warga.warga pun
membuat posko pengawasan itu dengan sedikit bantuan dari
Bawaslu Kabupaten Karimun dan selanjutnya diselesaikan
46
dengan cara gotong-royong dan dengan bahan seadanya.
Ada warga yang membantu memberikan bambu, kayu, serta
bahan-bahan yang dibutuhkan lainnya untuk pembuatan posko
pengawasan pemilu ini.Posko pemilu ini kemudian dipakai
oleh warga sebagai pusat pendidikan pemilu dan pusat
kegiatan warga. Jika warga mau melaporkan
adanya dugaan pelanggaran pemilu pun warga bisa
datang ke posko pengawasan pemilu partisipatif ini dan
dari posko ini akan diteruskan pada Pengawas Pemilu
Kelurahan maupun Pengawas Pemilu Kecamatan sehingga
lebih memudahkan warga dalam memberikan laporan
pelanggaran pemilu.
2. Peresmian Kampung Pengawasan oleh Komisioner
Bawaslu RI
Dengan berdirinya kampung pengawasan di Kelurahan
Teluk Uma, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun ini, Bawaslu
Kabupaten Karimun kemudian mengundang Bawaslu RI untuk
meresmikan berdirinya kampung pengawasan ini. Kampung
pengawasan ini diresmikan oleh Muhammad Afifuddin,
Komisioner Bawaslu RI Koordinator Divisi Pencegahan dan
Hubungan Antar Lembaga dengan penandatanganan prasasti
kampung pengawasan.Acara ini pun diselenggarakan dengan
gotong royong oleh warga warga kelurahan Teluk Uma,
Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan
47
Riau.
Dalam sambutannya komisioner Bawaslu RI Muhammad
Afifudin menyampaikan bahwa berdirinya kampung
pengawasan partisipatif ini bukti telah terbentuknya partisipasi
warga untuk bersama-sama menjaga Pemilu 2019 yang
bersih dan berintegritas.Gagasan pengawasan partisipatif
yang dilontarkan oleh Bawaslu disambut baik oleh warga
sehingga dapat terbentuk kampung pengawasan secara gotong
royong oleh warga.Lebih lanjut disampaikan oleh Afifudin
bahwa pembentukan kampung pengawasan partisipatif ini
sebagai langkah-langkah pencegahan pelanggaran pemilu.
Kampung pengawasan juga yaitu salah satu cara untuk
mensosialisasikan pengawasan pemilu kepada warga.
Bawaslu tidak mungkin melakukan pengawasan sendiri sebab
secara jumlah SDM masih sangat terbatas.Untuk itu Bawaslu
membutuhkan peran serta warga dalam melakukan
pengawasan penyelenggaraan pemilu.
3. Pembuatan alat peraga seperti spanduk, baliho, dan
poster-poster terkait dengan himbauan-himbauan dalam
Pemilu
Selain mendirikan posko pengawasan di kampung
pengawasan, warga juga membuat alat peraga seperti
spanduk, baliho, dan poster-poster sebagai himbauan kepada
warga untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pengawasan
pemilu.Warga warga di kampung pengawasan ini juga
kompak menolak praktik-praktik politik uang, politisasi sara,
ujaran kebencian dan hoaksatau berita bohong. Penolakan-
penolakan ini terwujud dalam poster, spanduk, dan baliho
yang berada di sudut-sudut strategis di perkampungan warga.
Pemasangan alat peraga ini juga sebagai wujud komitmen
bersama sekaligus sebagai pengingat dan himbauan kepada
warga untuk mewujudkan pemilu yang adil, bersih,
berintegritas, dan berkualitas.
48
4. Memberikan sosialisasi terkait kepemiluan dalam forum
warga
Forum warga menjadi sarana yang efektif untuk
memberikan sosialisasi tentang pemilu kepada warga.
Berjalannya sosialisasi yang dilakukan dalam forum warga
ini juga menjadi salah satu kunci kesuksesan pelaksanan
kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma. Sosialisasi
dalam forum warga dilaksanakan oleh penggerak kampung
pengawasan,baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama
dengan panwascam dan pengawas kelurahan/desa. Dalam
sosialisasi ini disampaikan hal-hal terkait dengan tahapan
pemilu yang sedang berjalan dan peran apa yang bisa dilakukan
warga untuk berpartisipasi dalam tahapan ini .
Misalnya dalam tahapan kampanye, disampaikan tentang
apa itu tahapan kampanye, apa permasalahan dalam tahapan
ini , apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
dalam kampanye. Selain itu disampaikan juga apa peran yang
bisa dilakukan oleh warga untuk membantu mengawasi
jalannya kampanye, misalnya melaporkan kepada pengawas
jika melihat ada hal-hal yang dilarang dalam kampanye namun
49
dilakukan oleh peserta pemilu.
Pelaksanaan forum warga ini juga sebenarnya sangat
sederhana, cukup dengan kita datang pada forum warga dimana
kita sudah terlibat di dalamnya, kemudian kita meminta waktu
10 sampai 15 menit untuk menyampaikan terkait tahapan
pemilu yang sedang berjalan. Forum-forum warga yang bisa
dijadikan tempat untuk sosialisasi ini misalnya forum
pertemuan kampung, arisan, pengajian, pertemuan pemuda,
pertemuan organisasi warga, dan lain-lain.Walaupun
sederhana namun sosialisasi yang dilakukan dalam forum
warga ini sangat efektif. Hal itu disebab kan sosialisasi
ini tersampaikan langsung kepada warga dan dalam
forum ini terjadi dialog dua arah secara langsung dengan
warga, sehingga kita juga bisa mengetahui seperti apa
respons warga. Bahkan sosialisasi dalam forum warga
ini juga bisa dijadikan media kampanye bagi Bawaslu
untuk mengajak warga mewujudkan pemilu yang adil,
bersih, dan berintegritas.
5. Melakukan patroli pengawasan terhadap praktik politik
uang maupun pelanggaran pemilu lainnya di masa
kampanye dan pada saat masa tenang.
Masa kampanye dan masa tenang yaitu waktu yang
paling rawan khususnya terhadap praktik-praktik politik politik
uang. Masa kampanye juga yaitu masa yang biasanya
paling banyak terjadi pelanggaran, mulai dari pelanggaran
pemasangan APK, pelibatan ASN dalam kampanye,
penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, dan lain-lain.
Untuk itu dalam masa kampanye dan masa tenang di kampung
pengawasan ini diprogramkan kegiatan patroli pengawasan
praktik politik uang dan pelanggaran pemilu lainnya dalam
masa ini sebagai bentuk pencegahan. Kegiatan patroli ini
dilakukan bersama-sama antara Bawaslu Kabupaten Karimun,
Panwascam, Pengawas Kelurahan/Desa, penggerak kampung
pengawasan, dan warga warga, khususnya para pemuda
desa.
warga cukup antusias mengikuti kegiatan ini
dan mereka juga ikut mengkampanyekan anti politik uang
50
dalam kegiatan ini . Kegiatan ini juga cukup efektif
untuk mencegah politik uang sebab dengan begitu warga
warga secara otomatis telah memproteksi diri mereka
dengan mengikrarkan anti politik uang dalam patroli ini .
Dengan melakukan patroli ini para tim sukses maupun caleg
yang akan melakukan praktik politik uang pun menjadi segan
bahkan takut untuk melakukannya. Hasilnya menurut informasi
yang disampaikan olehKepala Desa Teluk Uma, penggerak
kampung pengawasan, panwascamdan juga pengawas
kelurahan/desa;tidak ditemukan lagi praktik politik uang di
desa ini sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya yang
marak dengan politik uang.
Berdasarkan wawancara kami dengan Zulkifli, Kepala
Desa Kelurahan Teluk Uma, bahwa dengan adanya kampung
pengawasan ini memberikan dampak menonjol di warga.
warga Kelurahan Teluk Uma yang awalnya tidak begitu
peduli dengan pemilu sekarang menjadi lebih peduli sehingga
suasana pemilu tahun ini terasa lebih greget di warga.
Obrolan di warga baik di forum warga maupun di warung-
warung juga banyak membicarakan terkait pemilu, mulai dari
membahas tentang calon sampai pada pembahasan tahapan-
tahapan pemilu. Dari partisipasi warga yang dalam
pemilu maupun pilkada sebelumnya hanya dalam kisaran 40%
dalam Pilkada 2019 ini bisa mencapai lebih dari 70%. Bahkan di
beberapa TPS ada yang mendekati 100%; misalnya dari 200-an
jumlah pemilih dalam 1 TPS, hanya 4 sampai 5 orang yang tidak
hadir.
Dengan adanya kampung pengawasan ini, warga
juga lebih selektif dalam memilih calon pemimpin. Zulkifli juga
mengatakan bahwa kalau dahulu warga masih sangat
pragmatis, siapa yang memberikan uang yang akan dipilih,
atau memilih hanya berdasarkan hubungan pertemanan
atau kekerabatan saja. Akan namun dengan adanya kampung
pengawasan ini, warga berani menolak politik uang dan
lebih selektif dalam memilih calon pemimpinnya. Dari Kelurahan
Teluk Uma ini ada 12 orang warga yang mencalonkan diri
menjadi anggota legislatif melalui beberapa partai politik yang
berbeda. Namun dari 12 orang ini pada akhirnya yang
51
terpilih sebagai anggota legislatif hanya 1 orang saja. Hal ini
menunjukkan bahwa warga sudah lebih selektif dalam
memilih pemimpin, tidak lagi asal memilih secara pragmatis.
C. Analisis Hasil Pelaksanaan Kampung Pengawasan
Hasil dari pelaksanaan kampung pengawasan di Kelurahan
Teluk Uma ini ternyata cukup positif. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan penggerak kampung pengawasan
Nurhayati, Albuchari Ketua RT setempat, Syahril selaku
Panwascam Kecamatan Tebing,dan Zulkifly yang yaitu
Kepala Desa setempat; bahwa dengan adanya program
kampung pengawasan ini warga warga menjadi lebih
tertib. Setiap ada pelanggaran-pelanggaran kampanye pun
bisa langsung diselesaikan dengan mudah oleh Pengawas Desa
dan Panwascam, bahkan melalui peringatan langsung dari
warga.Beberapa warga pun ikut aktif menghimbau kepada tim
sukses yang memasang APK tidak pada tempatnya, misalnya
di tempat ibadah atau di tempat pendidikan.
Di dalam kampung pengawasan ini sebenarnya juga masih
terjadi beberapa pelanggaran pemilu seperti pelanggaran
pemasangan APK. Namun pelanggaran yang terjadi sebenarnya
bukan sebab atas kesengajaan dari peserta pemilu,akan namun
lebih banyak sebab ketidaktahuan. Misalnya seorang tim
sukses salah satu peserta pemilu yang memasang alat peraga
kampanye di tempat yang dilarang, setelah diperingatkan
oleh Panwascam atau Pengawas Kelurahan kemudian mereka
menyampaikan bahwa mereka tidak tahu jika ditempat
ini dilarang memasang alat peraga kampanye. Setelah
mengetahui aturannya, mereka segera melepas alat peraga
kampanye yang melanggar ini dan kemudian memasang
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.Namun bagi
yang tidak mengindahkan himbauan dari Panwascam atau
Pengawas Kelurahan/Desa pada akhirnya dilakukan penertiban
juga oleh Bawaslu bersama dengan Kepolisian dan Satpol PP.
Karakter warga warga kampung pengawasan yang
yaitu kampung nelayan ini warga pada umumnya
susah diatur sebab mereka mereka terbiasa dengan
kebebasan yang semau mereka. Begitu juga yang terkait
52
dengan kepemiluan, awalnya warga sangat acuh dengan
pemilu, tidak peduli, dan tidak mau tahu dengan pemilu.
Mereka pada umumnya hanya berpikir bagaimana bisa melaut
dan dapat ikan untuk menghidupi keluarga mereka.Terkait
dengan pemilu pun mereka tidak menganggap pemilu sebagai
suatu hal yang penting sebab tidak ada imbal balik secara
langsung kepada mereka.Karakter warga seperti inilah
yang kemudian sering dimanfaatkan oleh caleg ataupun peserta
pemilu untuk membeli suara mereka. Sebagaimana telah kami
sampaikan bahwa menurut informasi dari Nurhayati, warga
desa penggerak kampung pengawasan, dan Albuchari selaku
Ketua RT setempat; bahwa di daerah ini dalam pemilu
sebelumnya, tepatnya dalam Pemilu 2014, banyak terjadi
praktik politik uang.
Setelah adanya program kampung pengawasan di
Kelurahan Teluk Uma dalam Pemilu 2019 ini, para caleg ataupun
tim sukses lebih berhati-hati memasuki kampung pengawasan
di Kelurahan Teluk Uma untuk melakukan kampanye. Mereka
tidak berani secara terang-terangan melakukan praktik-
praktik politik uang sebagaimana yang terjadi dalam Pemilu
2014. Bahkan para caleg ataupun peserta pemilu saat akan
melakukan kampanye ataupun sekedar memasang alat peraga
kampanye di wilayah Kelurahan Teluk Uma selain meminta
izin kepada Pengawas Pemilu Kecamatan dan Pengawas Pemilu
Desa. Mereka juga meminta izin kepada perangkat desa
setempat, termasuk kepada Ketua RT. Selama pelaksanaan
Pemilu 2019, khususnya di wilayah kampung pengawasan
Kelurahan Teluk Uma, tidak ditemukan pelanggaran-
pelanggaran pemilu yang berat sebab warga pada umumnya
sudah cukup paham terkait dengan pemilu dari sosialisasi yang
dilakukan dalam forum-forum warga yang dilaksanakan di
kampung pengawasan. Bahkan warga warga pun mereka
turut mengawasi dan bahkan ikut menegur para tim sukses
yang memasang APK tidak sesuai dengan aturan.
Dari pemaparan diatas dapat kita lihat bahwa kampung
pengawasan yang dilaksanakan di Kelurahan Teluk Uma,
Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun ini sangat
efektif untuk membantu tugas-tugas pengawasan yang
53
dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya. Dengan menumbuhkan
kesadaran warga terkait dengan kepemiluan, maka
secara tidak langsung akan muncul peran serta warga
untuk ikut mengawasi jalannya pemilu. Ketika warga
sadar akan bahaya politik uang, maka dengan sendirinya
warga akan melakukan penolakan terhadap praktik-
praktik politik uang. Begitu pula saat warga memahami
hal-hal yang dilarang dalam pemilu, maka warga akan
ikut serta melakukan pengawasan dan melaporkan kepada
pengawas pemilu jika ada peserta pemilu yang melakukan
pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu.
Banyak dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam
pemilu pada dasarnya yaitu sebab kekurangpahaman
warga ataupun peserta pemilu terkait aturan-aturan
pemilu sehingga mereka melakukan pelanggaran itu.
Sedangkan pola sosialisasi yang dilakukan oleh Bawaslu saat
memakai pola sosialisasi yang bersifat formal masih
sangat terbatas sebab hanya dapat melibatkan sebagian kecil
warga.Namun pola sosialisasi yang dilaksanakan melalui
kampung pengawasan, khususnya yang telah dilaksanakan
di Kelurahan Teluk Uma, ternyata lebih efektif untuk
mensosialisasikan pemilu kepada warga.
Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sosialisasi
melalui kampung pengawasan pun relatif lebih murah dibandingkan
melaksanakan sosialisasi yang sifatnya formal. Sosialisasi
melalui kampung pengawasan tidak memerlukan acara
khusus untuk kegiatan itu, cukup dengan masuk dan meminta
sedikit waktu 10 sampai 15 menit dalam forum warga yang
sudah berjalan di warga untuk menyampaikan hal-hal
terkait dengan kepemiluan. Forum-forum warga yang ada di
warga ini seperti pertemuan RT, pengajian warga,
pertemuan pemuda, arisan ibu-ibu, pertemuan PKK, dan lain-
lain.
Yang diperlukan oleh Bawaslu untuk dapat melaksanakan
kampung pengawasan yaitu penggerak-penggerak kampung
pengawas pemilu partisipatif. Keberadaan penggerak
pengawas pemilu partisipatif inilah yang nantinya akan
dapat membantu Bawaslu dalam mensosialisasikan terkait
54
dengan pengetahuan kepemiluan di warga. Kampung
pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing,
Kabupaten Karimun ini dapat berjalan sebab adanya warga
warga yang menjadi relawan sebagai penggerak
warga yang berhasil menggerakkan warga untuk peduli
terhadap pemilu. Tanpa adanya penggerak dalam warga,
tentu kampung pengawasan yang diprogramkan juga tidak
dapat berjalan efektif.
D. Tahapan Implementasi Pelaksanaan Pengawasan
Partisipatif
Tahapan implementasi pelaksanaan pengawasan pemilu
partisipatif yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan
Riau yaitu :
1. Memetakan potensi relawan untuk dilibatkan dalam
pengawasan partisipatif
Tahapan pertama yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi
Kepulauan Riau dalam melaksanakan pengawasan pemilu
partisipatif yang pertama yaitu pemetaan potensi relawan.
Dari pemetaan potensi relawan yang dilakukan Bawaslu
Provinsi Kepulauan Riau ini terbentuklah 2 model
pelibatan relawan. Kedua model pelibatan relawan ini
yaitu pelibatan relawan dengan model komunitas relawan
dan pelibatan relawan dengan model pelibatan warga
secara langsung.Pelibatan relawan dengan model komunitas
dilakukan dengan membentuk komunitas relawan pengawas
pemilu.Sedangkan untuk pelibatan relawan dengan model
pelibatan warga secara langsung dilakukan dengan
membentuk Kampung Pengawasan dan Desa Anti Politik
Uang. Kedua model ini secara umum masih berjalan
sendiri-sendiri, komunitas relawan berjalan dengan program
sendiri, begitu juga dengan Kampung Pengawasan dan Desa
Anti Politik Uang.
Model pelibatan relawan pengawas pemilu dengan
bentuk komunitas relawan ini lebih banyak melibatkan
unsur aktivis dan pemuda.Para pihak yang tergabung dalam
komunitas relawan ini yaitu para pemuda dari unsur
mahasiswa, pelajar, pemuda desa, dan juga anggota Pramuka.
55
Salah satu yang cukup berhasil dalam pelaksanaan program ini
yaitu pembentukan GMAMP (Gerakan Milenial Anti Money
Politic) yang dilaksanakan di Kabupaten Lingga. GMAMP
telah berhasil membantu Bawaslu Kabupaten Lingga dalam
melakukan pengawasan dan usaha pencegahan pelanggaran
pemilu khususnya dengan sistem online melalui media sosial.
Sedangkan untuk pelibatan relawan dengan model pelibatan
warga secara langsung dilakukan oleh Bawaslu dengan
membentuk kampung pengawasan dan desa anti politik
uang.Kampung pengawasan telah dilaksanakan di Kabupaten
Karimun dan Desa Anti Politik Uang dilaksanakan di
Kabupaten Lingga.
2. Menentukan pendekatan yang sesuai dengan karakter
warga
Pola pendekatan yang dilakukan dalam proses pelibatan
relawan tentu saja juga berbeda untuk model relawan
pertama dan kedua. Pendekatan kepada komunitas relawan
dilaksanakan dengan pendekatan yang lebih bersifat
konseptual, dengan diskusi kepada mahasiswa, pemuda, dan
pramuka.Pendekatan yang dilakukan kepada kaum milenial
ini lebih kearah pendekatan pemanfaatan teknologi informasi
seperti media sosial Facebook, Whatsapp, Twitter,dan lain-
lain.Sedangkan pendekatan kepada warga dalam
membentuk kampung pengawasan dan desa anti politik uang
lebih bersifat praktis dan pendekatan personal.Pendekatan
kepada kelompok warga secara langsung ini juga lebih
banyak dilakukan secara manual melalui forum-forum warga di
warga.
3. Pendampingan kepada relawan pengawas partisipatif
Setelah melakukan pembentukan relawan pengawas
pemilu partisipatif, Bawaslu juga melakukan pendampingan
terhadap kelompok-kelompok relawan ini .Pendampingan
kepada relawan dilakukan baik melalui bimtek dan
sosialisasi tentang kepemiluan maupun melalui media sosial.
Pendampingan untuk kelompok relawan mahasiswa dan
pramuka dalam pelaksanaannya masih belum maksimal.
56
Sistem pendampingannya dilakukan melalui media sosial
whatsapp untuk memantau dan berdiskusi terkait kegiatan
relawan. Untuk pendampingan model pelibatan relawan yang
pertama dengan komunitas relawan ini baru komunitas GMAP
di Kabupaten Lingga yang cukup berhasil.Bahkan sampai saat
ini pun komunikasi dalam komunitas GMAP ini masih
berjalan dan siap dilibatkan dalam pengawasan Pilkada 2020.
Pendampingan untuk model pengawasan partisipatif yang
langsung ke warga dilakukan dengan melalui relawan
penggerak kampung pengawasan. Para relawan penggerak
kampung pengawasan inilah yang kemudian memberikan
sosialisasi langsung kepada warga melalui forum warga.
Bawaslu juga memberikan pendampingan kepada relawan
ini melalui panwascam dan juga pengawas kelurahan/
desa.Secara periodik panwascam dan pengawas kelurahan/
desa memantau kegiatan yang dilakukan oleh relawan dalam
posko pengawasan.Panwascam dan Pengawas kelurahan/
desa juga mendampingi kegiatan sosialisasi yang dilakukan
oleh kader pengawas pemilu dalam forum warga.Jika ada
laporan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikan oleh
warga; panwascam dan/atau pengawas kelurahan/desa
juga langsung menindaklanjuti laporan ini .
4. Penyusunan pola pemberdayaan relawan pengawas
partisipatif
Berdasarkan evaluasi dari pelaksanaan pengawasan
pemilu partisipatif di Provinsi Kepulauan Riau ini Bawaslu
Provinsi Kepulauan Riau telah menyusun pola pemberdayaan
relawan pengawas pemilu partisipatif. Penyusunan pola
pemberdayaan relawan ini menggabungkan konsep pelibatan
warga dengan model komunitas dan model pelibatan
warga secara langsung. Kedua model pelibatan
warga dan pemberdayaan relawan ini jika disinergikan
maka akan berdampak positif dan sangat membantu kerja-
kerja pengawasan dan pencegahan yang dilakukan oleh
Bawaslu.Pola pemberdayaan relawan dengan model sinergi
antara komunitas relawan dengan pelibatan warga ini
telah berjalan secara alami dalam kampung pengawasan di
57
Kelurahan Teluk Uma Kabupaten Karimun. Walaupun dalam
pelaksanaannya model sinergi di kampung pengawasan
ini masih belum terorganisir dengan baik, namun secara
umum sudah cukup berhasil. Untuk itu Bawaslu Provinsi
Kepulauan Riau akan mengembangkan pola sinergi ini
untuk pelaksanaan Pilkada 2020 di Provinsi Kepulauan Riau.
Salah satu kunci sukses pelaksanaan program kampung
pengawasan di Kabupaten Karimun yaitu berjalannya
sosialisasi dalam forum warga yang dilaksanakan oleh
penggerak kampung pengawasan bersama dengan
pengawas kecamatan dan pengawas kelurahan/desa. Namun,
pelaksanaan sosialisasi tahapan pemilu yang dilaksanakan
oleh Bawaslu kepada warga pada umumnya masih
dengan pola lama yang hanya berorientasi pada proses.
Sosialisasi yang dilakukan oleh Bawaslu kepada warga
dilaksanakan oleh Panwascam.Panwascam diberi program
untuk melaksanakan sosialisasi dalam setiap tahapan pemilu
dengan melibatkan 20 sampai 30 orang dalam satu kecamatan.
Setelah selesai sosialisasi tidak ada tindak lanjut apapun yang
dilakukan oleh panwascam maupun oleh peserta sosialisasi.
Dengan pola sosialisasi semacam ini tentu saja informasi
terkait tahapan pemilu yang disampaikan oleh panwascam
dalam sosialisasi ini tidak akan tersampaikan secara
luas kepada warga.
Pola sosialisasi kedepan yang akan dilaksanakan oleh
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau akan lebih berorientasi pada
hasil. Bawaslu tidak hanya sekadar memastikan program
sosialisasi berjalan, namun juga harus memastikan program
sosialisasi yang dilaksanakan kepada warga ini
tersampaikan kepada warga secara lebih luas.Tentu saja
untuk mencapai tujuan ini tidak bisa dilakukan dengan
cara lama. Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau telah
menyusun pola baru untuk melaksanakan sosialisasi pemilu
ini . Pola baru yang akan diterapkan oleh Bawaslu
Provinsi Kepulauan Riau untuk melakukan sosialisasi yang lebih
berorientasi pada hasil akan melibatkan kader dan relawan
pengawas pemilu yang terorganisir.
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau akan mencoba
58
mensinergikan model pelibatan relawan melalui komunitas
relawan dan pelibatan warga secara langsung. Program
sosialisasi yang dilakukan oleh Panwascam tidak lagi dilakukan
secara langsung kepada warga dalam jumlah yang sangat
sedikit. Akan namun sosialisasi ini akan diberi kepada
relawan pengawas pemilu. Kemudian relawan pengawas
pemilu yang telah memperoleh sosialisasi dari panwascam
ini ditugaskan untuk melakukan sosialisasi dalam forum
warga di wargadunia nyata dan forum warga di dunia
maya (social media) dengan pendampingan oleh panwascam,
pengawas kelurahan/desa, dan kader. Dengan pola ini
tentu saja hasilnya akan lebih maksimal dan akan lebih banyak
warga yang memperoleh informasi terkait proses
dan tahapan pemilu.Secara singkat pola pengawasan yang
dilakukan oleh Bawaslu dapat kami gambarkan dalam bagan
seperti berikut:
Dalam bagan diatas dapat kita lihat bahwa dengan
cara lama Panwascam memberikan sosialisasi secara langsung
kepada warga dan hanya sampai disitu saja, tidak ada
tindak lanjut setelah itu. Pola sosialisasi baru yang akan kami
lakukan berdasarkan evaluasi dari pola lama ini yaitu
kami akan melibatkan kader dan relawan pengawas pemilu
dalam pelaksanaan sosialisasi. Kader yaitu warga yang
telah mengikuti program sekolah kader yang dilaksanakan oleh
59
Bawaslu. Dalam sekolah kader ini para peserta dibekali
dengan pengetahuan terkait dengan kepemiluan. Sedangkan
relawan yaitu warga warga yang bersedia membantu
pengawasan pemilu secara sukarela namun mereka belum
mengikuti sekolah kader.
Dalam pelaksanaan program sosialisasi yang akan
dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau
kedepan,sosialisasi ini akan diberi kepada para relawan
Bawaslu. Setelah diberi sosialisasi terkait tahapan pemilu
relawan ini ditugaskan untuk menyampaikan materi yang
mereka terima dari sosialisasi ini kepada forum warga
yang mereka ikuti. Misalnya Ade, relawan pengawas pemilu
dari Kampung Suka Maju, di mana di Kampung Suka Maju
ini Ade terlibat dalam forum warga di pertemuan
RT dan juga dalam forum karangtaruna. Maka dal