pemilu 1

Rabu, 14 Juni 2023

pemilu 1






Pemilihan Umum yaitu  sebuah prosedur yang 
cukup teruji dalam menentukan siapa pemegang kedaulatan 
yang dipilih oleh rakyat. Oleh sebab itu keberadaan lembaga-
lembaga pemegang kedaulatan menjadi penentu masa depan 
negara Republik negara kita.
Menurut Jean Bodin yang dikenal sebagai bapak teori 
kedaulatan,“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, 
dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan yaitu ciri 
utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang 
lain di dalam negara. sebab  kedaulatan  yaitu  wewenang 
tertinggi...........” . (1)
Oleh sebab itu dengan Pemilu maka Negara 
menerapkan sistem Politik yang benar. Henry B Mayo dalam 
buku Introduction to Democratic Theory memberi definisi 
sebagai berikut “Sistem politik yang demokratis ialah dimana 
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh 
wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam 
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip 
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana 
terjaminnya kebebasan politik”. (2)
Dalam  kerangka  pentingnya  Pemilu  ini  
terselip problem mendasar tentang isu partisipasi politik 
rakyat. Hal ini mengingat partisipasi rakyat pada Pemilu 
yaitu bagian integral dari penyelenggaraan Pemilu sesuai 
asasnya yang bersifat langsung. Sehingga menjadi sangat 
substansial terkait pentingnya partisipasi politik rakyat dalam 
proses penyelenggaraan Pemilu. Sejatinya Pemilu yaitu  
sarana konversi suara rakyat. (3) Atas dasar suara rakyat itulah 
Pemilu menghasilkan pejabat legislatif (DPR, DPD, DPRD) dan 
eksekutif (Presiden-Wakil Presiden dan kepala daerah).
Dengan demikian, untuk menjamin hasil yang 
baik dan berkualitas maka proses penyelenggaraannya pun 
harus memenuhi derajat yang berkualitas pula. Sehingga 
setiap tahapan Pemilu harus diusaha kan dan dipastikan 
secara jujur dan adil demi menyelamatkan suara rakyat. Dari 
sanalah legitimasi proses dan hasilnya dapat terukur. Bisa 
dipastikan secara etis, jika  setiap tahapan Pemilu harus 
mencerminkan adanya  proses  partisipasi politik rakyat yang 
sebenar-benarnya.
Pengawasan pemilu yaitu  bagian dari usaha untuk 
menghormati serta meningkatkan kepercayaan terhadap hak-
hak asasi manusia khususnya hak-hak sipil dan politik dari 
warga negara. Misalnya penghormatan terhadap hak untuk 
menyatakan kebebasan dalam menyatakan pendapat dan 
memilih sesuai kehendak hati nurani. Penghormatan terhadap 
hak-hak pemilih juga menyangkut kegiatan partisipasi dan 
pemantauan yaitu hak untuk terdaftar sebagai pemilih, hak 
untuk menentukan pilihan secara mandiri, hak atas kerahasiaan 
pilihan, hak untuk bebas dari intimidasi, hak untuk memperoleh 
informasi mengenai tahapan-tahapan Pemilu secara benar, 
hak untuk memantau dan hak untuk melaporkan adanya 
pelanggaran Pemilu.
Salah satu kunci penting pelaksanaan Pemilu jujur 
dan adil yaitu  tingginya keterlibatan warga untuk 
3 Selain itu, Pemilu juga dikatakan sebagai mekanisme pemindahan konflik 
kepentingan dan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang dukungan 
rakyat. Lihat selengkapnya dalam buku, Ramlan Surbakti, “Memahami Ilmu 
Politik”, Jakarta:   
aktif, kritis, dan rasional dalam menyuarakan kepentingan 
politiknya. sebab  tingkat keterlibatan warga akan 
sangat berhubungan dengan tingkat kepercayaan publik (public 
trust), legitimasi (legitimacy), tanggung gugat (accountability), 
kualitas layanan publik (public service quality), dan mencegah 
gerakan pembangkangan publik (public disobidience).
Dalam proses dan pelaksanaannya,Pemilu memiliki 
memang banyak kendala dan batasan untuk mendorong 
proses partisipasi rakyat. Diantaranya yaitu  tumpang tindih 
peraturan, pengetahuan pemilih, pemetaan stakeholder, 
penjadwalan tahapan Pemilu, dan luasnya wilayah.Sejumlah 
batasan ini  jika tidak mampu diatasi, justru menjadi 
kontra produktif untuk mendorong partisipasi politik 
rakyat. Sehingga menjadi penting melakukan berbagai cara 
mendorong penguatan partisipasi rakyat. 
Pentingnya partisipasi warga dalam Pemilu, 
sama pentingnya dengan usaha  memperdalam proses 
demokrasi di tingkat warga secara luas.Jika prasyarat 
standar demokrasi yaitu  terlaksananya Pemilu, maka 
partisipasi yaitu  salah satu indikator kualitas demokrasi 
ini . Slogan yang terkenal dalam demokrasi menurut 
Abraham Lincoln yaitu  goverment of the people, by the people, 
for the people yang diartikan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk 
rakyat. Dan partisipasi yaitu pengejawantahan utama 
dari slogan ini .
Persoalan partisipasi politik rakyat pada Pemilu 
menjadi problem saat  dihadapkan pada tantangan 
memperdalam makna demokrasi. Bagaimana posisi partisipasi 
rakyat pada Pemilu menjadi bernilai demokratis. Mengingat 
semua pihak sejatinya telah bersepakat tentang pentingnya 
partisipasi politik rakyat pada Pemilu. Namun implementasi 
peran ini  tereduksi secara menonjol  hanya menjadi 
persoalan di tingkat elit politik dan penyelenggara Pemilu. 
Masih ada mayoritas warga yang perlu menemukan 
ruang ekpresinya untuk merespon Pemilu. Salah satunya 
dengan mendorong ruang-ruang partisipasi politik yang besar 
dan fungsi pemantauan yang kuat dalam setiap tahapan 
Pemilu.  
keikutsertaan  warga yaitu salah satu kunci 
suksesnya pelaksanaan Pemilu. Besar atau kecilnya partisipasi 
warga sangat menentukan kualitas dari Pemilu. keikutsertaan  
warga dalam praktiknya memang beragam. Ada yang 
berupa partisipasi warga dalam memilih, pendidikan 
pemilih, dan ada juga partisipasi dalam ranah keterlibatan 
warga dalam pengawasan dan pemantauan Pemilu.
Bentuk partisipasi paling minimal dari pemilih atau 
warga warga yaitu  bagaimana dia mau datang dan 
memakai  hak pilihnya saat pelaksanaan pemilu. Usaha 
yang dilakukan semua pihak untuk memberi pendidikan 
politik pada warga agar mereka mau memakai  hak 
pilihnya inilah yang dianggap sebagai pendidikan pemilih atau 
sosialisasi ke pemilih. keikutsertaan  warga di level lebih tinggi 
dari sekedar memakai  hak pilih yaitu  saat  mereka 
mau terlibat dalam proses pendidikan pemilih, atau bahkan 
melakukan pemantauan Pemilu.
B. Sejarah keikutsertaan  Pemilu
keikutsertaan  dalam Pemilu yaitu  aktivitas memastikan 
proses tahapan-tahapan Pemilu dengan cara mengumpulkan 
data, informasi serta menginventarisasi temuan kasus terkait 
pelaksanaan Pemilu yang dilakukan oleh kelompok warga 
atau organisasi yang independen dan non-partisan. Aktivitas ini 
bertujuan untuk terselenggaranya proses pemilihan yang jujur, 
adil, bersih dan transparan serta hasilnya bisa diterima oleh 
semua pihak baik peserta Pemilu maupun warga secara 
luas.
Dengan demikian keberadaan pengawasan 
partisipatif dan pemantauan yang bertujuan mewujudkan 
Pemilu yang berkualitas menjadi hal yang sangat vital. 
Kelompok warga sipil inilah yang selalu bersuara kritis 
dalam mengawasi lembaga penyelenggara Pemilu. sebab  
itu, posisi warga sipil harus bersikap independen dalam 
menjalankan seluruh tugasnya, termasuk kesanggupan 
memantau peserta Pemilu agar mengikuti aturan main yang 
berlaku. Pengawasan partisipatif juga akan terus mendorong 
warga untuk memperoleh  jaminan haknya sebagai 
pemilih yang bebas serta memperoleh  informasi sesuai 
dengan pilihan hati nuraninya.
Pelibatan ataupun keterlibatan warga dalam 
pengawasan bertujuan untuk mewujudkan Pemilu yang 
dapat berlangsung secara demokratis, sehingga hasilnya 
dapat diterima dan dihormati oleh semua pihak, baik yang 
menang maupun yang kalah, terlebih oleh mayoritas warga 
negara yang memiliki hak pilih. Upaya seperti ini tentu saja 
bertujuan memberikan landasan keabsahan (legitimasi) yang 
kuat bagi semua pihak yang terlibat dalam proses Pemilu 
untuk menjalankan mandat rakyat sebagai pemilik kedaulatan. 
Penilaian terhadap jalannya proses Pemilu dan kepercayaan 
organisasi pemantauan yang melaporkan secara jujur kepada 
publik dapat meningkatkan kepercayaan dan legitimasi 
warga terhadap hasil Pemilu. (4)
Pengawasan partisipatif juga termasuk usaha untuk 
menghindari terjadinya proses Pemilu dari kecurangan, 
manipulasi, permainan serta rekayasa yang hanya 
menguntungkan pihak-pihak tertentu dan merugikan 
kepentingan rakyat banyak. Pengawasan pemilu yaitu 
alat penting untuk menyelesaikan konflik secara damai di 
antara masing-masing kelompok yang berkompetisi untuk 
memperoleh  kepercayaan rakyat. Jika terjadi perselisihan 
selama pemilihan berlangsung maka pemantau sebagai pihak 
ketiga dapat membantu pihak-pihak yang berkonflik untuk 
duduk bersama-sama mencari penyelesaian yang dapat 
diterima oleh semua pihak.
Desain pengawasan partisipatif dalam Pemilu yang 
mandiri masih jauh dari gambaran ideal. Geliat partisipasi 
warga sipil untuk terlibat dalam proses pengawasan 
pemilu baru meningkat pada pemilu tahun 1999. Namun, data 
organisasi  pemantau menunjukkan bahwa ada penurunan 
tingkat partisipasi dan keterlibatan publik dalam aktivitas 
pemantauan  dari  Pemilu ke Pemilu.
4 Menurut Prof. Dr. Ramlan Surbakti , legitimasi yaitu 
penerimaan dan pengakuan warga terhadap hak moral pemimpin 
untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik. Jadi, 
kalau suatu jabatan politik yang diperoleh dengan menafikan suara rakyat 
maka otomatis tidak ada hak moral bagi pemimpin ini .  
keikutsertaan   warga dalam pemilu yaitu 
salah  satu bentuk partisipasi politik warga yang 
bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan politik, dalam hal 
ini bertujuan untuk mengawal proses pelaksanaan pemilu agar 
terpilih pemimpin dan wakil rakyat yang memang benar-benar 
diinginkan rakyat dan melalui proses yang jujur dan adil. 
Pemantauan Pemilu oleh warga sipil di negara kita 
menjadi tradisi penting dalam penciptaan iklim Pemilu yang 
jurdil dan demokratis. Meskipun terjadi perbaikan fungsi kontrol 
di bidang penyelenggaraan Pemilu oleh KPU, pengawasan 
Pemilu oleh Bawaslu, dan pengawasan teknologi informasi dan 
media sosial, profesionalisme penyelenggara Pemilu oleh DKPP 
(Dewan Kehormatan  Penyelenggara Pemilu), warga sipil 
tetap menjadi salah satu pilar penting dalam mengawal proses 
dan hasil Pemilu. 
Merujuk pada Bangkok Deklarasi untuk Pemilu yang 
bebas, kualitas Pemilu diukur dari lima aspek. Pertama, adil 
dalam aturan main dan memberi kesempatan sama kepada 
semua pihak yang terlibat; kedua, adanya partisipasi pemilih 
yang tinggi disertai kesadaran dan kejujuran dalam menentukan 
pilihannya dengan rasa tanggung jawab dan tanpa paksaan; 
ketiga, peserta Pemilu melakukan penjaringan bakal calon 
secara demokratis dan tidak memakai  politik uang dalam 
semua tahapan Pemilu; keempat, terpilihnya legislatif dan 
eksekutif  yang  memiliki  legitimasi kuat dan berkualitas; kelima, 
Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP), pemerintah  dan 
jajaran  birokrasi bersikap  independen.
Perbedaan mendasar antara aktivitas pengamatan 
Pemilu, lembaga pemantau Pemilu, dan pengawas Pemilu 
merujuk pada peran dan mandat yang berbeda. Pengamat 
memiliki mandat terkecil; pemantau memiliki kekuatan 
yang lebih luas; sementara pengawas yaitu  mereka yang 
memiliki mandat formal yang lebih luas dalam konteks 
penegakan UU atau hukum dalam kepemiluan.  Mandat 
pemantau pemilihan yaitu  untuk mengumpulkan informasi 
dan membuat penilaian tanpa ikut campur tangan dalam 
proses.
Demikian juga untuk mengamati proses Pemilu dan 
untuk ikut campur tangan jika ada hukum yang dilanggar. 
Mandat pengawas Pemilu yaitu  untuk memvalidasi proses 
Pemilu (apakah  ada aturan yang dilanggar, dll). Organisasi yang 
berbeda memakai  definisi yang berbeda untuk istilah 
ini dan dalam beberapa kasus pengamatan dan pemantauan, 
istilah yang dipakai  kadang bergantian tanpa perbedaan 
eksplisit  di antara  keduanya (5).
C. Model keikutsertaan  Pemilu 
Ada beragam cara model partisipasi warga 
dalam setiap pemilu. Di Pemilu 1999 pasca kejatuhan Orde 
Baru, pendidikan pemilih massif dilakukan oleh lembaga 
swadaya warga sebagaimana juga pemantauan Pemilu 
sangat massif saat itu. Hal ini tidak bisa juga dilepaskan dari 
situasi saat itu yang memang menjadi perhatian publik sebab  
pemilu pertama dilakukan pasca  rezim otoriter jatuh.  Masifnya 
gerakan warga sipil dalam mengawal Pemilu memang 
selalu ada dari Pemilu 1999, 2004, 2009, dan sejumlah Pilkada, 
namun  dengan  frekuensi  yang selalu turun. 
Hubungan antara pengawas dan pemantau memang 
selalu terjadi sebab  aktivitas yang dilakukan memiliki 
semangat yang sama, yaitu mengawasi proses Pemilu. 
Pemantau dan pengawas sama-sama mengemban misi 
terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil. Perbedaannya, 
pemantau pemilu bekerja sebatas me mantau penyelenggaraan, 
sedangkan pengawas  pemilu memiliki tugas dan wewenang 
lebih luas untuk menyele saikan pelanggaran pemilu dan 
sengketa pemilu. Jadi, kerja pemantauan yaitu bentuk 
partisipasi warga yang harus  dilaporkan dan diteruskan 
ke pengawas  pemilu agar bisa ditindaklanjuti 
muncul sebab  adanya kesadaran akan perlunya selalu 
membuka ruang bagi partisipasi rakyat dalam setiap proses 
politik di republik ini. Landasan berpikirnya yaitu  semakin 
suatu peristiwa politik diwarnai partisipasi publik yang tinggi 
dan terjadi di berbagai tahapan, maka proses politik ini  
semakin mendekati demokrasi yang ideal. Dengan demikian, 
harapan akan terciptanya pemilu berkualitas, yakni pemilu 
yang jujur dan adil, dapat terwujud. Inilah sebuah ijtihad dalam 
rangka membangun kualitas demokrasi yang lebih baik guna 
memastikan terciptanya demokrasi yang terkonsilidasi.
Penyelenggaraan pemilu yang demokratis 
membutuhkan partisipasi warga. keikutsertaan  politik 
warga dimaknai sebagai kegiatan seseorang atau 
kelompok orang secara sukarela untuk ikut serta secara aktif 
dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih 
pimpinan negara dan, secara langsung atau tidak langsung, 
memengaruhi kebijakan pemerintah (Budiarjo, 2009). Pemilu 
yaitu  sarana partisipasi politik warga negara sebagai bentuk 
nyata kedaulatan rakyat. Dalam sebuah negara demokrasi, 
pemilihan umum yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, 
jujur, adil, dan melibatkan hak-hak warga yaitu 
salah satu syarat yang perlu dipenuhi. 
Ada empat hal yang mengaitkan pentingnya partisipasi 
politik warga dengan pemilu yang demokratis Pertama, kehendak rakyat, sebagaimana tercantum 
dalam The Universal Declaration of Human Right (UDHR), 
harus menjadi dasar dari pemerintahan yang diekspresikan 
melalui pemilihan umum yang jujur dan adil. Kedua, pemilu 
demokratis berkontribusi terhadap penghargaan hak sipil 
lainnya. Demokrasi elektoral menjadi indikator yang paling 
baik dari kemajuan  hak sipil dan hak asasi manusia. 
Ketiga, pemilu, khususnya pada negara yang masih 
mengalami transisi demokrasi, dapat memberikan ruang 
kepada warga  negara untuk terlibat dalam ruang publik sebab  
mendorong warga untuk turut mengawasi, melakukan 
kajian, melakukan pendidikan pemilih, dan melakukan advokasi. 
Selain memberikan ruang kepada warga umum untuk 
terlibat, warga yang rentan seperti kelompok minoritas, 
perempuan, pemilih dengan disabilitas didorong juga untuk 
terlibat dalam ruang publik. Keempat, walaupun pemilu dapat 
memicu pemisahan  kelompok warga, pemilu yang 
kompetitif  dapat  mendorong  pemerintahan yang efektif dan 
stabil.
Di negara kita, partisipasi memilih yaitu  hak—bukan 
kewajiban sebagaimana dianut oleh Australia. UU 8/2015 pasal 
1 ayat (6) menegaskan, pemilih yaitu  penduduk yang berusia 
paling rendah tujuh belas tahun atau sudah/pernah kawin 
yang terdaftar dalam pemilihan. Untuk dapat didaftar sebagai 
pemilih, undang-undang ini  memuat pembatasan-
pembatasan seperti tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya; 
dan/atau tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan 
putusan pengadilan yang telah memiliki keukatan hukum 
tetap. Dari kerangka undang-undang ini , partisipasi 
pemilih bukan partisipasi semua warga negara, namun  warga 
negara yang memenuhi syarat sebagaimana diatur undang-
undang. 
keikutsertaan  pemilih sering menjadi isu bersama 
sebab  berkaitan dengan seberapa banyak warga negara hadir 
untuk memberikan suara di TPS. Tingkat partisipasi seringkali 
dihubungkan dengan legitimasi hasil pemilu. Pada konteks lain, 
partisipasi pemilih juga berkaitan dengan kepercayaan warga 
negara pada demokrasi, sistem politik, penyelenggara pemilu, 
dan pihak-pihak yang akan memimpin pemerintahan. 
Namun, urusan partisipasi di pemilu kemudian tidak 
sekadar aktivitas demokrasi prosedural—datang ke TPS dan 
memilih—rutin lima tahunan, namun  juga demokrasi substansial 
yang telah menggeser posisi pemilh dari pinggir ke pusat arena 
persaingan politik. Perubahan posisi pemilih ini membawa 
konsekuensi penting dalam hal relasi antara warga 
sebagai pemilih dengan aktor pemilu yaitu peserta pemilu dan 
lembaga penyelenggara pemilu. 
D. Gerakan keikutsertaan  dalam Pemilu 2019
Buku  ini  yaitu   refleksi  dan  pengalaman 
pengawasan partisipatif yang dilaksanakan oleh Bawaslu 
serta gerakan partisipasi yang dilakukan oleh organisai non 

  
pemerintah  yang  bergerak  dalam  kepemiluan.
keikutsertaan  warga di pemilu terus berkembang 
luas. Dimensi partisipasi warga dalam pemilu memang 
luas. Dalam pengalaman Pemilu serentak 2019 sebagaimana 
yang termaktub dalam buku ini dapat digolongkan menjadi 
tiga bagian.
Pertama,partisipasi yang bertujuan untuk 
meningkatkan minat dan kepedulian warga negara terhadap 
penyelenggaraan  pemilu serta  pengetahuan/informasi 
tentang proses penyelenggaraan pemilu. Dalam kelompok 
pertama ini, bentuk partisipasi di antaranya yaitu  sosialisasi 
pengawasan pemilu; pendidikan pemilih dalam pengawasan; 
serta penguatan sarana dalam meningkatkan partisipasi 
warga dalam pengawasan kepemiluan.
Praktik peningkatan partisipasi untuk meningkatkan 
minat dan kepedulian warga   negara terhadap  penyelenggaraan 
Pemilu ini ada dalam tiga tulisan dari Bawaslu Kepulauan 
Riau, Bawaslu Jawa Tengah dan Bawaslu Sulawesi Selatan.
Bawaslu Kepulauan Riau mendorong partisipasi dalam 
pengawasan Pemilu melalui program kampung pengawasan. 
Dengan mempertimbangkan keterlibatan semua lapisan 
warga akan sangat menentukan jalannya proses dan hasil 
serta kualitas penyelenggaraan pemilihan.
Keterlibatan warga dalam pengawalan suara 
disadarai oleh Bawaslu Kepuluan Riau tidak cukup hanya 
dengan datang dan memilih pada saat pemungutan suara, 
akan namun  juga sejak awal dimulainya tahapan. Pelaksanaan 
kampung pengawasan sangat membantu dalam usaha  
pencegahan praktik politik uang dan pelanggaran pemilu 
lainnya dalam proses pelaksanaan pemilu. Program kampung 
pengawasan tidak hanya efektif untuk pencegahan politik uang 
namun  juga bentuk-bentuk pelanggaran pemilu lainnya seperti 
pemasangan APK, kampanye, dll.
Pada umumnya warga tidak mengetahui terkait 
dengan aturan-aturan dalam kepemiluan, sehingga mereka 
cenderung pasif atau bahkan tidak terlalu peduli dengan pemilu. 
Dengan adanya program kampung pengawasan ini warga 
bisa lebih banyak memperoleh  pengetahuan terkait dengan 
kepemiluan melalui forum-forum warga yang dilaksanakan 
dalam program-program di kampung pengawasan.
Dengan  pengetahuan tentang kepemiluan 
warga secara otomatis akan ikut mengawasi proses 
jalannya pemilu. warga  menjadi tau hal-hal apa saja yang 
boleh dan tidak boleh dilakukan dalam kampanye ataupun 
dalam tahapan-tahapan lain dalam pemilu. Jika warga 
melihat ada hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan 
peraturan pemilu maka warga pun sudah tau kemana 
mereka harus melaporkan, yaitu bisa melalui Pengawas 
Pemilu Kelurahan/Desa, Pengawas Pemilu Kecamatan 
ataupun langsung kepada Bawaslu Kabupaten/Kota. Dengan 
terwujudnya warga yang sadar dan paham tentang 
pemilu maka akan sangat membantu kerja-kerja Bawaslu yang 
secara jumlah personil masih sangat terbatas. Dengan adanya 
warga yang aktif dalam memberikan laporan-laporan 
terkait dengan pelanggaran pemilu Bawaslu akan dapat lebih 
maksimal  dalam  menjalankan  pengawasan pemilu.
Idris  dan   Ade   irfan  Santosa dalam tulisan 
Implementasi Pengawasan Partisipatif Di Bawaslu Provinsi 
Kepulauan Riau untuk mendorong keikutsertaan  warga  
dalam Pengawasan Pemilumemakai  strategi baru 
dalam usaha  meningkatkan keterlibatan warga dalam 
pengawasan pemilu. Strategi ini  menggabungkan 
dua strategi yang telah dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi 
Kepulauan Riau dalam pelaksanaan pemilu 2019. Dengan 
penggabungan strategi komunitas relawan pengawas pemilu 
partisipatif dan juga pelibatan warga secara langsung 
dengan membentuk kampung pengawasan dan desa anti 
politik uang diharapkan pelaksaan pengawasan partisipatif 
kedepan akan lebih maksimal.
Sementara Bawaslu Jawa Tengahmelakukan 
pendekatan seni budaya untuk sosialisasi pengawasan Pemilu 
serentak tahun 2019. Kegiatan sosialisasi pengawasan pemilu 
yang melibatkan bidang seni dan budaya menjadi hal baru bagi 
Bawaslu dalam melibatkan warga dalam pengawasan 
pemilu di Jawa Tengah.
mr.soebandrijo  dalam tulisan Pendekatan Seni Budaya 
untuk Sosialisasi Pengawasan Pemilu Serentak 2019 
menceritakan bahwa melibatkan warga diawali sebagai 
subyek. Sosialisasi pun, tidak hanya dengan cara diskusi 
dan ceramah yang cenderung memposisikan warga 
sekedar menjadi obyek. Di sisi lain, sosialisasi seni dan 
budaya berpotensi menjaid cara yang unik dan kreatif. Sebab, 
melalui seni dan budaya inilah akan lahir karya-karya seni 
yang berkonten pengawasan pemilu. Sosialisasi yang uni dan 
kreatif  perlu dilakukan agar sosialisasi bisa berhasil sebab  bisa 
memperoleh   perhatian  publik. 
Bawaslu Jawa Tengah sebagai badan publik memiliki 
kewajiban untuk melibatkan publik pada sosialisasi. Bahkan, 
kelompok warga itu harus dilibatkan sejak perencanaan 
kegiatan sosialisasi. warga  tidak hanya sekedar diundang 
pada saat hari pemungutan dan penghitungan suara dalam 
acara sosialisasi.Keberadaan kelompok warga itu bisa 
diakui dan eksistensinya bisa mencuat sebab  diberi ruang dan 
ajang oleh Bawaslu Jawa Tengah.
Pada  saat  yang sama,  Bawaslu  Jawa Tengah 
juga akan dimudahkan dalam melakukan sosialisasi kepada 
warga. Sebab, sosialisasi tidak hanya dilakukan Bawaslu 
Jawa Tengah sendirian. Lebih dari itu, kelompok pekerja seni 
juga akan ikut terlibat aktif dalam sosialisasi pengawasan 
pemilu. Pada akhirnya,pelibatan pekerja seni dan kelompok 
warga dalam sosialisasi pengawasan pemilu perlu terus 
dilebarkan. Masih banyak kelompok warga/pekerja seni 
tingkat lokal yang belum disentuh untuk ikut terlibat aktif dalam 
sosialisasi pengawasan pemilu. Sosialisasi perlu melibatkan 
seni dan budaya lokal agar kegiatan ini bisa membumi untuk 
disesuaikan dengan situasi dan kondisi lokal masing-masing.  
Khusus   untuk  postur anggaran sosialisasi 
pengawasan pemilu, Bawaslu Jawa Tengah memberikan 
rekomendasi bahwa angaran direncanakan sesuai dengan 
kebutuhan dan konteks di lapangan. Pekerja seni dan budaya 
membutuhkan alat-alat tertentu yang harus dibeli. Sementara, 
postur anggaran sosialisasi di Bawaslu masih terpaku pada 
model sosialisasi diskusi/ceramah di hotel. Untuk itu, perlu 
 
15
mengalokasikan anggaran sosialisasi di kabupaten/kota 
kepada kelompok sasaran dengan model postur anggaran 
berupa paket. Meski anggaran paket tapi Bawaslu kabupaten/
kota di Jawa Tengah perlu untuk menyusun rincian penggunaan 
anggaran untuk kemudian di review secara bersama-sama di 
Bawaslu Provinsi Jawa Tengah. 
Demikian juga, waktu  yang tersedia untuk 
melakukan sosialisasi haruslah lebih panjang. Dalam pemilu 
2019 lalu, waktu untuk melakukan sosialisasi terbilang singkat 
sebab  pemilu digelar pada April 2019. Untuk anggaran di 2018 
terpatok  harus selesai digelar pada akhir Desember 2018. 
Sedangkan anggaran sosialisasi untuk tahun anggaran 2019 
harus digelar sebelum April 2019. Sebab, April 2019 itu sudah 
pelaksanaan pemungutan suara. Padahal, anggaran 2019 baru 
bisa cair sekitar akhir Pabruari atau awal Maret 2019. 
Dalam program kegiatan Bawaslu Sulawesi Selatan, 
melalui program Desa Massamaturu, memiliki pengalaman 
menjadikan model desa pengawasan partisipatif. Penguatan 
proses demokrasi di tingkat desa dalam perhelatan Pemilu 
tahun 2019 menjadi sebuah ide dan sekaligus harapan yang 
dicoba diimplementasikan dan dikembangkan. Meskipun, 
hal ini tidaklah mudah, sebab  beberapa kondisi nyata dalam 
warga, baik secara internal maupun eksternal warga desa 
terjangkiti sikap dan pandangan pragmatisme politik.
Saiful Jihad mengingatkan bahwa kesadaran akan 
hak-hak dan tanggungjawab untuk menciptakan kehidupan 
demokrasi masih perlu terus didorong, Pendidikan politik, 
bahkan Pendidikan pemilih pun masih belum dilakukan 
secara terencana dann terisitematis dengan baik. Sosialisasi-
sosialisasi mengajak warga untuk hadir memilih, menjadi tidak 
bermakna, jika warga sendiri tidak faham untuk apa 
mereka memilih, warga tidak dapat merasakan dampak 
baik dari hasil-hasil pilihan mereka selama ini jika dilakukan 
dengan benar dan baik.
Posisi desa dalam mendorong partsipasi warga 
menjadi hal yang sangat vital. Pemerintahan di tingkat desa 
memiliki kewenangan yang diatur dalam undang-undang yang 
sangat bisa untuk mendorong dan meningkatkan keasadaran 
16
  
politik, Pemahaman tentang hakikat demokrasi yang baik 
dan benar. Kepala desa besama perangkat desa dan Badan 
Permusyawaratan Desa (BPD) dapan mengembangkan 
kegiatan-kegiatan yang didanai dari dana alokasi desa yang 
cantolannya pada pemberdayaan warga untuk meningkatkan 
pemahaman dan kesadaran politik warganya. Tetapi tentu 
membutuhkan desain kegiatan yang lebih baik, lebih terencana.
Desa Massamaturu di Kabupaten Takalar, yaitu  
salah satu desa yang mencoba berinovasi menjawab harapan-
harapan besar dari warga warga, tentu belum sempurna, 
masih banyak hal yang perlu pembenahan, namun  keinginan 
untuk malakukan kegiatan-kegiatan yang bermuara pada 
usaha  meningkatkan pengetahuan dan kesadaran politik warga 
di desanya, patut untuk diapresiasi. Respon Kepala Desa, BPD 
dan perangkat desa untuk membuat kegiatan-kegiatan yang 
disupport dari kas dana desa, yang alokasi pelaksanaannya 
dilakukan melalui Forum Awas tentu dapat menjadi salah satu 
best practices.
Namun, tentu saja, dibutuhkan panduan yang 
disusun secara baik oleh Bawaslu untuk mengembangkan 
desa/kelurahan/kampung/lorong model pengawasan atau 
sebutan lain lainnya yang menggambarkan sebuah komunitas 
yang akan didampingi. Panduan ini penting, agar kegiatan 
yang dilakukan benar-benar teerencana, dengan desain 
kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai  tujuan (goal) 
yang hendak dicapai.  Dengan  adanya panduan ini , maka 
dimungkinkan untuk bisa  mengukur dan mengevaluasi capaian 
dari indikator keberhasilan yang telah dibuat.
Bentuk, model dan inovasi itu lahir dari desa yaitu  
benar, namun  bagaimana muncul ide, inovasi, dan kreatifitas 
itu, membutuhkan strategi pendampingan. Pada posisi inilah 
Bawaslu di tingkat kabupaten dapat melakukan usaha -usaha  
yang melibatkan pihak-pihak lain untuk mendorong keinginan 
ini. Pada aspek inilah panduan dan pedoman itu menjadi 
penting dirumuskan.
Kedua,   partisipasi   yang bertujuan untuk 
meningkatkan legitimasi Pemilu.Bentuk partisipasi yang 
termasuk dalam kelompok kedua ini yaitu  memilih calon 
 
17
dan pasangan calon; musyawarah membahas rencana visi, 
misi, dan program partai dalam pemilu;serta mengajak dan 
mengorganisasi melakukan transaksi politik dengan peserta 
Pemilu.
Terhadap jenis partisipasi yang kedua ini, Bawaslu 
Maluku melakukan pendidikan politik melalui strategi 
mangente kampung dalam meningkatkan kualitas pemilu di 
desa terpencil. Meningkatnya keterlibatan warga dalam 
penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu), menunjukan 
semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara. 
Demokrasi menghendaki adanya keterlibatan rakyat.
Pasca dilaksanakannya Kegiatan mangente 
kampung oleh Bawaslu Propinsi Maluku di Dusun Wasalai 
Desa Wamsisi Kecamatan Waesama Kabupaten Buru Selatan 
terjadi peningkatan kualitas pemilu yang di tunjukkan 
dengan meningkatnya  partisipasi warga datang ke 
TPS, rendahnya kecurangan yang terjadi pada setiap tahapan 
pemilu.
Astuti Usman dalam Bab Pendidikan Politik melalui 
Mangente Kampung, dalam Peningkatan Kualitas Pemilu 
di Desa Terpencil memastikan pentingnya pengawasan 
partisipatif dalam mengawal pemilu yang demokratis menjadi 
catatan tersendiri bagi pengawas Pemilu, pemantau pemilu 
dan warga yang dilibatkan dalam pengawasan tahapan 
penyelenggaraan pemilu harus bersifat  independen dan  tidak 
memihak  (imparsial)  salah satu satu calon /partai politik 
peserta pemilu sehingga tidak adanya diskriminasi terhadap 
siapa pun.
Sosialisasi yang masif dilakukan oleh Bawaslu Maluku 
untuk membangun kesadaran warga bahwa mereka 
memiliki kewajiban untuk mengawal hak pilihnya dalam 
pemilu dengan cara berpartisipasi dalam pengawasan tahapan 
penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap lembaga-lembaga 
terkait pemantauan pemilu agar mereka ikut mengawasi 
tahapan penyelenggaraan pemilu bukan hanya pada hari 
pemungutan suara saja.
Dengan adanya  peranan  aktif  dari Bawaslu, 
Lembaga-lembaga pemantau pemilu dan juga warga 
18
  
dalam mengawasi pemilu, akan  memberikan kesadaran bagi 
para pelaku politik, penyelenggara pemil dan stakeholder 
terkait untuk menjaga diri, menjaga marwah partainya 
sehingga akan tetap berada  pada  relnya sesuai dengan 
porsinya masing-masing, yang pada  akhirnya  akan melahirkan 
suatu pemilu yang demokratis.   Dengan adanya partisipasi 
seluruh pemangku kepentingan dalam pengawasan tahapan 
penyelenggaraan pemilu maka diharapkan akan dapat 
menghasilkan pemilu yang demokratis baik dari prosesnya 
maupun hasilnya.
Sejatinya, pengawasan  yang  ideal yaitu  pengawasan 
yang berbasis warga yang melibatkan partisipasi  luas 
dari berbagai macam bentuk lapisan pengawasan  dan lapisan 
warga. Panwaslu Maluku Tengah akan terus menjadi 
bagian dari warga Maluku menjadi bagian dari Panwaslu 
dalam rangka menegakan Keadilan Pemilu.
Bawaslu Maluku telah membuktikan dengan 
melakukan   terobosan   inovatif untuk mendorong 
meningkatnya  partisipasi warga dalam pencegahan dan 
pengawasan pemilu. Melalui Pencanangan Desa Pengawas 
Pemilu dengan  “Zona Bebas Pelanggaran”.
Peneliti P3M, Agus Muhammad memberikan contoh 
terhadap daya tahan Kampung Sawah dalam menghadapi 
politisasi SARA dalam Pilkada Jabar 2018 dan Pilpres 2019.
Politisasi suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yaitu  
eksploitasi sentimen-sentimen identitas untuk memenangkan 
kelompok tertentu sambil menyerang, menghina dan atau 
merendahkan kelompok lain yang menjadi lawan politiknya.
Dalam konteks warga Kampung Sawah, 
agaknya tidak cukup memakai  kerangka solidaritas 
mekanik dan solidaritas organik untuk menjelaskan karakter 
Kampung Sawah yang sangat khas. sebab  solidaritas 
mekanik mengacu pada warga tradisional yang secara 
etnis dan budaya homogen; sementara solidaritas organik 
mengacu pada warga urban yang beragam latar belakang 
namun  diikat oleh pola ketergantungan satu sama lain yang 
bersifat impersonal dan aspek etnis dan budaya dianggap 
tidak menonjol . Padahal, di samping penduduknya beragam, 
 
19
Kampung Sawah juga diikat oleh budaya Kampung Sawah 
yang sangat kental.
Politisasi SARA dalam Pilkada Jawa Barat dan Pilpres 
2019 ternyata dinilai cukup kencang di Kampung Sawah. Dari 
sejumlah politisasi SARA yang beredar di Kampung Sawah, 
pola penyebarannya rata-rata dilakukan melalui media sosial. 
warga  Kampung Sawah memuliki daya tahan yang cukup 
kuat menghadapi politisasi SARA.
Faktor paling kuat dari daya tahan Kampung Sawah 
yaitu  adanya sistem kekerabatan yang sekaligus menjadi 
simpul dari cross-cutting afilliations dan cross-cutting loyalities. 
Sistem marga (kekerabatan) yang mengakar kuat di Kampung 
Sawah telah mampu mewujudkan kebersamaan, silaturrahmi 
tetap terjaga dan keikatan keluarga agar tidak bercerai berai 
di antara mereka. Sistem marga telah menjadikan kehidupan 
warga Kampung Sawah sangat plural, toleran dan saling 
menghormati satu dengan yang lainnya. Bahkan dengan sistem 
marga seperti itu sistem kekerabatan warga Kampung 
Sawah menjadi luas dan kuat, dengan pluralitas keagamaan. 
warga  Kampung Sawah merespons politisasi 
SARA dengan cara yang sangat cerdas, mulai dari usaha  
klarifikasi ke tokoh-tokoh agama maupun tokoh warga, 
melokalisir isu hanya di kalangan komunitas, bahkan hanya 
berhenti pada dirinya sendiri, hingga peran tokoh yang secara 
aktif melakukan edukasi kepada warga. Sehingga, 
kedepan Bawaslu perlu melakukan replikasi pengalaman 
Kampung Sawah ke kawasan-kawasan lain dengan pendekatan 
dan kerja sama dengan Lurah atau Kepala Desa sebagai unit 
pemerintahan terkecil agar mendorong warga dan desa/
kelurahan sebagai kawasan pengawasan partisipatif.
Masih dalam hal meningkatkan legitimasi Pemilu 
yang bersih, tulisan Bagus Sarwono mewakili Bawaslu 
Yogyakartamelakukan gerakan sosial anti politik uang dalam 
Pemilu serentak 2019.Gerakan Desa Anti Politik Uang (Desa 
APU) yaitu bentuk kesadaran kolektif warga 
desa untuk berkomitmen menolak praktik politik uang dalam 
setiap kontestasi demokrasi. Pola gerakan ini menandakan 
adanya kesadaran warga yang terorganisir (kelompok 
20
  
warga atau NGO) yang didukung oleh pemangku 
kepentingan –Pengawas Pemilu, UMY, dan Pemerintah Desa. 
Artinya, ketiga elemen ini telah memiliki pemahaman yang 
sama dan saling bersinergi untuk memerangi politik uang. 
Bagaimanapun, politik uang yaitu kejahatan terorganisir, 
maka melawannya juga harus dengan cara terorganisir. 
Hal ini tercermin kuat terjadi di Desa Murtigading dan Desa 
Sardonoharjo. Pola gerakan pada level ini diinisiasi oleh NGO.
Gerakan yang termasuk dalam kategori cukup ideal 
atau middle classyaitu  adanya komitmen dari pemangku 
kepentingan untuk menyadarkan warga agar menolak 
politik uang. Dengan bahasa lain, kesadaran warga 
belum terorganisir namun pemangku kepentingan memiliki 
komitmen untuk mengorganisir warga. Hal ini terjadi di 
12 Desa sebagaimana diuraikan di atas. Pada level ini, gerakan 
diinisiasi oleh Pemerintah Desa dan Pengawas Pemilu.
Gerakan yang kurang ideal atau stagnan. Pola ini 
ditandai dengan adanya komitmen dari pihak eksternal desa 
seperti Pengawas Pemilu dan UMY untuk membangun gerakan 
bersama warga namun daya dukung Pemerintah Desa 
masih terbatas. Dengan bahasa lain, 26 Desa/Kelurahan 
sebagaimana disebutkan di atas masih sebatas pilot project dari 
Pengawas Pemilu dan UMY. Kelompok ini memang melakukan 
deklarasi, namun tidak ada kegiatan yang berkelanjutan. Pada 
level ini, inisisasi gerakan berasal dari Pengawas Pemilu.
Gerakan Desa APU memang belum bisa 
menghilangkan praktik Politik Uang secara keseluruhan, 
namun tetap memiliki dampak yang positif. Pertama, 
munculnya perubahan di level paradigma   warga dari 
yang sebelumnya aktif atau terbuka dengan politik uang telah 
berubah menjadi warga pasif dan tertutup. Kedua, dari 
segi kuantitas, praktik jual beli suara menjadi berkurang meski 
hanya sedikit.  Ketiga, warga makin berani menolak 
dengan tegas Politik Uang. Berdasarkan fakta di lapangan, 
sebanyak 20% pemilih di Desa Sardonoharjo menyatakan 
bahwa mereka tegas menolak politik uang dalam Pemilu 2019.
Secara keseluruhan dengan adanya 40 Desa/
Kelurahan yang mau terlibat dalam gerakan Desa APU, tetap 
 
21
perlu diapresiasi ditengan ratusan desa/kelurahan lainnya di 
DIY yang belum terlibat sama sekali dalam gerakan Desa APU.
Sejalan dengan kerjasama yang dibangun oleh 
Bawaslu DIY dengan UMY, ada tulisan relektif dari 
Bambang Eka Cahya W dkk terkait dengan kolaborasi kelompok 
civil society di dalam mewujudkan tata kelola pemilu yang 
bermartabat dan berintegritas yaitu satu dukungan riil 
terhadap bekerjanya demokrasi sebagai ‘solusi’ dari problem-
problem liberalisasi politik pasca reformasi.
Dalam Bab KKN Desa Anti Politik Uang Sebagai 
Proses Kolaboratif Pengawasan Pemilu Partisipatif Pada Pemilu 
Serentak 2019 Di Daerah Istimewa Yogyakarta Menunjukkan 
sentralnya peran uang dalam praktik patronase dan klientelisme 
di negara kita yaitu keadaan “berbahaya” dan darurat bagi 
denyut nadi demokrasi di negara kita. 
Keterlibatan perguruan Tinggi Muhammadiyah 
di dalam membangun demokrasi yaitu bentuk 
tanggungjawab moral-intelektual yang tepat. Kekuatan 
ini telah didorong dan diperkuat dengan model kolaborasi 
demokratis antara beberapa pihak antara lain dengan 
BAWASLU dan Pemerintahan Desa serta Komunitas pegiat 
sosial politik kepemiluan. Model dan praktik kolaborasi ini 
dinilai sangat strategis bagi semua Lembaga yang terlibat 
untuk memperkuat peran masing-masing.
Keterlibatan warga sipil dalam hal ini PTM, telah 
secara nyata mampu menggerakkan demokrasi yang berbasis 
partisipasi warga atau dalam Bahasa lain disebut popular 
control—dimana warga punya andil di dalam memperkuat 
demokrasi dan mengantisipasi dominasi praktik politik uang 
dalam pemilu. Popular control sebagai mekanisme demokrasi 
ini juga berguna untuk mendorong electoral integrity untuk 
memastikan demokrasi tidak kehilangan makna dan juga 
kepercayaan dari warga. 
Ketiga, partisipasi yang bertujuan untuk menjamin 
pemilu yang adil. Bentuk partisipasi yang termasuk dalam 
kelompok ketiga ini yaitu  pemantauan dan pengawasan serta 
pelaksanaan penghitungan cepat atas hasil pemungutan suara 
di TPS.
22
  
Dalam membangun partisipasi jenis ketiga ini, Faizal 
Akbar membeberkan Netgrit membangun gerakan dalam 
menjaga integritas hasil pemilu melalui gerakan Kawal emilu 
Jaga Suara 2019. Tahapan pemungutan dan pengitungan suara 
hingga rekapitulasi perolehan suara menjadi tahapan puncak 
dalam pemilihan. Proses rekapitulasi suara yang dilakukan oleh 
KPJS menemukan ada kesalahan yang terjadi di TPS hingga 
Situng, namun dalam proses rekapitulasi suara yang berjenjang 
terbuka ruang perbaikan. KPJS juga telah memberikan masukan 
terhadap pola kesalahan hingga spesifik terhadap dokumen C1 
yang terindikasi perlu diperbaiki. 
Rekapitulasi dalam pemilu 2019 telah membawa 
banyak permasalahan terutama melalui Situng KPU yang 
pada awalnya dibuat untuk meningkatkan kepercayaan publik 
terhadap hasil pemilu. Situng KPU justru menjadi sumber 
polemik di warga. Proses rekapitulasi yang berjenjang 
dan memakan waktu lama telah membawa permasalahan 
bagi kepercayaan warga kepada hasil pemilu. Perlu ada 
usaha  untuk mereformulasi proses rekapitulasi suara menjadi 
lebih singkat, sebab  publik ingin mengetahui hasil pemilu 
dengan cepat. Dalam mengevaluasi Pemilu 2019 KPJS 2019 
mengusulkan dua perubahan untuk pemilu kedepan.
Salah satu kerumitan dalam Pemilu 2019 yaitu  
sistem administrasi penghitungan yang birokratis, banyak 
dan kompleks. Akibatnya KPPS mengalami kesulitan dalam 
melengkapi keseluruhan syarat administrasi dengan cepat dan 
tepat. Kedua, tidak ada disiplin untuk mematuhi standar baku 
agar setiap dokumen ditulis, diisi dan dijumlahkan dengan 
urutan juga cara yang sama. Kesalahan juga dipengaruhi 
oleh faktor keletihan fisik dan psikologis dari petugas akibat 
panjangnya proses penghitungan lima kotak suara.
Kesalahan yang banyak terjadi dalam administrasi 
penghitungan pemilu 2019 juga dipengaruhi oleh kurangnya 
kapasitas KPPS dalam memenuhi kualifikasi standar pengisian 
baku setiap dokumen administrasi penghitungan suara. Tidak 
meratanya keterampilan dari KPPS ini  juga dipengaruhi 
oleh faktor kurangnya bimbingan teknis yang dilakukan oleh 
KPU kepada KPPS. Selain itu, simulasi tidak dilakukan dengan 
 
23
massif dan merata untuk memastikan bahwa KPPS benar-
benar menguasai pekerjaannya. Banyaknya petugas yang baru 
pertama kali menjadi KPPS ditambah kurangnya bimbingan 
teknis membuat banyaknya terjadi kesalahan dalam proses 
penghitungan suara.
Situng sebagai saluran informasi publik KPU kepada 
warga harus diperbaiki kualitasnya. Perbaikan dimulai 
dari infrastruktur teknologinya hingga pada keterampilan 
sumber daya manusianya. Situng harus memiliki sistem agar 
angka yang salah tidak bisa ditampilkan kepada publik. Situng 
juga harus bisa membuka ruang bagi publik untuk memberikan 
masukan jika ditemukan kesalahan input data. Situng juga 
perlu memperbaiki kualitas tampilan datanya menjadi lebih 
mudah dibaca, diakses dan dipahami warga umum.
Pattiro melakukan pemantauan khusus terhadap 
Perilaku Politik ASN pada Pemilu 2019. ASN memiliki peran 
sebagai perekat dan pemersatu bangsa ini, secara implisit 
terkait dengan asas dalam penyelenggaraan dan kebijakan 
manajemen ASN yaitu asas persatuan dan kesatuan. Hal ini 
berarti, seorang PNS atau ASN dalam menjalankan tugas-
tugasnya senantiasa mengutamakan dan mementingkan 
persatuan dan kesatuan bangsa. Kepentingan kelompok, 
individu, golongan harus disingkirkan demi kepentingan yang 
lebih besar yaitu kepentingan negara dan  bangsa.
Ketidaknetralan ASN berimplikasi pada terjadinya 
perbedaan perlakuan (diskriminasi) terhadap warga 
yang berbeda asal, golongan dan partai politiknya yang akan 
memicu  terjadinya kecemburuan dan keresahan sosial. 
Bila hal ini dibiarkan dan terus berkembang akan memicu 
terjadinya konflik antar kelompok warga dan berpotensi 
berkembang menjadi disintegrasi bangsa, terutama dari 
kelompok yang merasa terdiskriminasi.
Bejo Untung dan Sad Dian Utomo menjelaskan bahwa 
pemantauan terhadap netralitas ASN dalam Pemilu dapat 
dikatakan sebagai partisipasi politik warga negara. Meskipun 
tidak langsung mengawasi kandidat peserta Pemilu, namun 
pengawasan terhadap netralitas ASN yaitu bagian juga 
dari usaha  untuk mendorong netralitas itu sendiri. ASN yang 
24
  
netral, akan mendorong terwujudkan birokrasi pemerintahan 
yang netral pula, yang pada ujungnya akan melahirkan kebijakan 
yang berorientasi pada kepemntingan publik secara luas, bukan 
kepentingan politik tertentu. Dengan demikian, pemantauan 
terhadap netralitas ASN secara tidak langsung berpengaruh 
pada perbaikan kebijakan publik. Selain itu, pemantauan ini juga 
akan berpengaruh pada perbaikan pelayanan publik, sebab  
hanya pelayanan publik yang dijalankan oleh ASN yang netral 
(tidak diskriminatif sebab  alasan tertentu, termasuk preferensi 
politik) yang dapat mewujudkan kepuasan warga. 
Salah satu dinamika yang terjadi di dalam  proses 
pemantauan yaitu  terjadinya kebocoran data pelapor kepada 
ASN terlapor. Beberapa pemantau di Semarang melaporkan 
ASN yang melakukan pelanggaran yang berpotensi 
mengandung unsur sanksi pidana ke Bawaslu Kabupaten 
Kendal, Provinsi Jawa Tengah. Namun pihak Bawaslu Kabupaten 
Kendal kemudian menginformasikan laporan ini  ke ASN 
yang dilaporkan, dan memberikan informasi tentang data 
pelapornya. Mendapat laporan ini , ASN bersangkutan 
kemudian menegur secara langsung kepada pelapor. Pelapor 
kemudian merasa terintimidasi dengan teguran ini  dan 
terpaksa mencabut laporannya. 
Terkait dengan kebocoran data pelapor, hal ini 
menjadi kekawatiran para pemantau, terutama para pemantau 
yang masih memiliki hubungan teman dan kekerabatan 
dengan ASN terlapor. Mereka khawatir datanya diketahui oleh 
ASN terlapor, sehingga akan merusak hubungannya ini . 
Hal ini yang memicu pemantau enggan melaporkan 
hasil temuannya. Mereka baru mau melaporkan setelah 
mengetahui bahwa sistem pengaduan di KASN dan SP4N tidak 
mempublikasikan data pelapor. Data pelapor hanya diketahui 
oleh admin.
Demikian juga gerakan perempaun dalam mengawal 
partisipasi tercermin dalam tulisan Melda Imanuela. Koalisi 
Perempuan negara kita meningkatkan partisipasi politik 
perempuan. keikutsertaan  pemilih dalam pemilu menjadi hal 
yang penting sebab  akan berdampak secara politis terhadap 
legitimasi sebuah pemerintahan yang dihasilkan, tak terkecuali 
 
25
pemilih perempuan. Upaya meningkatkan peran politik 
perempuan di parlemen dengan kebijakan afirmatif 30%, 
yaitu bagian dari perlakuan khusus yang diberi  
kepada kaum perempuan dan bersifat konstitusional. Meskipun 
kebijakan afirmatif ini  konstitusional, namun prinsip 
kedaulatan rakyat yang menjadi pondasi dalam sistem negara 
demokratis tidak boleh dilanggar.
Kebijakan afirmatif yang ditempuh dalam rangka 
meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, 
yaitu konsekuensi hukum logis dari usaha  pemenuhan 
HAM warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) 
dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945, serta pemenuhan kewajiban 
negara untuk melaksanakan berbagai ketentuan hukum HAM 
Internasional (Konvensi HAM) yang telah diratifikasi oleh 
negara kita dalam pelbagai peraturan perundang-undangan.
Hasil Pemilu 2019 menunjukkan trend kenaikan 
representasi perempuan di lembaga legislatif tingkat nasional, 
DPR RI jumlah 120 orang dari 575 kursi yang ada (21%) dan DPD 
RI jumlah 45 orang dari 136 kursi yang ada (33%). Pencapaian 
keterwakilan perempuan di legislatif nasional yaitu 
hal yang patut dirayakan dengan sebuah catatan kritis, yakni 
keragaman latar belakang mereka. Meskipun keragaman latar 
belakang dapat dipetakan secara luas meliputi profil caleg 
sebagai petahana, kader partai, aktivis, kekerabatan, selebriti/
artis dan elit ekonomi. 
Prosentase 21%  calon legislatif perempuan terpilih di 
parlemen tidak bertambah menonjol , tapi mereka diharapkan 
mampu membawa aspirasi kaumnya.Sehingga pentingnya 
para perempuan ini  harus mampu meningkatkan kualitas 
dan menambah jaringan.Selain itu, dalam hal rekrutmen 
penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) mulai ditingkat 
provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat TPS harus selektif, 
independsi, dan menjalan  kuota  30%  keterwakilan perempuan. 
Peningkatan kapasitas menjadi penting disetiap jenjangnya 
sehingga tidak lagi ada kesalahan dalam adminitrasi pungut 
hitung (misalnya, pengisian formulir).
Terakhir refleksi dari Aliansi warga  Adat yang 
ditulis oleh Abdi Akbar dan Yayan Hidayat menjelaskan ragam 
26
  
hambatan partisipasi warga dalam Pemilu 2019. Bagi 
warga adat, Pemilu melampaui maknanya (beyond of 
mean). Tak sekedar urusan administratif, bukan pula sekedar 
persoalan teknis dan hukum. Pemilu menjadi hal yang luar 
biasa. Dengan berpartisipasi di Pemilu, warga adat 
membangun harapan besar bagi keberlangsungan kehidupan 
mereka dan anak cucunya. 
Namun,    warga  Adat    menyadari bahwa 
berbagai pelanggaran hak yang dialami bersumber dari 
politik hukum yang memang dirancang untuk abai terhadap 
kepentingan warga adat. Untuk itu, Pemilu bagi 
warga adat tak sekedar aktif sebagai pemilih. Pemilu 
yaitu  arena penting untuk memastikan masa depan mereka, 
dan memastikan negara bisa benar-benar hadir ditengah-
tengah warga adat dengan wajah yang sesungguhnya.
Standar   administrasi  dan desain pemilu justru 
menjadi penghambat utama partisipasi warga adat 
dalam Pemilu 2019. Kerangka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 
tentang Pemilu yaitu  logika unifikasi antara administrasi 
kependudukan dengan pendaftaran pemilih.Problem tenurial 
dan konflik pada warga adat ternyata berimplikasi 
terhadap  hilangnya  hak pilih mereka dalam Pemilu  2019.
Selain itu,  administrasi Pemilu harus  diletakkan dalam 
kerangka yang seimbang antara usaha  melayani kemudahan 
pemilih menyalurkan hak konstitusional nya dengan 
kepentingan administrasi pemilu.Ragam tindakan affirmative 
yang sudah dilakukan oleh pemerintah dan penyelenggara 
pemilu guna merespon dinamika hambatan partisipasi pada 
warga adat, meski belum maksimal. Adanya kepastian 
hukum bagi warga   Adat sangat penting untuk meretas 
problem konflik tenurial dan akan menjamin partisipasi 
warga adat secara penuh dalam proses-proses Pemilu.
Dalam instrumen hukum pendaftaran pemilih, 
nampaknya harus diperbaiki. Penyelenggara pemilu bersama 
dengan pemerintah, beserta dengan DPR harus merumuskan 
peraturan untuk menata sistem pendaftaran pemilih yang 
inklusif, akurat, transparan, dan terpercaya. Sistem pendaftaran 
pemilih  tidak   bisa dilepaskan perbaikannya dari setiap peristiwa 
 
27
kependudukan. Atas dasar itulah peran pemerintah  sebagai 
aktor yang  bertanggungjawab  mencatat setiap  peristiwa 
kependudukan penting untuk dilibatkan untuk mengevaluasi 
sistem pendaftaran pemilih. Menghadirkan kemudahan 
bagi pemilih melalui kebijakan-kebijakan affirmative untuk 
merespon ragam dinamika sosio-kultural warga adat serta 
menjamin kemudahan bagi mereka untuk dapat berpartisipasi 
seluas-luasnya di dalam Pemilu.
E. Penutup
Pemilu yaitu  sarana partisipasi politik warga negara 
sebagai bentuk nyata kedaulatan rakyat. Dalam sebuah negara 
demokrasi, pemilihan umum yang dilakukan dengan sungguh-
sungguh, jujur, adil, dan melibatkan hak-hak warga 
yaitu salah satu syarat yang perlu dipenuhi.
Pemilu bukanlah sekadar ajang seremonial politik 
belaka yang menafikan partisipasi politik warga. 
Namun, bagaimana kemudian warga menjadi subyek 
dalam proses Pemilu. Keterlibatan aktif warga dalam 
mengawal demokrasi prosedural akan sangat menentukan 
kualitas demokrasi substansial. Pengawasan  partisipatif 
yang dilakukan untuk mewujudkan warga negara yang aktif 
dalam mengikuti perkembangan pembangunan demokrasi. 
Pengawasan juga menjadi sarana pembelajaran politik yang 
baik bagi warga pemilih.
Bagi  warga, dengan terlibat dalam pengawasan 
Pemilu secara langsung, mereka dapat mengikuti dinamika 
politik yang terjadi, dan secara  tidak langsung belajar 
tentang penyelenggaraan   Pemilu   dan  semua  proses 
yang berlangsung. Bagi penyelenggara Pemilu, kehadiran 
pengawasan warga yang massif secara psikologis akan 
mengawal dan mengingatkan  mereka  untuk senantiasa 
berhati-hati, jujur dan adil dalam  menyelenggarakan Pemilu. 
Sejatinya, baik  penyelenggara, pengawas, 
pemantau, peserta Pemilu, dan sejumlah pihak yang terkait 
dalam Pemilu dapat belajar berperan sesuai latar belakangnya 
masing-masing. Selama proses penyelenggaraan pemilihan 
berlangsung, keterlibatan aktif warga untuk ikut 
28
  
serta melakukan pemantauan di lapangan, terbukti dapat 
meningkatkannya  kesadaran dalam melaporkan segala bentuk 
dugaan pelanggaran yang terjadi serta dapat melakukan 
pencegahan.  
keikutsertaan  politik yang yaitu wujud 
pengejawantahan kedaulatan rakyat yaitu  suatu hal yang 
sangat fundamental dalam proses demokrasi. Salah satu 
misi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yaitu  mendorong 
pengawasan partisipatif berbasis warga sipil. Pelibatan 
warga dalam pengawasan Pemilu harus terlebih dulu 
melalui proses sosialisasi dan transfer pengetahuan dan 
keterampilan pengawasan Pemilu dari pengawas Pemilu 
kepada warga.
Bawaslu belum secara maksimal menyediakan 
informasi ini  bagi warga. Hasil kerja-kerja 
pengawasan, penegakan hukum Pemilu dan penanganan 
sengket yang dijalankan Bawaslu juga belum terdokumentasi 
dan teriventarisasi secara baik. Bukan hanya media atau 
wadah penyampaian informasinya saja yang terbatas. Akses 
bagi warga untuk mendapat informasi dan pengetahuan 
ini  juga sangat terbatas.
Dalam prakteknya, Pemilu memiliki banyak kendala 
dan batasan untuk mendorong proses partisipasi rakyat. 
Diantaranya batasan peraturan, akses pengetahuan, pemetaan 
stakeholder, penjadwalan/waktu, anggaran, dan teritori. 
Sejumlah batasan ini  jika tidak mampu diatasi, justru 
menjadi kontra produktif untuk mendorong partisipasi politik 
rakyat. Sehingga menjadi urgen melakukan berbagai cara 
mendorong penguatan partisipasi rakyat. Faktanya, partisipasi 
rakyat dalam Pemilu selama ini hanya sekedar dimaknai secara 
terbatas yakni cukup dengan hanya memberikan hak pilihnya 
pada hari pemungutan suara di TPS.
Namun, ada pula yang patut diapresiasi, bahwa 
ada adanya bentuk, model dan inovasi pengawasan 
yang dibuat, baik itu lahir dari warga sipil maupun 
pengawas pemilu itu sendiri. Inovasi yang dilakukan berbasis 
desa menjadi solusi atas problematika yang tengah terjadi. 
Meskipun kenyatannya, ada  yang tidak sesuai dengan 
 
29
harapan. Hal yang perlu kembali dipikirkan dan digali yaitu  
bagaimana ide, inovasi, dan kreatifitas itu, membutuhkan 
strategi pendampingan. 
Dalam posisi seperti ini, sinergi yang kuat antara 
Bawaslu dan warga pemilih menjadi penting. Kelompok 
warga yang memberikan perhatikan besar terhadap 
pelaksanaan Pemilu yang berlangsung jujur dan adil 
berkomunikasi secara intensif dengan Bawaslu. Peningkatan 
kolaborasi antara Bawaslu dengan kelompok warga sipil 
inilah yang menjadi kunci peningkatan partisipasi bersama 
warga.
Sehingga setiap tahapan Pemilu harus diusaha kan 
dan dipastikan secara jujur dan adil demi menyelamatkan suara 
rakyat. Dari sanalah legitimasi proses dan hasilnya dapat diukur. 
Bisa dipastikan secara etis, bahwa setiap tahapan Pemilu harus 
mencerminkan adanya proses partisipasi politik rakyat yang 
sebenarnya.



 
33
IMPLEMENTASI PENGAWASAN PARTISIPATIF 
DI BAWASLU PROVINSI KEPULAUAN RIAU 
UNTUK MENDORONG PARTISIPASI 
MASYARAKAT 
DALAM PENGAWASAN PEMILU
(Hasil Pelaksanaan Program Kampung Pengawasan di 
Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau)
Oleh:
Idris, S.Th.I.
Ade Irfan Santosa, S.H.
“Dengan menumbuhkan kesadaran warga terkait 
dengan kepemiluan, akan muncul peran serta warga 
untuk ikut mengawasi jalannya pemilu”
34
  
1. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pemilihan umum yaitu salah satu bentuk 
implementasi dari demokrasi yang dilaksanakan dari rakyat, 
oleh rakyat, dan untuk rakyat.Pemilihan umum lahir dengan 
tujuan untuk memilih para wakil rakyat dalam rangka 
mewujudkan pemerintahan yang demokratis (Topo Santoso, 
2019:2).Oleh sebab  itu sudah seharusnya pelaksanaan 
pengawasan pemilihan umum juga melibatkan unsur rakyat 
(warga) sebagaimana juga telah diatur dalam UU No. 
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.Dalam UU No. 7 
Tahun 2017 ini , Bawaslu diberi  kewajiban untuk 
mengembangkan pengawasan partisipatif.
Keterlibatan warga dalam pengawasan pemilu juga 
telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 maupun Peraturan 
Bawaslu yang mengatur lebih teknis terkait dengan pelibatan 
warga dalam penyelenggaraan pengawasan pemilu.
keikutsertaan  warga dalam pengawasan pemilu sangat 
penting untuk menunjang pelaksanaan pemilu yang luber, jurdil, 
serta demokratis (Mohammad Najib, dkk. Bawaslu Provinsi 
DIY, 2014:14). Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau 
melaksanakan program kampung pengawasan di Kabupaten 
Karimun sebagai salah satu strategi untuk mendorong 
partisipasi warga dalam pengawasan pemilu.
Kabupaten Karimun yaitu salah satu kabupaten 
di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki luas wilayah 7.984 
km2 dengan luas daratan 1.524 km2 dan luas lautan 6.460 km2.
Kabupaten Karimun memiliki 198 pulau dan diantara 198 pulau 
ini  baru 67 pulau yang berpenghuni.Di sebelah barat 
Kabupaten Karimun berbatasan dengan Kepulauan Meranti, 
di sebelah selatan berbatasan dengan Pelelawan dan Indragiri 
Hilir, disebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka, dan 
sebelah timur berbatasan dengan Kota Batam. Dengan 
wilayahnya yang berupa kepulauan, mayoritas penduduk 
Kabupaten Karimun berprofesi sebagai nelayan.Oleh sebab  
itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau bersama dengan Bawaslu 
Kabupaten Karimun memilih Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan 
Tebing yang yaitu kampung nelayan untuk dijadikan 
 
35
salah satu proyek percontohan Kampung Pengawasan.
Pemilihan kampung nelayan ini salah satu pertimbangannya 
yaitu  sebab  kampung nelayan ini cukup merepresentasikan 
kondisi penduduk di Kabupaten Karimun.
Tingkat pendidikan di kampung nelayan di Kelurahan 
Teluk Uma, Kecamatan Tebing ini secara umum bisa dikatakan 
masih kurang, bahkan masih ada yang buta huruf.Rata-rata 
penduduk di desa ini hanya lulusan SD, bahkan banyak diantara 
mereka yang tidak sekolah dan memilih bekerja mencari ikan 
di laut.Pada awalnya kampung nelayan di Kelurahan Teluk 
Uma ini cenderung masih belum tertata dengan baik. Oleh 
sebab  itu pemerintah Kabupaten Karimun mengusaha kan 
berbagai cara agar kampung nelayan ini bisa berbenah dan 
memperbaiki kualitas kehidupan di kampung ini . 
Pada akhirnya kampung nelayan ini dapat berbenah, salah 
satunya dengan program kampung KB yang diprogramkan 
oleh pemerintah.Oleh sebab  itu Bawaslu Provinsi Kepulauan 
Riau bersama dengan Bawaslu Kabupaten Karimun juga 
berusaha  memberikan  hal  yang  positif di Kelurahan  Teluk 
Umaini  dengan menjadikannya proyek percontohan Kampung 
Pengawasan di kampung nelayan ini .
 Berdasarkan informasi dari Tiuridah, Komisioner 
Bawaslu Kabupaten Karimun, yang pada pelaksanaan Pemilu 
2014 juga telah menjadi Komisioner Panwaslu Kabupaten 
Karimun; bahwa perkampungan nelayan yang salah satunya 
yaitu  kampung nelayan di Kelurahan Teluk Uma Kecamatan 
Tebing ini  menjadi salah satu daerah yang rawan, 
khususnya terhadap praktik politik uang. Hal ini diperkuat 
dengan informasi yang diberi  oleh Nurhayati, kader 
kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma dan juga 
Albuchari, Ketua RT, dan juga Zulkifli, Kepala Desa setempat 
yang mengatakan bahwa pada Pemilu 2014 banyak terjadi 
pelanggaran pemilu seperti politik uang. warga  pun 
cenderung melihat praktik politik uang itu sudah seperti hal 
yang wajar, bahkan sebagian warga justru mengambil 
keuntungan dari praktik politik uang ini .
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Nurhayati, 
warga di kampung nelayan ini mereka cenderung acuh 
36
  
dan tidak begitu peduli dengan pelaksanaan pemilu sebab  
tidak ada dampak langsung bagi mereka. Dalam pandangan 
warga di kampung nelayan ini, siapapun pemimpin yang 
terpilih juga tidak akan memperbaiki nasib mereka. Namun 
saat  ada calon anggota legislatif maupun tim sukses yang 
datang kepada mereka, barulah mereka semangat sebab  pasti 
akan memberikan sesuatu untuk mereka.
Nurhayati juga menyampaikan bahwa dulu pada 
pelaksanaan Pemilu 2014 para calon anggota legislatif maupun 
tim suksesnya dengan terang-terangan melakukan politik uang 
melalui forum-forum warga. Calon anggota legislatif ataupun 
tim suksesnya ini  menawarkan bantuan-bantuan dalam 
bentuk barang, bahan sembako, bahkan uang untuk dibagikan 
kepada warga dengan kompensasi memberikan suara 
mereka untuk calon legislatif yang memberikan bantuan 
ini . Pada waktu itu warga pun menyambut baik dan 
menerima bantuan-bantuan ini  sebab  mereka belum 
memahami bahaya dari politik uang.
Namun setelah adanya Program Kampung Pengawasan 
di Kelurahan  Teluk  Uma, pelaksanaan Pemilu 2019 berjalan 
dengan lebih tertib. Dalam pelaksanaan Pemilu 2019 
tidak lagi ditemukan praktik-praktik politik uang.Memang 
masih ditemukan adanya pelanggaran-pelanggaran dalam 
pelaksanaan pemilu, namun hanya pelanggaran ringan 
seperti kesalahan pemasangan APK.warga  di kampung 
pengawasan ini juga membentuk posko pengawasan yang 
kemudian dijadikan sebagai salah satu pusat kegiatan 
warga. Jika warga melihat adanya pelanggaran 
pemilu, mereka bisa langsung menyampaikan melalui posko 
pengawasan ini . Setelah diterima di posko pengawasan 
kemudian laporan ini  akan disampaikan kepada 
pengawas desa maupun pengawas kecamatan setempat untuk 
ditindaklanjuti. Dengan begitu pelanggaran-pelanggaran 
pemilu yang terjadi pun bisa diatasi dengan cepat dan mudah 
sebab  adanya  bantuan partisipasi dari warga.
 Program Kampung Pengawasan yang dilaksanakan di 
Kabupaten Karimun ini yaitu  salah satu program yang cukup 
berhasil yang dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan 
 
37
Riau Bersama dengan Bawaslu Kabupaten Karimun. Program 
ini telah berhasil untuk mendorong partisipasi warga 
yang awalnya acuh dengan pelaksanaan pemilu menjadi 
warga yang peduli dengan pelaksanaan pemilu.Program 
ini juga telah berhasil untuk menjadi usaha  pencegahan dalam 
tindak pidana politik uang maupun bentuk-bentuk pelanggaran 
pemilu lainnya.  Program ini pun berhasil mengubah paradigma 
warga kampung nelayan yang awalnya mereka 
menganggap praktik politik uang sebagai hal yang wajar 
dan mereka menerima itu, menjadi warga yang berani 
menolak bahkan melawan praktik politik uang.
 Selain dengan melaksanakan program kampung 
pengawasan, Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau juga telah 
melakukan usaha  lain dalam mendorong partisipasi 
warga dalam pengawasan pemilu. Diantaranya yaitu  
dengan membentuk komunitas relawan pengawas pemilu. 
Pembentukan komunitas relawan pengawas pemilu ini 
lebih banyak melibatkan para pemuda, mulai dari kalangan 
mahasiswa, anggota Pramuka, aktivis organisasi, dan 
juga pemuda desa. Salah satu yang cukup berhasil dalam 
pembentukan komunitas relawan ini yaitu  pembentukan 
komunitas GMAMP (Gerakan Milenial Anti Money Politic) 
yang dilaksanakan di Kabupaten Lingga. Komunitas ini lebih 
banyak bergerak melalui media sosial dan online dengan cara 
memberikan himbauan-himbauan pencegahan praktik politik 
uang dan pelanggaran pemilu lainnya. 
Program komunitas relawan yang dibentuk dari kalangan 
mahasiswa  dan  pramuka  dalam  Pemilu 2019 juga sudah berjalan 
namun  masih belum maksimal. Untuk itu dalam tulisan ini kami 
juga telah menyusun strategi baru untuk mendorong partisipasi 
warga dalam pengawasan pemilu kedepan, khususnya 
untuk menghadapi Pilkada 2020. Strategi baru ini  kami 
susun berdasarkan hasil evaluasi dari pelaksanaan program 
pengawasan partisipatif yang telah dilaksanakan pada Pemilu 
2019. Pada Pemilu 2019 pelaksanaan komunitas relawan dan 
kampung pengawasan ini masih berdiri dan berjalan sendiri-
sendiri. Dalam strategi baru yang kami susun ini, kami berusaha  
untuk menggabungkan konsep komunitas relawan yang lebih 
38
  
banyak melibatkan pemuda dengan kampung pengawasan 
yang berbasis langsung ke warga.  Strategi   baru ini  
sebenarnya sudah berjalan secara alami dalam pelaksanaan 
program kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, namun 
masih belum terorganisir dan  tertata. Dengan membentuk 
strategi baru yang lebih terkonsep dan terorganisir ini harapan 
kami pelaksanaan pengawasan partisipatif  kedepan  bisa 
berjalan  lebih maksimal.
Dalam tulisan ini kami akan lebih fokus untuk membahas 
pelaksanaan kampung pengawasan yang dilaksanakan oleh 
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau bersama dengan Bawaslu 
Kabupaten Karimun di Kelurahan Teluk Uma. Selain itu kami 
juga akan menyampaikan rencana strategi baru yang akan 
kami terapkan dalam Pilkada 2020 di Provinsi Kepulauan Riau. 
Dalam tulisan ini kami akan lebih banyak menyampaikan 
hasil pelaksanaan kampung pengawasan di Kelurahan Teluk 
Uma sebab  dari program ini  kami mengembangkan 
strategi baru dalam pengawasan pemilu partisipatif. Kami akan 
menyampaikan mulai dari awal mula pembentukan kampung 
pengawasan yang awalnya banyak ditolak oleh warga 
warga; gotong royong warga kampung nelayan dalam 
membangun posko pengawasan di kampung pengawasan; 
dinamika pelaksanaan kampung pengawasan, pelaksanaan 
program-program dan kegiatan di kampung pengawasan; 
sampai pada hasil pelaksanaan dan evaluasi kampung 
pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing, 
Kabupaten Karimun ini .
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang ini ,rumusan masalah dalam 
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana pembentukan, pelaksanaan, dan hasil dari 
kampung pengawasan yang dilaksanakan di Kelurahan 
Teluk Uma, Kecamatan Tebing,Kabupaten Karimun, 
Provinsi Kepulauan Riau?
2. Bagaimana langkah-langkah implementasi Pengawasan 
Partisipatif di Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau untuk 
mendorong partisipasi warga dalam pengawasan 
 
39
pemilu?
C. Metode Penelitian
Penelitian ini yaitu  jenis penelitian naratif kualitatif.
Penelitian naratif yaitu  desain penelitian dari humaniora 
tempat peneliti mempelajari kehidupan individu dan 
meminta satu atau lebih individu untuk memberikan cerita 
tentang kehidupan mereka (Riessman, 2008). Informasi 
ini kemudian sering diceritakan kembali atau diubah oleh 
peneliti ke dalam kronologi naratif.Seringkali, pada akhirnya, 
narasi menggabungkan pandangan dari kehidupan peserta 
dengan pandangan para peserta kehidupan peneliti dalam 
narasi kolaboratif (Clandinin & Connelly, 2000).Dalam hal ini 
kami melakukan wawancara dengan berberapa narasumber 
terkait dengan pelaksanaan kegiatan kampung pengawasan 
di Kelurahan Teluk Uma, kemudian menyampaikan secara 
naratif dan    menganalisis  kegiatan dalam kerangka konsep 
pengawasan pemilu partisipatif.Setelah menganalisis 
pelaksanaan kampung pengawasan ini , kami juga 
mencoba untuk memberikan gambaran pengembangan 
pola pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif yang telah 
dilaksanakan  di Kelurahan Teluk Uma ini .
Adapun fokuskajian akan menelaah dan mengkaji 
pelaksanaan pengawasan partisipatif yang dilakukan oleh 
Bawaslu di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing, Kabupaten 
Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Metode pengumpulan data 
dalam penelitian ini memakai  teknik pengumpulan data 
yang dilaksanakan dengan cara studi pustaka, penelusuran 
literatur, baik berupa buku-buku, peraturan perundang-
undangan, dan sumber lain yang relevan untuk menjawab 
rumusan masalah dalam penelitian ini. Selain memakai  
teknik pengumpulan data dengan cara studi pustaka, penelitian 
ini juga memakai  teknik pengumpulan data dengan cara 
wawancara kepada pihak-pihak yang menjadi subyek dalam 
penelitian ini.Setelah melakukan studi pustaka, studiliterature, 
dan observasi; peneliti menuliskan dengan menganalisis hasil 
dari studi pustaka, studi literatur, dan observasi ini  
sebagai hasil penelitian.
40
  
2. Pengawasan Pemilu Partisipatif
Pengawasan pemilu partisipatif yaitu  pengawasan 
pemilu yang melibatkan dukungan semua lapisan warga 
dalam mengawasi jalannya pemilu. Bawaslu sebagai lembaga 
yang diberi  mandat untuk mengawasi jalannya proses 
pemilu membutuhkan dukungan dari banyak pihak dalam 
pengawasan. Hal ini  disebab kan personel Bawaslu 
masih sangat terbatas untuk melakukan pengawasan secara 
menyeluruh terhadap semua aktivitas yang dilakukan, baik 
oleh penyelenggara pemilu maupun oleh peserta pemilu. 
Untuk itu salah satu cara yang dipakai  Bawaslu untuk 
dapat memaksimalkan pengawasan dalam setiap tahapan 
pemilu yaitu  dengan melibatkan warga    (Gunawan 
Suswantoro, 2015:81).
Keterlibatan warga dalam pengawalan suara 
tidak cukup hanya dengan datang dan memilih pada saat 
pemungutan suara. Akan namun  Bawaslu juga mengajak 
segenap kelompok warga untuk ikut serta mengawasi 
prosesnya atas potensi adanya kecurangan dan pelanggaran-
pelanggaran yang dapat mencederai proses pemilu (Bernad 
Dermawan Sutrisno, Arif Budiman, 2018:77).Bawaslu juga 
mengajak kepada warga untuk berani melaporkan atau 
setidaknya menyampaikan kepada Bawaslu jika  menemui 
adanya kecurangan ataupun pelanggaran-pelanggaran yang 
dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu 
untuk dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Dengan begitu 
pengawasan dalam proses pemiluakan lebih maksimal.
Keterlibatan warga dalam pengawasan partisipatif 
ini juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk pembelajaran 
politik bagi warga. Dengan ikut mengawasi jalannya 
pemilu secara tidak langsung warga juga telah 
mempelajari proses pemilu. Dengan ikut mengawasi jalannya 
pemilu warga akan menjadi tahu bagaimana pelaksanaan 
pemilu, apa hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh 
penyelenggara maupun peserta pemilu, dan lain-lain. Dengan 
mengetahui tentang larangan dalam pemilu seperti politik 
uang dan akibat dari praktik-praktik politik uang ini  
 
41
misalnya, warga akan secara otomatis membentengi diri 
mereka untuk berani menolak dan bahkan melaporkan jika ada 
peserta pemilu ataupun tim suksesnya yang melakukan praktik 
politik uang.     
Implementasi dari konsep pengawasan pemilu partisipatif 
yang dilaksanakan oleh Bawaslu ini bermacam-macam 
(Bawaslu RI, 2017). Bentuk-bentuk dari implementasi kegiatan 
pengawasan pemilu partisipasif ini  misalnya pengawasan 
berbasis teknologi informasi, dalam hal ini Bawaslu 
mengembangkan aplikasi yang dinamakan Gowaslu yang 
dapat diakses secara bebas oleh setiap orang yang didalamnya 
warga dapat menyampaikan secara langsung kepada 
Bawaslu saat  menemukan adanya kecurangan ataupun 
pelanggaran-pelanggaran dalam setiap proses pemilu.Bawaslu 
juga memiliki program pojok pengawasan di ruang-
ruang strategis Bawaslu.Pojok pengawasan ini menyediakan 
literature, baik berupa buku, jurnal, atau media pemilu sebagai 
media pembelajaran pemilu bagi warga.
Selain pengawasan berbasis teknologi informasi dengan 
memakai  Gowaslu dan juga pojok pengawasan, Bawaslu 
juga memiliki program lain dalam pengawasan partisipatif, 
yaitu forum warga pengawasan pemilu, gerakan pengawas 
partisipatif pemilu, pengabdian warga dalam pengawasan 
pemilu yang dilaksanakan melalui Kuliah Kerja Nyata (KKN), 
penggunaan media sosial dalam pengawasan partisipatif, dan 
Saka Adyasta Pemilu. Program-program ini  dilaksanakan 
oleh Bawaslu dalam rangka untuk meningkatkan peran 
warga untuk ikut serta melakukan pengawasan dalam 
setiap pelaksanaan pemilu.Konsep pengawasan pemilu 
partisipatif inilah yang saat ini dikembangkan oleh Bawaslu 
Provinsi Kepulauan Riau yang salah satunya yaitu  melalui 
pelaksanaan program Kampung Pengawasan. 
Dalam tulisan ini kami akan lebih fokus menyampaikan 
program kampung pengawasan di Kabupaten Karimun 
Provinsi Kepulauan Riau yang mencakup 2 poin kegiatan, 
yaitu forum warga pengawasan pemilu dan juga gerakan 
pengawasan partisipatif pemilu. Dengan program kampung 
pengawasan ini  warga diberi  sosialisasi tentang 
42
  
kepemiluan melalui forum warga dan  kegiatan-kegiatan 
warga lainnya. Di kampung ini  juga dibuat posko 
pemilu yang menjadi pusat kegiatan warga. Dengan 
membekali warga dengan pengetahuan tentang 
kepemiluan ini  maka secara tidak langsung mereka 
pun akan ikut mengawasi pelaksanaan pemilu, khususnya di 
wilayah kampung pengawasan ini . Bantuan pengawasan 
dari warga ini  tentu akan dapat meminimalisir 
terjadinya pelanggaran-pelanggaran dan kecurangan dalam 
pelaksanaan pemilu
2.1. Kampung Pengawasan
A. Pembentukan Kampung Pengawasan
Pembentukan kampung pengawasan berawal dari arahan 
Bawaslu RI yang menghimbau kepada jajaran Bawaslu Provinsi 
dan Bawaslu Kabupaten/Kota untuk melaksanakan program 
yang melibatkan warga secara langsung sebagai bentuk 
pelaksanaan pengawasan pemilu partisipatif. Hal ini disambut 
baik oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau disebab kan 
program ini  sangat cocok dilaksanakan di wilayah 
Provinsi Kepulauan Riauyang wilayahnya berupa kepulauan. 
Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau menginstruksikan 
kepada jajaran Bawaslu Kabupaten Kota di Provinsi Kepulauan 
Riau untuk bersama-sama melaksanakan arahan dari Bawaslu 
RI ini  dengan membentuk kampung pengawasan dan 
desa anti politik uang.Pada akhirnya dilaksanakanlah program 
Kampung Pengawasan diKabupaten Karimun dan Desa 
Anti Politik Uang di Kabupaten Lingga. Program kampung 
pengawasan di Kabupaten Karimun dilaksanakan di Kelurahan 
Teluk Uma, Kecamatan Tebing; Kelurahan Sungai Pasir, 
Kecamatan Meral;dan Kecamatan Kundur Barat, Kabupaten 
Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. 
Pembentukan kampung pengawasan di Kabupaten 
Karimun ini pada awalnya akan diprogramkan di setiap 
kecamatan di Kabupaten Karimun. Namun sebab  terbatasnya 
anggaran akhirnya baru bisa dilaksanakan di 3kecamatan,yaitu 
Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, dan Kecamatan Kundur 
Barat. Namun dalam tulisan ini kami hanya akan fokus pada 
 
43
pembahasan terkait pelaksanaan kampung pengawasan 
yang dilaksanakan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan 
Tebing,Kabupaten Karimun. Pembentukan kampung 
pengawasan ini dimulai dengan penentuan kriteria desa yang 
akan dijadikan percontohan untuk kampung pengawasan 
ini . Kriteria kelurahan/desa yang dipilih untuk dijadikan 
kampung pengawasan sebagaimana disampaikan oleh 
Nurhidayat, Ketua Bawaslu  Kabupaten Karimun,diantaranya 
yaitu :
1. Kelurahan/desa ini  dapat menjadi representasi 
warga di Kabupaten Karimun.
2. Lokasi mudah diakses.
3. Mendapat dukungan dari warga dan perangkat desa/
kelurahan setempat.
4. warga nya aktif dan responsif dalam kegiatan-
kegiatan sosial dan kerelawanan.
5. Termasuk daerah kategori rawan berdasarkan pemetaan 
kerawanan Pemilu 2019.  
Diantara 12 kecamatan di Kabupaten Karimun yang 
mendekati kriteria ini  akhirnya mengerucut menjadi 3 
kecamatan yang paling mendekati dengan kriteria kampung 
pengawasan yang telah ditentukan oleh Bawaslu Kabupaten 
Karimun, yaitu Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, dan 
Kecamatan Kundur Barat. Dari kecamatan ini  kemudian 
diseleksi lagi untuk dipilih masing-masing 1 kelurahan dari 
kecamatan ini  yang kemudianterpilih Kelurahan Teluk 
Uma, Kecamatan Tebing; Kelurahan Sungai Pasir, Kecamatan 
Meral; dan untuk Kecamatan Kundur Barat tidak ditunjuk 
secara spesifik untuk wilayah kelurahannya. Kelurahan Teluk 
Uma ini dipilih untuk menjadi salah satu percontohan untuk 
kampung pengawasan disebab kan Kelurahan Teluk Uma ini 
cukup menggambarkan warga Karimun secara umum.
Kampung Teluk Uma ini yaitu  kampung nelayan yang secara 
tingkat pendidikan masih rendah dan mayoritas penduduknya 
berprofesi sebagai nelayan.
Awal pembentukan kampung pengawasan ini tidaklah 
mudah, banyak kendala yang dihadapi   oleh Bawaslu 
Kabupaten Karimun beserta jajarannya dalam proses 
44
  
pembentukan kampung pengawasan ini. Awal mula rencana 
pembentukan kampung pengawasan ini tidak disetujui oleh 
warga, banyak penolakan-penolakan yang disampaikan oleh 
warga. Penolakan ini  disebab kan ada warga yang 
salah satu anggota keluarganya mencalonkan diri menjadi 
calon anggota lembaga legislatif di Kabupaten Karimun, ada 
juga warga warga yang menjadi tim sukses peserta pemilu 
tertentu di desa ini . Mereka menolak kampung ini  
dijadikan kampung pengawasan disebab kan mereka takut 
tidak dapat melakukan kampanye secara leluasa dan bebas 
sebab  akan lebih banyak diawasi oleh Bawaslu. Mendapat 
penolakan-penolakan ini  Bawaslu kemudian melakukan 
usaha  persuasif dengan cara melakukan dialog dengan warga 
warga sampai pada akhirnya warga setuju dan 
bahkan mendukung dibentuknya kampung pengawasan 
ini .
Cara persuasif yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten 
Karimun dalam pembentukan kampung pengawasan ini  
yaitu  dengan cara melakukan dialog dan diskusi dalam forum 
warga maupun pendekatan secara personal dengan warga 
warga. Pada intinya dalam dialog ini  Bawaslu 
memberikan penjelasan terkait dengan program Kampung 
Pengawasan kepada warga. Selain itu Bawaslu juga 
menyampaikan tujuan dibentuknya kampung pengawasan 
ini yaitu  susaha  warga bisa ikut serta berperan aktif 
dalam mengawasi pemilu. Dilaksanakannya pengawasan 
pemilu bersama-sama dengan warga yaitu  agar pemilu 
berjalan tertib sesuai dengan ketentuan peraturan yang ada; 
bukan untuk mempersulit atau bahkan menghalang-halangi 
para peserta pemilu maupun tim sukses untuk melakukan 
kegiatan kampanye.    
Setelah warga memperoleh  penjelasan secara 
lengkap dari Bawaslu terkait dengan kampung pengawasan 
ini , barulah kemudian warga bersedia menerima 
program kampung pengawasan untuk dilaksanakan di 
kampung mereka.Lebih dari itu, justru kemudian warga 
ikut mendukung dengan memberikan ide-ide terkait dengan 
program kampung pengawasan ini .Salah satu ide yang 
 
45
dimunculkan dari warga yaitu  pembuatan posko pengawasan 
dan pada akhirnya warga pun bersedia bergotong-
royong secara swadaya untuk membangun posko pengawasan 
di desa mereka.warga  menjadi sangat antusias dengan 
pembentukan kampung pengawasan di kampung mereka.
B. Pelaksanaan Kampung Pengawasan
Pelaksanaan kampung pengawasan diawali dengan 
pembentukan posko pengawasan di kampung pengawasan 
yang dimotori oleh warga desa setempat, terutama para 
pemuda. Berikut program-program yang dilaksanakan di 
kampung pengawasan Kelurahan Teluk Uma Kecamatan 
Tebing:
1. Pembuatan Posko Pengawasan PemiluPartisipatif
Pembuatan posko pengawasan pemilu partisipatif ini 
yaitu inisiatif murni dari warga warga sendiri.
Hal ini disampaikan dalam dialog melalui forum warga pada 
awal sosialisasi pembentukan kampung pengawasan, yang 
kemudian ide ini  disambut baik oleh Bawaslu dan segera 
direalisasikan bersama warga warga.warga  pun 
membuat posko pengawasan itu dengan sedikit bantuan dari 
Bawaslu Kabupaten Karimun dan selanjutnya diselesaikan 
46
  
dengan cara gotong-royong dan dengan bahan seadanya. 
Ada warga yang membantu memberikan bambu, kayu, serta 
bahan-bahan yang dibutuhkan lainnya untuk pembuatan posko 
pengawasan pemilu ini.Posko pemilu ini kemudian dipakai  
oleh warga sebagai pusat pendidikan pemilu dan pusat 
kegiatan warga. Jika warga mau melaporkan 
adanya dugaan pelanggaran pemilu pun warga bisa 
datang ke posko pengawasan pemilu partisipatif ini  dan 
dari posko ini  akan diteruskan pada Pengawas Pemilu 
Kelurahan maupun Pengawas Pemilu Kecamatan sehingga 
lebih memudahkan warga dalam memberikan laporan 
pelanggaran pemilu.
2. Peresmian Kampung Pengawasan oleh Komisioner 
Bawaslu RI
Dengan berdirinya kampung pengawasan di Kelurahan 
Teluk Uma, Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun ini, Bawaslu 
Kabupaten Karimun kemudian mengundang Bawaslu RI untuk 
meresmikan berdirinya kampung pengawasan ini. Kampung 
pengawasan ini  diresmikan oleh Muhammad Afifuddin, 
Komisioner Bawaslu RI Koordinator Divisi Pencegahan dan 
Hubungan Antar Lembaga dengan penandatanganan prasasti 
kampung pengawasan.Acara ini pun diselenggarakan dengan 
gotong royong oleh warga warga kelurahan Teluk Uma, 
Kecamatan Tebing, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan 
 
47
Riau.
Dalam sambutannya komisioner Bawaslu RI Muhammad 
Afifudin menyampaikan bahwa berdirinya kampung 
pengawasan partisipatif ini bukti telah terbentuknya partisipasi 
warga untuk bersama-sama menjaga Pemilu 2019 yang 
bersih dan berintegritas.Gagasan pengawasan partisipatif 
yang dilontarkan oleh Bawaslu disambut baik oleh warga 
sehingga dapat terbentuk kampung pengawasan secara gotong 
royong oleh warga.Lebih lanjut disampaikan oleh Afifudin 
bahwa pembentukan kampung pengawasan partisipatif ini 
sebagai langkah-langkah pencegahan pelanggaran pemilu.
Kampung pengawasan juga yaitu salah satu cara untuk 
mensosialisasikan pengawasan pemilu kepada warga. 
Bawaslu tidak mungkin melakukan pengawasan sendiri sebab  
secara jumlah SDM masih sangat terbatas.Untuk itu Bawaslu 
membutuhkan peran serta warga dalam melakukan 
pengawasan penyelenggaraan pemilu.
3. Pembuatan alat peraga seperti spanduk, baliho, dan 
poster-poster terkait dengan himbauan-himbauan dalam 
Pemilu
Selain mendirikan posko pengawasan di kampung 
pengawasan, warga juga membuat alat peraga seperti 
spanduk, baliho, dan poster-poster sebagai himbauan kepada 
warga untuk ikut berpartisipasi aktif dalam pengawasan 
pemilu.Warga warga di kampung pengawasan ini juga 
kompak menolak praktik-praktik politik uang, politisasi sara, 
ujaran kebencian dan hoaksatau berita bohong. Penolakan-
penolakan ini  terwujud dalam poster, spanduk, dan baliho 
yang berada di sudut-sudut strategis di perkampungan warga.
Pemasangan alat peraga ini juga sebagai wujud komitmen 
bersama sekaligus sebagai pengingat dan himbauan kepada 
warga untuk mewujudkan pemilu yang adil, bersih, 
berintegritas, dan berkualitas.
48
  
4. Memberikan sosialisasi terkait kepemiluan dalam forum 
warga
Forum warga menjadi sarana yang efektif untuk 
memberikan sosialisasi tentang pemilu kepada warga. 
Berjalannya sosialisasi yang dilakukan dalam forum warga 
ini juga menjadi salah satu kunci kesuksesan pelaksanan 
kampung pengawasan di Kelurahan Teluk Uma. Sosialisasi 
dalam forum warga dilaksanakan oleh penggerak kampung 
pengawasan,baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama 
dengan panwascam dan pengawas kelurahan/desa. Dalam 
sosialisasi ini  disampaikan hal-hal terkait dengan tahapan 
pemilu yang sedang berjalan dan peran apa yang bisa dilakukan 
warga untuk berpartisipasi dalam tahapan ini . 
Misalnya dalam tahapan kampanye, disampaikan tentang 
apa itu tahapan kampanye, apa permasalahan dalam tahapan 
ini , apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan 
dalam kampanye. Selain itu disampaikan juga apa peran yang 
bisa dilakukan oleh warga untuk membantu mengawasi 
jalannya kampanye, misalnya melaporkan kepada pengawas 
jika melihat ada hal-hal yang dilarang dalam kampanye namun  
 
49
dilakukan oleh peserta pemilu.  
Pelaksanaan forum warga ini juga sebenarnya sangat 
sederhana, cukup dengan kita datang pada forum warga dimana 
kita sudah terlibat di dalamnya, kemudian kita meminta waktu 
10 sampai 15 menit untuk menyampaikan terkait tahapan 
pemilu yang sedang berjalan. Forum-forum warga yang bisa 
dijadikan tempat untuk sosialisasi ini  misalnya forum 
pertemuan kampung, arisan, pengajian, pertemuan pemuda, 
pertemuan organisasi warga, dan lain-lain.Walaupun 
sederhana namun sosialisasi yang dilakukan dalam forum 
warga ini  sangat efektif. Hal itu disebab kan sosialisasi 
ini  tersampaikan langsung kepada warga dan dalam 
forum ini  terjadi dialog dua arah secara langsung dengan 
warga, sehingga kita juga bisa mengetahui seperti apa 
respons warga. Bahkan sosialisasi dalam forum warga 
ini  juga bisa dijadikan media kampanye bagi Bawaslu 
untuk mengajak warga mewujudkan pemilu yang adil, 
bersih, dan berintegritas. 
5. Melakukan patroli pengawasan terhadap praktik politik 
uang maupun pelanggaran pemilu lainnya di masa 
kampanye dan pada saat masa tenang.
Masa kampanye dan masa tenang yaitu  waktu yang 
paling rawan khususnya terhadap praktik-praktik politik politik 
uang. Masa kampanye juga yaitu masa yang biasanya 
paling banyak terjadi pelanggaran, mulai dari pelanggaran 
pemasangan APK, pelibatan ASN dalam kampanye, 
penggunaan fasilitas negara dalam kampanye, dan lain-lain. 
Untuk itu dalam masa kampanye dan masa tenang di kampung 
pengawasan ini diprogramkan kegiatan patroli pengawasan 
praktik politik uang dan pelanggaran pemilu lainnya dalam 
masa ini  sebagai bentuk pencegahan. Kegiatan patroli ini 
dilakukan bersama-sama antara Bawaslu Kabupaten Karimun, 
Panwascam, Pengawas Kelurahan/Desa, penggerak kampung 
pengawasan, dan warga warga, khususnya para pemuda 
desa. 
warga  cukup antusias mengikuti kegiatan ini 
dan mereka juga ikut mengkampanyekan anti politik uang 
50
  
dalam kegiatan ini . Kegiatan ini juga cukup efektif 
untuk mencegah  politik  uang sebab  dengan begitu warga 
warga secara otomatis telah memproteksi diri mereka 
dengan mengikrarkan anti politik uang dalam patroli ini . 
Dengan melakukan patroli ini para tim sukses maupun caleg 
yang akan melakukan praktik politik uang pun menjadi segan 
bahkan takut untuk melakukannya. Hasilnya menurut informasi 
yang disampaikan olehKepala Desa Teluk Uma, penggerak 
kampung pengawasan, panwascamdan juga pengawas 
kelurahan/desa;tidak ditemukan lagi praktik politik uang di 
desa ini  sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya yang 
marak dengan politik uang.    
Berdasarkan wawancara kami dengan Zulkifli, Kepala 
Desa Kelurahan Teluk Uma, bahwa dengan adanya kampung 
pengawasan ini memberikan dampak menonjol  di warga. 
warga  Kelurahan Teluk Uma yang awalnya tidak begitu 
peduli dengan pemilu sekarang menjadi lebih peduli sehingga 
suasana pemilu tahun ini terasa lebih greget di warga. 
Obrolan di warga baik di forum warga maupun di warung-
warung juga banyak membicarakan terkait pemilu, mulai dari 
membahas tentang calon sampai pada pembahasan tahapan-
tahapan pemilu. Dari partisipasi warga yang dalam 
pemilu maupun pilkada sebelumnya hanya dalam kisaran 40% 
dalam Pilkada 2019 ini bisa mencapai lebih dari 70%. Bahkan di 
beberapa TPS ada yang mendekati 100%; misalnya dari 200-an 
jumlah pemilih dalam 1 TPS, hanya 4 sampai 5 orang yang tidak 
hadir.
Dengan adanya kampung pengawasan ini, warga 
juga lebih selektif dalam memilih calon pemimpin. Zulkifli juga 
mengatakan bahwa kalau dahulu warga masih sangat 
pragmatis, siapa yang memberikan uang yang akan dipilih, 
atau memilih hanya berdasarkan hubungan pertemanan 
atau kekerabatan saja. Akan namun  dengan adanya kampung 
pengawasan ini, warga berani menolak politik uang dan 
lebih selektif dalam memilih calon pemimpinnya. Dari Kelurahan 
Teluk   Uma  ini ada 12 orang warga yang mencalonkan diri 
menjadi anggota legislatif melalui beberapa partai politik yang 
berbeda. Namun dari 12 orang ini  pada akhirnya yang 
 
51
terpilih sebagai anggota legislatif hanya 1 orang saja. Hal ini 
menunjukkan bahwa warga sudah lebih selektif dalam 
memilih pemimpin, tidak lagi asal memilih secara pragmatis.
C. Analisis Hasil Pelaksanaan Kampung Pengawasan
Hasil dari pelaksanaan kampung pengawasan di Kelurahan 
Teluk Uma ini ternyata cukup positif. Berdasarkan hasil 
wawancara peneliti dengan penggerak kampung pengawasan 
Nurhayati, Albuchari Ketua RT setempat, Syahril selaku 
Panwascam Kecamatan Tebing,dan Zulkifly yang yaitu 
Kepala Desa setempat; bahwa dengan adanya program 
kampung pengawasan ini warga warga menjadi lebih 
tertib. Setiap ada pelanggaran-pelanggaran kampanye pun 
bisa langsung diselesaikan dengan mudah oleh Pengawas Desa 
dan Panwascam, bahkan melalui peringatan langsung dari 
warga.Beberapa warga pun ikut aktif menghimbau kepada tim 
sukses yang memasang APK tidak pada tempatnya, misalnya 
di tempat ibadah atau di tempat pendidikan.
Di dalam kampung pengawasan ini sebenarnya juga masih 
terjadi beberapa pelanggaran pemilu seperti pelanggaran 
pemasangan APK. Namun pelanggaran yang terjadi sebenarnya 
bukan sebab  atas kesengajaan dari peserta pemilu,akan namun  
lebih banyak sebab  ketidaktahuan. Misalnya seorang tim 
sukses salah satu peserta pemilu yang memasang alat peraga 
kampanye di tempat yang dilarang, setelah diperingatkan 
oleh Panwascam atau Pengawas Kelurahan kemudian mereka 
menyampaikan bahwa mereka tidak tahu jika ditempat 
ini  dilarang memasang alat peraga kampanye. Setelah 
mengetahui aturannya, mereka segera melepas alat peraga 
kampanye yang melanggar ini  dan kemudian memasang 
sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.Namun bagi 
yang tidak mengindahkan himbauan dari Panwascam atau 
Pengawas Kelurahan/Desa pada akhirnya dilakukan penertiban 
juga oleh Bawaslu bersama dengan Kepolisian dan Satpol PP.
Karakter warga warga kampung pengawasan yang 
yaitu kampung nelayan ini  warga pada umumnya 
susah diatur sebab  mereka  mereka terbiasa dengan 
kebebasan yang semau mereka. Begitu juga yang terkait 
52
  
dengan kepemiluan, awalnya warga sangat acuh dengan 
pemilu,  tidak peduli,  dan tidak mau tahu dengan pemilu.
Mereka pada umumnya hanya berpikir bagaimana bisa melaut 
dan dapat ikan untuk menghidupi keluarga mereka.Terkait 
dengan pemilu pun mereka tidak menganggap pemilu sebagai 
suatu hal yang penting sebab  tidak ada imbal balik secara 
langsung kepada mereka.Karakter warga seperti inilah 
yang kemudian sering dimanfaatkan oleh caleg ataupun peserta 
pemilu untuk membeli suara mereka. Sebagaimana telah kami 
sampaikan bahwa menurut informasi dari Nurhayati, warga 
desa penggerak kampung pengawasan, dan Albuchari selaku 
Ketua RT setempat; bahwa di daerah ini  dalam pemilu 
sebelumnya, tepatnya dalam Pemilu 2014, banyak terjadi 
praktik politik uang. 
Setelah adanya program kampung pengawasan di 
Kelurahan Teluk Uma dalam Pemilu 2019 ini, para caleg ataupun 
tim sukses lebih berhati-hati memasuki kampung pengawasan 
di Kelurahan Teluk Uma untuk melakukan kampanye. Mereka 
tidak berani secara terang-terangan melakukan praktik-
praktik politik uang sebagaimana yang terjadi dalam Pemilu 
2014. Bahkan para caleg ataupun peserta pemilu saat  akan 
melakukan kampanye ataupun sekedar memasang alat peraga 
kampanye di wilayah  Kelurahan   Teluk Uma selain meminta 
izin kepada Pengawas Pemilu Kecamatan dan Pengawas Pemilu 
Desa.  Mereka juga meminta izin kepada perangkat desa 
setempat, termasuk kepada Ketua RT. Selama pelaksanaan 
Pemilu 2019, khususnya di wilayah kampung pengawasan 
Kelurahan Teluk Uma, tidak ditemukan pelanggaran-
pelanggaran pemilu yang berat sebab  warga pada umumnya 
sudah cukup paham terkait dengan pemilu dari sosialisasi yang 
dilakukan dalam forum-forum warga yang dilaksanakan di 
kampung pengawasan. Bahkan warga warga pun mereka 
turut mengawasi dan bahkan ikut menegur para tim sukses 
yang memasang APK tidak sesuai dengan aturan.
Dari pemaparan diatas dapat kita lihat bahwa kampung 
pengawasan yang dilaksanakan di Kelurahan Teluk Uma, 
Kecamatan   Tebing,  Kabupaten Karimun ini  sangat 
efektif untuk membantu tugas-tugas pengawasan yang 
 
53
dilakukan oleh Bawaslu dan jajarannya. Dengan  menumbuhkan 
kesadaran warga terkait dengan kepemiluan, maka 
secara tidak langsung akan muncul peran serta warga 
untuk ikut mengawasi jalannya pemilu. Ketika warga 
sadar akan bahaya politik uang, maka dengan sendirinya 
warga akan melakukan penolakan terhadap praktik-
praktik politik uang. Begitu pula saat  warga memahami 
hal-hal yang dilarang dalam pemilu, maka warga akan 
ikut serta melakukan pengawasan dan melaporkan kepada 
pengawas pemilu    jika  ada  peserta pemilu  yang  melakukan 
pelanggaran-pelanggaran dalam pelaksanaan pemilu.
Banyak dari pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam 
pemilu pada dasarnya yaitu  sebab  kekurangpahaman 
warga ataupun peserta pemilu terkait aturan-aturan 
pemilu sehingga mereka melakukan pelanggaran itu.
Sedangkan pola sosialisasi yang dilakukan oleh Bawaslu saat  
memakai  pola sosialisasi yang bersifat formal masih 
sangat terbatas sebab  hanya dapat melibatkan sebagian kecil 
warga.Namun pola sosialisasi yang dilaksanakan melalui 
kampung pengawasan, khususnya yang telah dilaksanakan 
di Kelurahan Teluk Uma, ternyata lebih efektif untuk 
mensosialisasikan pemilu kepada warga.
Biaya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan sosialisasi 
melalui kampung pengawasan pun relatif lebih murah dibandingkan  
melaksanakan sosialisasi yang sifatnya formal. Sosialisasi 
melalui kampung pengawasan tidak memerlukan acara 
khusus untuk kegiatan itu, cukup dengan masuk dan meminta 
sedikit waktu 10 sampai 15 menit dalam forum warga yang 
sudah berjalan di warga untuk menyampaikan hal-hal 
terkait dengan kepemiluan. Forum-forum warga yang ada di 
warga ini  seperti pertemuan RT, pengajian warga, 
pertemuan pemuda, arisan ibu-ibu, pertemuan PKK, dan lain-
lain.
Yang diperlukan oleh Bawaslu untuk dapat melaksanakan 
kampung pengawasan yaitu  penggerak-penggerak kampung 
pengawas pemilu partisipatif. Keberadaan penggerak 
pengawas pemilu partisipatif inilah yang nantinya akan 
dapat membantu Bawaslu dalam mensosialisasikan terkait 
54
  
dengan pengetahuan kepemiluan di warga. Kampung 
pengawasan di Kelurahan Teluk Uma, Kecamatan Tebing, 
Kabupaten Karimun ini dapat berjalan sebab  adanya warga 
warga yang menjadi relawan sebagai penggerak 
warga yang berhasil menggerakkan warga untuk peduli 
terhadap pemilu. Tanpa adanya penggerak dalam warga, 
tentu kampung pengawasan yang diprogramkan juga tidak 
dapat berjalan efektif.
D. Tahapan Implementasi Pelaksanaan Pengawasan 
Partisipatif
Tahapan implementasi pelaksanaan pengawasan pemilu 
partisipatif yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan 
Riau yaitu :
1. Memetakan potensi relawan untuk dilibatkan dalam 
pengawasan partisipatif
Tahapan pertama yang dilakukan oleh Bawaslu Provinsi 
Kepulauan Riau dalam melaksanakan pengawasan pemilu 
partisipatif yang pertama yaitu  pemetaan potensi relawan.
Dari pemetaan potensi relawan yang dilakukan Bawaslu 
Provinsi Kepulauan Riau ini  terbentuklah 2 model 
pelibatan relawan. Kedua model pelibatan relawan ini  
yaitu  pelibatan relawan dengan model komunitas relawan 
dan pelibatan relawan dengan model pelibatan warga 
secara langsung.Pelibatan relawan dengan model komunitas 
dilakukan dengan membentuk komunitas relawan pengawas 
pemilu.Sedangkan untuk pelibatan relawan dengan model 
pelibatan warga secara langsung dilakukan dengan 
membentuk Kampung Pengawasan dan Desa Anti Politik 
Uang. Kedua model ini  secara umum masih berjalan 
sendiri-sendiri, komunitas relawan berjalan dengan program 
sendiri, begitu juga dengan Kampung Pengawasan dan Desa 
Anti Politik Uang.
Model   pelibatan relawan pengawas pemilu dengan 
bentuk komunitas relawan ini lebih banyak melibatkan 
unsur aktivis dan pemuda.Para pihak yang tergabung dalam 
komunitas relawan ini yaitu  para pemuda dari unsur 
mahasiswa, pelajar, pemuda desa, dan juga anggota Pramuka.
 
55
Salah satu yang cukup berhasil dalam pelaksanaan program ini 
yaitu  pembentukan GMAMP (Gerakan Milenial Anti Money 
Politic) yang dilaksanakan di Kabupaten Lingga.  GMAMP 
telah berhasil membantu Bawaslu Kabupaten Lingga dalam 
melakukan pengawasan dan usaha  pencegahan pelanggaran 
pemilu khususnya dengan sistem online melalui media sosial.
Sedangkan untuk pelibatan relawan dengan model pelibatan 
warga secara langsung dilakukan oleh Bawaslu dengan 
membentuk kampung pengawasan dan desa anti politik 
uang.Kampung pengawasan telah dilaksanakan di Kabupaten 
Karimun dan  Desa  Anti   Politik  Uang  dilaksanakan  di 
Kabupaten Lingga.
2. Menentukan pendekatan yang sesuai dengan karakter 
warga
Pola pendekatan yang dilakukan dalam proses pelibatan 
relawan tentu saja juga berbeda untuk model relawan 
pertama dan kedua. Pendekatan kepada komunitas relawan 
dilaksanakan dengan pendekatan yang lebih bersifat 
konseptual, dengan diskusi kepada mahasiswa, pemuda, dan 
pramuka.Pendekatan yang dilakukan kepada kaum milenial 
ini lebih kearah pendekatan pemanfaatan teknologi informasi 
seperti media sosial Facebook, Whatsapp, Twitter,dan lain-
lain.Sedangkan pendekatan kepada warga dalam 
membentuk kampung pengawasan dan desa anti politik uang 
lebih bersifat praktis dan pendekatan personal.Pendekatan 
kepada kelompok warga secara langsung ini juga lebih 
banyak dilakukan secara manual melalui forum-forum warga di 
warga.
3. Pendampingan kepada relawan pengawas partisipatif
Setelah melakukan pembentukan relawan pengawas 
pemilu partisipatif, Bawaslu juga melakukan pendampingan 
terhadap kelompok-kelompok relawan ini .Pendampingan 
kepada  relawan   dilakukan   baik melalui bimtek dan 
sosialisasi tentang kepemiluan maupun melalui media sosial. 
Pendampingan untuk kelompok relawan mahasiswa dan 
pramuka dalam pelaksanaannya masih belum maksimal.
56
  
Sistem pendampingannya dilakukan melalui media sosial 
whatsapp untuk memantau dan berdiskusi terkait kegiatan 
relawan. Untuk  pendampingan model pelibatan relawan yang 
pertama dengan komunitas relawan ini baru komunitas GMAP 
di Kabupaten Lingga yang cukup berhasil.Bahkan sampai saat 
ini pun komunikasi dalam komunitas GMAP ini  masih 
berjalan dan siap dilibatkan dalam pengawasan Pilkada 2020.
Pendampingan untuk model pengawasan partisipatif yang 
langsung ke warga dilakukan dengan melalui relawan 
penggerak kampung pengawasan. Para relawan penggerak 
kampung pengawasan inilah yang kemudian memberikan 
sosialisasi langsung kepada warga melalui forum warga.
Bawaslu juga memberikan pendampingan kepada relawan 
ini  melalui panwascam dan juga pengawas kelurahan/
desa.Secara periodik panwascam dan pengawas kelurahan/
desa memantau kegiatan yang dilakukan oleh relawan dalam 
posko pengawasan.Panwascam dan Pengawas kelurahan/
desa juga mendampingi kegiatan sosialisasi yang dilakukan 
oleh kader pengawas pemilu dalam forum warga.Jika ada 
laporan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikan oleh 
warga; panwascam dan/atau pengawas kelurahan/desa 
juga langsung menindaklanjuti laporan ini .
4. Penyusunan pola pemberdayaan relawan pengawas 
partisipatif
Berdasarkan evaluasi dari pelaksanaan pengawasan 
pemilu partisipatif di Provinsi Kepulauan Riau ini  Bawaslu 
Provinsi Kepulauan Riau telah menyusun pola pemberdayaan 
relawan pengawas pemilu partisipatif. Penyusunan pola 
pemberdayaan relawan ini menggabungkan konsep pelibatan 
warga dengan model komunitas dan model pelibatan 
warga secara langsung. Kedua model pelibatan 
warga dan pemberdayaan relawan ini jika disinergikan 
maka akan berdampak positif dan sangat membantu kerja-
kerja pengawasan dan pencegahan yang dilakukan oleh 
Bawaslu.Pola pemberdayaan relawan dengan model sinergi 
antara komunitas relawan dengan pelibatan warga ini 
telah berjalan secara alami dalam kampung pengawasan di 
 
57
Kelurahan Teluk Uma Kabupaten Karimun. Walaupun dalam 
pelaksanaannya model sinergi di kampung pengawasan 
ini  masih belum terorganisir dengan baik, namun secara 
umum sudah cukup berhasil. Untuk itu Bawaslu Provinsi 
Kepulauan Riau akan mengembangkan pola sinergi ini  
untuk pelaksanaan Pilkada 2020 di Provinsi Kepulauan Riau. 
Salah satu kunci sukses pelaksanaan program kampung 
pengawasan di Kabupaten Karimun yaitu  berjalannya 
sosialisasi   dalam forum warga yang dilaksanakan oleh 
penggerak kampung pengawasan bersama dengan 
pengawas kecamatan dan pengawas kelurahan/desa. Namun, 
pelaksanaan sosialisasi tahapan pemilu yang dilaksanakan 
oleh Bawaslu kepada warga pada umumnya masih 
dengan pola lama yang hanya berorientasi pada proses. 
Sosialisasi yang dilakukan oleh Bawaslu kepada warga 
dilaksanakan oleh Panwascam.Panwascam diberi  program 
untuk melaksanakan sosialisasi dalam setiap tahapan pemilu 
dengan melibatkan 20 sampai 30 orang dalam satu kecamatan.
Setelah selesai sosialisasi tidak ada tindak lanjut apapun yang 
dilakukan oleh panwascam maupun oleh peserta sosialisasi. 
Dengan pola sosialisasi semacam ini tentu saja informasi 
terkait tahapan pemilu yang disampaikan oleh panwascam 
dalam  sosialisasi  ini   tidak  akan tersampaikan secara 
luas kepada warga. 
Pola sosialisasi kedepan yang akan dilaksanakan oleh 
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau akan lebih berorientasi pada 
hasil. Bawaslu tidak hanya sekadar memastikan program 
sosialisasi berjalan, namun  juga harus memastikan program 
sosialisasi yang dilaksanakan kepada warga ini  
tersampaikan kepada warga secara lebih luas.Tentu saja 
untuk mencapai tujuan ini  tidak bisa dilakukan dengan 
cara lama. Untuk itu Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau telah 
menyusun pola baru untuk melaksanakan sosialisasi pemilu 
ini . Pola baru yang akan diterapkan oleh Bawaslu 
Provinsi Kepulauan Riau untuk melakukan sosialisasi yang lebih 
berorientasi pada hasil akan melibatkan kader dan relawan 
pengawas pemilu yang terorganisir. 
Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau akan mencoba 
58
  
mensinergikan model pelibatan relawan melalui komunitas 
relawan dan pelibatan warga secara langsung.  Program 
sosialisasi yang dilakukan oleh Panwascam tidak lagi dilakukan 
secara langsung kepada warga dalam jumlah yang sangat 
sedikit. Akan namun  sosialisasi ini  akan diberi  kepada 
relawan pengawas pemilu. Kemudian relawan pengawas 
pemilu yang telah memperoleh  sosialisasi dari panwascam 
ini ditugaskan untuk melakukan sosialisasi dalam forum 
warga di wargadunia nyata dan forum warga di dunia 
maya (social media) dengan pendampingan oleh panwascam, 
pengawas kelurahan/desa, dan kader. Dengan pola ini  
tentu saja hasilnya akan lebih maksimal dan akan lebih banyak 
warga yang memperoleh  informasi terkait proses 
dan tahapan pemilu.Secara singkat pola pengawasan yang 
dilakukan oleh Bawaslu dapat kami gambarkan dalam bagan 
seperti berikut:
 Dalam bagan diatas dapat kita lihat bahwa dengan 
cara lama Panwascam memberikan sosialisasi secara langsung 
kepada warga dan hanya sampai disitu saja, tidak ada 
tindak lanjut setelah itu. Pola sosialisasi baru yang akan kami 
lakukan berdasarkan evaluasi dari pola lama ini  yaitu  
kami akan melibatkan kader dan relawan pengawas pemilu 
dalam pelaksanaan sosialisasi. Kader yaitu  warga yang 
telah mengikuti program sekolah kader yang dilaksanakan oleh 
 
59
Bawaslu. Dalam sekolah kader ini  para peserta dibekali 
dengan pengetahuan terkait dengan kepemiluan. Sedangkan 
relawan yaitu  warga warga yang bersedia membantu 
pengawasan pemilu secara sukarela namun mereka belum 
mengikuti sekolah kader.
Dalam pelaksanaan program sosialisasi yang akan 
dilaksanakan oleh Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau 
kedepan,sosialisasi ini akan diberi  kepada para relawan 
Bawaslu. Setelah diberi  sosialisasi terkait tahapan pemilu 
relawan ini ditugaskan untuk menyampaikan materi yang 
mereka terima dari sosialisasi ini  kepada forum warga 
yang mereka ikuti. Misalnya Ade, relawan pengawas pemilu 
dari Kampung Suka Maju, di mana di Kampung Suka Maju 
ini  Ade terlibat dalam forum warga di pertemuan 
RT dan juga dalam forum karangtaruna. Maka dal