administrasi pegawai 5

Rabu, 07 Juni 2023

administrasi pegawai 5


garan memberitahukan pagu
alokasi Dana Belanja Pensiun kepada KPA.
 Pasal 5
(1) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2), KPA mengajukan permintaan penyediaan
Dana Belanja Pensiun kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(2) Berdasarkan permintaan penyediaan dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Direktorat Jenderal Anggaran
bersama dengan KPA melaksanakan penelaahan atas
rencana penggunaan alokasi Dana Belanja Pensiun.
(3) Berdasarkan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat
Penetapan Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara
Umum Negara untuk keperluan belanja pensiun.
(4) Berdasarkan Surat Penetapan Rencana Kerja dan
Anggaran Bendahara Umum Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), KPA menyusun Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) guna memperoleh
pengesahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 6
Dalam rangka pencairan Dana Belanja Pensiun, KPA
menunjuk:
a. pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja/
penanggungjawab kegiatan/pembuat komitmen, yang
selanjutnya disebut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); dan
b. pejabat yang diberi wewenang untuk menguji tagihan
kepada negara dan menandatangani Surat Perintah
Membayar (SPM), yang selanjutnya disebut Pejabat
Penandatangan SPM.
Pasal 7
(1) PT Taspen (Persero) menyampaikan surat tagihan belanja
pensiun kepada KPA dengan dilampiri:
a. kuitansi/tanda terima senilai jumlah bruto; dan
b. Surat Pernyataan Tanggungjawab Mutlak yang
ditandatangani oleh pejabat PT Taspen (Persero), yang
dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.
(2) Jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a merupakan jumlah dari pensiun pokok, tunjangan-
tunjangan dan pembulatan penghasilan.
 Pasal 8
(1) Berdasarkan surat tagihan belanja pensiun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7, PPK menerbitkan dan
menyampaikan Surat Permintaan Pembayaran Langsung
(SPP-LS) kepada Pejabat Penandatangan SPM dengan
dilampiri:
a. Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja dari PPK;
dan
b. kuitansi/tanda terima yang telah disetujui oleh PPK.
(2) Dalam hal PPK berhalangan, KPA dapat melaksanakan
tugas-tugas PPK.
 Pasal 9
(1) Berdasarkan SPP-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pejabat Penandatangan SPM menerbitkan dan
menyampaikan SPM-LS kepada Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara dengan dilampiri Surat Pernyataan
Tanggungjawab Belanja.
(2) Surat Pernyataan Tanggungjawab Belanja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
 Pasal 10
Berdasarkan SPM-LS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana untuk untung PT Taspen (Persero)
pada rekening bank yang ditunjuk.
 Pasal 11
PT Taspen (Persero) harus memotong, menyimpan, membayar
atau menyerahkan, menatausahakan dan mem–
pertanggungjawabkan potongan belanja pensiun yang menjadi
hak Negara/Daerah untuk keuntungan Kas Negara/Kas Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pasal 12
(1) Dalam hal terdapat tuntutan ganti kerugian negara yang
telah diserahkan pengurusan piutangnya kepada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang, Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang berkoordinasi dengan PT
Taspen (Persero).
(2) Penyelesaian piutang negara sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dilaksanakan oleh PT Taspen (Persero) dengan
menyetorkan bagian dana pensiun kepada Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Bagian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit sebesar 30% (tiga puluh persen) dari yang diterima
oleh penerima pensiun untuk pelunasan tuntutan ganti
kerugian negara.
Pasal 13
PT Taspen (Persero) menyetorkan potongan belanja pensiun
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan bagian dana
pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) dan
ayat (3) ke Kas Negara/Kas Daerah paling lambat tanggal 10
bulan berikutnya.
Pasal 14
Dalam hal PT Taspen (Persero) tidak dapat melakukan penagihan
atas sisa piutang negara kepada penerima manfaat pensiun, PT
Taspen (Persero) menyampaikan sisa piutang negara tersebut
kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara melalui KPA.
 Pasal 15
(1) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan alimentasi
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
(2) Potongan alimentasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan potongan pensiun dalam rangka pemberian
nafkah kepada anak atau mantan istri penerima pensiun
yang diberikan atas dasar putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.
(3) PT Taspen (Persero) harus melakukan potongan terhadap
pensiunan untuk iuran kesehatan dan menyetorkan kepada
PT Askes (Persero).
(4) Mekanisme penyetoran iuran kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur melalui Perjanjian Kerja
Sama antara PT Taspen (Persero) dan PT Askes (Persero).
 Pasal 16
(1) PT Taspen (Persero) bertanggung jawab sepenuhnya atas
penggunaan Dana Belanja Pensiun yang diterimanya.
(2) PT Taspen (Persero) menyampaikan laporan penggunaan
Dana Belanja Pensiun kepada KPA berupa laporan realisasi
pembayaran pensiun.
Pasal 17
(1) KPA bertanggung jawab terhadap penyaluran Dana
Belanja Pensiun dari Kas Negara kepada PT Taspen
(Persero).
(2) KPA menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) KPA dapat meminta aparat pengawas fungsional untuk
melakukan pemeriksaan terhadap pelaksanaan
pembayaran pensiun yang dilakukan oleh PT Taspen
(Persero).
 Pasal 18
(1) KPA dan PT Taspen (Persero) melakukan perhitungan
selisih lebih/kurang atas realisasi pembayaran manfaat
pensiun untuk menentukan selisih lebih/kurang
pembayaran manfaat pensiun setelah bulan pembayaran.
(2) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih lebih antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, selisih lebih tersebut diperhitungkan
untuk pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.
(3) Apabila berdasarkan hasil perhitungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdapat selisih kurang antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, jumlah selisih kurang dimaksud akan
dibayarkan pada pembayaran bulan berikutnya.
(4) Dalam hal terdapat manfaat pensiun yang tidak dibayarkan
kepada penerima pensiun/diambil oleh penerima manfaat
pensiun, kelebihan tersebut diperhitungkan untuk
pembayaran manfaat pensiun bulan berikutnya.
(5) Apabila berdasarkan hasil perhitungan akhir tahun
berkenaan terdapat selisih lebih antara dana yang diterima
PT Taspen (Persero) dengan pembayaran manfaat pensiun,
PT Taspen (Persero) harus menyetorkan kelebihan
pembayaran tersebut ke Rekening Kas Negara.
Pasal 19
Dalam hal alokasi dana pada tahun berkenaan tidak mencukupi
untuk membayar manfaat pensiun, Pemerintah dapat
memenuhi kekurangan tersebut pada tahun anggaran berjalan
dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
 Pasal 20
Penggunaan Dana Belanja Pensiun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1), dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa
yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Pasal 21
(1) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih kurang antara
dana yang diterima PT Taspen (Persero) dengan
pembayaran manfaat pensiun, jumlah selisih kurang
dimaksud dapat dibayarkan melalui APBN tahun anggaran
berjalan dengan memperhatikan kemampuan keuangan
negara.
(2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 terdapat selisih lebih antara dana
yang diterima PT Taspen (Persero) dengan pembayaran
manfaat pensiun, PT Taspen (Persero) harus menyetorkan
kelebihan pembayaran tersebut ke Rekening Kas Negara.
 Pasal 22
Dalam rangka perhitungan pengalokasian dana pembayaran
belanja pensiun tahun anggaran berikutnya, Menteri Keuangan
cq. Direktorat Jenderal Anggaran dapat melakukan monitoring
dan evaluasi atas penggunaan Dana Belanja Pensiun.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut dalam rangka pelaksanaan Peraturan
Menteri Keuangan ini diatur oleh Direktur Jenderal Anggaran
dan Direktur Jenderal Perbendaharaan, baik sendiri-sendiri
maupun bersama-sama sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 24
Peraturan Menteri ini masih berlaku sepanjang dana untuk
belanja pensiun masih dianggarkan dalam APBN.
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 218/PMK.02/2010 tentang Tata
Cara Perhitungan, Penyediaan, Pencairan dan Per–
tanggungjawaban Dana APBN Yang Kegiatannya Dilaksanakan
Oleh PT Taspen (Persero), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 Pasal 26
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
                                 ttd.
               AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013
NOMOR 90
Pengembangan karier adalah proses pelaksanaan (implementasi)
perencanaan karier. Pengembangan karier pegawai dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu Diklat dan cara non–Diklat.
Contoh pengembangan karier melalui Diklat adalah:
1. menyekolahkan pegawai (di dalam atau di luar negeri);
2. memberi pelatihan (di dalam atau di luar organisasi);
3. memberi pelatihan sambil bekerja (on-the-job training).
Contoh pengembangan karier melalui non–Diklat adalah:
1. memberi penghargaan kepada pegawai;
2. menghukum pegawai;
3. mempromosikan pegawai ke jabatan yang lebih tinggi;
4. merotasi pegawai ke jabatan lain yang setara dengan jabatan
semula.
276 277
A. Kriteria yang Menentukan Efektivitas Karier
Pegawai
PENGEMBANGAN
KARIER PEGAWAI
BAB 7
Beberapa kriteria yang menentukan karier, yaitu sebagai berikut.
1. Kinerja
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki kinerja baik dan selalu produktif.
2. Sikap
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki sikap karier positif, dinamis, progresif, dan
mengutamakan kepentingan perusahaan daripada kepentingan
pribadinya.
3. Kemampuan adaptasi
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki kemampuan beradaptasi dengan jabatannya,
pekerjaannya, konsumen, masyarakat, lingkungan dunia usaha,
dan lainnya sehingga memudahkan mempromosikan objek
usahanya.
4. Identitas
Pegawai yang kariernya akan menanjak adalah pegawai yang
memiliki identitas karier yang berwawasan, memiliki kepribadian
yang pasti, konsisten dalam pekerjaan yang digelutinya, dan
memiliki rencana untuk kemajuan pada masa depannya.
Adapun tahapan karier, menurut James L. Gibson (1996: 320),
adalah sebagai berikut.
1. Pembentukan karier
Karier pegawai perlu dibentuk dan dibangun oleh dirinya dan
perusahaan demi masa depannya sehingga pegawai akan lebih
terampil dan profesional dalam menjalankan tugasnya.
2. Pengembangan karier
Pegawai perlu mengembangkan kariernya dengan berbagai
cara. Demikian pula, perusahaan bertanggung jawab terhadap
pengembangan karier pegawai dengan memberikan fasilitas
yang menunjang pengembangannya.
3. Pemeliharaan karier
Pemeliharaan karier berkaitan dengan peningkatan
kesejahteraan pegawai dan mempertahankannya. Jabatan yang
diperoleh pegawai perlu dibina secara intensif agar pemenuhan
tanggung jawabnya lebih baik dan meningkatkan produktivitas
kerja perusahaan.
4. Penarikan diri dari karir
Seorang pegawai, demi kariernya, dapat mengundurkan diri
dari karier tertentu untuk berpindah pada karier lainnya, seperti
berpindah dari jabatan yang selama ini dipegangnya. Karena
menurutnya jabatan itu kurang sesuai, demi kariernya ia
meminta pindah agar jabatannya diganti yang lebih sesuai
dengan keahliannya. Dengan cara inilah, pegawai akan lebih
prospektif dalam meniti kariernya.
Faktor yang  memengaruhi manajemen karier adalah sebagai
berikut.
1. Hubungan pegawai dan organisasi. Hubungan pegawai dengan
perusahaan harus menjadi hubungan kemitraan  yang dibangun
bersama dengan prinsip saling bertanggung jawab dan saling
mengawasi kinerjanya sehingga setiap pegawai akan
memengaruhi pengembangan karier masing-masing.
2. Personalia pegawai. Bagian kepegawaian dituntut mengelola
karier dan membantu pegawai dalam mengurus kariernya.
Misalnya, mengurus kenaikan pangkat sehingga pegawai tidak
ditekan oleh cara-cara personalia yang membiarkan bahkan
memberlakukan birokrasi yang ketat.
3. Faktor eksternal. Faktor ini dapat menjadi motivator
pengembangan karier pegawai dan juga tantangan untuk
meningkatkan solusi permasalahan yang dihadapi pegawai.
4. Politicking dalam organisasi. Situasi dan kondisi perusahaan tidak
akan terbebas dari pengaruh sosial, politik, dan ekonomi yang
naik turun ataupun yang berada dalam kemapanan. Oleh
karena itu, pegawai harus memiliki kemampuan membaca
keinginan atau kehendak zaman.
B. Faktor yang Memengaruhi Manajemen Karier
5. Sistem penghargaan. Pegawai akan meningkatkan kinerjanya
apabila seluruh jasanya mendapat penghargaan yang adil dan
layak, serta menyejahterakan.
6. Jumlah pegawai. Kuantitas pegawai akan menjadi tantangan
tersendiri dalam rangka mengelola karier, bahkan bagi pegawai
akan lebih kompetitif meraih kariernya.
7. Ukuran organisasi. Besar atau kecilnya organisasi menjadi
penentu kemudahan dan kesulitan mengelola karier. Akan
tetapi, bagi pegawai, pengelolaan karier bergantung pada
dirinya sendiri.
8. Kultur organisasi. Pegawai dan perusahaan yang tegas
menjalankan aturan organisasi yang berkaitan dengan
pengembangan dan pengelolaan karier pegawai akan
mendorong pegawai untuk lebih enerjik dalam kinerjanya.
9. Tipe Manajemen. Pengelolaan kerier juga berkaitan dengan tipe
manajemen atau tipe kepemimpinan yang diterapkan dalam
organisasi. Apabila pimpinan menggunakan tipe demokrasi,
pegawai akan merasa diberi peluang dan kesempatan untuk
memberikan pendapat dan pemikirannya mengenai
pengembangan karier.
Perencanaan karier merupakan salah satu  fungsi manajemen
karir. Perencanaan karier adalah perencanaan yang dilakukan 
pegawai dan organisasi mengenai karier pegawai, terutama
mengenai persiapan yang harus dipenuhi seorang pegawai untuk
mencapai tujuan karier tertentu. Karier pegawai dirumuskan dengan
perencanaan yang matang oleh pegawainya dan organisasi.
Organisasi mencanangkan karier pegawai dengan persyaratan yang
sudah ditetapkan sebelumnya, sementara pegawai berusaha
memenuhi persyaratan yang harus ditempuh agar kariernya tercapai.
Oleh karena itu, perencanaan karier merupakan kegiatan atau usaha
perjalanan karier pegawai serta mengidentifikasi hal-hal yang dapat
dilakukan untuk mencapai tujuan karier tersebut.
  Lima syarat perencanaan karier pegawai, yaitu sebagai berikut.
1. Dialog. Pegawai harus mengomunikasikan rencana kariernya
dengan sesama pegawai dan organisasi agar memperoleh
jawaban yang menyemangati rencana kariernya.
2. Bimbingan. Pegawai harus memperoleh bimbingan dan
pembinaan dari organisasi yang bertujuan meningkatkan
kariernya.
3. Keterlibatan individual. Pegawai harus terlibat dalam semua
aktivitas yang akan mengembangkan atau mendukung kariernya
agar lebih baik.
4. Umpan balik. Seluruh kinerja pegawai memperoleh sambutan
dan motivasi dari manajemen organisasi serta mendialogkannya
secara terbuka.
5. Mekanisme. Pegawai menjatuhkan pilihan dalam
mengembangkan kariernya melalui mekanisme yang benar dan
tidak menyimpang dari peraturan yang berlaku.
Berkaitan dengan mekanisme perencanaan karier, ada beberapa
tahap yang perlu dilakukan dalam proses perencanaan karir
pegawai, yaitu sebagai berikut.
1. Analisis Kebutuhan Karier Individu
Analisis kebutuhan karier individu dalam hubungannya dengan
karier pegawai adalah proses mengidentifikasi potensi (kekuatan) dan
kelemahan yang dimiliki oleh seorang pegawai  agar karier pegawai
yang bersangkutan dapat direncanakan dan dikembangkan dengan
baik. Pada dasarnya, analisis kebutuhan karier individu ini dilakukan
oleh dua pihak, yaitu atasan langsung dan pegawai tersebut.
C. Perencanaan Karier dalam Manajemen
2. Analisis Peran–Kompetensi
Analisis peran–kompetensi adalah analisis untuk mengetahui
peran (atau jabatan) yang paling sesuai untuk seorang pegawai,
kemudian mengkaji kompetensi yang telah dikuasai dan kompetensi
yang belum dikuasai pegawai. Melalui analisis peran-kompensasi ini,
pegawai didorong untuk melihat prospek kariernya serta mengkaji
secara jujur dan kritis kompetensi yang sudah dikuasai dan
kompetensi yang belum dikuasai dalam rangka mejalankan peran-
peran yang ada.
Penilaian prestasi kerja adalah proses mengevaluasi atau menilai
prestasi kerja pegawai, termasuk PNS yang dilaksanakan oleh
pemerintah untuk memperbaiki keputusan personalia dan sebagai
umpan balik kepada karyawan  (Hani Handoko, 1985: 99). Prestasi
kerja dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai seseorang menurut
ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut
Hasibuan (1995: 105), prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan
kesungguhan serta waktu.
Menurut  Moh. As’ud (1995: 47), prestasi kerja merupakan
kesuksesan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebagai
ukuran keberhasilan dari bagian personalia, antara perusahaan dan
pegawai memerlukan umpan balik atas upayanya maka prestasi
kerja karyawan perlu mendapat penilaian. Penilaian prestasi kerja
adalah proses evaluatif yang dilaksanakan oleh organisasi.
A. Penilaian Prestasi Kerja
SISTEM PENILAIAN PRESTASI
KERJA DAN JAMINAN HARI TUA
BAB 8

serta menyusun rekomendasi perbaikan dan menetapkan hasil
penilaian.
Penilaian prestasi kerja PNS berhubungan dengan
pengembangan karier PNS, karena tanpa prestasi tidak akan ada
pengembangan karier yang baik dan meningkat. Penilaian prestasi
kerja PNS telah diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2011 yang diterbitkan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. bahwa untuk mewujudkan pembinaan Pegawai Negeri Sipil
berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang
dititikberatkan pada sistem prestasi kerja, perlu dilakukan
penilaian prestasi kerja;
b. bahwa penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
sebagai bagian dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10
Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai
Negeri Sipil sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
keadaan dan kebutuhan hukum dalam pembinaan Pegawai
Negeri Sipil;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b serta untuk memenuhi ketentuan
mengenai penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974
tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai
Negeri Sipil;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3041), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 43
Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3890);
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Penilaian prestasi kerja PNS adalah suatu proses penilaian secara
sistematis yang dilakukan oleh pejabat penilai terhadap sasaran
kerja pegawai dan perilaku kerja PNS.
3. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh setiap PNS
pada satuan organisasi sesuai dengan sasaran kerja pegawai
dan perilaku kerja.
4. Sasaran Kerja Pegawai yang selanjutnya disingkat SKP adalah
rencana kerja dan target yang akan dicapai oleh seorang PNS.
5. Target adalah jumlah beban kerja yang akan dicapai dari setiap
pelaksanaan tugas jabatan.
6. Perilaku kerja adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan
yang dilakukan oleh PNS atau tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
7. Rencana kerja tahunan adalah rencana yang memuat kegiatan
tahunan dan target yang akan dicapai sebagai penjabaran dari
sasaran dan program yang telah ditetapkan oleh instansi
pemerintah.
B. Landasan Hukum Penilaian Prestasi Kerja PNS
8. Pejabat penilai adalah atasan langsung PNS yang dinilai,
dengan ketentuan paling rendah pejabat struktural eselon V atau
pejabat lain yang ditentukan.
9. Atasan pejabat penilai adalah atasan langsung dari pejabat
penilai.
10. Pejabat Pembina Kepegawaian adalah Pejabat Pembina
Kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur wewenang
pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS.
Pasal 2
Penilaian prestasi kerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas
pembinaan PNS yang dilakukan berdasarkan sistem prestasi kerja
dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Pasal 3
Penilaian prestasi kerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip:
a. objektif;
b. terukur;
c. akuntabel;
d. partisipatif; dan
e. transparan.
Pasal 4
Penilaian prestasi kerja PNS terdiri atas unsur:
a. SKP; dan
b. perilaku kerja.
BAB II
SASARAN KERJA PEGAWAI
Pasal 5
(1) Setiap PNS wajib menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a berdasarkan rencana kerja tahunan instansi.
(2) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kegiatan
tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu
penilaian yang bersifat nyata dan dapat diukur.
(3) SKP yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus disetujui dan ditetapkan oleh pejabat penilai.
(4) Dalam hal SKP yang disusun oleh PNS tidak disetujui oleh
pejabat penilai maka keputusannya diserahkan kepada atasan
pejabat penilai dan bersifat final.
(5) SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setiap
tahun pada bulan Januari.
(6) Dalam hal terjadi perpindahan pegawai setelah bulan Januari
maka yang bersangkutan tetap menyusun SKP pada awal bulan
sesuai dengan surat perintah melaksanakan tugas atau surat
perintah menduduki jabatan.
Pasal 6
PNS yang tidak menyusun SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal
5 dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.
Pasal 7
(1) SKP yang telah disetujui dan ditetapkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 menjadi dasar penilaian bagi pejabat penilai.
(2) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
aspek:
a. kuantitas;
b. kualitas;
c. waktu; dan
d. biaya.
(3) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan waktu, sesuai
dengan karakteristik, sifat, dan jenis kegiatan pada masing-
masing unit kerja.
(4) Dalam hal kegiatan tugas jabatan didukung oleh anggaran maka
penilaian SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi
pula aspek biaya.
(5) Berdasarkan aspek sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap
instansi menyusun dan menetapkan standar teknis kegiatan
sesuai dengan karakteristik, sifat, jenis kegiatan, dan kebutuhan
tugas masing-masing jabatan.
(6) Instansi dalam menyusun standar teknis kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dilakukan berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Pasal 8
(1) Penilaian SKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a
dilakukan dengan cara membandingkan antara realisasi kerja
dengan target.
(2) Dalam hal realisasi kerja melebihi dari target maka penilaian
SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) capaiannya dapat
lebih dari 100 (seratus).
Pasal 9
Dalam hal SKP tidak tercapai yang diakibatkan oleh faktor diluar
kemampuan individu PNS maka penilaian didasarkan pada
pertimbangan kondisi penyebabnya.
Pasal 10
Dalam hal PNS:
a. melaksanakan tugas tambahan yang diberikan oleh pimpinan
atau  pejabat penilai yang berkaitan dengan tugas jabatan; dan/
atau
b. menunjukkan kreativitas yang bermanfaat bagi organisasi dalam
melaksanakan tugas jabatan;  maka hasil penilaian menjadi
bagian dari penilaian capaian SKP.
Pasal 11
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan dan
penilaian SKP diatur dengan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian
Negara.
BAB III
PERILAKU KERJA
Pasal 12
(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf b meliputi aspek:
a. orientasi pelayanan;
b. integritas;
c. komitmen;
d. disiplin;
e. kerja sama; dan
f. kepemimpinan.
(2) Penilaian kepemimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f hanya dilakukan bagi PNS yang menduduki jabatan
struktural.
Pasal 13
(1) Penilaian perilaku kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
dilakukan melalui pengamatan oleh pejabat penilai terhadap
PNS sesuai kriteria yang ditentukan.
(2) Pejabat penilai dalam melakukan penilaian perilaku kerja PNS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mempertimbangkan
masukan dari pejabat penilai lain yang setingkat di lingkungan
unit kerja masing-masing.
(3) Nilai perilaku kerja dapat diberikan paling tinggi 100 (seratus).
Pasal 14
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penilaian perilaku kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
BAB IV
PENILAIAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Penilaian
Pasal 15
(1) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
dilakukan dengan cara menggabungkan penilaian SKP dengan
penilaian perilaku kerja.
(2) Bobot nilai unsur SKP 60% (enam puluh persen) dan perilaku
kerja 40% (empat puluh persen).
Pasal 16
(1) Penilaian prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 dilaksanakan oleh pejabat penilai sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang
bersangkutan dan paling lama akhir Januari tahun berikutnya.
Pasal 17
Nilai prestasi kerja PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
dinyatakan dengan angka dan sebutan sebagai berikut:
a. 91 – ke atas: sangat baik
b. 76 – 90: baik
c. 61 – 75: cukup
d. 51 – 60: kurang
e. 50 ke bawah: buruk
Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.
Bagian Kedua
Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai
Pasal 19
(1) Pejabat penilai wajib melakukan penilaian prestasi kerja
terhadap setiap PNS di lingkungan unit kerjanya.
(2) Pejabat penilai yang tidak melaksanakan penilaian prestasi kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi hukuman disiplin
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai disiplin PNS.
Pasal 20
Pejabat pembina kepegawaian sebagai pejabat penilai dan/atau
atasan pejabat penilai yang tertinggi di lingkungan unit kerja
masing-masing.
Bagian Ketiga
Pelaksanaan Penilaian
Pasal 21
(1) Hasil penilaian prestasi kerja sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 diberikan secara langsung oleh pejabat penilai kepada
PNS yang dinilai.
(2) PNS yang dinilai dan telah menerima hasil penilaian prestasi
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
menandatangani serta mengembalikan kepada pejabat penilai
paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya hasil
penilaian prestasi kerja.
Pasal 22
Dalam hal PNS yang dinilai dan/atau pejabat penilai tidak
menandatangani hasil penilaian prestasi kerja maka hasil penilaian
prestasi kerja ditetapkan oleh Atasan Pejabat Penilai.
Pasal 23
(1) Pejabat penilai wajib menyampaikan hasil penilaian prestasi
kerja kepada atasan pejabat penilai paling lama 14 (empat
belas) hari sejak tanggal diterimanya penilaian prestasi kerja.
(2) Hasil penilaian prestasi kerja mulai berlaku sesudah ada
pengesahan dari atasan pejabat penilai.
Pasal 24
Pejabat Penilai berdasarkan hasil penilaian prestasi kerja dapat
memberikan rekomendasi kepada pejabat yang secara fungsional
bertanggung jawab dibidang kepegawaian sebagai bahan pembinaan
terhadap PNS yang dinilai.
Bagian Keempat
Keberatan Hasil Penilaian
Pasal 25
(1) Dalam hal PNS yang dinilai keberatan atas hasil penilaian maka
PNS yang dinilai dapat mengajukan keberatan disertai dengan
alasan-alasannya kepada atasan pejabat penilai secara hierarki
paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterima hasil penilaian
prestasi kerja.
(2) Atasan pejabat penilai berdasarkan keberatan yang diajukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memeriksa dengan
seksama hasil penilaian prestasi kerja yang disampaikan
kepadanya.
(3) Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
atasan pejabat penilai meminta penjelasan kepada pejabat
penilai dan PNS yang dinilai.
(4) Berdasarkan penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
atasan pejabat penilai wajib menetapkan hasil penilaian prestasi
kerja dan bersifat final.
(5) Dalam hal terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat
Penilai dapat melakukan perubahan nilai prestasi kerja PNS.
BAB V
KETENTUAN LAIN
Pasal 26
Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Calon
PNS.
Pasal 27
Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diangkat sebagai pejabat
negara atau pimpinan/anggota lembaga nonstruktural dan tidak
diberhentikan dari jabatan organiknya dilakukan oleh pimpinan
instansi yang bersangkutan berdasarkan bahan dari instansi tempat
yang bersangkutan bekerja.
Pasal 28
(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang sedang menjalankan tugas
belajar di dalam negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan
menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang
diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah yang
bersangkutan.
(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang menjalankan tugas belajar
di luar negeri dilakukan oleh pejabat penilai dengan
menggunakan bahan-bahan penilaian prestasi akademik yang
diberikan oleh pimpinan perguruan tinggi atau sekolah melalui
Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara yang
bersangkutan.
Pasal 29
(1) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/
dipekerjakan pada Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/
Kota atau instansi pemerintah lainnya dilakukan oleh pejabat
penilai dimana yang bersangkutan bekerja.
(2) Penilaian prestasi kerja bagi PNS yang diperbantukan/
dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,
organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan
oleh pemerintah dilakukan oleh pimpinan instansi induknya
atau pejabat lain yang ditunjuk berdasarkan bahan yang
diperoleh dari instansi tempat yang bersangkutan bekerja.
Pasal 30
(1) PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara atau pimpinan/
anggota lembaga nonstruktural dan diberhentikan dari jabatan
organiknya, Cuti Diluar Tanggungan Negara, Masa Persiapan
Pensiun, diberhentikan sementara, dikecualikan dari kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Bagi PNS yang melakukan tugas belajar dan diperbantukan/
dipekerjakan pada negara sahabat, lembaga internasional,
organisasi profesi, dan badan-badan swasta yang ditentukan
oleh pemerintah dikecualikan dari kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
294 295
(3) Penilaian prestasi kerja bagi PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur tersendiri dalam Peraturan Kepala Badan
Kepegawaian Negara.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1979 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3134), dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 32
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai dilaksanakan, semua
peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 33
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
yang mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Dalam Peraturan Pemerintah ini ditentukan bahwa yang
berwenang membuat penilaian prestasi kerja PNS adalah pejabat
penilai, yaitu atasan langsung dari PNS yang bersangkutan dengan
ketentuan paling rendah pejabat eselon V atau pejabat lain yang
ditentukan.
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa
terhadap Pegawai Negeri Sipil yang telah bertahun-tahun
mengabdikan dirinya kepada Negara.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian:
1. Janda, ialah isteri sah menurut hukum dari Pegawai Negeri Sipil
atau penerima pensiun-pegawai yang meninggal dunia;
2. Duda, ialah suami yang sah menurut hukum dari Pegawai
Negeri Sipil wanita atau penerima pensiun-pegawai wanita,
yang meninggal dunia dan tidak mempunyai isteri lain;
3. Anak, ialah anak kandung yang sah atau anak kandung/anak
yang disahkan menurut Undang-undang Negara dari Pegawai
Negeri Sipil, penerima pensiun, atau penerima pensiun-janda/
duda.
Dasar pensiun yang dipakai untuk menentukan besarnya
pensiun/pensiun pokok, ialah gaji pokok terakhir sebulan yang
berhak diterima oleh pegawai yang berkepentingan berdasarkan
peraturan gaji yang berlaku baginya.
Masa kerja yang dihitung untuk menetapkan hak dan besarnya
pensiun untuk selanjutnya disebut masa-kerja untuk pensiun ialah:
(1) Waktu bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil;
(2) Waktu bekerja sebagai anggota ABRI;
(3) Waktu  bekerja  sebagai tenaga bulanan/harian dengan
menerima penghasilan dari Anggaran Negara atau Anggaran
Perusahaan Negara, Bank Negara;
(4) Masa selama menjalankan kewajiban berbakti sebagai pelajar
dalam Pemerintah Republik Indonesia pada masa perjuangan
phisik;
(5) Masa berjuang sebagai Veteran Pembela Kemerdekaan;
(6) Masa berjuang sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan;
C. Jaminan Hari Tua bagi PNS: Pensiun Janda dan Duda
(7) Waktu bekerja sebagai Pegawai pada sekolah partikelir
bersubsidi.
Pemberian pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda dan bagian
pensiun-janda ditetapkan oleh pejabat yang berhak memberhentikan
pegawai yang bersangkutan, di bawah pengawasan dan koordinasi
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara.
Di atas pensiun-pegawai, pensiun-janda/duda atau bagian
pensiun-janda diberikan tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan
dan tunjangan-tunjangan umum atau bantuan-bantuan umum
lainnya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Pegawai
Negeri Sipil.
Pegawai yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil berhak menerima pensiun-pegawai, jikalau ia pada saat
pemberhentiannya sebagai Pegawai Negeri Sipil:
(1) telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun
dan mempunyai masa-kerja untuk pensiun sekurang- kurangnya
20 (dua puluh) tahun;
(2) oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen Kesehatan
berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan Pegawai
Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan
apapun juga karena keadaan jasmani atau rohani yang
disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya; atau
(3) mempunyai masa-kerja sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun
dan oleh badan/pejabat yang ditunjuk oleh Departemen
Kesehatan berdasarkan peraturan tentang pengujian kesehatan
Pegawai Negeri Sipil, dinyatakan tidak dapat bekerja lagi dalam
jabatan apapun  juga karena keadaan jasmani atau rohani, yang
tidak disebabkan oleh dan karena ia menjalankan kewajiban
jabatannya.
Usia Pegawai Negeri Sipil untuk penetapan hak atas pensiun
ditentukan atas dasar tanggal kelahiran yang disebut pada
pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri Sipil menurut bukti-
bukti yang sah. Apabila mengenai tanggal kelahiran itu tidak
terdapat bukti-bukti yang sah, maka tanggal kelahiran atas umur
pegawai ditetapkan berdasarkan keterangan dari pegawai yang
bersangkutan pada pengangkatan pertama itu, dengan ketentuan
bahwa tanggal kelahiran atau umur termaksud kemudian tidak dapat
diubah lagi untuk keperluan penentuan hak atas pensiun-pegawai.
Besarnya pensiun-pegawai sebulan adalah 
1
22 % (dua setengah
persen) dari dasar-pensiun untuk tiap-tiap tahun masa-kerja, dengan
ketentuan bahwa:
(1) Pensiun-pegawai   sebulan   adalah sebanyak-banyaknya  75%
(tujuh puluh lima persen) dan sekurang-kurangnya 40% (empat
puluh persen) dari dasar-pensiun.
(2) pensiun-pegawai sebulan adalah sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari dasar-pensiun;
(3) pensiun-pegawai sebulan tidak boleh kurang dari gaji-pokok
terendah menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan
pangkat yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan.
Untuk memperoleh pensiun-pegawai, Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan mengajukan surat permintaan kepada pejabat yang
berwenang dengan disertai:
a. Salinan sah dari surat keputusan tentang pemberhentian ia
sebagai Pegawai Negeri Sipil;
b. Daftar riwayat pekerjaan yang disusun/disahkan oleh pejabat/
badan  Negara  yang  berwenang  untuk  memberhentikan
Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
c. Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib
yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat (isteri-isteri)/
suami dan anak-anaknya;
d. Surat keterangan dari Pegawai Negeri Sipil yang berkepentingan
yang menyatakan bahwa semua surat-surat, baik yang asli
maupun turunan  atau  kutipan, dan barang-barang lainnya
milik Negara yang ada padanya, telah diserahkan kembali
kepada yang berwajib.
Pensiun-pegawai yang berhak diterima diberikan mulai bulan
berikutnya Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan
sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Hak pensiun pegawai berakhir pada penghabisan bulan
penerima pensiun-pegawai yang bersangkutan meninggal dunia.
Pembayaran pensiun-pegawai dihentikan dan surat keputusan
tentang pemberian pensiun pegawai dibatalkan, apabila penerima
pensiun pegawai diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil
atau diangkat kembali dalam suatu jabatan negeri dengan hak untuk
kemudian setelah diberhentikan lagi, memperoleh pensiun.
Jika Pegawai Negeri Sipil termaksud di atas kemudian
diberhentikan dari kedudukannya terakhir maka kepadanya
diberikan lagi pensiun-pegawai termaksud di atas atau pensiun
berdasarkan peraturan pensiun yang berlaku dalam kedudukan
terakhir itu, yang ditetapkan dengan mengingat jumlah masa-kerja
dan gaji yang lama dan baru, apabila perhitungan ini lebih
menguntungkan.
Hak atas pensiun janda/duda:
a. Apabila  Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
meninggal dunia, maka isteri (isteri-isteri)nya untuk Pegawai
Negeri Sipil pria atau suaminya untuk Pegawai Negeri Sipil
wanita, yang sebelumnya telah terdaftar pada Badan
Administrasi Kepegawaian Negara, berhak menerima pensiun-
janda atau pensiun-duda.
b. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
yang beristeri/bersuami meninggal dunia, sedangkan tidak ada
isteri/suami yang terdaftar sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda, maka dengan menyimpang dari
ketentuan di atas, pensiun-janda/duda diberikan kepada isteri/
suami yang ada pada waktu ia meninggal dunia. Dalam hal
Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai pria
termaksud di atas beristeri lebih dari seorang, maka pensiun-
janda diberikan kepada isteri  yang ada waktu itu paling lama
dan tidak terputus-putus dinikahnya.
Besarnya pensiun-janda/duda sebulan adalah 36% (tiga puluh
enam persen) dari dasar-pensiun, dengan ketentuan bahwa
apabila terdapat lebih dari seorang isteri yang berhak menerima
pensiun janda, maka besarnya bagian pensiun-janda untuk
masing-masing isteri, adalah 36% (tiga puluh enam persen)
dibagi rata antara isteri-isteri itu.
Jumlah 36% (tiga puluh enam persen) dari dasar-pensiun
termaksud di atas tidak boleh kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) dari gaji-pokok terendah menurut Peraturan Pemerintah
tentang gaji dan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi
almarhum suami/isterinya.
c. Apabila Pegawai Negeri Sipil tewas, maka besarnya pensiun-
janda/duda adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar
pensiun, dengan ketentuan bahwa apabila terdapat lebih dari
seorang isteri yang berhak menerima pensiun-janda maka
besarnya bagian pensiun-janda untuk masing-masing isteri
adalah 72% (tujuh puluh dua persen) dibagi rata antara isteri
isteri itu.
Jumlah 72% (tujuh puluh dua persen) dari dasar pensiun
termaksud di atas tidak boleh kurang dari gaji-pokok terendah
menurut Peraturan Pemerintah tentang gaji dan pangkat
Pegawai Negeri Sipil yang berlaku bagi almarhum suami/
isterinya.
d. Apabila Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai
meninggal dunia, sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami
lagi yang berhak untuk menerima pensiun-janda/duda atau
bagian pensiun-janda maka:
(1) pensiun-janda diberikan kepada anak/anak-anaknya,
apabila hanya terdapat satu golongan anak yang seayah-
seibu;
(2) satu bagian pensiun-janda diberikan kepada masing-masing
golongan anak yang seayah-seibu;
(3) pensiun-duda diberikan kepada anak (anak-anaknya).
Apabila  Pegawai  Negeri  Sipil  pria  atau  penerima  pensiun-
pegawai pria meninggal dunia, sedangkan ia mempunyai isteri
(isteri-isteri) yang berhak  menerima  pensiun-janda/bagian
pensiun-janda di samping anak (anak-anak) dari isteri (isteri-
isteri) yang telah meninggal dunia atau telah cerai, bagian
pensiun-janda diberikan kepada masing-masing isteri dan
golongan anak (anak-anak) seayah-seibu termaksud.
300 301
Kepada anak (anak-anak) yang ibu dan ayahnya berkedudukan
sebagai Pegawai Negeri Sipil dan kedua-duanya meninggal dunia,
diberikan satu pensiun-janda, bagian pensiun-janda atau pensiun-
duda atas dasar yang lebih menguntungkan.
Anak (anak-anak) yang berhak menerima pensiun-janda atau
bagian pensiun janda ialah anak (anak-anak) yang pada waktu
pegawai atau penerima pensiun-pegawai meninggal dunia:
(1) belum mencapai usia 25 (dua puluh lima) tahun, atau
(2) tidak mempunyai penghasilan sendiri, atau
(3) belum nikah atau belum pernah nikah.
Pendaftaran isteri/suami/anak sebagai yang berhak menerima
pensiun-janda/duda:
1. Pendaftaran isteri (isteri-isteri) suami/anak (anak-anak) sebagai
yang berhak menerima pensiun-janda/duda seperti dimaksud
dalam angka 14 dan angka 16 di atas, harus dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-pegawai Negeri
Sipil atau penerima pensiun pegawai yang bersangkutan
menurut petunjuk-petunjuk Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian negara.
2. Pendaftaran lebih dari seorang isteri sebagai yang berhak
menerima pensiun harus dilakukan dengan pengetahuan tiap-
tiap isteri yang didaftarkan.
3. Jikalau hubungan perkawinan dengan isteri/suami yang telah
terdaftar terputus, maka terhitung mulai hari perceraian berlaku
sah isteri/suami itu dihapus dari daftar isteri-isteri/suami yang
berhak menerima pensiun-janda/duda.
4. Anak yang dapat didaftarkan sebagai anak yang berhak
menerima pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
seperti termaksud pada angka 16 di atas ialah :
a) Anak-anak  pegawai  atau  penerima pensiun-pegawai dari
perkawinannya dengan isteri (isteri-isteri)/suami yang
didaftar sebagai yang berhak menerima pensiun-janda/
duda.
b) Anak-anak pegawai wanita atau penerima pensiun-
pegawai wanita.
5. Yang dianggap dilahirkan dari perkawinan sah ialah kecuali
anak-anak yang dilahirkan selama perkawinan itu, juga anak
yang dilahirkan selambat-lambatnya 300 (tiga ratus) hari
sesudah perkawinan itu terputus.
6. Pendaftaran isteri (isteri-isteri)/anak (anak-anak) sebagai yang
berhak menerima pensiun-janda harus dilakukan dalam waktu
1 (satu) tahun sesudah perkawinan/kelahiran atau sesudah saat
terjadinya kemungkinan lain untuk melakukan pendaftaran itu.
Pendaftaran  isteri/suami/anak yang diajukan  sudah lampau
batas waktu tersebut tidak diterima lagi.
7. Apabila pegawai tewas dan tidak meninggalkan isteri/suami
ataupun anak, maka 20% (dua puluh persen) dari pensiun-
janda/duda termaksud pada angka 15 huruf c diberikan kepada
orang tuanya.
8. Jika kedua orang tua telah bercerai, kepada mereka masing-
masing diberikan separuh dari jumlah termaksud pada huruf g
di atas.
Untuk memperoleh pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-
janda, janda (janda-janda)/duda yang bersangkutan mengajukan
surat permintaan kepada pejabat yang berwenang dengan disertai:
(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;
(2) Salinan surat nikah yang disahkan oleh yang berwajib;
(3) Daftar susunan keluarga yang disahkan oleh yang berwajib
yang memuat nama, tanggal kelahiran dan alamat mereka yang
berkepentingan;
(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji terakhir
pegawai yang meninggal dunia.
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
kepada anak (anak-anak) dilakukan atas permintaan dari atau atas
nama anak (anak-anak) yang berhak menerimanya. Permintaan
termaksud harus disertai:
(1) Surat keterangan kematian atau salinannya yang disahkan oleh
yang berwajib;
(2) Salinan surat kelahiran anak (anak-anak) atau daftar susunan
keluarga pegawai yang bersangkutan yang disahkan oleh yang
berwajib, yang memuat nama, alamat dan tanggal lahir dari
mereka yang berkepentingan;
(3) Surat keterangan dari yang berwajib yang menerangkan bahwa
anak (anak-anak) itu tidak pernah kawin dan tidak mempunyai
penghasilan sendiri;
(4) Surat keputusan yang menetapkan pangkat dan gaji-pokok
terakhir pegawai atau penerima pensiun-pegawai yang
meninggal dunia.
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda diberikan mulai
bulan berikutnya Pegawai Negeri Sipil atau penerima pensiun-
pegawai yang bersangkutan meninggal dunia atau mulai bulan
berikutnya hak atas pensiun-janda/bagian pensiun-janda itu didapat
oleh yang bersangkutan. Bagi anak yang dilahirkan dalam batas
waktu 300 (tiga ratus) hari setelah Pegawai Negeri Sipil atau
penerinta pensiun-pegawai meninggal dunia, pensiun-janda/bagian
pensiun-janda diberikan mulai bulan berikutnya tanggal kelahiran
anak itu.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1980
kepada janda/duda dari Pegawai Negeri Sipil/pensiunan Pegawai
Negeri Sipil yang meninggal dunia, diberikan Tunjangan Tambahan
Penghasilan  sebesar selisih antara pensiun-janda/duda yang akan
diterimanya menurut peraturan yang berlaku dengan penghasilan
terakhir almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil/pensiunan
Pegawai Negeri Sipil. Tunjangan tersebut diberikan selama 4 (empat)
bulan dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah Pegawai Negeri
Sipil/pensiunan Pegawai Negeri Sipil meninggal dunia.
Pemberian pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda
berakhir pada akhir bulan :
(1) Janda/duda yang bersangkutan meninggal dunia;
(2) Tidak  lagi  terdapat  anak yang  memenuhi  syarat-syarat untuk
menerimanya.
Apabila penetapan pemberian pensiun-pegawai atau pensiun-
janda/duda atau bagian pensiun-janda di kemudian hari ternyata
keliru, penetapan tersebut diubah sebagaimana mestinya dengan
surat keputusan baru yang memuat alasan perubahan itu, tetapi
kelebihan pensiun-pegawai atau pensiun-jarida/duda atau bagian
pensiun-janda yang mungkin telah dibayarkan, tidak dipungut
kembali.
Pensiun-janda/duda atau bagian pensiun-janda yang diberikan
kepada janda/duda yang tidak mempunyai anak, dibatalkan jika
janda/duda yang bersangkutan menikah lagi, terhitung dari bulan
berikutnya perkawinan itu dilangsungkan. Apabila kemudian khusus
dalam hal janda (janda-janda) perkawinan termaksud terputus,
terhitung dari bulan berikutnya kepada janda yang bersangkutan
diberikan lagi pensiun-janda atau bagian pensiun-janda yang telah
dibatalkan, atau jika lebih menguntungkan, kepadanya diberikan
pensiun-janda yang dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir.
Hak untuk menerima pensiun-pegawai atau pensiun-janda/
duda dihapus:
(1) Jika penerima pensiun-pegawai tidak seizin pemerintah menjadi
anggota tentara atau pegawai negeri suatu negara asing;
(2) Jika penerima pensiun-pegawai/pensiun-janda/duda/bagian
pensiun-janda menurut keputusan pejabat/badan Negara yang
berwenang dinyatakan salah melakukan tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang bertentangan dengan kesetiaan
terhadap Negara dan haluan Negara yang berdasarkan
Pancasila;
(3) Jika ternyata bahwa keterangan-keterangan yang diajukan
sebagai bahan untuk penetapan pemberian pensiun-pegawai/
pensiun-janda/duda/bagian pensiun-janda, tidak  benar dan
bekas Pegawai Negeri Sipil atau janda/duda/anak yang
bersangkutan sebenarnya tidak berhak diberikan pensiun.