pelanggaran HAM 3

Rabu, 16 Agustus 2023

pelanggaran HAM 3


november 2020, 19:19 WAgung
dalam beritanya yang berjudul “Diduga Karantina 
di Sentul, Warga Demo Tolak Keberadaan Habib 
Rizieq”. Kemudian pada bagian isi berita OKENEWS
menulis, “Sekelompok masyarakat di Bogor yang 
menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran menolak 
keberadaan Habib Rizieq Shihab. Demonstrasi digelar, 
pada Senin (30/11/2020) karena menduga Rizieq 
menjalani karantina pasca-pulang dari Rumah Sakit 
Ummi Kota Bogor di sekitaran Perumahan Mutiara 
Sentul Bogor, Jawa Barat.”
3) KOMPAS.com, Senin, 30 November 2020, 22:20 
WIB menulis berita, sejumlah warga yang 
mengatasnamakan dirinya Kelompok Forum Rakyat 
Padjajaran menggelar aksi di depan perumahan Mutiara Sentul The Nature yang berada di kawasan 
Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin 
(30/11/2020).
4) Dugaan kuat Aksi Unjuk Rasa (AUR) yang dilakukan 
oleh sekelompok masyarakat yang menamakan 
diri Forum Rakyat Padjajaran tersebut merupakan 
aksi rekayasa intelijen untuk kontra propaganda, 
karena ternyata diketahui sekelompok masyarakat 
tersebut bukan warga Perumahan Mutiara Sentul 
The Nature, sebagaimana keterangan Ketua RT 
Ichwan Tuankotta yang menyatakan, “ada pendemo 
yang tidak tahu dari mana, ngaku warga sini tapi 
kami tanya, enggak punya KTP sini.”
5) Operasi untuk cipta kondisi juga dilakukan ketika 
HRS dirawat di RS UMMI, Bogor, dimana sejumlah 
karangan bunga yang berisi berbagai ucapan 
membanjiri lobi hingga lorong jalan menuju area 
parkir kendaraan Rumah Sakit (RS) Ummi Bogor. 
6) Menurut keterangan dari Petugas RS UMMI Bogor, 
karangan bunga itu mulai berdatangan sejak subuh. 
Tetapi tidak diketahui pasti satu persatu identitas 
pengirimnya.
7) Selain dibanjiri dengan sejumlah karangan bunga, 
RS UMMI Bogor juga didatangi langsung oleh Wali 
Kota Bogor, Bima Arya bersama dengan Kapolresta Bogor dan Dandim 0606 Kota Bogor, Jumat 
(27/11/2020) malam. Maksud kedatangan Wali Kota 
Bogor tersebut meminta agar Habib Rizieq Syihab 
melakukan swab test.
8) Karena HRS telah melakukan tes swab mandiri 
oleh tim medis Mer-C, maka HRS yang diwakili 
menantunya, Habib Hanief Alatas meminta agar 
Bima Arya untuk berkoordinasi dengan tim medis 
Mer-C terkait hasil tes swab. Akan tetapi, Bima 
Arya justru memberikan keterangan di berbagai 
media, yang menimbulkan kehebohan dan sangat 
mengganggu proses perawatan HRS di RS Ummi 
sekaligus mengganggu ketenangan RS Ummi.
9) Tidak puas berbicara kepada media, Bima Arya yang 
juga merupakan Kepala Satgas Covid-19 Bogor, juga melaporkan HRS, Direktur Utama RS Ummi dr. 
Andi Tatat dan Habib Muhammad Hanif Alatas ke 
Polresta Bogor sebagaimana Laporan Polisi Nomor: 
LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA.
10) Atas Laporan Bima Arya tersebut kini HRS, 
Direktur Utama RS Ummi dr. Andi Tatat dan Habib 
Muhammad Hanif Alatas harus duduk sebagai 
terdakwa dalam persidangan pada Pengadilan 
Negeri Jakarta Timur.
KRONOLOGI DAN FAKTA PERISTIWA PEMBUNUHAN 
ENAM PENGAWAL HRS
Beberapa hari sebelum terbunuhnya enam pengawal 
HRS, ada sejumlah fakta peristiwa sebagai berikut:
A. Peristiwa 4 Desember 2020 di Mega Mendung, Jawa 
Barat
1. Jumat (4/12/2020) sore, berlangsung pertemuan 
sejumlah wartawan senior di roof top salah satu gedung di 
Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI Mega Mendung, 
Jawa Barat, tiba-tiba sebuah drone melayang di atas 
lokasi peserta pertemuan. Hal tersebut disaksikan oleh 
seluruh peserta pertemuan.
Berikut ini kesaksian salah seorang peserta perte￾muan:KAMIS (3/12/2020), handphone saya berdering. 
Seorang rekan bertanya, “apakah besok mau ikut ke 
Mega Mendung, bertemu dengan tokoh most wanted 
di negeri ini”? Saya langsung menjawab, “mau banget 
bang”. Dan dijawab ok. Namun dicatat, dan harap tidak 
usah memberitahu siapa pun. Termasuk orang rumah.
Jumat (4/12/2020) pagi saya berangkat menuju titik 
kumpul dengan hati yang berdebar-debar. Antara tak 
percaya dan tak sabar akan bertemu dengan pemilik 
Pondok Pesantren Agrikultural dan Markaz Syariah DPP 
FPI. Seorang ulama besar, imam besar, yang selama ini 
hanya bisa saya lihat dan saya kenali dari ‘jauh’ sejak 
September 2016.
Saya hanya pernah mendengar ceramahnya dari balik 
tiang Mesjid Istiqlal. Di Mesjid At-Tin, saya bahkan cuma 
bisa mendengar sayup-sayup suaranya dari pelataran 
mesjid. Sementara di Monas dalam “Aksi Super Damai 
212”, posisi saya pun jauh dari panggung utama.
Saat pulang dari Mekkah pun, sosok ‘besarnya’ hanya 
terlihat ‘kecil’ karena saya hanya bisa menatapnya dari 
jauh di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, di 
Petamburan, rumah tinggal HRS yang juga dekat kantor 
DPP FPI, saat acara Maulid Nabi Muhammad Shalallahu 
Alaihi Wasallam, dan akad nikah putrinya, saya hanya 
melihatnya dari layar yang gambarnya kurang jelas.
Tak heran ketika akhirnya tiba di depan kompleks 
pesantren, hati ini masih belum percaya apakah saya 
akan betul-betul berjumpa dengan Habib Rizieq Shihab 
atau yang biasa disapa HRS? Apakah betul HRS mau 
menerima kami yang bukan siapa-siapa ini? Bahkan saat salat Ashar di masjid pondok, doa saya hanya satu, 
“Ya Allah, jangan batalkan pertemuan ini.” Sebab, jika 
melihat situasi dan kondisi, sangat wajar pihak tuan 
rumah membatalkan pertemuan. Demi keamanan semua 
pihak.
Seusai salat ashar, kami yang perempuan (berdua) 
dipersilahkan menunggu di pendopo, terpisah dari 
rekan-rekan kami yang laki-laki. Ternyata dari bangunan 
dekat pendopolah sosok yang kami tunggu itu muncul. 
Dalam hati bersyukur, ya Allah terima kasih akhirnya 
saya bisa melihatnya dari dekat. Berbaju putih bersih, 
memegang tongkat. Terdengar beliau bertanya, “Mau 
ngobrol di mana? Kalau tidak cukup di bawah kita di 
atas saja.”
Akhirnya, kami naik ke lantai paling atas dari salah satu 
bangunan di pondok, yang dari tempat itu keindahan 
kawasan Gunung Gede terlihat sangat jelas. Bahkan 
Sekjen FPI Munarman juga berseloroh, ‘Hambalang 
juga terlihat dari sini lho’, seraya menunjuk kawasan 
perbukitan nun jauh di sana. Kami semua pun tertawa, 
tawa yang penuh makna tentu saja.
Ketika acara mau dimulai, HRS yang didampingi Ahmad 
Sobri Lubis dan Habib Hanif meminta agar posisi duduk 
mendekatinya. Layaknya sebuah pertemuan mirip 
halaqah yang sering dijumpai di Masjidil Haram. Itulah 
kali pertama saya melihat wajah HRS dari dekat, walau 
memakai masker. Bahkan, sangat dekat. Satu kata, 
“Wajahnya amat sangat teduh”. Tidak ada raut gusar 
apalagi takut. Tenang dan sungguh menenangkan. 
Tak terasa mata ini pun basah karena akhirnya bisa 
melihatnya tanpa sekat.Saya lihat rekan-rekan saya yang lain begitu antusias 
dengan pertemuan itu. Sungguh kami merasakan 
keharuan yang sama. Sebagai kalimat pembuka setelah 
salam, HRS meminta maaf kalau penyambutan yang 
agak ketat karena harus mengikuti protokol kesehatan. 
HRS sendiri masih dalam proses pemulihan (karena 
kelelahan) setelah dirawat di RS UMMI, Kota Bogor, Jawa 
Barat. Kami adalah “tamu pertama” setelah Habib keluar 
dari perawatan di rumah sakit tersebut.
Dalam hati, “Duh kenapa HRS harus minta maaf sih, 
padahal, kami tidak diusir atau HRS tidak mau menerima 
kami”. Keteguhan dan kesiapannya dalam menghadapi 
risiko yang akan dihadapi membuat saya semakin takjub. 
HRS sangat memahami situasi yang dihadapinya. Akan 
tetapi, semuanya ia kembalikan kepada Allah Subhanahu 
wa Ta’ala.
Bertemu dengan HRS terasa jauh berbeda jika 
dibandingkan berjumpa dengan tokoh, pejabat dan 
orang kaya. Ini berdasarkan pengalaman, karena sering 
berjumpa pejabat, tokoh dan pengusaha yang sering kali 
sok sibuk dan sok penting. Bahkan, pertemuan dengan 
mereka ini terkesan terburu-buru, karena waktu bertemu 
ingin cepat habis.
HRS terkesan santai. Satu per satu kami diberikan 
kesempatan untuk berbicara. Saya pun tidak saya sia￾siakan kesempatan itu. HRS mendengarkan apa yang 
kami sampaikan. Ia menjawabnya secara cerdas, terurai 
rapi, dan tegas. Semua masukan diterima, semua saran 
dipertimbangkan. Pokoknya, sangat akomodatif. Hampir 
dua jam kami berdiskusi, dari materi berat sampai yang ringan-ringan. Pembicaraan serius, tetapi diselingi tawa 
dan canda. Masya Allah.
Kami heran juga dengan kesehatannya yang tangguh. 
Padahal, sejak menginjakkan kaki di Tanah Air, sepulang 
dari pengasingan di Tanah Suci Makkah, jadwal 
kegiatannya padat. Sempat masuk RS Ummi, untuk 
pemulihan kesehatan akibat kelelahan. Akan tetapi, 
dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam 
(diselingi salat Maghrib), HRS tidak pernah batuk, apalagi 
sesak napas. Padahal, waktu itu, ia dikejar-kejar Satgas 
Covid-19, Kota Bogor, dipaksa test Swab. Bahkan, waktu 
itu difitnah positif Covid-19?
Beberapa saat pertemuan berlangsung, sebuah drone 
terbang melintas di atas kami. HRS menggeleng￾gelengkan kepala sambil tersenyum melihat peristiwa 
itu. Sebagian dari kami melambaikan tangan sampai 
drone itu menjauh. Dalam pertemuan tersebut, HRS 
pun menjelaskan runtutan berbagai peristiwa yang 
dialaminya, menjelang kepulangan, dan sampai tiba di 
tanah air. Ia tahu dan sadar bahwa aparat hukum terus 
mengikutinya.
Kepasrahannya kepada Sang Khalik sangat tinggi. 
Semua disandarkan kepada-Nya. HRS juga memberikan 
kepercayaan yang tinggi kepada para pengacara yang 
setia mendampingi dalam menghadapi setiap persoalan 
hukum. “Kita serahkan semua kepada Allah,” kata 
HRS. Kalimat itu keluar menjawab pertanyaan tentang 
kekhawatiran musuh akan menghabisi nyawanya. HRS 
kemudian mengutip Al-Qur`an, Surat An-Nisa` ayat 104 :َ
ُ
Yang artinya, “Janganlah kamu berhati lemah dalam 
mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita 
kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita 
kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, 
sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak 
mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui 
lagi Maha Bijaksana.”
Jadi kalau kita takut, mereka juga takut. Bahkan lebih 
takut dari kita. Bedanya kita punya Allah. Jadi kita 
serahkan saja semua kepada-Nya” jelas HRS. Ia mengajak 
semuanya agar meluruskan niat dalam berjuang. Niatkan 
semua hanya demi rakyat dan demi umat. Bukan demi 
kekuasaan. Dengan meluruskan niat, insya Allah akan 
meraih kemudahan dan kemenangan. “Insyaa Allah, 
Insyaa Allah, Allah akan memberi kemenangan untuk 
kita,” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Pertemuan rehat karena azan maghrib berkumandang. 
Setelah berdoa yang dipimpin HRS, rombongan pun 
kemudian menuju masjid, menunaikan shalat berjamaah 
bersama para ustaz dan santri Pesantren Agrikultur di 
tempat itu. Seusai salat maghrib, pertemuan dilanjutkan 
dengan lebih santai lagi sambil makan malam dengan 
sate kambing. Saya dan wanita lainnya pun kemudian 
diizinkan bertemu dengan istri HRS, ummi Syarifah 
Fadhlun Yahya.Saya melihat, wanita sederhana itu tidak lepas berzikir 
dan berdoa. Makan malam bersama ummi Syarifah 
(dipisah dengan pria) sungguh mengasyikÄ·an, apalagi 
dua putrinya – dari tujuh putrinya – ikut bergabung. 
Saya memandang kedua putrinya cantik, pintar, cerdas, 
dan ramah. Umi Syarifah dan putrinya adalah wanita 
yang turut mendorong dan pemberi semangat dalam 
membela HRS berjuang.
Pertemuan berakhir bersamaan dengan turunnya hujan 
gerimis. Sepanjang perjalanan pulang menuju Jakarta, 
kami tidak henti-hentinya membahas ucapan yang 
disampaikan HRS, terutama kalimat, “mereka lebih 
takut”. Kalimat yang ditujukan kepada lawan politik dan 
musuh-musuh Islam.
Ketakutan mereka itu terbukti dua hari kemudian, Senin 
dini hari, 7 Desember 2020. Enam laskar yang mengawal 
HRS menuju pengajian keluarga inti di daerah Karawang, 
Jawa Barat, ditembak polisi. Katanya tewas di KM 50, 
meski dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi dan 
juga keterangan saksi, keenam syuhada tersebut masih 
hidup saat dimasukkan ke mobil.
Jika mau jujur, yang menjadi target dibunuh sebenarnya 
adalah HRS. Hal itu bisa dilihat dari cara polisi yang 
menguntit HRS dan rombongan sejak berangkat 
dari Mega Mendung menuju rumah menantunya di 
kawasan Sentul. Dari Sentul kemudian bergerak menuju 
Karawang melalui jalan tol. Hanya saja Allah Subhanahu 
wa Ta’ala melindungi HRS. Enam pengawal, seakan 
korban “pengganti.Akan tetapi, penguntitan HRS yang berujung tewasnya 
enam pengawalnya menunjukkan ketakutan rezim atas 
sepak-terjang dakwah dan perjuangan HRS. Mereka 
cemas karena sweeping di medsos (Facebook, twitter, IG, 
dan YouTube) justru membuat netizen makin ‘menggila’ 
menguliti mereka. Mereka makin takut karena dukungan 
dan simpati masyarakat semakin membesar dari hari 
ke hari, bergulir bak bola salju yang akan mengimpit 
mereka. Panik membuat mereka kehilangan akal, hati 
nurani dan akhirnya berlaku brutal.
Musuh benar-benar ‘tidak kenal’ HRS. Sosok yang tidak 
mencari ketenaran di dunia, tetapi ingin di kenal di langit 
saja (maksudnya Allah dan penghuni langit kainnya, 
termasuk para Malaikat). Mereka tidak tahu yang HRS 
takuti bukanlah sesuatu yang akan menimpa dirinya. 
Tetapi yang HRS takutkan adalah rakyat dan umat akan 
jadi korban.
Jangan korbankan rakyat
“Kalau saya ditangkap apa umat tidak akan marah? Apa 
rakyat akan diam saja melihat ketidakadilan di depan 
mata. Jangan, tolong jangan korbankan rakyat,” pinta 
HRS. Tetapi, para ‘pemburu’ HRS yang sedang mabuk 
kekuasaan tidak tinggal diam. Mereka terus melakukan 
kriminalisasi. Mereka melakukan pengejaran, demi 
jabatan dan uang. Yang lebih menyolok lagi, “asal bapak 
senang.”
Jeratan hukum pun dijalankan. HRS pun kemudian masuk 
tahanan polisi dengan tuduhan pasal penghasutan 
dan pelanggaran pasal karantina kesehatan. Padahal, 
pasal 160 KUHP hanya bisa diterapkan jika seseorang melakukan tindakan kriminal akibat dihasut. Ya, 
penerapan pasal dengan tuntutan hukum maksimal 6 
tahun inilah yang membuat HRS harus ditahan.
Sebab, kalau hanya menggunakan pasal Pasal 93 
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang 
Kekarantinaan Kesehatan, HRS tidak bisa ditahan. Sebab, 
tuntutan pidananya maksimal satu tahun penjara dan 
denda maksimal Rp 100 juta rupiah. Penerapan pasal 
160 KUHP itu harap dimaklumi. Mereka ingin pengadilan 
dunia bagi HRS. Padahal, pengadilan akhirat kelak yang 
lebih adil menghukum orang-orang yang zalim.2. Kembali ke soal drone, setelah diikuti tempat mendaratnya 
drone oleh tim pengamanan Pondok Pesantren Markaz 
Syariah, ternyata drone tersebut dioperasikan oleh tiga 
orang yang kemudian diketahui sebagai aparat intelijen, 
sebagaimana dengan ditemukannya sejumlah kartu 
tanda pengenal dari ketiga orang tersebut.
Terhadap peristiwa ini, BIN melalui juru bicaranya 
menyatakan bahwa ketiga orang tersebut bukan 
anggota BIN. Disebut oleh Wawan, bahwa itu adalah 
BIN Gadungan.
Kita sudah sama-sama tahu bahwa sebagai standar 
dari kontra intelijen apabila ada agen intelijen 
tertangkap, adalah dengan TIDAK MENGAKUI bahwa 
yang tertangkap adalah AGEN MEREKA. Memang demikianlah sebuah karakter dari dunia intelijen dan 
Kontra Intelijen.
3. Ketiga orang yang mengaku sebagai agen badan 
intelijen negara itu, sedang melaksanakan tugasnya 
dengan target operasi (TO) adalah HRS dan FPI, dengan 
sebutan sandi “Operasi Delima”.
4. Setelah memeriksa dan mendokumentasikan semua 
barang bukti atas arahan HRS dan pengurus DPP FPI, 
pihak tim keamanan DPP FPI melepas ketiga orang 
tersebut dalam keadaan sehat (Lihat Lampiran Catatan 
VIII dan IX)
B. Detik-detik Perjalanan Rombongan HRS
Berdasarkan pada kesaksian anggota rombongan HRS, 
dan percakapan voice notes pengawal HRS dan atau keluarga 
HRS, setelah direkonstruksi oleh TP3, maka gambaran 
struktur peristiwa detik-detik menjelang pembunuhan 6 
Pengawal HRS adalah sebagai berikut:
1. Pada hari Ahad, 6 Desember 2020, 22.45 WIB, HRS dan 
keluarga keluar dari Perumahan The Nature Mutiara 
Sentul Bogor masuk ke Tol Jagorawi arah Jakarta, 
lalu via jalan Tol Lingkar Luar Cikunir ambil arah Tol 
Cikampek, menuju tempat pengajian keluarga sekaligus 
peristirahatan dan pemulihan kesehatan di Karawang, 
Jawa Barat.
2. Rombongan HRS terdiri dari 8 Mobil 4 (empat) mobil 
keluarga Habib Rizieq Syihab (HRS) dan empat mobil 
Laskar FPI sebagai tim pengawal.
3. Rombongan keluarga terdiri dari: pria (HRS dan 
menantu serta 1 orang ustadz keluarga dan 3 orang 
supir), perempuan dan anak-anak (12 wanita dewasa, 3 
bayi dan 6 balita). Laskar FPI: 24 orang dalam 4 mobil, 
tiap mobilnya 6 orang laskar termasuk supir.
4. Semenjak keluar dari perumahan The Nature Mutiara 
Sentul, rombongan diikuti oleh mobil Avanza hitam 
dengan nopol B 1739 PWQ dan Avanza silver dengan 
nopol B --- KJD, serta beberapa mobil lainnya.
5. Para saksi dari tim pengamanan HRS dan keluarga, 
mengatakan bahwa semua mobil tersebut sudah stand 
by selama 2 hari di dekat perumahan The Nature 
Mutiara Sentul dan di dalamnya ada beberapa orang 
yang menggunakan masker.6. Selama perjalanan di tol ada upaya-upaya dari beberapa 
mobil yang ingin memepet dan masuk ke dalam konvoi 
rombongan HRS. Tentu saja sebagai Tim Pengawal dan 
Pengaman, respons dari tim adalah mengamankan 
rombongan HRS dan keluarga dari pihak yang 
mengganggu tersebut, dengan cara menjauhkan mobil 
para pengganggu agar tidak masuk ke dalam rombongan 
keluarga HRS dan tidak melakukan manuver mepet ke 
mobil rombongan keluarga HRS.
7. Selama manuver menyalip, memepet dan upaya 
memecah konvoi rombongan HRS tersebut, pihak 
aparat berpakaian preman tersebut tidak ada dan
tidak pernah menunjukkan identitas sebagai aparat 
hukum dan atau anggota Polri. Perilaku petugas 
berpakaian preman tersebut lebih mencerminkan 
perilaku premanisme yang berbahaya dan mengancam 
keselamatan rombongan keluarga HRS termasuk para 
bayi dan balita yang ada dalam kendaraan rombongan 
keluarga HRS.
8. Sebagai contoh perilaku yang membahayakan dalam 
berlalu lintas adalah, di antaranya, saat melintasi tol 
Cikunir, mobil yang dikendarai Habib Hanif (menantu 
HRS) dipepet sebuah mobil jenis SUV Fortuner/Pajero 
(belum terverifikasi) berwarna hitam dengan nopol 
tertera B 1771 KJL, pengendara mobil tersebut buka 
kaca dan mengulurkan tangannya yang penuh tatoke arah mobil Habib Hanif sambil mengacungkan jari 
tengahnya. Namun mobil tersebut berhasil dijauhkan 
oleh mobil laskar pengawal dan digiring keluar jalan 
tol. Setelah itu ada beberapa mobil lainnya yang juga 
terus mengintai dari belakang namun selalu dicegah 
mobil laskar agar tidak mendekat dan masuk ke dalam 
rombongan konvoi.
9. Pada Senin (7/12 2020), 00.10 WIB, tampak di pintu 
keluar tol Karawang Timur, ada 3 mobil penguntit; 
yaitu Avanza hitam B 1739 PWQ , Avanza silver B ---- KJD 
dan Avanza putih K ---- EL yang terus berusaha masuk 
ke dalam konvoi, mepet, mengintai dan mengikuti 
rombongan IB-HRS. Dari pihak keluarga, Habib Hanif 
terus memandu semua rombongan agar waspada dan 
hati-hati.
10. Sebanyak 3 mobil penguntit tersebut berhasil dijauhkan 
oleh 2 mobil berisi laskar yang posisinya paling 
belakang, yaitu salah satunya Chevrolet dengan nopol 
B 2152 TBN green metalik yang memuat 6 laskar khusus 
bertugas pengawalan dari Jakarta yang kemudian 
menjadi korban penculikan dan pembantaian.
11. Dalam hal ini, 2 (dua) mobil laskar pengawal dengan 
posisi paling belakang rombongan berhasil menjauhkan 
para penguntit dan penganggu tersebut, sehingga 
rombongan keluarga HRS berhasil menjauh dari para 
penguntit dan pengganggu yang menggunakan 3mobil. Adapun identitas mobil penguntit yang berhasil 
diidentifikasi, yaitu:
- Avanza Hitam B 1739 PWQ
- Avanza Silver Plat B….KJD (nomor tidak 
teridentifikasi)
- Avanza Putih K……EL (nomor tidak teridentifikasi).
Setelah dicek, ternyata nomer polisi kedua mobil “tim 
lain” tersebut diduga palsu.
12. Setelah rombongan keluar pintu tol Karawang Timur, 
salah satu mobil laskar pengawal yaitu Avanza, sempat 
dipepet, namun berhasil lolos dan menuju arah pintu tol Karawang Barat, lalu masuk ke tol arah Cikampek dan 
beristirahat di rest area KM 57. Sementara mobil laskar 
khusus Jakarta (Chevrolet B 2152 TBN), saat mengarah 
ke pintu tol Karawang Barat berdasarkan komunikasi 
terakhir, dikepung oleh 3 mobil pengintai kemudian 
diserang. Ketika itu, salah seorang laskar yang berada 
di mobil Avanza yang tengah beristirahat di KM 57, 
terus berkomunikasi dengan Sufyan alias Bang Ambon, 
laskar yang berada dalam mobil Chevrolet B 2152 TBN. 
Telepon ketika itu terus tersambung.
13 Informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet 
melalui sambungan telepon bahwa ketika Chevrolet 
B 2152 TBN dikepung, Sufyan alias Bang Ambon 
mengatakan “tembak sini tembak” mengisyaratkan ada 
yang mengarahkan senjata kepadanya dan setelah itu 
terdengar suara rintihan laskar yang kesakitan seperti 
tertembak.
14. Laskar bernama Sufyan (salah satu korban) alias Bang 
Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan. 
Begitu pula saat Faiz (salah satu laskar yang ada di 
Chevrolet B 2152 TBN) dihubungi oleh salah satu laskar 
yang ikut rombongan HRS, nampak ada suara orang 
yang kesakitan seperti habis tertembak. Seketika itu 
telepon juga terputus.15. Terdapat 6 orang pengawal HRS yang ada dalam mobil 
Chevrolet sampai Senin siang hari tidak dapat dihubungi 
dan tidak diketahui keberadaannya. Saat pengawal 
HRS yang menggunakan mobil Avanza istirahat di KM 
57, nampak juga ada yang mengintai, bahkan ada drone
yang diterbangkan. Setelah 1 jam lebih mereka di KM 
57, mereka beranjak menuju markaz FPI Karawang 
melalui akses pintu tol karawang Barat.
16. Ketika memasuki pintu tol Karawang Barat, tim 
pengawal HRS yang menggunakan Avanza tidak 
menemukan apa pun di lokasi yang diperkirakan 
sebagai TKP serangan terhadap rombongan laskar 
Chevrolet B 2152 TBN. Namun dalam perjalanan menuju 
Markaz FPI Karawang, lagi-lagi para pengawal HRS 
yang menggunakan Avanza diikuti, namun berhasil 
lolos melalui jalan kampung menuju ke Markaz FPI 
Karawang.
17. Sampai Senin (7/12 2020), 13.00 WIB keberadaan enam 
pengawal HRS tersebut masih dicari ke berbagai rumah 
sakit dan tempat-tempat lainnya. Sampai saat itu belum 
diketahui keadaan dan keberadaan enam pengawal 
HRS tersebut. Ketika Kapolda Metro Jaya melakukan 
konferensi pers dan memberikan Informasi bahwa 
enam pengawal HRS tersebut ditembak mati, barulah 
diketahui kondisi keenam pengawal HRS yang ada dalam 
mobil Chevrolet sudah dalam keadaan syahid. Apa yangdisampaikan oleh pihak kepolisian sangat berbanding 
terbalik dengan fakta yang terjadi di lapangan.
18. Anehnya CCTV dari jalan tol Jakarta-Cikampek, salah 
satu jalan tol tersibuk di Indonesia, mati sejak minggu 6 
Desember 2020 (https://metro.tempo.co/read/1412582/cctv￾mati-di-tkp-penembakan-anggota-fpi-jasa-marga-ada￾gangguan). Menurut penelusuran media online tempo.
co, ternyata terdapat saksi yang melihat di antara enam 
laskar itu ada dua laskar yang menjadi korban tersebut 
masih hidup dan dibawa ke suatu tempat sampai 
terdengar beberapa kali terdengar tembakan (https://
nasional.tempo.co/read/1412888/penembakan-pengawal￾rizieq-shihab-saksi-enam-korban-masih-hidup-saat-di-km-
50).
19. Wartawan senior FNN, Edy Mulyadi membuat 
penelusuran yang mengejutkan publik. Ia mendatangi 
lokasi penembakan laskar pengawal HRS di jalan tol 
Jakarta-Cikampek, tepatnya di KM 50. Edy Mulyadi 
mewawancarai beberapa saksi mata yang melihat 
langsung insiden penembakan pengawal HRS di KM 
50.
20. Kepada Edy Mulyadi, saksi mengatakan bahwa tidak 
ada baku tembak di KM 50. Saksi hanya mendengar dua 
kali suara tembakan yang dilakukan oleh aparat. Saksi 
juga menegaskan bahwa laskar FPI yang mengawal HRS dan keluarganya tidak membawa senjata api. Namun 
dia tidak bisa memastikan apakah enam pengawal HRS 
membawa senjata tajam, seperti samurai.
21. Edy menyebut saksi juga melihat polisi menembak ban 
mobil depan bagian kiri sehingga kempes. Tujuannya 
agar mobil tidak kabur. Tak lama setelah dua orang 
ditembak, mobil ambulans datang mengangkut jenazah 
korban. “Dua mayat dibawa keluar, digotong, dibawa 
pergi ambulans. Empat orang pengawal HRS lagi masih 
hidup, satu pengawal lainnya terpincang-pincang 
kakinya itu dipindahkan ke mobil lain, dibawa pergi 
entah ke mana,” kata Edy.
22. Demikian juga dengan hasil investigasi yang dilakukan 
oleh majalah Tempo, dengan judul “Land Cruiser Hitam 
di Kilometer 50”, menurut dua saksi mata, sekitar 
sejam kemudian mobil Toyota Land Cruiser hitam dan 
satu mobil lain merapat. Enam personel FPI diminta 
berpindah ke kendaraan lain setelah Land Cruiser itu 
datang.
23. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, secara khusus 
mengomentari soal Land Cruiser yang pelat nomornya 
belum teridentifikasi. Menurutnya, keberadaan Land 
Cruiser ini menjadi perhatian khusus dari para saksi. 
Land Cruiser ini diakui polisi sebagai mobilnya. Namun, 
mobil ini tidak terekam dalam CCTV.24. Adapun sejumlah mobil yang membuntuti rombongan 
HRS di malam meninggalnya enam pengawal HRS, 
salah satunya mobil Land Cruiser. Berdasarkan analisis 
rekaman voice notes dan CCTV, berikut jenis dan pelat 
nomor mobil yang teridentifikasi:
- Avanza hitam B-1739-PWQ
- Avanza silver B-1278-KGD
- mobil petugas B-1542-POI
- Avanza silver K-9143-EL
- Xenia silver B-1519-UTI
- Land Cruiser (nomor polisi belum teridentifikasi).
25. Dari hasil pengumpulan keterangan para saksi mata 
di lokasi kejadian KM 50, setelah rombongan para pria 
berpakaian preman melakukan “penembakan dan 
penangkapan” terhadap 6 orang pengawal HRS, lalu 
datang mobil sejenis Land Cruiser warna hitam, yang 
terlihat bertindak sebagai pemberi komando terhadap 
rombongan para pria berpakaian preman yang sudah 
menunggu cukup lama kehadiran “sang komandan” 
tersebut.
26. Setelah perintah dari “sang komandan” dijalankan, 
yaitu memasukkan para pengawal yang kemudian 
menjadi jenazah ke mobil milik mereka dan mobil 
korban dipastikan diurus untuk dibawa ke suatu tempat, maka sebelum meninggalkan lokasi KM 50, para pria 
tersebut membuat selebrasi berupa formasi lingkaran 
dengan tangan masing-masing di bahu rekan mereka 
dan meneriakkan “tanda sukses kemenangan”.
27. Saat itu, ada pihak aparat hukum dari wilayah Kabupaten 
Karawang yang menyatakan ingin terlibat dan meminta 
informasi kepada aparat yang tidak berseragam yang 
melakukan penembakan dan penangkapan di rest area
KM 50, namun si aparat tak berseragam itu malah 
membentak aparat wilayah sambil berkata, “Ini urusan 
negara, bukan urusan wilayah.”
28. Atas peristiwa yang terjadi tersebut, sikap resmi DPP 
FPI pada saat itu adalah menyatakan bahwa ada 6 orang 
pengawal HRS yang dalam status hilang, dan FPI masih 
berupaya menelusuri keberadaan ke-6 pengawal HRS 
tersebut.
C. Konferensi Pers Kapolda Metro Jaya 
1. Beberapa jam setelah siaran pers DPP FPI yang 
disebarkan secara tertulis (7/12 2020) pada jam 11.00 
WIB yang intinya menginformasikan tentang hilangnya 
enam pengawal HRS dalam kegiatan pengawalan 
rombongan HRS, sekitar jam 13.00 WIB di Mapolda 
Metro Jaya berlangsung konferensi pers oleh Kapolda 
Jaya, Irjen Pol Fadil Imran bersama Pangdam Jaya 
Mayjen TNI, Dudung Abdurrahman yang menjelaskan bahwa aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya telah 
melakukan pembuntutan dan atau penguntitan 
rombongan HRS. 
2. Fadil Imran mengakui personel Polda Metro Jaya telah 
menembak mati keenam pengawal HRS tersebut, 
karena melakukan penyerangan dan atau perlawanan 
kepada petugas Polda Metro Jaya yang sedang bertugas.
3. Fadil Imran mengemukakan, keenam jenazah pengawal 
HRS disimpan di ruang jenazah RS Polri di Kramat Jati, 
Jakarta Timur. Adapun alasan aparat Polda Metro Jaya 
melakukan penguntitan atau membuntuti rombongan 
HRS, ungkap Fadil Imran, terkait dengan kepentingan 
perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada 
acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan 
putrinya HRS.
4. Relevansi penguntitan terhadap HRS sebagaimana yang 
diklaim oleh Kapolda Metro Jaya, dalam perkara dugaan 
pelanggaran protokol kesehatan tersebut, dimana 
Habib Muhammad Rizieq Shihab pada malam kejadian, 
tanggal 6 dan 7 Desember 2020 masih berstatus sebagai 
saksi, namun perlakuan dari aparat Polda Metro Jaya 
seakan membuntuti/menguntit perkara teroris, yang 
merupakan fakta tidak lazim dan bertentangan dengan 
Hak Asasi Manusia (HAM) untuk bergerak bebas dan 
berpindah tempat.5. Pada tanggal 7 Desember 2020, telah terjadi penghilangan 
paksa (force disapearance), penyiksaan (torture) dan 
pembunuhan di luar proses hukum (extrajudical killing) 
yang diduga dilakukan oleh personel Kepolisian Daerah 
Polda Metro Jaya terhadap 6 orang Laskar FPI yang 
bertugas mengawal rombongan HRS.D. Laporan Polisi yang Dibuat Oleh Briptu Fikri 
Ramadhan
Dari pihak aparat Polda Metro Jaya, untuk mendukung 
konstruksi peristiwa yang mereka bangun bahwa peristiwa 
penembakan tersebut terjadi karena para pengawal HRS 
menyerang dan melawan petugas, maka mereka membuat 
laporan polisi seolah-olah sebagai korban penyerangan, 
yang pada kenyataannya tidak ada sedikit pun luka gores 
pada tubuh para petugas yang mengaku diserang tersebut 
(Lihat Lampiran Catatan XII dan XIII).
1. Di berbagai media massa, informasi tentang laporan 
Briptu Fikri Ramadhan tertanggal 8 Desember 2020 
dengan laporan polisi Nomor LP/1340/XII/YAN 2.5/2020/
SPKT PMJ yang diketahui dan ditandatangani oleh a.n. 
Kepala SPKT PMJ Ka Siaga 3, Kompol. Deti Juliawati, 
terungkap Briptu Fikri Ramadhan melaporkan enam 
orang bernama Faiz Ahmad Syukurm Andi Oktaviawan, 
M Reza, Muhammad Suci Khadavi Poetra, Luthil Hakim, 
dan Akhmad Sofiyan. Saksi-saksinya adalah Bripka 
Guntur Pamungkas dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya. 
2. Isi laporannya menyebutkan bahwa waktu kejadian 
yakni Minggu 6 Desember 2020 sekitar pukul 23.45 
WIB. Tempat kejadian adalah KM 47 tol Cikampek￾Karawang, Jawa Barat. Peristiwa yang dilaporkannya 
ialah tindak pidana kepemilikan senjata api dan senjata 
tajam dan atau pembunuhan dan atau pencurian dengan kekerasan dengan tenaga bersama-sama terhadap orang 
di muka umum dan atau melawan petugas. Pasal yang 
dikenakannya adalah UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan 
atau Pasal 338 jo 53 KUHP dan atau 365 jo 53 KUHP dan 
atau Pasal 170 KUHP.
3. Dalam uraian pada laporannya, “Uraian Singkat 
Kejadian” menyebutkan bahwa: Pada hari Minggu 6 
Desember 2020 sekitar pukul 23.45 WIB saat petugas sedang 
melaksanakan tugas, tiba-tiba di TKP dipepet oleh 2 mobil 
dengan cara menabrakkan diri dan menghentikan paksa 
mobil petugas sambil 6 orang pelaku menyerang petugas 
dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam tanpa 
memperhatikan keselamatan pengguna jalan lainnya. 
Kemudian setelah mobil berhenti, turun 6 orang pelaku 
dengan membawa senjata api dan senjata tajam karena 
kondisi petugas dalam keadaan terdesak, maka petugas 
melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku. 
Atas dasar tersebut, 1 (satu) Team Opsnal Unit 5 Subdit 3 
Resmob di bawah pimpinan AKP Rulian Syauri, SH.,SIK., 
selanjutnya mengamankan pelaku dan membawa barang 
bukti ke Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut.
4. Tentang barang bukti disebutkan dalam laporan 
tersebut yaitu 1 pucuk senpi rakitan dan 3 amunisi 
9 mm; 1 pucuk senpi rakitan dan 14 amunisi 9 mm; 1 
pedang 1 meter; 1 samurai 1 meter; 1 celurit 60 cm; 1 
tongkat kayu berujung runcing 50 cm; 1 buah katapelbeserta kelereng 10 butir; 1 unit mobil Chevrolet spin 
warna abu-abu.
5. Dalam laporannya Briptu Fikri Ramadhan menyebutkan 
tempat kejadian perkara (TKP) hanya di satu lokasi yakni 
di KM 47 tol Cikampek-Karawang, sedangkan fakta yang 
diungkap oleh Komnas HAM dalam konferensi persnya 
di Jakarta, 8 Januari 2021 menyebutkan fakta peristiwa 
kematian enam Laskar FPI itu di dua TKP yang berbeda 
yakni dua Laskar FPI tewas di kawasan KM 49 karena 
tembak-menembak dan empat orang Laskar FPI yang 
lainnya wafat di KM 51 sehubungan menyerang petugas 
yang membawanya dengan mobil menuju ke Mapolda 
Metro Jaya. 
6. Laporan yang dibuat oleh Briptu Fikri Ramadhan 
menyebutkan saksi yang berbeda sebagaimana fakta 
laporan polisi tertanggal 7 dan 8 Desember 2020. Fakta 
jejak rekam publisitas Tempo, dilansir suaranasional.
com (2021/03/27), dan media lainnya menunjukkan 
fakta bahwa nama saksi Brigadir Kepala Adi Ismanto 
tidak disebutkan dalam laporan polisi yang dibuat 
oleh Briptu Fikri Ramadhan pada Senin 8 Januari 2021. 
Fakta laporan polisi pada tanggal tersebut, Briptu Firi 
Ramadhan menyebutkan bahwa yang menyaksikan 
tindakan penyerangan Laskar FPI kepada petugas 
sehingga petugas menindak dengan tegas dan terukur 
alias ditembak mati adalah Bripka Guntur Pamungkas dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya. Fakta nama Brigadir 
Kepala Adi Ismanto, disebutkan oleh Briptu Fikri 
Ramadhan pada laporan polisi yang dibuat pada 
Minggu, 7 Januari 2021.
7. Terjadi perbedaan penjelasan yang disampaikan oleh 
Briptu Fikri Ramadhan dalam laporan polisinya dengan 
pejabat terkait di Mabes Polri dalam kasus tewasnya 
seorang anggota Polri di jalan raya. Dalam konfrensi 
pers, di Mabes Polri, Jakarta, yang disampaikan 
Kabareskrim Polri, Komjen Agus Adrianto dan Kadiv 
Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono menyebutkan 
ada satu anggota Polri, berinisial EPZ, terduga pelaku 
penembakan empat laskar FPI yang tewas karena 
kecelakaan tunggal. Pernyataan yang sama juga 
disampaikan Karo Penmas Divisi Mabes Polri, Brigjen 
Rusdi Hartono (jumpa pers, Jumat, 26 Maret 2021) bahwa 
salah seorang polisi yang terduga pelaku penembakan 
empat Laskar FPI inisalnya EPZ tewas kecelakaan 
tunggal di Jln. Bukit Jaya Setu, Kota Tangerang Selatan 
pada 3 Januari 2021. Sementara itu, pada Rabu (3/3 2021), 
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen 
Andi Rian Djajadi menjelaskan, Bareskrim Polri telah 
menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum atau 
unlawful killing terhadap empat anggota Laskar FPI. 
Ada tiga polisi yang berstatus terlapor dalam perkara 
tersebut. “Laporan polisi (LP)-nya sudah dibuat, tentu Jaksa menunggu. Kita lakukan penyelidikan dulu untuk 
temukan bukti permulaan. Kan permulaan dulu, baru 
bisa ditentukan naik ke penyidikan,” kata Andi Rian 
Djajadi.
8. Berdasarkan keterangan saksi mata dari petugas Polri, 
tukang parkir, dan aparat kelurahan di lokasi yang 
disebut-sebut sebagai TKP kecelakaan EPZ ternyata 
menunjukkan banyak kejanggalan, yang di antaranya 
setelah tim Wartakotalive.com menelusuri lokasi yang 
disebut-sebut Polri, ternyata tidak ada nama jalan 
TKP kecelakaan yang dimaksudkannya. “Sembilan 
tahun jalan sepuluh tahun saya markir di sini, engga
ada jalan Bukit Jaya, adanya Bakti Jaya. Kayaknya 
baru denger saya juga. Saya juga belum dapat kabar 
tentang adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang 
menewaskan seorang pengendara motor,” kata Boye, 
juru parkir di Setu, saat ditemui tim Wartakotalive, 
Sabtu (27/3 2021). Kemudian Sekretaris Kelurahan Bakti 
Jaya, Fiqri Yanuardi Putra juga turut membenarkan 
tidak adanya nama Jalan Bukit Jaya di kawasan Bakti 
Jaya, Setu. Di jalan protokol utama yang terdapat di 
kawasan itu, katanya, hanya ada jalan bernama Bakti 
Jaya, Setu. Fakta lain hasil jejak publisitas media, www.
harianaceh.co.id (2021/03/20) menunjukkan bahwa 
inisial EPZ adalah Elwira Pryadi Zendarto. Kemudian 
juga Kapolsek Setu, AKP Dedi Herdiana yang tidak mengetahui adanya anggota Polri berinisial EPZ tewas 
kecelakaan di wilayahnya. Dedi Herdiana menyatakan, 
akan mengecek terkait detail peristiwa kecelakaan 
tersebut. “Setahu saya, setahu saya ya, apalagi anggota 
(Polri) meninggal, sudah pasti saya monitor itu kan. Tapi 
sejauh ini saya ngga ada laporan. Nanti saya cek lagi” 
kata Dedi Herdiana saat dihubungi, Sabtu (27/3 2021).
PASCAPERISTIWA PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL 
HRS
Berikut ini sejumlah peristiwa pasca pembunuhan 
enam laskar FPI:
A. Upaya sistematis penghilangan Barang Bukti (BB)
Yakni: (1) Penghilangan rekaman CCTV oleh pihak 
yang memiliki wewenang besar, (2) Penghancuran dan 
atau penghilangan bangunan di rest area KM 50 sebagai 
kesengajaan menutup akses ke saksi-saksi peristiwa 
pembunuhan enam laskar FPI.
B. Penangkapan dan Penahanan HRS serta mantan 
Pengurus FPI HRS saat keluar dari ruang pemeriksaan Mapolda Metro 
Jaya untuk menjalani penahanan, Minggu (13/12/2020) dini 
hari. Sejumlah tokoh nasional pun mengajukan permohonan 
pembebasan HRS.
1. Sabtu (12/12/2020), suasana di Mapolda Metro Jaya 
tampak ramai oleh warga masyarakat yang akan 
menyaksikan kehadiran HRS memenuhi panggilan 
Mapolda Metro Jaya. Sekitar jam 10.24 WIB, HRS yang 
didampingi jubir FPI, Munarman dan para kuasa 
hukumnya tiba di Mapolda Metro Jaya menumpangi 
mobil warna putih dengan nomor polisi B 1 FPI. HRS 
datang sehari setelah polisi menetapkan statusnya 
sebagai tersangka pada Jumat (11/12/2020). Sebelum 
diperiksa, HRS melakukan tes swab antigen dengan 
hasilnya negatif. “ silny g Saya bisa hadir di Polda Metro Jaya 
untuk mengikuti pemeriksaan sesuai dengan peraturan 
perundang-undangan yang berlaku,” kata HRS saat tiba 
di Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta 
Pusat, Sabtu (12/12/2020).
2. Setelah hampir 13 jam menjalani pemeriksaan, akhirnya 
HRS keluar dari ruang pemeriksaan sekitar jam 00.23 
WIB. HRS terlihat memakai rompi tahanan dengan 
kondisi tangan diborgol. HRS dengan gagah tetap ter￾senyum, bahkan mengacungkan jari jempol. Beberapa 
pengurus FPI dan simpatisannya, tampak terlihat di de￾pan Mapolda Metro Jaya. Penahanan terhadap HRS itu 
diprotes oleh pihak keluarga dan tim kuasa hukumnya 
karena HRS sudah memenuhi aturan hukum berupa 
membayar denda sebesar Rp 50 juta, sebagaimana fakta 
hukum yang melandasinya bahwa “setiap orang yang ti￾dak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan 
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau 
menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan 
Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehat￾an Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling 
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak 
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Selain melaku￾kan protes, tim kuasa hukum HRS juga mendampingi 
para tokoh Islam yang mengajukan surat penangguhan 
dan atau pembebasan dari tahanan atas nama HRS 
dengan mengunjungi Bareskrim Mabes Polri. 3. Aroma kezaliman sebenarnya sudah dirasakan oleh 
HRS dan keluarganya, tatkala menerima surat pang￾gilan dari Polda Metro Jaya. Karenanya, sebagai suatu 
ikhtiar perlawanan terhadap kezaliman, tim kuasa hu￾kum HRS, Aziz Yanuar dan Kurnia Tri Rayani mengeluarkan siaran pers yang sekaligus sebagai tausiah kepada 
penguasa pada 12 Januari 2021. Siaran pers itu berjudul 
HRS “MENJADI TARGET OPERASI POLITIK DENGAN 
MEMPERALAT HUKUM.”
4. Media Tribunnews.com, Faktakini.net, dan Repelita.com
mengutip penjelasan Dirtipidum Mabes Polri, Brigjen 
Pol Andi Rian, Kamis (24/12/2020) yang menyatakan, 
HRS ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan 
di jalan Petamburan, Jakarta (14/11/2020) dan di Mega 
Mendung, Jawa Barat pada Kamis (17/12/2020). Brigjen 
Andi juga turut menginfokan soal pasal yang dipakai 
untuk menjerat Habib Rizieq Shihab yakni Pasal 14 ayat 
(1) dan (2) UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit 
jo Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan 
Kesehatan dan Pasal 216 KUHP. Sebelumnya, HRS 
juga dijadikan tersangka dalam kasus kerumunan di 
Petamburan. Polisi menyangkakan HRS dengan Pasal 
160 dan Pasal 216 KUHP dengan ancaman hukuman 
maksimal 6 tahun. Kasus HRS yang semula ditangani 
Polda Metro Jaya dan Polda Jabar, telah dilimpahkan ke 
Bareskrim Mabes Polri.
5. Selain HRS dijadikan sebagai tersangka dan ditahan, 
juga ada 6 orang lainnya yakni K.H. Ahmad Sobri 
Lubis, Ustadz Haris Ubaidillah, Habib Ali Alatas, Ustadz 
Maman Suryadi, Habib Idrus Al-Habsyi, dan Habib 
Muhammad Hanif Alatas. Pasal yang disangkakannyaadalah dalam dugaan Perkara Pasal 93 UU No. 6 Tahun 
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 
KUHP (Lihat Lampiran Catatan XIV).
6. Satgas Covid 19 DKI Jakarta menyambut baik sikap taat 
HRS yang mematuhi aturan dengan membayar denda 
sebesar Rp 50 juta, yang juga merupakan fakta bahwa 
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tidak tebang 
pilih dalam menegakkan aturan hukum. Ketua Satgas 
Penanganan Covid-19, Doni Monardo memuji langkah 
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya 
atas tindakan tegasnya dalam menjatuhkan sanksi den￾da administratif kepada HRS. Anies disebut melakukan 
langkah terukur menyikapi kerumunan pada acara 
Maulid Nabi dan pernikahan putri HRS di Petamburan 
itu. “Saya selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19 
menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih ke￾pada Gubernur DKI Bapak Anies Baswedan yang telah 
mengambil langkah-langkah terukur terhadap adanya 
pelanggaran dari suatu kegiatan yang diselenggarakan 
di Petamburan,” kata Doni seperti dilansir dari Detik.com, 
Minggu (15/11/2020). Doni Monardo juga memuji sikap 
tegas Satpol PP DKI menjatuhkan denda administratif 
kepada HRS. “Ada, ya (Habib Rizieq) dikenakan denda,” 
kata Kasatpol PP DKI Jakarta, Arifin, di Jalan KS Tubun, 
Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2020). “Ya, 
responsnya (Habib Rizieq) baik, menerima kita untuk
menegakkan aturan kedisiplinan. (Rizieq bayar denda) 
Rp 50 juta,” tutur Arifin.
7. Terjadi pula peristiwa kerumunan yang dilakukan oleh 
Presiden Jokowi dan Gubernur Nusa Tenggara Timur 
(NTT) Viktor Laiskodat (di Maumere, Provinsi Nusa 
Tenggara Timur); Gibran dalam kampanye Pilkada diSolo, kerumunan Olly Dondokambey Kader PDIP di 
Sulawesi Utara, Moeldoko dkk di KLB Partai Demokrat 
di Medan, acara elite race marathon di Magelang yang 
penontonnya tidak menjaga jarak dan berkerumun, dan 
acaranya Banser di Banyumas, Jawa Timur berupa gelar 
parade tidak menjaga jarak dan terjadi kerumunan. 
Juga, acaranya artis Raffi Ahmad dan Ahok alias Basuki 
Tjahaja Purnama terlibat kerumunan di sebuah pesta 
di Jakarta, Rabu (13/1 2021), yang saat itu Ahok sempat 
bernyanyi dengan mencopot maskernya bersama 
mantan vokalis grup band Dewa, Elfonda Mekel alias 
Once, demikian unggahan Instastory model Renata 
(Republika,co,id). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) 
Medan, Sumatera Utara menyatakan kubu pasangan 
calon Pilkada Kota Medan Bobby Nasution-Aulia 
Rachman menantu Presiden Jokowi telah melakukan 
pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 14 kali. 
Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Data Hukum 
dan Informasi Bawaslu Kota Medan M. Taufiqqurohman 
Munthe kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (21/11/2020). 
Semua peristiwa kerumunan yang jelas melanggar 
Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina 
Kesehatan. tersebut, tidak dilakukan penindakan oleh 
aparat penegak hukum sebagaimana yang dialami 
oleh HRS, menantunya, dan pengurus DPP FPI, hal ini 
membuktikan telah diskriminasi hukum dan atau telah 
terjadi ketidakadilan penerapan hukum terj (Unfair Trial).8. Bareskrim Polri menolak laporan Pimpinan Pusat 
Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) terkait adanya dugaan 
pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh 
Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Gubernur 
Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat. PP GPI 
diminta untuk membuat laporan secara resmi. Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum dan HAM PP GPI 
Fery Dermawan. Fery menyebut barang bukti yang telah 
mereka bawa pun tidak diterima alias dikembalikan 
oleh petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu 
(SPKT) Bareskrim Polri. “Intinya tadi kami sudah masuk 
ke dalam ini laporan masuk tapi tidak ada ketegasan di 
situ. Jadi intinya bukti kita dikembalikan, hanya ada 
pernyataan bahwasanya ini untuk diajukan secara resmi 
kembali,” kata Fery di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, 
Jakarta Selatan, Jumat (26/2/2021).
9. Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan membuat 
laporan serupa ke Bareskrim Polri. Laporan itu 
dilayangkan oleh Ketua Koalisi Masyarakat Anti 
Ketidakadilan Kurnia pada Kamis (25/2/2021). Ketika 
itu Kurnia hendak melaporkan Jokowi yang dituding 
telah melanggar protokol kesehatan. Menurutnya, 
Jokowi juga abai terhadap protokol kesehatan lantaran 
membagikan cinderamata ketika kerumunan massa 
penyambutnya dii NTT. Hanya saja, petugas Sentra 
Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri 
tak menerbitkan Surat Laporan Polisi terkait laporan 
dari Kurnia seperti halnya kepada PP GPI. Ketika itu, kata 
Kurnia, petugas SPKT hanya menyarankan pihaknya 
membuat surat laporan tertulis yang kemudian diberi 
stempel oleh bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam 
(TAUD).C. Pembubaran FPI 
1. Organisasi FPI dibubarkan oleh pemerintah melalui 
Surat Keputusan Bersama (SKB), pembubaran dilakukan 
dalam suatu konferensi pers, dengan menghadirkan 
Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BNPT 
serta sejumlah menteri. SKB tersebut dibacakan oleh 
Menko Polhukam Prof. Dr. M. Mahfud MD, SH, SU, MIP 
pada tanggal 30 Desember 2020. Pasca pembubaran, 
sejumlah tokoh Islam mendirikan organisasi bernama 
Front Persatuan Islam yang disingkat juga sebagai FPI.
2. Dampak keluarnya SKB yang membubarkan dan 
melarang keberadaan FPI ini, antara lain timbul 
miskomunikasi di berbagai daerah, seperti aparat 
pemerintahan setempat melarang berbagai atribut yang bertuliskan FPI, walau kepanjangan dari Front 
Persatuan Islam. Fakta lainnya, FPI baru atau Front 
Persatuan Islam tersebut juga mengalami hambatan 
dari aparat negara.
3. Pembubaran dan pelarangan melalui SKB, menurut 
tim hukum FPI, itu sangat tidak berdasar hukum dan 
bertentangan dengan UU Keormasan. Melanggar 
asas “due process of law” dengan meminggirkan fungsi 
peradilan. Meski SKB adalah bentuk hukum, akan tetapi 
karena digunakan tanpa melandaskan pada aturan 
hukum maka layak untuk dikategorikan sebagai “a bus 
de droit” atau penyalahgunaan kekuasaan.. 
4. Sebenarnya UU Keormasan tidak mengenal pembubar￾an dan pelarangan ormas melalui Surat Keputusan 
Bersama Menhukham, Mendagri, Kapolri, Menkomin￾fo, Jaksa Agung dan Kepala BNPT. Hal itu, merupakan 
tindakan inkonstitusional yang menabrak asas negara 
hukum (rechtstaat) dan bertentangan dengan UUD 
1945.
D. Pemblokiran Rekening
Atas permintaan dan koordinasi antara tim penyidik 
Polri dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi 
Keuangan (PPATK), sebanyak 92 rekening yang diduga 
berkaitan dengan Front Pembela Islam (FPI) diblokir dan 
dilakukan proses penghentian sementara transaksinya. Ketua PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan PPATK telah 
menyelesaikan proses analisis dan pemeriksaan terhadap 
92 rekening yang diduga berkaitan dengan FPI. PPATK juga 
telah menyerahkan hasil analisis dan hasil pemeriksaan 
atas rekening-rekening tersebut kepada aparat kepolisian. 
“Sampai saat ini belum ditemukan adanya tindak pidana,” 
kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim 
Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dihubungi pers, 
Jumat (5/3 2021)(Jawapos.com)
E. Operasi Media Terorisasi FPI dan Jurnalis
1. Telah terjadi “operasi media” yang dilakukan aparat 
negara terhadap aktivis FPI dan jurnalis yang 
melaksanakan tugas sesuai dengan jaminan UU Pers 
dan aturan terkait lainnya. Adapun modus terornya 
berupa, antara lain pemanggilan aktivis FPI dan atau 
jurnalis dengan dalih dimintai keterangan dalam 
kapasitasnya sebagai saksi suatu perkara pidana.
2. Mantan Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman menjadi 
objek “terorisasi” aparat negara melalui framing ekspose 
publisitas pengakuan sepihak napi kasus teroris di 
Makassar, yang notabene merupakan pembunuhan 
karakter dan atau upaya percobaan mengriminalisasi 
Munarman melalui modus “Operasi Media”.
3. Jurnalis Edy Mulyadi dari Forum News Network (FNN) 
 dipanggil Bareskrim Polri pada Senin (14/12/2020) untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait video 
investigasinya tentang Penembakan Enam Laskar FPI 
di tol Jakarta-Cikampek KM 50 yang viral di media so￾sial.
Dari hasil kunjungan TP3 ke rumah-rumah keluarga 
korban pembunuhan, yang merupakan kegiatan TP3 
dalam menelusuri fakta dan profil keluarga serta latar 
belakang korban sebagai upaya public awareness bahwa 
kepemilikan senjata api sebagaimana dituduhkan kepada 
korban pembunuhan adalah informasi yang bersifat 
menyesatkan.
Berikut ini profil keluarga dan korban:
LUTFI HAKIM, PELATIH BOLA, DIBUNUH APARAT 
NEGARA
Salah seorang korban yang 
dibunuh aparat negara adalah Lutfi 
Hakim. Sama dengan kelima korban 
lainnya, tidak ada lahan parkir di 
lingkungan rumah Lutfi Hakim. 
Satu-satunya tempat parkir yang ada 
adalah di halaman masjid “Assolihul 
Hamidiyah”, Jakarta Barat. Rumah 
milik orangtua Lutfi Hakim tampak 
sederhana, namun cukup baik dibandingkan rumah korban 
pembunuhan yang lima orang lainnya. Ada ruang tamu 
yang luasnya sembilan meter persegi. Tidak ada perabot 
dan gambar di dinding ruang tamu.
Daenuri (49) sang ayah adalah seorang tukang. Hasilnya, 
Daenuri dapat “oprak aprik” rumahnya sendiri. Namun, 
statusnya hanya sebagai buruh harian lepas di proyek 
bangunan. Daenuri, menerima Rp 130 ribu per-hari bila ada 
yang mengajaknya bekerja di proyek tertentu. Daenuri, satu 
dari jutaan buruh lepas di Indonesia.
Pertanyaan yang mengusik, apakah dalam keadaan 
pandemik Covid 19, pengangguran, dan tiada penghasilan 
rutin, Daenuri mampu memberikan uang ke Lutfi Hakim 
untuk membeli pistol? Bagaimana dengan Khadavi yang 
untuk membeli gorengan saja, kongsi dengan kawannya?Begitu pula Muhammad Sofiyan, pemilik ijazah paket C 
SMP--yang ibunya adalah janda--, penjual gorengan, bisa 
punya pistol? Bagaimana dengan Faiz yang cita-citanya mau 
membiayai sekolah kedua adiknya, berpikir untuk membeli 
pistol? Apakah Andi Oktavian, pekerja serabutan yang lebih 
banyak berperilaku sebagai pekerja sosial sementara ibunya 
seorang janda, penjaga anak tetangga, mampu membeli 
pistol? Apalagi Reza, hansip yang tinggal di “kandang 
burung” dengan ibu seorang janda, penjual nasi, mampu 
memiliki pistol?
Di sinilah pentingnya Petisi Rakyat yang diterbitkan 
Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam pengawal 
HRS di KM50 harus dijadikan rujukan Presiden dalam 
pengambilan kebijakan selanjutnya.
Lutfi Hakim adalah tamatan Sekolah Menengah Atas 
(SMA). Umurnya 25 tahun. Calon istri pun belum ada. 
Maklum, untuk menghidupi diri sendiri pun, masih belum 
mampu. Adiknya, Abdul Wahab (17) masih duduk di SMA. 
Ibunya, Neneng Hayati (47) hanya seorang ibu rumah 
tangga. Lutfi Hakim biasa menjadi pengemudi ojek online.
Menurut ayahnya, dalam sepekan, paling dua atau tiga 
kali dapat pelanggan. Hasilnya, tidak seberapa. Apalagi, 
musim virus Covid 19, hasil ojek online digunakan untuk 
servis motornya dan keperluan sehari-hari. Pasti jauh dari 
cukup. Namun, Lutfi Hakim cukup kreatif. Dia mencari tambahan penghasilan yang halal dan thayyiban (baik). Dia 
kreatif dengan cara melatih remaja di lingkungannya untuk 
main bola. Dia melatih remaja yang berusia 10-15 tahun, dua 
kali sepekan. Honornya Rp 50 ribu per-latihan. Penghasilan 
Lutfi Hakim Rp 100 ribu per-pekan atau Rp 400 ribu sebulan. 
Profesinya ini menjadikan Lutfi Hakim pernah ikut dalam 
pertandingan bola tingkat kelurahan, kecamatan, bahkan 
sampai DKI Jakarta Liga lokal.
Pertanyaan serius, apakah pemuda yang aktif di 
masyarakat serta mendukung program pemerintah di 
bidang olahraga, dapat menjadi seorang teroris? Apakah 
dengan penghasilan Rp 400 ribu sebulan, Lutfi dapat 
membeli pistol seperti yang dituduhkan polisi?
Lutfi Hakim, menurut Daenuri, rajin shalat. Dia juga 
sopan serta ramah terhadap kawan-kawan dan tetangganya. 
Daenuri membanggakan perilaku Lutfi Hakim sebagai hasil 
gemblengannya selama 25 tahun. Daenuri paham, menurut 
Nabi Muhammad SAW, senyum dan ramah terhadap orang 
lain adalah ibadah. Berlaku baik dan ramah terhadap 
tetangga juga merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. 
Maklum, Daenuri pernah mondok di pesantren selama 
enam tahun. Daenuri, selain tamatan pesantren, aktif di 
kepengurusan RT. Wajar jika Daenuri memahami hakikat 
Pancasila dan UUD 45. Daenuri menyadari, sila pertama 
Pancasila, ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ menunjukkan, 
Indonesia adalah negara tauhid. Bukan negara kapitalis, apalagi komunis. Daenuri mendidik anak-anaknya rajin 
shalat dan berperilaku baik karena pasal 29 ayat (2) UUD 
45 menyebutkan negara menjamin warga negara untuk 
memeluk agama dan melaksanakan syariat agamanya.
Daenuri masih ingat WA terakhirnya Lutfi Hakim. 
Anaknya itu menulis saat berada di markas DPP FPI Jln. 
Petamburan, yang meminta dirinya selaku orangtua untuk 
bersikap ridha dan ikhlas. Itulah pesan terakhir Lutfi Hakim 
sebelum dibunuh aparat negara, 7 Desember 2020, diihari 
di tol Jakarta-Cikampek, KM50. 
ANDI OCTIAWAN, KETUA REMAJA MASJID, DIBUNUH 
APARAT NEGARA
TP3 tiba di rumah Andi Octiawan 
yang beralamat di Kawasan 
Kecamatan Cengkareng, Jakarta 
Barat, 26 Januari 2021. Masjid Al 
Hikmah di gang itu, sederhana, 
tetapi tertata rapi. Shalat maghrib 
berjamaah, baru usai. TP3 shalat 
berjamaah sesuai SOP Rasulullah 
SAW: Bahu dengan bahu serta mata 
kaki yang di belakang imam, saling bersentuhan. Usai 
shalat, TP3 memasuki gang yang lebih sempit, cukup dua 
orang melaluinya. Semua rumah korban pembunuhan yang 
didatangi oleh TP3, berada di gang sempit. Penghuninya miskin, ada janda, yatim, dan berpendidikan rendah, tetapi 
saleh. Apakah mereka pilihan Allah SWT yang menjadi 
martir bagi perubahan sosial?
Rumah keluarga Andi itu sederhana, sama dengan 
empat rumah lain yang kami kunjungi. Berlantai tikar, 
tanpa perabot dan tidak ada gambar yang bergantungan di 
dinding. Ruang tamunya sekitar 3,8 x 3 meter. Luas rumah 
sekitar 12 x 3,8 meter. Hanya sekitar semenit, seorang 
perempuan separuh baya, keluar menemui kami. Aminah, 
janda, berpenampilan biasa, seperti ibu-ibu kampung 
umumnya. Aminah (52) yang ditinggal meninggal suami, 
Zaenudin, punya tiga orang anak. Andi (33), Ahmad Junaidi 
(26), dan Maryana Diana Sapitri (16). Andi dan Ahmad hanya 
tamatan SMP. Anak bungsunya, masih duduk di SMA, kelas 
satu.
Aminah menjaga anak tetangga yang masih ada 
hubungan keluarga. Imbalan yang diperoleh, Rp 700 ribu 
sebulan. Ahmad Junaidi, lumayan, memeroleh Rp 2,5 juta 
sebulan sebagai karyawan toko baja ringan, Andi sendiri 
kerja serabutan. Aminah duduk sambil meletakkan sesisir 
besar pisang Ambon, kue, dan air mineral. Bila diperhatikan 
wajah Aminah, tampak masih ada goresan kesedihan. 
Aminah dengan suara terbata-bata mengisahkan:
Diceritakannya, saat Idul Fitri “Andi meminta saya 
duduk di kursi. Diambilnya baskom berisi air. Hati￾hati, kaki saya dimasukkan ke dalam baskom. Lembut, 
tangannya membasuh kedua kakiku, bergantian kanan dan 
kiri. Selesai, dikeringkan. Kemudian… (Aminah tertahan 
suaranya), diciumnya kedua kakiku.”
Andi atau nama lengkapnya Andi Oktiawan, berusia 
33 tahun. Beliau yang paling tua dari enam pengawal HRS 
yang dibunuh polisi. Andi kerja serabutan. Lebih tepat 
sebagai pekerja sosial. Andi turun tangan jika ada tetangga 
punya masalah. Andi akan mengantar tetangga yang sakit, 
ke rumah sakit. Pihak rumah sakit terkadang menyulitkan 
pesakit untuk memperoleh kamar. Apalagi bagi mereka 
yang hanya mengandalkan BPJS. Andi langsung turun 
tangan sehingga tetangganya bisa memeroleh kamar.
Andi, pemuda yang sopan, peramah, mudah bergaul, 
dan suka menolong siapa saja. Wajar jika Andi terpilih 
sebagai Ketua Remaja Masjid Al Hikmah, di lingkungannya. 
Andi, selama tiga tahun memimpin Remaja Masjid, sebelum 
meninggal, aktif menggerakkan kawan-kawannya di 
masjid. Program dan kegiatan yang dilakukannya antara 
lain; Peringatan hari-hari besar Islam; Pawai Obor setiap 
tahun baru Islam; serta kerja bakti membersihkan masjid 
dan lingkungan sekitar.
Terkait profil Andi ini, TP3 bertanya apakah pemuda 
seperti Andi yang Ketua Remaja Masjid, suka menolong 
tetangga, dan sangat menghormati ibunya itu, menjaditeroris, pengedar narkoba atau menembak polisi? Jika Ketua 
Remaja Masjid menjadi teroris, Polri juga teroris. Sebab, Wakil 
Ketua Dewan Masjid Indonesia adalah mantan Wakapolri, 
Syafrudin. Wakil Ketua Dewan Pakar, Budi Gunawan yang 
juga mantan Wakapolri, sekarang Kepala BIN. Jika institusi 
Polri bukan teroris, apakah mantan Wakapolri yang teroris. 
Kalau mantan Wakapolri bukan teroris sementara ada 
Ketua Remaja Masjid yang jadi teroris, maknanya, beliau 
tidak becus mengurus masjid. Simpulannya, polisi jangan 
ikut-ikutan tiru ABRI pada masa orde baru yang berdwi 
fungsi. Cukup satu fungsi saja, mengurus internal polisi agar 
bisa menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti 
polisi di luar negeri. Maknanya, polisi perlu mengganti 
senjata api dengan pentungan seperti polisi Inggris ketika 
bertugas di lapangan.
KHADAVI, KORBAN PEMBUNUHAN OLEH APARAT NEGARA 
DI KM 50
Saat TP3 tiba di gang sempit di 
depan rumah orangtua Khadavi, 
tampaklah tikar dan karpet. Banyak 
anak muda duduk sambil berdzikir. 
Malam itu, 15 Januari 2021, hari ke 
40, enam pengawal HRS meninggal 
dunia dibunuh oleh aparat negara. 
Rumah itu sederhana. Panjangnya 
mungkin 8 meter. Lebarnya sekitar enam meter. Ruang tamu berukuran kurang lebih dua 
setengah kali tiga meter. Ruang keluarga sekitar tiga kali 
tiga setengah meter. Tidak nampak perabot rumah yang 
mewah.
Di atas meja kecil, terpampang foto Khadavi. Wajahnya 
cerah, ganteng, bercahaya. Masih muda, 21 tahun. Nama 
lengkapnya, Muhammad Suci Khadavi Poetra. Anak pertama 
dari dua orang bersaudara. September 2021, Khadavi akan 
wisuda. Beliau kuliah di Fakultas Perkapalan, salah satu 
universitas di Jakarta.
Menurut ayahnya, Herman Mulyana, Khadavi 
pernah mau pindah ke jurusan hukum. Mantan Satpam 
di salah satu supermarket di Jakarta ini berperawakan 
sedang, ramping tubuhnya. Memerhatikan postur dan 
penampilannya, musykil Herman bisa mendidik anaknya 
menjadi seorang teroris. Khadavi saat kuliah sempat pindah 
jurusan—memilih jurusan Hukum-- karena alasannya 
ingin menegakkan keadilan dan melindungi ulama. Wajar 
jika Khadavi bercita-cita, menegakkan keadilan. TP3 
khawatir selama pemerintahan Jokowi, ratusan, ribuan, 
bahkan jutaan akan menjadi Khadavi baru. Bahkan, tujuh 
jutaan peserta 212 yang memadati Monas beberapa waktu 
lalu akan menjadi “Khadavi-Khadavi” baru. Apalagi dengan 
menyaksikan penahanan HRS, ulama, dan aktivis KAMI 
secara semena-mena.Herman mengekspresikan wajah sedihnya sewaktu 
mengatakan, “September ini Khadavi akan diwisuda.” Kedua 
anaknya Herman ini, terkenal saleh. Apalagi Khadavi biasa 
menasihati orang tuanya agar jangan gila dunia. Ingatlah 
kehidupan akhirat. Khadavi rajin mengikuti majelis ta’lim di 
mana-mana di Jakarta. Belakangan, Khadavi rajin mengikuti 
kegiatan FPI. Apalagi memperhatikan tindakan-tindakan 
yang dilakukan aparat pemerintah khususnya lima tahun 
terakhir ini, membuat Khadavi semakin tertarik dengan 
kegiatan dan dakwah FPI. Pengurus dan anggota FPI sering 
turun tangan ketika terjadi bencana alam, baik tsunami, 
gempa bumi atau banjir. Mereka menolong korban tanpa 
pamrih, mulai dari tsunami Aceh, Banten, NTB, Sulawesi 
Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya 
serta bencana lainnya di hampir seluruh Indonesia. Herman 
dan istrinya tidak sangka, pertemuan pagi itu, 6 Desember 
2020 adalah pertemuan terakhir dengan anak sulungnya, 
Muhammad Suci Khadavi Poetra.
Herman sedih tapi bersemangat ketika mengemukakan 
kondisi fisik jasad anaknya. Menurutnya, ada dua lobang 
peluru dekat jantung, berwarna hitam. Maknanya, Khadavi 
ditembak dari jarak dekat. Matanya juga terdapat bekas 
penganiayaan. Ada jahitan di dada yang menunjukkan 
rumah sakit melakukan autopsi tanpa izin keluarga. Bagian 
belakang kepalanya, sampai di liang lahat pun masih keluar 
darah.Wajar jika Herman menolak tuduhan polisi yang 
mengatakan anaknya membawa senjata. “Beli gorengan 
saja, dia kongsi dengan kawan-kawannya. Dari mana duit 
untuk beli senjata,” tambahnya. “Senjatanya” adalah baju 
koko dan kopiah putih. Itulah sebabnya, Herman menolak 
memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Menurutnya, dua 
kali surat panggilan Polda Metro Jaya dibawa oleh Babinsa 
dan Ketua RT. Herman minta agar pak RT mengembalikan 
surat panggilan polisi tersebut. Herman kemudian minta 
keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya terhadap para 
pelaku pembunuhan. Keadilan yang bagaimana?
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha 
Esa. Hal ini ditegaskan lagi di UUD 45, pasal 29 ayat (1): 
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat 
(2) mengatakan, “negara menjamin tiap-tiap penduduk 
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah 
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ketentuan 
Pancasila dan UUD 45 terebut mengisyaratkan bahwa, 
hukuman bagi pembunuh (tanpa hak) harus sesuai 
dengan ketentuan Tuhan Yang Esa. Maknanya, penegak 
hukum harus merujuk Al-Qur’an, Injil, dan KUHP di mana 
pembunuh harus dijatuhi hukuman mati. “Hai orang-orang 
yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan 
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan 
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan 
wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan 
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti 
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) 
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara 
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan 
dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang 
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang 
sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah: 178)
“Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya 
akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat 
manusia itu menurut gambar-Nya sendiri” (Injil, Kejadian 
9:6). 
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana 
terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam 
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati 
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu 
tertentu, paling lama dua puluh tahun.” (KUHP pasal 340).
Jika aparat negara yang membunuh Khadavi, ikhlas 
menjalani hukuman mati yang didahului dengan tobat 
nasuha, in syaa Allah, mereka akan memeroleh keringanan 
dalam pengadilan akhirat nanti. Bahkan, bisa masuk 
surga jika dia muslim. Para Penyidik, JPU, dan Hakim yang 
menyidik, menuntut, dan memutuskan hukuman mati juga 
akan memeroleh keringanan atau kebebasan hukuman di 
akhirat kelak. FAIZ, MAHASISWA YANG INGIN MATI SYAHID
 “Ya Allah, di tempat yang Nabi￾Mu biasa shalat ini, aku memohon 
kepada-Mu agar diriku dan anak￾anakku mati sebagai seorang syahid 
dan syahidah. Aamiin Yaa Robbal 
‘Alamiin.” Itulah antara lain doa pak 
Syuhada di Raudah, Masjid Nabawi, 
Madinah, tahun 2018.
Saat konferensi pers yang diadakan TP3, Syuhada, 
ayah almarhum Faiz, mewakili keluarga enam korban 
pembunuhan polisi, menyampaikan sambutan. Syuhada 
sangat bersemangat. Syuhada mempersilakan aparat 
negara bertanya ke kampusnya Faiz atau kawan-kawan di 
tempat tinggal, apakah Faiz berkelakuan buruk. Apakah dia 
pengguna narkoba, teroris, pencopet atau tukang berantam? 
Saat Syuhada mengakhiri sambutannya, Amien Rais 
bertepuk tangan. Hadirin di salah satu ruangan Hotel Atlet 
Senayan, 18 Januari 2021 itu pun bertepuk tangan. Mereka 
mengikuti Amien Rais yang duduk di sebelah TP3. Amien 
Rais adalah salah seorang Penasihat TP3.
Rumah orang tua Faiz, tak jauh beda dengan kondisi 
keluarga almarhum Khadafi dan Ahmad Sofyan. Rumah 
berada di gang sempit. Mobil diparkir di tempat yang agak 
jauh. TP3 berjalan sejauh dua ratus meter, memasuki gang 
yang tidak bisa dilalui mobil. Rumahnya seluas 4 x 15 meter, lebih panjang dari milik orang tua Khadavi dan Ahmad 
Sofiyan. Namun, ruang tamu Faiz, lebih kecil dari yang 
dipunyai Khadafi. Diperkirakan, 2,5 x 4 meter. Tidak nampak 
satu pun perabot. Rumah itu milik neneknya Faiz. Namanya 
Sofia, kini berusia 86 tahun. Ada empat kamar kecil, dihuni 
tujuh orang. Di samping rumah, tempat pengajian sedang 
direnovasi. Ukurannya sekitar 4 x 15 meter. Istri Syuhada, 
Rosidah ternyata seorang mubalighah, aktif mengordinasi 
pengajian kaum ibu, hampir setiap hari. Wajar kalau Faiz 
sangat islami sekaligus Pancasilais dalam kehidupan sehari￾hari.
Faiz tidak pernah tinggalkan shalat karena ia rukun 
Islam kedua. Shalat pula yang pertama dihisab di akhirat. 
Faiz, karena muslim maka dia seorang warga negara yang 
baik. Sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 
45 memerintahkan dia untuk menjadi seorang muslim 
yang saleh. Sebab, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila 
pertama menunjukkan bahwa, Indonesia, negara agama. 
Indonesia bukan negara sekuler, kapitalis, atau komunis. 
Hal ini ditegaskan kembali dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1: 
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Masa Esa.”
Ayahnya Faiz, Syuhada, posturnya ramping dan 
jangkung. Beliau sehari-hari menjual batu akik. Syuhada, 
ketika ‘booming’, berhasil menjual salah satu batu akiknya 
dengan harga delapan jutaan rupiah (2013). Namun, 
adat bisnis, batu akiknya pernah dibeli dengan hargahanya seratus ribu rupiah. Pandemi virus Cina saat ini, 
jangankan beli batu akik, guna makan sehari-hari saja, 
rakyat “kelimpungan.” Dampaknya, Syuhada sukar 
menawarkan barang dagangannya. Syuhada juga tidak 
bisa berimprosisasi dengan memproduk alat membuka dan 
menutup lift yang ada di bandara atau beberapa hotel besar. 
Apalagi memproduk masker, penutup wajah plastik, dan 
pencuci tangan.
Faiz, nama lengkapnya, Faiz Ahmad Syukur, 22 tahun. 
Beliau anak sulung dari pasangan Syuhada dan Rosidah. 
Faiz memiliki dua adik: Bojas Bakumusal (20), tamatan 
SMA dan Firdaus Jibar Inmasa (17) masih duduk di bangku SMA. Faiz sudah semester 5 di salah satu universitas. Faiz 
mengambil jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Informatika 
(IT), bidang yang fenomenal sejagat, belakangan ini. Faiz, 
generasi milineal yang mandiri. Bahkan, ayahnya biasa 
‘jengkel’ karena apa pun masalah yang dihadapi, Faiz 
mengatasi sendiri. Faiz, sehari-hari jual beli logam mulia 
(satu gram), produk Antam. Penghasilannya digunakan 
untuk membiayai kuliah dan membantu adik-adiknya. 
Faiz juga biasa membantu ibunya dari hasil usahanya. 
Faiz, pada waktu senggang, melatih anak-anak belajar 
memanah, tanpa dibayar. Faiz mengamalkan salah satu 
hadis Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan orangtua 
agar mengajar anak lelaki mereka berkuda, memanah, 
dan berenang. Namun, ke adik bungsu, Faiz mengatakan, 
ingin memperoleh ridha Allah SWT dengan pekerjaan yang 
mapan. Ke ibunya, Faiz mengatakan, ingin menyekolahkan 
kedua adiknya. Syuhada mengatakan, Faiz ingin menjadi 
‘digital graphic designer.’ Kawan-kawannya mengatakan, 
Faiz sering minta didoakan agar mati syahid.
Saat hari Sabtu, 5 Desember, Faiz meminta ibunya 
menyediakan seragam laskarnya untuk berangkat ke 
Petamburan. “Doain ya ma,” itulah kata-kata terakhir yang 
didengar ibunya. Faktanya, Faiz benar-benar memeroleh 
pahala syahid. Hal itu terjadi dalam peristiwa pembunuhan 
enam warga sipil oleh aparat negara di KM 50, tol Jakarta￾Cikampek, 7 Desember 2020, dini hari. Peristiwa ini menunjukkan, salah satu doa ayahnya di Raudah, masjid 
Nabawi, lebih dua tahun lalu, terkabul.
Syuhada, sewaktu menyaksikan jenazah anaknya di￾mandikan, nampak ada empat luka bekas tembakan. Dua 
peluru di area jantung. Leher sampai pusar, ada jahitan, 
bekas operasi. Padahal, semua keluarga korban, termasuk 
Syuhada tidak mengizinkan dilakukan autopsi. Polisi dan 
petugas rumah sakit tidak menjelaskan, apakah dibelahnya 
jenazah dari leher sampai pusar adalah autopsi atau proyek 
bisnis. Maklum, masyarakat sering melihat video yang 
menunjukkan pengambilan organ penting dari jenazah 
untuk diperjual-belikan.
AHMAD SOFYAN (AMBON) SYUHADA FPI, ANAK JANDA 
YANG DIBUNUH APARAT NEGARA
TP3 menuju jalan Utan Panjang 
III, Kemayoran, Jakarta Pusat. Tiba 
di gang I, mobil diparkir sekitar 
100 meter dari rumah, tempat 
hajatan berlangsung. Suara tahlilan 
seratusan orang yang memadati 
gang itu membuat TP3 tidak leluasa 
bercakap-cakap. Ini acara tahlilan 
di rumah orang tua Ahmad Sofiyan. 
Beliau, korban pembunuhan aparat negara di tol Jakarta￾Cikarang KM 50, 7 Desember 2020. Rumah orang tua Ahmad Sofiyan alias Ambon, ukurannya tidak jauh beda dengan 
yang dipunyai keluarga Khadafi. Perbedaannya, rumah 
orang tua Ahmad, dua tingkat, warisan kakek.
Ibunya Ahmad Sofiyan seorang janda. Ahmad Sofiyan 
alias Ambon berumur 26 tahun. Belum menikah. Beliau 
hanya tamatan SD kemudian mengambil paket C, SMP. 
Musykil, apakah dengan pendidikan paket C, Ahmad 
Sofiyan dapat merakit senjata seperti dituduhkan polisi? 
Katakanlah, Ahmad Sofiyan dapat merakit senjata. 
Pertanyaannya, apakah peluru yang digunakan berupa 
biji tangkil, jagung atau peluru asli? Jika peluru asli, siapa 
yang memproduknya? Katakanlah peluru itu diproduk 
pabrik resmi, Pindad. Namun, apakah karyawan pabrik ini 
yang menjual peluru ke laskar FPI? Mungkin juga, Ahmad 
Sofiyan membeli peluru di pasar gelap. Jika ada pasar gelap 
di Jakarta dan sekitarnya, siapa yang bertanggung jawab? 
FPI, HTI, MUI, BIN atau polisi. “Tepuk air didulang, terpercik 
muka sendiri.”
Ibunya Ahmad, namanya Herlina, menjumpai TP3 
di gang yang belum dipadati pelayat. Tubuhnya Herlina 
ramping. Tingginya sekitar 155 cm. Beliau mengenakan 
jilbab yang rapi dan benar. Jilbab Herlina mengekspresi 
kualitas keislamannya. Hal tersebut tergambar ketika 
beliau mengatakan bahwa, tawaran uang duka dari Babinsa 
setempat, ditolak. Masyaa Allah! Seorang janda sederhana, 
menolak uang duka dari pemerintah. Padahal, pekerjaansehari-hari hanya menjual goreng-gorengan. Hasilnya 
Rp 200 ribu per-hari. Itulah penghasilan yang digunakan 
untuk membiayai dirinya dan dua anaknya; Ahmad 
Sofiyan dan Ridwan. Saat TP3 bertanya tentang apakah 
Herlina siap bermubahalah dengan aparat negara yang 
membunuh anaknya, Herlina menjawab bahwa dirinya siap 
bermubahalah dengan harapan pelaku pembunuh anaknya 
dilaknat oleh Allah SWT.
Saat mendengar jawaban itu, TP3 terbayang kisah 
Nusaibah binti Ka’ab. Beliau salah seorang shahabiyah 
dari golongan Anshar. Dikisahkan, suatu hari, Nusaibah 
mendengar hiruk pikuk para sahabat menuju medan 
perang Uhud. Suami Nusaibah ikut berperang hingga 
syahid, juga , anaknya. Bahkan Nusaibah ikut berperang 
dan mampu membunuh puluhan orang kafir. Suatu waktu, 
seorang musuh mengendap dari belakang dan melukainya. 
Usai perang Uhud, Nusaibah tercatat sebagai perisai 
Nabi Muhammad SAW dengan tidak kurang 12 luka di 
tubuhnya.
Apakah Herlina, Monalisa, dan 4 ibu lain yang anak￾anaknya dibunuh aparat negara akan tampil sebagai 
“Nusaibah-Nusaibah” baru? Apakah ibu dari 11 orang yang 
meninggal dalam peristiwa 21 dan 22 Mei 2019 di depan 
kantor Bawaslu akan mengikuti jejak Nusaibah? Apakah 
ibu-ibu dari 800-an anggota KPPS yang meninggal secara 
tidak wajar dalam Pilpres 2019, akan menuntut hak mereka seperti yang dilakukan Nusaibah? Setidaknya mengikuti 
jejak Herlina yang menolak dana santunan pemerintah 
kecuali para pembunuh dijatuhi hukuman mati juga.
REZA SYUHADA FPI RUTIN BERIKAN GAJINYA UNTUK
IBUNYA, BERSEDEKAH DAN MENCICIL SERAGAM FPI
Muhammad Reza, pemuda Pasar 
Baru, Kecamatan Sa wwah Besar, 
Jakarta Pusat ini hanyalah seorang 
pemuda pecinta ulama dan habaib 
yang ingin membahagiakan kedua 
orang tuanya. Reza, pemuda yang 
lahir pada tanggal 7 Juni 2000 itu pun 
bekerja sebagai satpam di salah satu 
perusahaan, demi untuk membantu 
ibunya yang seorang buruh cuci.
Reza menempati tempat tinggal yang sangat 
zsederhana, tangga itu menuju ruang tempat tinggalnya 
yang berukuran 1,5 x 3 meter. Di sana tempat tidur Reza 
bersama ibu dan kakaknya, di bawahnya dipakai untuk 
kamar mandi dan dapur. Di sela kesibukannya mencari 
nafkah, Reza juga menjadi anggota FPI supaya bisa dekat 
dengan Dzurriyah Rasulullah SAW Imam Besar HRS, serta 
membela agama, bangsa dan negara. Namun siapa sangka, 
hari Senin (7/12/2020) dini hari Reza harus tewas ditembak 
aparat negara di tol Jakarta-Cikampek KM 50 saat sedang
bertugas mengawal dan menjaga perjalanan HRS menuju 
Karawang.
Reza telah dimakamkan di area Markaz Syariah FPI 
Mega Mendung Bogor bersama para syuhada lainnya. 
Makamnya kini setiap hari selalu diziarahi oleh umat Islam 
serta didoakan oleh jutaan umat Islam. Fakta mengharukan 
pun kemudian terkuak, Reza yang hidup bersama ibunya 
yang hanya seorang buruh cuci ini, ternyata anak shalih dan 
sangat berbakti kepada ibunya. Reza yang bekerja sebagai 
satpam hanya bergaji Rp 200 ribu per-bulan, ternyata 
selama ini penghasilannya senantiasa ia catat dan kemudian 
terungkap untuk apa saja uang tersebut ia gunakan.
 Sejumlah perwakilan pengurus majelis taklim 
mendatangi kediaman Reza menyampaikan sumbangan.
Sebagian besar gajinya Reza sisihkan untuk ibunya, 
sisanya untuk bersedekah Rp 10 ribu setiap harinya dan 
Rp 20 ribu untuk mencicil membeli seragam FPI. Berbeda dengan banyak ormas lain yang menerima dana Bansos dari 
pemerintah dan sumber lain sehingga anggotanya diberi 
seragam dan digaji, di FPI tidak begitu. FPI adalah ormas 
Islam yang tidak pernah menerima Rp 1 rupiah pun dana 
Bansos dan dana apa pun bentuknya dari pemerintah. Tidak 
ada anggota FPI yang digaji. Bahkan untuk membeli seragam 
kelaskaran pun harus membeli sendiri. Namun karena 
kemandirian dan independensi itulah yang membuat FPI 
sangat dicintai umat Islam. FPI bukan kacung pemerintah 
dan kelompok apa pun, sehingga berani berkata tidak pada 
apa pun yang bathil.




DALAM Daftar Lampiran-Catatan ini, terdapat sejumlah 
informasi pendukung materi Buku Putih sehingga 
diharapkan masyarakat luas dapat memperoleh informasi 
secara komprehensif dan bisa memahami bahwa peristiwa 
terbunuhnya enam pengawal HRS oleh aparat negara 
merupakan pelanggaran HAM berat. Lampiran-Catatan 
tersebut berupa surat formal yang dikirim oleh TP 3 atau 
pihak terkait lainnya, pernyataan sikap atau press release, 
foto dan atau gambar karikatur, artikel pengamat, karya 
jurnalistik narasi audio-visual, berita liputan peristiwa, dan 
sejenisnya. PETISI RAKYAT OLEH TP3
Jakarta, 1 Februari 2021
Kepada Yth.:
Presiden Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Petisi Rakyat* untuk *Penuntasan Peristiwa Pembunuhan 
Pengawal HRS oleh Aparat Negara
Proses penyelidikan peristiwa pembunuhan atas enam warga sipil 
(Pengawal HRS) yang terjadi pada 6-7 Desember 2020 masih jauh dari 
harapan dan justru cenderung berlawanan dengan kondisi objektif 
dan fakta-fakta di lapangan. Baik Polri maupun Komnas HAM telah 
memberikan laporan penyelidikan yang dapat dianggap menggiring 
opini menyesatkan dan menutupi kejadian yang sebenarnya. 
 Mencermati sikap Pemerintah dan sikap Komnas HAM RI, kami 
yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa pembunuhan 
terhadap enam pengawal HRS merupakan pembunuhan secara langsung 
terhadap penduduk sipil oleh aparat negara yang didahului dengan 
penyiksaan dan dilakukan secara sistematik. Oleh karena itu kejahatan 
ini memenuhi kriteria sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime 
Against Humanity), sehingga merupakan Pelanggaran HAM berat 
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang 
Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). 
Kejahatan sistematik ini terjadi didasarkan pada prakondisi operasi 
kontra propaganda oleh Pemerintah melalui penggalangan opini, 
politik adu domba dan belah bambu di antara umat Islam dan rakyat 
Indonesia yang direpresentasikan oleh aparat hukum dan keamanan. 
Aparat negara diduga telah melakukan Pelanggaran HAM berat melalui kebijakan keji, bengis dan di luar batas kemanusiaan, yang berujung 
pada hilangnya nyawa enam laskar FPI pada 7 Desember 2020. 
Berdasarkan kesaksian dari Pengurus FPI, pengawal HRS itu tidak 
memiliki senjata, tidak pernah melakukan penyerangan, sehingga 
dengan demikian tidak mungkin terjadi baku tembak. Karena itu 
banyak pihak, termasuk Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) 
enam pengawal HRS meyakini yang terjadi adalah pembunuhan dan 
pembantaian yang direncanakan sebelumnya. TP3 menilai, apa pun 
alasannya, tindakan aparat negara sudah melampaui batas dan di luar 
kewenangan, yakni menggunakan cara-cara kekerasan di luar prosedur 
hukum dan keadilan, sehingga wajar disebut sebagai extrajudicial 
killing.
Tindakan brutal aparat pemerintah ini merupakan bentuk 
penghinaan terhadap proses hukum dan pengingkaran atas asas 
praduga tidak bersalah dalam penegakan hukum dan keadilan. 
Sehingga dapat dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan 
dengan Pancasila, UUD 1945 dan peraturan yang berlaku. Karena itu 
TP3 mengutuk dan mengecam keras para pelaku pembunuhan enam 
pengawal HRS tersebut, termasuk atasan dan pihak-pihak terkait. 
Dengan status sebagai Pelanggaran HAM berat, maka pembunuhan 
enam pengawal HRS merupakan pelanggaran terhadap Statuta Roma 
Tahun 1998 dan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman 
or Degrading Treatment or Punishment yang telah diratifikasi melalui 
Undang-Undang No.5 Tahun 1998. Karena itu proses hukumnya harus 
dilakukan melalui Pengadilan HAM sebagaimana dinyatakan dalam 
Undang-Undang No.26 Tahun 2000.
Sampai saat ini, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia 
belum memberikan pertanggungjawaban publik atas peristiwa 
pembunuhan enam pengawal HRS. Bahkan pemerintah tidak merasa 
perlu untuk menyampaikan permintaan maaf atau belasungkawa 
kepada keluarga korban. Hal ini merupakan pengingkaran terhadap 
hak-hak korban dan keluarganya yang semestinya dijamin oleh negara seperti terkandung dalam UU No.13 Tahun 2006 jo UU No.31 Tahun 2014 
tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
TUNTUTAN
Sehubungan dengan terjadinya pelanggaran HAM berat oleh aparat 
negara, maka TP3 bersama segenap komponen bangsa di seluruh 
Indonesia yang peduli terhadap penegakan hukum dan keadilan, serta 
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, dengan ini mengajukan 
tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut agar nama-nama para pelaku pembunuhan enam 
pengawal HRS yang dilaporkan Komnas HAM kepada Presiden 
Republik Indonesia segera diumumkan.
2. Menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala pemerintahan 
untuk ikut bertanggungjawab atas tindakan sewenang-wenang 
aparat negara dalam peristiwa pembunuhan tersebut;
3. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan 
Kapolri memberhentikan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran 
sebagai anggota Polri, sehingga proses hukum kasus pembunuhan 
enam pengawal HRS dapat dilakukan secara obyektif, terbuka, dan 
berkeadilan.
4. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) untuk membentuk 
Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki kasus pembunuhan 
atau pembantaian enam pengawal HRS yang diduga kuat bukan 
sekadar pembunuhan biasa, tetapi terkait dengan persoalan politik 
kekuasaan;
5. Mendukung Tim Advokasi yang telah melakukan pelaporan kepada 
International Criminal Court di Den Haag dan Committee Against 
Torture di Geneva, serta mendesak kedua lembaga Internasional 
tersebut untuk segera melakukan langkah penyelidikan termasuk 
pemanggilan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembantaian 
enam pengawal HRS sebagai tindak lanjut dari pelaporan Tim 
Advokasi tersebut.6. Menuntut negara bertanggungjawab kepada para korban dan 
keluarganya, sesuai Pasal 7 UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan 
UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, 
dalam bentuk: 
a. Memberikan keadilan kepada para korban dengan menghukum 
para pelaku pelanggaran; 
b. Meminta maaf kepada para korban dan keluarganya dan 
mengakui adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 7 
Desember 2020 yang menewaskan enam korban; 
c. Memberikan layanan medis dan psikososial dengan cuma-cuma 
dan serta merta untuk korban lain peristiwa 7 Desember 2020 
yang masih hidup;
d. memberikan kompensasi kepada para korban dan keluarganya me￾lalui fasilitasi dari Lembaga Perlindungan Saksi & Korban (LPSK); 
e. Merehabilitasi nama baik para korban yang sudah tewas dari 
labelling dan stigma yang dituduhkan kepada mereka secara 
sewenang-wenang. 
7. Menuntut para pelaku pembunuhan 7 Desember 2020 untuk 
memberikan restitusi (ganti rugi oleh pelaku) kepada para korban 
dan keluarganya sesuai Pasal 7A UU No.31 Tahun 2014 tentang 
Perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan 
Korban.
Kami mengajak berbagai lapisan masyarakat, segenap anak bangsa 
di seluruh tanah air, untuk mendukung dan bergabung dalam gerakan 
Petisi Rakyat ini, demi tegaknya hukum dan keadilan di bumi NKRI.Daftar Pendukung Petisi Rakyat
1. Prof. DR. M. Amien Rais
2. KH DR. Abdullah Hehamahua
3. Dr. Busyro Muqoddas
4. KH. DR. Muhyiddin Djunaedi
5. Dr. Marwan Batubara
6. Prof. DR. Firdaus Syam
7. DR. Abdul Chair Ramadhan
8. Habib Muhsin Al-Attas, Lc.
9. Hj. Neno Warisman
10. Edy Mulyadi
11. Rizal Fadillah, SH
12. HM Mursalim R
13. Dr. Indra Matian
14. Wirawan Adnan, SH.,MH
15. Abdul Malik SE, MM
16. KH DR. Buchori Muslim
17. DR. Syamsul Balda
18. DR. Taufik Hidayat
19. DR. HM Gamari Sutrisno, MPS
20. Ir. Candra Kurnia
21. Adi Prayitno, SH
22. Agung Mozin SH, MSi
23. KH Ansyufri Sambo
24. DR. Nurdiati Akma
 *(Nomor 1 s.d 24 merupakan 
Anggota TP3 dan Inisiator Petisi 
Rakyat)*
25. KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’I, 
Perguruan As-Syafi’iyah
26. Prof. DR. Daniel M. Rosyid
27. Natalius Pigai, Mantan Anggota 
Komnas HAM
28. DR. M.S Kaban, Mantan Menteri 
Kehutanan
29. Rocky Gerung
30. Dra. Hj. Marfuah Musthofa, M.Pd, 
Ketua PP Wanita Islam
31. Letjen TNI Purn Syarwan Hamid
32. Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat
33. Mayjen TNI Purn Deddy S 
Budiman
34. Mayjen TNI Purn Soenarko.
35. Prof. DR. H. Sanusi Uwes, M.Pd
36. DR. Ir. H. Memet Hakim
37. Mayjen TNI Purn Robby Win 
Kadir
38. Prof. Dr. Muhammad Chirzin, 
M.Ag.
39. H. Memet Hamdan, S.H, M.Sc.
40. Radhar Tri Baskoro, S.E, MSi
41. Kolonel TNI Purn Sugeng Waras
42. Noor Alam, S.H. CN, MBA, MSc
43. DR. Hj Maria Zuraida M.Si
44. DR. Ir. H Arifien Habibie MS
45. Memet A. Hakim, S.H.
46. DR. TB. Massa Djafar, Akademisi
47. Ahmad Murjoko, S.Sos. M.Si., KB 
PII
48. DR. Muslim Muin, Dosen ITB
49. DR. Nurhayati Ali Assegaf, Partai 
Demokrat
50. DR. Muslim Mufti, M.Si, Ketua 
Dewan Tafkir PP PERSIS
51. Mayjen TNI Purn Budi Sujana
52. Brigjen TNI Purn Mahu Amin
53. Brigjen TNI Purn Dr Nasuka
54. Brigjen TNI Purn Poernomo
55. Adhie M Massardi
56. Zamzam Aqbil. R. SH., MH 
(Bantuan Hukum PERSIS)57. DR. Ma’mun Murod Al-Barbasy, 
M.Si
58. Dindin S. Maolani, S.H.
59. DR. Masri Sitanggang
60. Djoko Edhi Abdurrahman, 
Mantan Anggota DPR RI
61. H. Heru Purwanto SH
62. Ir Sebastian Jaafar MH
63. Joko Sumpeno SH
64. Mustaris SH
65. Ir. Kelana Budi Mulia MEng.
66. Deni Apriandi SE SH MH
67. Ir H. Suroto MM
68. Djudju Purwantoro SH, MH
69. M. Gde Siriana Yusuf
70. Ir. Syafril Sofyan
71. Nur Aini Bunyamin, GBN
72. Taufik Bahaudin, UI Watch
73. Narliswandi (Iwan Piliang)
74. Ir. H. Irwansyah, UI Watch
75. Agus Muhammad Maksum, DDII 
Jatim.
76. Ust Yunus Maksum, Gamis Jatim
77. KH. Toha Yusuf Zakaria, PP Al 
Islah 
78. Prof. DR Aminudin Kasdi, 
UNESA 
79. Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua 
Rumah Pancasila 
80. Ust Mintardjo Wardana, Jatim
81. Gus Adi Purwadi, AMTB Jatim
82. KH Ahmad Dimyati, TPQ Miftahul 
Huda, Tulungagung
83. Ir. Asjhar Imron, MSc, MSE, PED, 
Surabaya 
84. KH Muhammad Ma’mun, Tulung 
Agung 
85. KH Gus Robert, Mojosari 
Mojokerto 
86. Agus Lengky ST SH MM, 
Advokat.
87. Muslim Arbi
88. KH Hamim Badruzzan, Tulung 
agung 
89. KH Robet Wahidi Wiyono
90. M Nur Huda, Tulungagung 
91. Ahmad Syifa, Tulungagung
92. Munif Miftachur Rohman, 
Tulungagung 
93. Efendi Arif, Tulungagung 
94. Minhajun Niam, Tulungagung
95. Suparlin, Tulungagung
96. Edi Al Ghoibi, Tulungagung
97. Agus Sriyanto, Tulungagung
98. Moh Ali Shodiq, Tulungagung.
99. Khoirul Anam, Tulungagung.
100. Agus Supriadi, Tulungagung.
101. Moch Faisol, Tulungagung.
102. Warsito, Tulungagung.
103. Robet Saifunawas, Tulungagung 
104. Muhammad Fauzi Nur Fuad, 
Tulungagung
105. Purwito, Tulungagung.
106. Achmad Lutfi Nur Huda, 
Tulungagung
107. DR. Habib Zaenal Abidin Bil Faqih, 
Malang
108. KH Abdul Rachman, PP 
Hidayatullah, Surabaya
109. Imam Budi Utomo ST, MM, Ketum 
JPRMI, Jawa Timur110. Hamzah Baya, Jamaah Anshorus 
Syariah, Jatim
111. Ustadz Dwi Agus, Gerakan Anti 
Komunis, Jatim 
112. Indra Rouf, Gamis Jatim 
113. Drs. Ibrahim Rais, PII & PUI, 
Kediri 
114. Drs. Rahmat Mahmudi, M.Si, 
Ketua Umum PUI & MKLB, 
Kediri 
115. Drs. A. Musta’in Syafi’I, Ketua 
GBN & Sekjen PUI, Kediri 
116. Ibnu Hasyim, KAMI Jatim
117. Agus Santoso, Forum Da’i 
Ekonomi Syariah, Jatim 
118. Habib Idrus Al-Jufry, Presidium 
PUI, Kediri 
119. M. Karim Amrullah, SH, 
Presidium PUI, Kediri
120. Drs. H. Achmad Djunaidi. M.M.Pd. 
MM, Masyumi Reborn Jatim
121. Ir Misbahul Huda MBA, 
Founder Rumah Kepemimpinan 
Indonesia
122. Ir HM Yacob Chudory, Ketua 
Dewas DPP Pribumi Bersatu
123. Darmayanto, Mantan Anggota 
DPR
124. Hasan Busyairi, Aktivis Dakwah, 
Banyuwangi
125. Alfiyatussholichah Ssi, MPS, PP. 
Garda Bumi Putra Nasional
126. KH.Jurjis Muzammil, Ponpes Al 
Is’af Klabaan, Penasehat Anshor 
Sumenep
127. KH. Drs. Choirul Anam, Surabaya 
128. Ustadz Samsudin SE, MM, 
Hidayatullah Surabaya
129. Azhari Dipo Kusumo, Front Anti 
Komunis Pantura, Jatim
130. Ir Tontowi Ismail MSc, JMMI, ITS
131. Ramli Kamidin, Iluni UI
SELAIN “Petisi Rakyat”, ada pula 
gerakan penggalangan dana untuk 
para syuhada, enam pengawal HRS 
yang dibunuh aparat negara. Berikut 
ini berita tentang pengumpulan dana 
dari masyarakat luas.

Kepedulian sosial dari 
masyarakat untuk masyarakat ternyata masih menyala di 
Tanah Air. Hal tersebut terwujud dalam aksi penggalangan dana 
yang dilakukan oleh Irvan Gani. Warganet yang juga seorang 
pengusaha ini mampu mengumpulkan donasi hingga Rp 1,7 
miliar yang diperuntukkan bagi keluarga almarhum enam laskar 
Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal dunia dalam insiden 
KM 50 Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu.
Sontak, penggalangan dana yang dilakukan melalui media sosial 
ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya datang 
dari aktivis manusia merdeka yang juga mantan Sekretaris Badan 
Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu.
Bahkan dalam akun Twitternya, Said Didu mengibaratkan sosok 
Irvan sebagai seorang Menteri Sosial RI, yang mana posisi Mensos 
sebelumnya, Juliari Batubara dikritik publik karena tersandung 
kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. “Selamat bekerja 
Pak Mensos netizen,” tulis Said Didu, Jumat (11/12).
Hingga saat ini, dana yang telah terkumpul sudah mencapai Rp 
1,7 miliar. Dana tersebut bahkan diprediksi akan terus bertambah 
meski penggalangan dana telah ditutup. Irvan Gani pun telah 
menyalurkan Rp 1,2 miliar sumbangan kepada enam keluarga 
almarhum laskar FPI yang diserahkan secara langsung dengan 
masing-masing keluarga mendapat Rp 200 juta.
“Terkumpul 1,7 M. Insya Allah terjaga amanah. Masih ada 500 juta 
lagi, karena baru update siang tadi,” kata Irvan Ghani. Diakuinya, 
pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan sekaligus karena 
terganjal regulasi perbankan dalam pencairan jumlah besar. 
“Mengambil yang di bank dalam jumlah besar harus dengan 
perjanjian,” tandasnya. EDITOR: DIKI TRIANTO
(https://politik.rmol.id/read/2020/12/12/465469/Irvan-Gani￾Kumpulkan-1,7-M-Untuk-Korban-KM-50-Japek)MENGGUGAT REKAYASA PENANGANAN 
PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS
BANYAK tulisan “catatan” berbentuk artikel, foto, dan atau karikatur 
dan sejenisnya yang mengangkat tema tentang ketidakadilan proses 
penegakkan hukum berkaitan dengan peristiwa terbunuhnya enam 
pengawal HRS oleh aparat negara. Di antaranya adalah karya jurnalistik 
yang dikenal dengan nama “Bang Edy Channel” dari grup FNN. Secara 
kontinu, “Bang Edy Channel” mengungkap kasus pelanggaran HAM berat 
ini dari berbagai perspektif, dan mengundang masyarakat luas untuk 
bergabung “menikmati” karya jurnalistiknya berbentuk narasi tertulis 
dan audio visual Youtube itu melalui https://t.me/bangedychannel. Selain 
itu, juga ada artikel yang ditulis oleh HM Rizal Fadilah, SH (pengamat 
politik kebangsaan)., Dr. Marwan Batubara (juru bicara TP3), dan Dr. H. 
Abdul Chair Ramadhan, SH., MH (Direktur HRS Centre).
Bang Edy Channel
ALLAH SINGKAP: MEREKA BERSEKONGKOL UNTUK PIDANAKAN 
HRS!
Serapi apa pun mereka menutup bangkai, bau busuknya pasti akan 
menyeruak juga. Allah singkap persekongkolan penguasa memidanakan 
kerumunan di Mega Mendung, Bogor, Jabar. Ketua Satpol Kabupaten 
Bogor, Agus Ridhallah, di persidangan mengaku rapat Pemprov Jabar 
dan kepolisian Polda Jabar bersepakat memidanakan HRS. Padahal, 
kasus serupa belum pernah dipidanakan. (*)
#MerekaBersekongkol / #PidanakanHRS / #AgusRidhallah / 
#BangEdyChannel// https://youtu.be/oF6HggRu1sA
Jangan lupa dukung terus #BangEdyChannel dengan subscirbe, like, 
komen, dan share yaaa... GABUNG TELEGRAM CHANNEL: https://t.me/
bangedychannel
KM 50: POLISI SAJA RAGU
HINGGA KINI Kepolisian masih utak-atik untuk mengumumkan nama 
tersangka pembunuhan enam anggota Laskar FPI. Konon satu orang 
sudah meninggal dalam kecelakaan. Itu pun tak jelas peristiwanya. 
Dunia tentu menertawakan kinerja yang sebenarnya sangat mudah 
akan tetapi menjadi sulit seperti ini. Masalah sulitnya adalah karena 
mempertimbangkan skenario dan menyembunyikan kebenaran. Bukan 
menguak kebenaran atau keadilan. Lemparan awal yang ternyata tidak 
sesuai dengan fakta dan logika, akibatnya bisa berubah ubah. Komnas 
HAM yang sarat kritik juga menghadapi kemandegan tindak lanjut. 
Meski telah di-back-up Presiden dan Menkopolhukam.
Pertanyaan paling mendasar adalah benarkah pembunuh enam 
anggota Laskar FPI itu adalah aparat Kepolisian atau instansi lain 
selain Kepolisian? Yang dibicarakan bukan dua korban “tembak 
menembak” dan empat yang ditembak, sebab keenam anggota Laskar 
FPI mengalami luka tembak mematikan jarak dekat seluruhnya. 
Memilah milah keduanya adalah keliru. Komnas HAM hanya menerima 
keterangan sepihak dan diduga kuat ikut menyembunyikan kebenaran. 
Jika Polisi sudah yakin bahwa pembunuh itu Elwira, Yusmin dan Fikri 
Ramdhani, maka segera umumkan dan selesai. Tangkap dan tahan. 
Tinggal penyidikan atas status tersangka mereka. Masalahnya adalah 
Pelapor awal yang mentersangkakan “korban” pembunuhan adalah 
justru paket lain Faisal, Fikri, dan Adi Ismanto. Pilihan ini juga menarik. 
Polri ragu.
Beredar viral adanya tim penguntit dan pemburu HRS dan 
rombongan yang ternyata bukan semata elemen Kepolisian. Ada 
banyak personal BIN. Di antaranya BIN Daerah. Penguntitan puluhan 
personal tentu didasarkan atas Surat Tugas dari atasan. Ini artinya 
ada kegiatan sistematik yang menjadi unsur dari pelanggaran HAM 
berat. Aneh Komnas HAM tidak berani mendapatkan keterangan atau 
informasi dari personil yang bukan institusi Kepolisian seperti ini. 
Fokus hanya Polri saja. Hubungan antar instansi sebagai bagian operasi
sistematik ini tergambarkan melalui cepatnya Konperensi Pers Kapolda 
Metro Jaya Fadil Imran bersama-sama dengan Pangdam Jaya Dudung 
Abdurrahman. Jika konteks pembunuhan adalah penegakkan hukum, 
maka cukuplah Konperensi Pers dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya.
Kini pertanggungjawaban hukum tidak cukup selesai pada pelaku 
di lapangan. Akan tetapi kebijakan komando harus dibongkar. Komnas 
HAM menutup voice note antar petugas dengan para komandan. Fadil 
Imran tidak bisa berleha-leha, begitu juga dengan Dudung Andurahman. 
Kabareskrim belum tentu tak terlibat. Jadi kisah pelanggaran HAM 
berat Km 50 harus dibuka habis. Jika hanya pelaku lapangan yang 
terkena target, maka persoalan masih akan terus menggantung. Ujung 
pertanggungjawaban pelanggaran HAM berat pembunuhan dan 
penyiksaan enam anggota Laskar FPI adalah Presiden Jokowi. Ini bukan 
semata kasus hukum, ini adalah kejahatan kemanusiaan berbentuk 
pembunuhan politik. Harus dipertanggungjawaban secara politik. Km 
50 tak boleh diabaikan. Km 50 adalah crimes against humanity. (HM 
Rizal Fadillah, Bandung, 25 April 2021)
MERAGUKAN DAN MEMPERCAYAI KOMNAS HAM
Tuntutan obyektivitas penyelidikan kebenaran peristiwa “Km 50” 
adalah melalui Tim Pencari Fakta Independen. Semua pihak dapat 
menerima hasil penyelidikannya berdasarkan “independensi” kerjanya. 
Akan tetapi tuntutan atau usulan pembentukan ini ditolak oleh 
Pemerintah. Akhirnya apa boleh buat dua lembaga yang melakukan 
penyelidikan yaitu Mabes Polri sendiri dan Komnas HAM.
Penolakan Pemerintah atas pembentukan tim independen ini 
membuat wajar jika publik memiliki penilaian awal meragukan akan 
kerja baik Mabes Polri maupun Komnas HAM. Mengingat Polri menjadi 
pihak yang terlibat, maka Mabes Polri sulit untuk mendapat tempat 
utama dalam kepercayaan. Komnas HAM terpaksa harus dipercaya 
untuk melakukan penyelidikan di bawah pantauan “terbatas” publik.
Setelah kurang lebih tiga minggu bekerja tanpa sinyal hasil, maka 
anggota DPR Fadli Zon mempertanyakan melalui ungkapan di berbagai 
media. Dan pada hari Senin 28 Desember 2020 Komnas HAM melakukan 
konperensi pers tentang langkah dan hasil kerjanya. Harapan ada 
temuan penting yang perlu diketahui masyarakat belum kesampaian. 
Komnas HAM menyatakan belum selesai menunaikan tugasnya.
Ditunjukkan proyektil dan selongsong peluru yang ditemukan, 
lalu pecahan mobil yang juga didapat. Menurut pengamatan beberapa 
kalangan penunjukan bukti ini sebagai kecerdikan Komnas HAM untuk 
mengamankan bukti melalui keterlibatan publik dalam menjaganya. 
Meskipun demikian jika konperensi pers ini hanya sekedar 
memperlihatkan temuan tersebut sebenarnya terlalu teknis dan 
sederhana atas alat bukti yang masih interpretatif. Masyarakat berharap 
lebih dari itu dan informasinya yang ditunggu bersifat fundamental 
serta mudah untuk didapat cepat dari kerja Komnas HAM.
Dua hal terpenting yang semestinya terungkap yaitu pertama 
Komnas HAM menyatakan bahwa timnya telah mengetahui siapa 
penembak keenam anggota laskar FPI tersebut apakah benar Polisi atau 
pihak di luar kepolisian. Lebih hebat jika identitas pelaku penembakan 
diumumkan. 
Kedua, berdasarkan kondisi jenazah maka Komnas HAM 
menyampaikan bahwa di samping penembakan juga ada atau tidak 
penyiksaan. Komnas HAM mampu menjelaskan arti lebam-lebam atau 
luka melepuh atau kulit mengelupas yang ada pada tubuh korban. 
Pengumuman awal seperti inilah yang dibutuhkan dan perlu 
diamankan publik dalam pengawasan “terbatas” yang dapat dilakukan 
masyarakat terhadap kerja Komnas HAM. 
Mengingat belum ada hal penting yang dapat ditangkap publik 
tentang kerja Komnas HAM maka posisinya saat ini Komnas HAM masih 
dalam bacaan antara diragukan atau dapat dipercaya. Wajar diragukan 
karena saat mempublikasikan bersama Polisi tentang temuan “revolver”
yang menjadi bukti penembakan begitu yakin dengan detail penjelasan 
Kepolisian. Begitu juga dengan bantahan keras telah menemukan 
rumah tempat diduga terjadinya penembakan atau penyiksaan. 
Apa pun itu, publik masih akan menunggu finalnya hasil kerja 
Komnas HAM. Adanya suara yang mendorong keterlibatan lembaga 
internasional dalam penyelidikan kasus ini adalah bukti bahwa kerja 
Komnas HAM diragukan obyektivitasnya.
Dengan duka dan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang 
menyakitkan ini akhirnya kita berdiam “wait and see” dalam 
ketertutupan dan gelapnya malam. Lokasi Km 50 pun telah dihancurkan, 
terbebas dari penghuni orang-orang yang biasa ramai melayani mereka 
yang berhenti untuk beristirahat. Suasana lingkungan kini kusam dan 
muram. 
Tetap berdoa semoga Komnas HAM dapat menjawab keraguan 
dengan hasil yang terang benderang. Berdoa agar anggota Komnas HAM 
terbebas dari status terperiksa di hari akhir dan mendapat hukuman 
dari Allah SWT yang Maha Melihat dan Mendengar. 
Alangkah ruginya jika menjadi unsur tak terlibat dalam perbuatan 
tetapi ikut terhukum karena menyembunyikan kebenaran. Sebaliknya 
pahala besar akan diberikan Allah SWT bagi mereka yang berlaku jujur 
dan memberi manfaat besar bagi kehidupan orang banyak. (HM Rizal 
Fadillah, Bandung, 29 Desember 2020)
BUBARKAN KOMNAS HAM
Bekerja sia-sia bahkan tidak profesional adalah pilihan diksi yang 
mungkin pas diberikan bagi Komnas HAM yang diberi amanah untuk 
menyelidiki kasus pembantaian 6 anggota Laskar FPI 7 Desember 2020. 
Harapan publik begitu besar atas kerja keras, transparan, obyektif, dan 
independen. Namun harapan itu sirna melalui realita kerja Komnas 
HAM.Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Komnas HAM adalah 
lembaga mandiri yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, 
penyuluhan, pemantauan dan mediasi HAM. Pasal 89 ayat (3) butir c 
dalam hal pemantauan maka Komnas HAM melakukan penyelidikan 
dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang patut diduga terdapat 
pelanggaran HAM.
Ada kesalahan mendasar Komnas HAM dalam penyelidikan kasus 
penembakan 6 anggota laskar FPI, yaitu:
Pertama, dari peristiwa yang secara dini dipantau publik diduga 
penembakan bahkan pembantaian yang terjadi adalah “extra ordinary” 
dengan tuntutan keras akan pembentukan TPF independen, maka 
sesuai UU No. 26 Tahun 2000, seharusnya Komnas HAM membentuk 
tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat (vide 
Pasal 89 ayat 2).
Kedua, bahwa hasil penyelidikan dengan kesimpulan terjadinya 
pelanggaran HAM Komnas HAM seharusnya mengumumkan kepada 
publik siapa yang diduga pelanggar HAM tersebut. Mengetahui 
penembak atau pembantai adalah hal termudah dan layak didapat oleh 
Komnas HAM dalam kasus ini. 
Ketiga, Komnas HAM tidak mampu menjelaskan indikasi 
penyiksaan (torture) bahkan terkesan menghindar, hal ini merupakan 
pelanggaran atas tanggung jawab moral kemanusiaan yang mendasar. 
Foto kondisi jenazah yang beredar ternyata tidak terklarifikasi baik 
dalam penyelidikan. 
Keempat, Komnas HAM keliru hanya melaporkan hasil kerja kepada 
Presiden, sebab pada pelaporan reguler saja dilakukan kepada DPR 
dan Presiden dengan tembusan Mahkamah Agung Pasal 97 UU HAM),