Home » pelanggaran HAM 3 » pelanggaran HAM 3
Rabu, 16 Agustus 2023
november 2020, 19:19 WAgung
dalam beritanya yang berjudul “Diduga Karantina
di Sentul, Warga Demo Tolak Keberadaan Habib
Rizieq”. Kemudian pada bagian isi berita OKENEWS
menulis, “Sekelompok masyarakat di Bogor yang
menamakan diri Forum Rakyat Padjajaran menolak
keberadaan Habib Rizieq Shihab. Demonstrasi digelar,
pada Senin (30/11/2020) karena menduga Rizieq
menjalani karantina pasca-pulang dari Rumah Sakit
Ummi Kota Bogor di sekitaran Perumahan Mutiara
Sentul Bogor, Jawa Barat.”
3) KOMPAS.com, Senin, 30 November 2020, 22:20
WIB menulis berita, sejumlah warga yang
mengatasnamakan dirinya Kelompok Forum Rakyat
Padjajaran menggelar aksi di depan perumahan Mutiara Sentul The Nature yang berada di kawasan
Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin
(30/11/2020).
4) Dugaan kuat Aksi Unjuk Rasa (AUR) yang dilakukan
oleh sekelompok masyarakat yang menamakan
diri Forum Rakyat Padjajaran tersebut merupakan
aksi rekayasa intelijen untuk kontra propaganda,
karena ternyata diketahui sekelompok masyarakat
tersebut bukan warga Perumahan Mutiara Sentul
The Nature, sebagaimana keterangan Ketua RT
Ichwan Tuankotta yang menyatakan, “ada pendemo
yang tidak tahu dari mana, ngaku warga sini tapi
kami tanya, enggak punya KTP sini.”
5) Operasi untuk cipta kondisi juga dilakukan ketika
HRS dirawat di RS UMMI, Bogor, dimana sejumlah
karangan bunga yang berisi berbagai ucapan
membanjiri lobi hingga lorong jalan menuju area
parkir kendaraan Rumah Sakit (RS) Ummi Bogor.
6) Menurut keterangan dari Petugas RS UMMI Bogor,
karangan bunga itu mulai berdatangan sejak subuh.
Tetapi tidak diketahui pasti satu persatu identitas
pengirimnya.
7) Selain dibanjiri dengan sejumlah karangan bunga,
RS UMMI Bogor juga didatangi langsung oleh Wali
Kota Bogor, Bima Arya bersama dengan Kapolresta Bogor dan Dandim 0606 Kota Bogor, Jumat
(27/11/2020) malam. Maksud kedatangan Wali Kota
Bogor tersebut meminta agar Habib Rizieq Syihab
melakukan swab test.
8) Karena HRS telah melakukan tes swab mandiri
oleh tim medis Mer-C, maka HRS yang diwakili
menantunya, Habib Hanief Alatas meminta agar
Bima Arya untuk berkoordinasi dengan tim medis
Mer-C terkait hasil tes swab. Akan tetapi, Bima
Arya justru memberikan keterangan di berbagai
media, yang menimbulkan kehebohan dan sangat
mengganggu proses perawatan HRS di RS Ummi
sekaligus mengganggu ketenangan RS Ummi.
9) Tidak puas berbicara kepada media, Bima Arya yang
juga merupakan Kepala Satgas Covid-19 Bogor, juga melaporkan HRS, Direktur Utama RS Ummi dr.
Andi Tatat dan Habib Muhammad Hanif Alatas ke
Polresta Bogor sebagaimana Laporan Polisi Nomor:
LP/650/XI/2020/JBR/POLRESTA.
10) Atas Laporan Bima Arya tersebut kini HRS,
Direktur Utama RS Ummi dr. Andi Tatat dan Habib
Muhammad Hanif Alatas harus duduk sebagai
terdakwa dalam persidangan pada Pengadilan
Negeri Jakarta Timur.
KRONOLOGI DAN FAKTA PERISTIWA PEMBUNUHAN
ENAM PENGAWAL HRS
Beberapa hari sebelum terbunuhnya enam pengawal
HRS, ada sejumlah fakta peristiwa sebagai berikut:
A. Peristiwa 4 Desember 2020 di Mega Mendung, Jawa
Barat
1. Jumat (4/12/2020) sore, berlangsung pertemuan
sejumlah wartawan senior di roof top salah satu gedung di
Pondok Pesantren Markaz Syariah FPI Mega Mendung,
Jawa Barat, tiba-tiba sebuah drone melayang di atas
lokasi peserta pertemuan. Hal tersebut disaksikan oleh
seluruh peserta pertemuan.
Berikut ini kesaksian salah seorang peserta pertemuan:KAMIS (3/12/2020), handphone saya berdering.
Seorang rekan bertanya, “apakah besok mau ikut ke
Mega Mendung, bertemu dengan tokoh most wanted
di negeri ini”? Saya langsung menjawab, “mau banget
bang”. Dan dijawab ok. Namun dicatat, dan harap tidak
usah memberitahu siapa pun. Termasuk orang rumah.
Jumat (4/12/2020) pagi saya berangkat menuju titik
kumpul dengan hati yang berdebar-debar. Antara tak
percaya dan tak sabar akan bertemu dengan pemilik
Pondok Pesantren Agrikultural dan Markaz Syariah DPP
FPI. Seorang ulama besar, imam besar, yang selama ini
hanya bisa saya lihat dan saya kenali dari ‘jauh’ sejak
September 2016.
Saya hanya pernah mendengar ceramahnya dari balik
tiang Mesjid Istiqlal. Di Mesjid At-Tin, saya bahkan cuma
bisa mendengar sayup-sayup suaranya dari pelataran
mesjid. Sementara di Monas dalam “Aksi Super Damai
212”, posisi saya pun jauh dari panggung utama.
Saat pulang dari Mekkah pun, sosok ‘besarnya’ hanya
terlihat ‘kecil’ karena saya hanya bisa menatapnya dari
jauh di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, di
Petamburan, rumah tinggal HRS yang juga dekat kantor
DPP FPI, saat acara Maulid Nabi Muhammad Shalallahu
Alaihi Wasallam, dan akad nikah putrinya, saya hanya
melihatnya dari layar yang gambarnya kurang jelas.
Tak heran ketika akhirnya tiba di depan kompleks
pesantren, hati ini masih belum percaya apakah saya
akan betul-betul berjumpa dengan Habib Rizieq Shihab
atau yang biasa disapa HRS? Apakah betul HRS mau
menerima kami yang bukan siapa-siapa ini? Bahkan saat salat Ashar di masjid pondok, doa saya hanya satu,
“Ya Allah, jangan batalkan pertemuan ini.” Sebab, jika
melihat situasi dan kondisi, sangat wajar pihak tuan
rumah membatalkan pertemuan. Demi keamanan semua
pihak.
Seusai salat ashar, kami yang perempuan (berdua)
dipersilahkan menunggu di pendopo, terpisah dari
rekan-rekan kami yang laki-laki. Ternyata dari bangunan
dekat pendopolah sosok yang kami tunggu itu muncul.
Dalam hati bersyukur, ya Allah terima kasih akhirnya
saya bisa melihatnya dari dekat. Berbaju putih bersih,
memegang tongkat. Terdengar beliau bertanya, “Mau
ngobrol di mana? Kalau tidak cukup di bawah kita di
atas saja.”
Akhirnya, kami naik ke lantai paling atas dari salah satu
bangunan di pondok, yang dari tempat itu keindahan
kawasan Gunung Gede terlihat sangat jelas. Bahkan
Sekjen FPI Munarman juga berseloroh, ‘Hambalang
juga terlihat dari sini lho’, seraya menunjuk kawasan
perbukitan nun jauh di sana. Kami semua pun tertawa,
tawa yang penuh makna tentu saja.
Ketika acara mau dimulai, HRS yang didampingi Ahmad
Sobri Lubis dan Habib Hanif meminta agar posisi duduk
mendekatinya. Layaknya sebuah pertemuan mirip
halaqah yang sering dijumpai di Masjidil Haram. Itulah
kali pertama saya melihat wajah HRS dari dekat, walau
memakai masker. Bahkan, sangat dekat. Satu kata,
“Wajahnya amat sangat teduh”. Tidak ada raut gusar
apalagi takut. Tenang dan sungguh menenangkan.
Tak terasa mata ini pun basah karena akhirnya bisa
melihatnya tanpa sekat.Saya lihat rekan-rekan saya yang lain begitu antusias
dengan pertemuan itu. Sungguh kami merasakan
keharuan yang sama. Sebagai kalimat pembuka setelah
salam, HRS meminta maaf kalau penyambutan yang
agak ketat karena harus mengikuti protokol kesehatan.
HRS sendiri masih dalam proses pemulihan (karena
kelelahan) setelah dirawat di RS UMMI, Kota Bogor, Jawa
Barat. Kami adalah “tamu pertama” setelah Habib keluar
dari perawatan di rumah sakit tersebut.
Dalam hati, “Duh kenapa HRS harus minta maaf sih,
padahal, kami tidak diusir atau HRS tidak mau menerima
kami”. Keteguhan dan kesiapannya dalam menghadapi
risiko yang akan dihadapi membuat saya semakin takjub.
HRS sangat memahami situasi yang dihadapinya. Akan
tetapi, semuanya ia kembalikan kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Bertemu dengan HRS terasa jauh berbeda jika
dibandingkan berjumpa dengan tokoh, pejabat dan
orang kaya. Ini berdasarkan pengalaman, karena sering
berjumpa pejabat, tokoh dan pengusaha yang sering kali
sok sibuk dan sok penting. Bahkan, pertemuan dengan
mereka ini terkesan terburu-buru, karena waktu bertemu
ingin cepat habis.
HRS terkesan santai. Satu per satu kami diberikan
kesempatan untuk berbicara. Saya pun tidak saya siasiakan kesempatan itu. HRS mendengarkan apa yang
kami sampaikan. Ia menjawabnya secara cerdas, terurai
rapi, dan tegas. Semua masukan diterima, semua saran
dipertimbangkan. Pokoknya, sangat akomodatif. Hampir
dua jam kami berdiskusi, dari materi berat sampai yang ringan-ringan. Pembicaraan serius, tetapi diselingi tawa
dan canda. Masya Allah.
Kami heran juga dengan kesehatannya yang tangguh.
Padahal, sejak menginjakkan kaki di Tanah Air, sepulang
dari pengasingan di Tanah Suci Makkah, jadwal
kegiatannya padat. Sempat masuk RS Ummi, untuk
pemulihan kesehatan akibat kelelahan. Akan tetapi,
dalam pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam
(diselingi salat Maghrib), HRS tidak pernah batuk, apalagi
sesak napas. Padahal, waktu itu, ia dikejar-kejar Satgas
Covid-19, Kota Bogor, dipaksa test Swab. Bahkan, waktu
itu difitnah positif Covid-19?
Beberapa saat pertemuan berlangsung, sebuah drone
terbang melintas di atas kami. HRS menggelenggelengkan kepala sambil tersenyum melihat peristiwa
itu. Sebagian dari kami melambaikan tangan sampai
drone itu menjauh. Dalam pertemuan tersebut, HRS
pun menjelaskan runtutan berbagai peristiwa yang
dialaminya, menjelang kepulangan, dan sampai tiba di
tanah air. Ia tahu dan sadar bahwa aparat hukum terus
mengikutinya.
Kepasrahannya kepada Sang Khalik sangat tinggi.
Semua disandarkan kepada-Nya. HRS juga memberikan
kepercayaan yang tinggi kepada para pengacara yang
setia mendampingi dalam menghadapi setiap persoalan
hukum. “Kita serahkan semua kepada Allah,” kata
HRS. Kalimat itu keluar menjawab pertanyaan tentang
kekhawatiran musuh akan menghabisi nyawanya. HRS
kemudian mengutip Al-Qur`an, Surat An-Nisa` ayat 104 :َ
ُ
Yang artinya, “Janganlah kamu berhati lemah dalam
mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita
kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita
kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya,
sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak
mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.”
Jadi kalau kita takut, mereka juga takut. Bahkan lebih
takut dari kita. Bedanya kita punya Allah. Jadi kita
serahkan saja semua kepada-Nya” jelas HRS. Ia mengajak
semuanya agar meluruskan niat dalam berjuang. Niatkan
semua hanya demi rakyat dan demi umat. Bukan demi
kekuasaan. Dengan meluruskan niat, insya Allah akan
meraih kemudahan dan kemenangan. “Insyaa Allah,
Insyaa Allah, Allah akan memberi kemenangan untuk
kita,” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Pertemuan rehat karena azan maghrib berkumandang.
Setelah berdoa yang dipimpin HRS, rombongan pun
kemudian menuju masjid, menunaikan shalat berjamaah
bersama para ustaz dan santri Pesantren Agrikultur di
tempat itu. Seusai salat maghrib, pertemuan dilanjutkan
dengan lebih santai lagi sambil makan malam dengan
sate kambing. Saya dan wanita lainnya pun kemudian
diizinkan bertemu dengan istri HRS, ummi Syarifah
Fadhlun Yahya.Saya melihat, wanita sederhana itu tidak lepas berzikir
dan berdoa. Makan malam bersama ummi Syarifah
(dipisah dengan pria) sungguh mengasyikķan, apalagi
dua putrinya – dari tujuh putrinya – ikut bergabung.
Saya memandang kedua putrinya cantik, pintar, cerdas,
dan ramah. Umi Syarifah dan putrinya adalah wanita
yang turut mendorong dan pemberi semangat dalam
membela HRS berjuang.
Pertemuan berakhir bersamaan dengan turunnya hujan
gerimis. Sepanjang perjalanan pulang menuju Jakarta,
kami tidak henti-hentinya membahas ucapan yang
disampaikan HRS, terutama kalimat, “mereka lebih
takut”. Kalimat yang ditujukan kepada lawan politik dan
musuh-musuh Islam.
Ketakutan mereka itu terbukti dua hari kemudian, Senin
dini hari, 7 Desember 2020. Enam laskar yang mengawal
HRS menuju pengajian keluarga inti di daerah Karawang,
Jawa Barat, ditembak polisi. Katanya tewas di KM 50,
meski dalam rekonstruksi yang dilakukan polisi dan
juga keterangan saksi, keenam syuhada tersebut masih
hidup saat dimasukkan ke mobil.
Jika mau jujur, yang menjadi target dibunuh sebenarnya
adalah HRS. Hal itu bisa dilihat dari cara polisi yang
menguntit HRS dan rombongan sejak berangkat
dari Mega Mendung menuju rumah menantunya di
kawasan Sentul. Dari Sentul kemudian bergerak menuju
Karawang melalui jalan tol. Hanya saja Allah Subhanahu
wa Ta’ala melindungi HRS. Enam pengawal, seakan
korban “pengganti.Akan tetapi, penguntitan HRS yang berujung tewasnya
enam pengawalnya menunjukkan ketakutan rezim atas
sepak-terjang dakwah dan perjuangan HRS. Mereka
cemas karena sweeping di medsos (Facebook, twitter, IG,
dan YouTube) justru membuat netizen makin ‘menggila’
menguliti mereka. Mereka makin takut karena dukungan
dan simpati masyarakat semakin membesar dari hari
ke hari, bergulir bak bola salju yang akan mengimpit
mereka. Panik membuat mereka kehilangan akal, hati
nurani dan akhirnya berlaku brutal.
Musuh benar-benar ‘tidak kenal’ HRS. Sosok yang tidak
mencari ketenaran di dunia, tetapi ingin di kenal di langit
saja (maksudnya Allah dan penghuni langit kainnya,
termasuk para Malaikat). Mereka tidak tahu yang HRS
takuti bukanlah sesuatu yang akan menimpa dirinya.
Tetapi yang HRS takutkan adalah rakyat dan umat akan
jadi korban.
Jangan korbankan rakyat
“Kalau saya ditangkap apa umat tidak akan marah? Apa
rakyat akan diam saja melihat ketidakadilan di depan
mata. Jangan, tolong jangan korbankan rakyat,” pinta
HRS. Tetapi, para ‘pemburu’ HRS yang sedang mabuk
kekuasaan tidak tinggal diam. Mereka terus melakukan
kriminalisasi. Mereka melakukan pengejaran, demi
jabatan dan uang. Yang lebih menyolok lagi, “asal bapak
senang.”
Jeratan hukum pun dijalankan. HRS pun kemudian masuk
tahanan polisi dengan tuduhan pasal penghasutan
dan pelanggaran pasal karantina kesehatan. Padahal,
pasal 160 KUHP hanya bisa diterapkan jika seseorang melakukan tindakan kriminal akibat dihasut. Ya,
penerapan pasal dengan tuntutan hukum maksimal 6
tahun inilah yang membuat HRS harus ditahan.
Sebab, kalau hanya menggunakan pasal Pasal 93
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan, HRS tidak bisa ditahan. Sebab,
tuntutan pidananya maksimal satu tahun penjara dan
denda maksimal Rp 100 juta rupiah. Penerapan pasal
160 KUHP itu harap dimaklumi. Mereka ingin pengadilan
dunia bagi HRS. Padahal, pengadilan akhirat kelak yang
lebih adil menghukum orang-orang yang zalim.2. Kembali ke soal drone, setelah diikuti tempat mendaratnya
drone oleh tim pengamanan Pondok Pesantren Markaz
Syariah, ternyata drone tersebut dioperasikan oleh tiga
orang yang kemudian diketahui sebagai aparat intelijen,
sebagaimana dengan ditemukannya sejumlah kartu
tanda pengenal dari ketiga orang tersebut.
Terhadap peristiwa ini, BIN melalui juru bicaranya
menyatakan bahwa ketiga orang tersebut bukan
anggota BIN. Disebut oleh Wawan, bahwa itu adalah
BIN Gadungan.
Kita sudah sama-sama tahu bahwa sebagai standar
dari kontra intelijen apabila ada agen intelijen
tertangkap, adalah dengan TIDAK MENGAKUI bahwa
yang tertangkap adalah AGEN MEREKA. Memang demikianlah sebuah karakter dari dunia intelijen dan
Kontra Intelijen.
3. Ketiga orang yang mengaku sebagai agen badan
intelijen negara itu, sedang melaksanakan tugasnya
dengan target operasi (TO) adalah HRS dan FPI, dengan
sebutan sandi “Operasi Delima”.
4. Setelah memeriksa dan mendokumentasikan semua
barang bukti atas arahan HRS dan pengurus DPP FPI,
pihak tim keamanan DPP FPI melepas ketiga orang
tersebut dalam keadaan sehat (Lihat Lampiran Catatan
VIII dan IX)
B. Detik-detik Perjalanan Rombongan HRS
Berdasarkan pada kesaksian anggota rombongan HRS,
dan percakapan voice notes pengawal HRS dan atau keluarga
HRS, setelah direkonstruksi oleh TP3, maka gambaran
struktur peristiwa detik-detik menjelang pembunuhan 6
Pengawal HRS adalah sebagai berikut:
1. Pada hari Ahad, 6 Desember 2020, 22.45 WIB, HRS dan
keluarga keluar dari Perumahan The Nature Mutiara
Sentul Bogor masuk ke Tol Jagorawi arah Jakarta,
lalu via jalan Tol Lingkar Luar Cikunir ambil arah Tol
Cikampek, menuju tempat pengajian keluarga sekaligus
peristirahatan dan pemulihan kesehatan di Karawang,
Jawa Barat.
2. Rombongan HRS terdiri dari 8 Mobil 4 (empat) mobil
keluarga Habib Rizieq Syihab (HRS) dan empat mobil
Laskar FPI sebagai tim pengawal.
3. Rombongan keluarga terdiri dari: pria (HRS dan
menantu serta 1 orang ustadz keluarga dan 3 orang
supir), perempuan dan anak-anak (12 wanita dewasa, 3
bayi dan 6 balita). Laskar FPI: 24 orang dalam 4 mobil,
tiap mobilnya 6 orang laskar termasuk supir.
4. Semenjak keluar dari perumahan The Nature Mutiara
Sentul, rombongan diikuti oleh mobil Avanza hitam
dengan nopol B 1739 PWQ dan Avanza silver dengan
nopol B --- KJD, serta beberapa mobil lainnya.
5. Para saksi dari tim pengamanan HRS dan keluarga,
mengatakan bahwa semua mobil tersebut sudah stand
by selama 2 hari di dekat perumahan The Nature
Mutiara Sentul dan di dalamnya ada beberapa orang
yang menggunakan masker.6. Selama perjalanan di tol ada upaya-upaya dari beberapa
mobil yang ingin memepet dan masuk ke dalam konvoi
rombongan HRS. Tentu saja sebagai Tim Pengawal dan
Pengaman, respons dari tim adalah mengamankan
rombongan HRS dan keluarga dari pihak yang
mengganggu tersebut, dengan cara menjauhkan mobil
para pengganggu agar tidak masuk ke dalam rombongan
keluarga HRS dan tidak melakukan manuver mepet ke
mobil rombongan keluarga HRS.
7. Selama manuver menyalip, memepet dan upaya
memecah konvoi rombongan HRS tersebut, pihak
aparat berpakaian preman tersebut tidak ada dan
tidak pernah menunjukkan identitas sebagai aparat
hukum dan atau anggota Polri. Perilaku petugas
berpakaian preman tersebut lebih mencerminkan
perilaku premanisme yang berbahaya dan mengancam
keselamatan rombongan keluarga HRS termasuk para
bayi dan balita yang ada dalam kendaraan rombongan
keluarga HRS.
8. Sebagai contoh perilaku yang membahayakan dalam
berlalu lintas adalah, di antaranya, saat melintasi tol
Cikunir, mobil yang dikendarai Habib Hanif (menantu
HRS) dipepet sebuah mobil jenis SUV Fortuner/Pajero
(belum terverifikasi) berwarna hitam dengan nopol
tertera B 1771 KJL, pengendara mobil tersebut buka
kaca dan mengulurkan tangannya yang penuh tatoke arah mobil Habib Hanif sambil mengacungkan jari
tengahnya. Namun mobil tersebut berhasil dijauhkan
oleh mobil laskar pengawal dan digiring keluar jalan
tol. Setelah itu ada beberapa mobil lainnya yang juga
terus mengintai dari belakang namun selalu dicegah
mobil laskar agar tidak mendekat dan masuk ke dalam
rombongan konvoi.
9. Pada Senin (7/12 2020), 00.10 WIB, tampak di pintu
keluar tol Karawang Timur, ada 3 mobil penguntit;
yaitu Avanza hitam B 1739 PWQ , Avanza silver B ---- KJD
dan Avanza putih K ---- EL yang terus berusaha masuk
ke dalam konvoi, mepet, mengintai dan mengikuti
rombongan IB-HRS. Dari pihak keluarga, Habib Hanif
terus memandu semua rombongan agar waspada dan
hati-hati.
10. Sebanyak 3 mobil penguntit tersebut berhasil dijauhkan
oleh 2 mobil berisi laskar yang posisinya paling
belakang, yaitu salah satunya Chevrolet dengan nopol
B 2152 TBN green metalik yang memuat 6 laskar khusus
bertugas pengawalan dari Jakarta yang kemudian
menjadi korban penculikan dan pembantaian.
11. Dalam hal ini, 2 (dua) mobil laskar pengawal dengan
posisi paling belakang rombongan berhasil menjauhkan
para penguntit dan penganggu tersebut, sehingga
rombongan keluarga HRS berhasil menjauh dari para
penguntit dan pengganggu yang menggunakan 3mobil. Adapun identitas mobil penguntit yang berhasil
diidentifikasi, yaitu:
- Avanza Hitam B 1739 PWQ
- Avanza Silver Plat B….KJD (nomor tidak
teridentifikasi)
- Avanza Putih K……EL (nomor tidak teridentifikasi).
Setelah dicek, ternyata nomer polisi kedua mobil “tim
lain” tersebut diduga palsu.
12. Setelah rombongan keluar pintu tol Karawang Timur,
salah satu mobil laskar pengawal yaitu Avanza, sempat
dipepet, namun berhasil lolos dan menuju arah pintu tol Karawang Barat, lalu masuk ke tol arah Cikampek dan
beristirahat di rest area KM 57. Sementara mobil laskar
khusus Jakarta (Chevrolet B 2152 TBN), saat mengarah
ke pintu tol Karawang Barat berdasarkan komunikasi
terakhir, dikepung oleh 3 mobil pengintai kemudian
diserang. Ketika itu, salah seorang laskar yang berada
di mobil Avanza yang tengah beristirahat di KM 57,
terus berkomunikasi dengan Sufyan alias Bang Ambon,
laskar yang berada dalam mobil Chevrolet B 2152 TBN.
Telepon ketika itu terus tersambung.
13 Informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet
melalui sambungan telepon bahwa ketika Chevrolet
B 2152 TBN dikepung, Sufyan alias Bang Ambon
mengatakan “tembak sini tembak” mengisyaratkan ada
yang mengarahkan senjata kepadanya dan setelah itu
terdengar suara rintihan laskar yang kesakitan seperti
tertembak.
14. Laskar bernama Sufyan (salah satu korban) alias Bang
Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan.
Begitu pula saat Faiz (salah satu laskar yang ada di
Chevrolet B 2152 TBN) dihubungi oleh salah satu laskar
yang ikut rombongan HRS, nampak ada suara orang
yang kesakitan seperti habis tertembak. Seketika itu
telepon juga terputus.15. Terdapat 6 orang pengawal HRS yang ada dalam mobil
Chevrolet sampai Senin siang hari tidak dapat dihubungi
dan tidak diketahui keberadaannya. Saat pengawal
HRS yang menggunakan mobil Avanza istirahat di KM
57, nampak juga ada yang mengintai, bahkan ada drone
yang diterbangkan. Setelah 1 jam lebih mereka di KM
57, mereka beranjak menuju markaz FPI Karawang
melalui akses pintu tol karawang Barat.
16. Ketika memasuki pintu tol Karawang Barat, tim
pengawal HRS yang menggunakan Avanza tidak
menemukan apa pun di lokasi yang diperkirakan
sebagai TKP serangan terhadap rombongan laskar
Chevrolet B 2152 TBN. Namun dalam perjalanan menuju
Markaz FPI Karawang, lagi-lagi para pengawal HRS
yang menggunakan Avanza diikuti, namun berhasil
lolos melalui jalan kampung menuju ke Markaz FPI
Karawang.
17. Sampai Senin (7/12 2020), 13.00 WIB keberadaan enam
pengawal HRS tersebut masih dicari ke berbagai rumah
sakit dan tempat-tempat lainnya. Sampai saat itu belum
diketahui keadaan dan keberadaan enam pengawal
HRS tersebut. Ketika Kapolda Metro Jaya melakukan
konferensi pers dan memberikan Informasi bahwa
enam pengawal HRS tersebut ditembak mati, barulah
diketahui kondisi keenam pengawal HRS yang ada dalam
mobil Chevrolet sudah dalam keadaan syahid. Apa yangdisampaikan oleh pihak kepolisian sangat berbanding
terbalik dengan fakta yang terjadi di lapangan.
18. Anehnya CCTV dari jalan tol Jakarta-Cikampek, salah
satu jalan tol tersibuk di Indonesia, mati sejak minggu 6
Desember 2020 (https://metro.tempo.co/read/1412582/cctvmati-di-tkp-penembakan-anggota-fpi-jasa-marga-adagangguan). Menurut penelusuran media online tempo.
co, ternyata terdapat saksi yang melihat di antara enam
laskar itu ada dua laskar yang menjadi korban tersebut
masih hidup dan dibawa ke suatu tempat sampai
terdengar beberapa kali terdengar tembakan (https://
nasional.tempo.co/read/1412888/penembakan-pengawalrizieq-shihab-saksi-enam-korban-masih-hidup-saat-di-km-
50).
19. Wartawan senior FNN, Edy Mulyadi membuat
penelusuran yang mengejutkan publik. Ia mendatangi
lokasi penembakan laskar pengawal HRS di jalan tol
Jakarta-Cikampek, tepatnya di KM 50. Edy Mulyadi
mewawancarai beberapa saksi mata yang melihat
langsung insiden penembakan pengawal HRS di KM
50.
20. Kepada Edy Mulyadi, saksi mengatakan bahwa tidak
ada baku tembak di KM 50. Saksi hanya mendengar dua
kali suara tembakan yang dilakukan oleh aparat. Saksi
juga menegaskan bahwa laskar FPI yang mengawal HRS dan keluarganya tidak membawa senjata api. Namun
dia tidak bisa memastikan apakah enam pengawal HRS
membawa senjata tajam, seperti samurai.
21. Edy menyebut saksi juga melihat polisi menembak ban
mobil depan bagian kiri sehingga kempes. Tujuannya
agar mobil tidak kabur. Tak lama setelah dua orang
ditembak, mobil ambulans datang mengangkut jenazah
korban. “Dua mayat dibawa keluar, digotong, dibawa
pergi ambulans. Empat orang pengawal HRS lagi masih
hidup, satu pengawal lainnya terpincang-pincang
kakinya itu dipindahkan ke mobil lain, dibawa pergi
entah ke mana,” kata Edy.
22. Demikian juga dengan hasil investigasi yang dilakukan
oleh majalah Tempo, dengan judul “Land Cruiser Hitam
di Kilometer 50”, menurut dua saksi mata, sekitar
sejam kemudian mobil Toyota Land Cruiser hitam dan
satu mobil lain merapat. Enam personel FPI diminta
berpindah ke kendaraan lain setelah Land Cruiser itu
datang.
23. Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, secara khusus
mengomentari soal Land Cruiser yang pelat nomornya
belum teridentifikasi. Menurutnya, keberadaan Land
Cruiser ini menjadi perhatian khusus dari para saksi.
Land Cruiser ini diakui polisi sebagai mobilnya. Namun,
mobil ini tidak terekam dalam CCTV.24. Adapun sejumlah mobil yang membuntuti rombongan
HRS di malam meninggalnya enam pengawal HRS,
salah satunya mobil Land Cruiser. Berdasarkan analisis
rekaman voice notes dan CCTV, berikut jenis dan pelat
nomor mobil yang teridentifikasi:
- Avanza hitam B-1739-PWQ
- Avanza silver B-1278-KGD
- mobil petugas B-1542-POI
- Avanza silver K-9143-EL
- Xenia silver B-1519-UTI
- Land Cruiser (nomor polisi belum teridentifikasi).
25. Dari hasil pengumpulan keterangan para saksi mata
di lokasi kejadian KM 50, setelah rombongan para pria
berpakaian preman melakukan “penembakan dan
penangkapan” terhadap 6 orang pengawal HRS, lalu
datang mobil sejenis Land Cruiser warna hitam, yang
terlihat bertindak sebagai pemberi komando terhadap
rombongan para pria berpakaian preman yang sudah
menunggu cukup lama kehadiran “sang komandan”
tersebut.
26. Setelah perintah dari “sang komandan” dijalankan,
yaitu memasukkan para pengawal yang kemudian
menjadi jenazah ke mobil milik mereka dan mobil
korban dipastikan diurus untuk dibawa ke suatu tempat, maka sebelum meninggalkan lokasi KM 50, para pria
tersebut membuat selebrasi berupa formasi lingkaran
dengan tangan masing-masing di bahu rekan mereka
dan meneriakkan “tanda sukses kemenangan”.
27. Saat itu, ada pihak aparat hukum dari wilayah Kabupaten
Karawang yang menyatakan ingin terlibat dan meminta
informasi kepada aparat yang tidak berseragam yang
melakukan penembakan dan penangkapan di rest area
KM 50, namun si aparat tak berseragam itu malah
membentak aparat wilayah sambil berkata, “Ini urusan
negara, bukan urusan wilayah.”
28. Atas peristiwa yang terjadi tersebut, sikap resmi DPP
FPI pada saat itu adalah menyatakan bahwa ada 6 orang
pengawal HRS yang dalam status hilang, dan FPI masih
berupaya menelusuri keberadaan ke-6 pengawal HRS
tersebut.
C. Konferensi Pers Kapolda Metro Jaya
1. Beberapa jam setelah siaran pers DPP FPI yang
disebarkan secara tertulis (7/12 2020) pada jam 11.00
WIB yang intinya menginformasikan tentang hilangnya
enam pengawal HRS dalam kegiatan pengawalan
rombongan HRS, sekitar jam 13.00 WIB di Mapolda
Metro Jaya berlangsung konferensi pers oleh Kapolda
Jaya, Irjen Pol Fadil Imran bersama Pangdam Jaya
Mayjen TNI, Dudung Abdurrahman yang menjelaskan bahwa aparat kepolisian dari Polda Metro Jaya telah
melakukan pembuntutan dan atau penguntitan
rombongan HRS.
2. Fadil Imran mengakui personel Polda Metro Jaya telah
menembak mati keenam pengawal HRS tersebut,
karena melakukan penyerangan dan atau perlawanan
kepada petugas Polda Metro Jaya yang sedang bertugas.
3. Fadil Imran mengemukakan, keenam jenazah pengawal
HRS disimpan di ruang jenazah RS Polri di Kramat Jati,
Jakarta Timur. Adapun alasan aparat Polda Metro Jaya
melakukan penguntitan atau membuntuti rombongan
HRS, ungkap Fadil Imran, terkait dengan kepentingan
perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan pada
acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan
putrinya HRS.
4. Relevansi penguntitan terhadap HRS sebagaimana yang
diklaim oleh Kapolda Metro Jaya, dalam perkara dugaan
pelanggaran protokol kesehatan tersebut, dimana
Habib Muhammad Rizieq Shihab pada malam kejadian,
tanggal 6 dan 7 Desember 2020 masih berstatus sebagai
saksi, namun perlakuan dari aparat Polda Metro Jaya
seakan membuntuti/menguntit perkara teroris, yang
merupakan fakta tidak lazim dan bertentangan dengan
Hak Asasi Manusia (HAM) untuk bergerak bebas dan
berpindah tempat.5. Pada tanggal 7 Desember 2020, telah terjadi penghilangan
paksa (force disapearance), penyiksaan (torture) dan
pembunuhan di luar proses hukum (extrajudical killing)
yang diduga dilakukan oleh personel Kepolisian Daerah
Polda Metro Jaya terhadap 6 orang Laskar FPI yang
bertugas mengawal rombongan HRS.D. Laporan Polisi yang Dibuat Oleh Briptu Fikri
Ramadhan
Dari pihak aparat Polda Metro Jaya, untuk mendukung
konstruksi peristiwa yang mereka bangun bahwa peristiwa
penembakan tersebut terjadi karena para pengawal HRS
menyerang dan melawan petugas, maka mereka membuat
laporan polisi seolah-olah sebagai korban penyerangan,
yang pada kenyataannya tidak ada sedikit pun luka gores
pada tubuh para petugas yang mengaku diserang tersebut
(Lihat Lampiran Catatan XII dan XIII).
1. Di berbagai media massa, informasi tentang laporan
Briptu Fikri Ramadhan tertanggal 8 Desember 2020
dengan laporan polisi Nomor LP/1340/XII/YAN 2.5/2020/
SPKT PMJ yang diketahui dan ditandatangani oleh a.n.
Kepala SPKT PMJ Ka Siaga 3, Kompol. Deti Juliawati,
terungkap Briptu Fikri Ramadhan melaporkan enam
orang bernama Faiz Ahmad Syukurm Andi Oktaviawan,
M Reza, Muhammad Suci Khadavi Poetra, Luthil Hakim,
dan Akhmad Sofiyan. Saksi-saksinya adalah Bripka
Guntur Pamungkas dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya.
2. Isi laporannya menyebutkan bahwa waktu kejadian
yakni Minggu 6 Desember 2020 sekitar pukul 23.45
WIB. Tempat kejadian adalah KM 47 tol CikampekKarawang, Jawa Barat. Peristiwa yang dilaporkannya
ialah tindak pidana kepemilikan senjata api dan senjata
tajam dan atau pembunuhan dan atau pencurian dengan kekerasan dengan tenaga bersama-sama terhadap orang
di muka umum dan atau melawan petugas. Pasal yang
dikenakannya adalah UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan
atau Pasal 338 jo 53 KUHP dan atau 365 jo 53 KUHP dan
atau Pasal 170 KUHP.
3. Dalam uraian pada laporannya, “Uraian Singkat
Kejadian” menyebutkan bahwa: Pada hari Minggu 6
Desember 2020 sekitar pukul 23.45 WIB saat petugas sedang
melaksanakan tugas, tiba-tiba di TKP dipepet oleh 2 mobil
dengan cara menabrakkan diri dan menghentikan paksa
mobil petugas sambil 6 orang pelaku menyerang petugas
dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam tanpa
memperhatikan keselamatan pengguna jalan lainnya.
Kemudian setelah mobil berhenti, turun 6 orang pelaku
dengan membawa senjata api dan senjata tajam karena
kondisi petugas dalam keadaan terdesak, maka petugas
melakukan tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku.
Atas dasar tersebut, 1 (satu) Team Opsnal Unit 5 Subdit 3
Resmob di bawah pimpinan AKP Rulian Syauri, SH.,SIK.,
selanjutnya mengamankan pelaku dan membawa barang
bukti ke Polda Metro Jaya guna penyidikan lebih lanjut.
4. Tentang barang bukti disebutkan dalam laporan
tersebut yaitu 1 pucuk senpi rakitan dan 3 amunisi
9 mm; 1 pucuk senpi rakitan dan 14 amunisi 9 mm; 1
pedang 1 meter; 1 samurai 1 meter; 1 celurit 60 cm; 1
tongkat kayu berujung runcing 50 cm; 1 buah katapelbeserta kelereng 10 butir; 1 unit mobil Chevrolet spin
warna abu-abu.
5. Dalam laporannya Briptu Fikri Ramadhan menyebutkan
tempat kejadian perkara (TKP) hanya di satu lokasi yakni
di KM 47 tol Cikampek-Karawang, sedangkan fakta yang
diungkap oleh Komnas HAM dalam konferensi persnya
di Jakarta, 8 Januari 2021 menyebutkan fakta peristiwa
kematian enam Laskar FPI itu di dua TKP yang berbeda
yakni dua Laskar FPI tewas di kawasan KM 49 karena
tembak-menembak dan empat orang Laskar FPI yang
lainnya wafat di KM 51 sehubungan menyerang petugas
yang membawanya dengan mobil menuju ke Mapolda
Metro Jaya.
6. Laporan yang dibuat oleh Briptu Fikri Ramadhan
menyebutkan saksi yang berbeda sebagaimana fakta
laporan polisi tertanggal 7 dan 8 Desember 2020. Fakta
jejak rekam publisitas Tempo, dilansir suaranasional.
com (2021/03/27), dan media lainnya menunjukkan
fakta bahwa nama saksi Brigadir Kepala Adi Ismanto
tidak disebutkan dalam laporan polisi yang dibuat
oleh Briptu Fikri Ramadhan pada Senin 8 Januari 2021.
Fakta laporan polisi pada tanggal tersebut, Briptu Firi
Ramadhan menyebutkan bahwa yang menyaksikan
tindakan penyerangan Laskar FPI kepada petugas
sehingga petugas menindak dengan tegas dan terukur
alias ditembak mati adalah Bripka Guntur Pamungkas dan Bripka Faisal Khasbi Alaeya. Fakta nama Brigadir
Kepala Adi Ismanto, disebutkan oleh Briptu Fikri
Ramadhan pada laporan polisi yang dibuat pada
Minggu, 7 Januari 2021.
7. Terjadi perbedaan penjelasan yang disampaikan oleh
Briptu Fikri Ramadhan dalam laporan polisinya dengan
pejabat terkait di Mabes Polri dalam kasus tewasnya
seorang anggota Polri di jalan raya. Dalam konfrensi
pers, di Mabes Polri, Jakarta, yang disampaikan
Kabareskrim Polri, Komjen Agus Adrianto dan Kadiv
Humas Mabes Polri, Irjen Argo Yuwono menyebutkan
ada satu anggota Polri, berinisial EPZ, terduga pelaku
penembakan empat laskar FPI yang tewas karena
kecelakaan tunggal. Pernyataan yang sama juga
disampaikan Karo Penmas Divisi Mabes Polri, Brigjen
Rusdi Hartono (jumpa pers, Jumat, 26 Maret 2021) bahwa
salah seorang polisi yang terduga pelaku penembakan
empat Laskar FPI inisalnya EPZ tewas kecelakaan
tunggal di Jln. Bukit Jaya Setu, Kota Tangerang Selatan
pada 3 Januari 2021. Sementara itu, pada Rabu (3/3 2021),
Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen
Andi Rian Djajadi menjelaskan, Bareskrim Polri telah
menyelidiki dugaan pembunuhan di luar hukum atau
unlawful killing terhadap empat anggota Laskar FPI.
Ada tiga polisi yang berstatus terlapor dalam perkara
tersebut. “Laporan polisi (LP)-nya sudah dibuat, tentu Jaksa menunggu. Kita lakukan penyelidikan dulu untuk
temukan bukti permulaan. Kan permulaan dulu, baru
bisa ditentukan naik ke penyidikan,” kata Andi Rian
Djajadi.
8. Berdasarkan keterangan saksi mata dari petugas Polri,
tukang parkir, dan aparat kelurahan di lokasi yang
disebut-sebut sebagai TKP kecelakaan EPZ ternyata
menunjukkan banyak kejanggalan, yang di antaranya
setelah tim Wartakotalive.com menelusuri lokasi yang
disebut-sebut Polri, ternyata tidak ada nama jalan
TKP kecelakaan yang dimaksudkannya. “Sembilan
tahun jalan sepuluh tahun saya markir di sini, engga
ada jalan Bukit Jaya, adanya Bakti Jaya. Kayaknya
baru denger saya juga. Saya juga belum dapat kabar
tentang adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang
menewaskan seorang pengendara motor,” kata Boye,
juru parkir di Setu, saat ditemui tim Wartakotalive,
Sabtu (27/3 2021). Kemudian Sekretaris Kelurahan Bakti
Jaya, Fiqri Yanuardi Putra juga turut membenarkan
tidak adanya nama Jalan Bukit Jaya di kawasan Bakti
Jaya, Setu. Di jalan protokol utama yang terdapat di
kawasan itu, katanya, hanya ada jalan bernama Bakti
Jaya, Setu. Fakta lain hasil jejak publisitas media, www.
harianaceh.co.id (2021/03/20) menunjukkan bahwa
inisial EPZ adalah Elwira Pryadi Zendarto. Kemudian
juga Kapolsek Setu, AKP Dedi Herdiana yang tidak mengetahui adanya anggota Polri berinisial EPZ tewas
kecelakaan di wilayahnya. Dedi Herdiana menyatakan,
akan mengecek terkait detail peristiwa kecelakaan
tersebut. “Setahu saya, setahu saya ya, apalagi anggota
(Polri) meninggal, sudah pasti saya monitor itu kan. Tapi
sejauh ini saya ngga ada laporan. Nanti saya cek lagi”
kata Dedi Herdiana saat dihubungi, Sabtu (27/3 2021).
PASCAPERISTIWA PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL
HRS
Berikut ini sejumlah peristiwa pasca pembunuhan
enam laskar FPI:
A. Upaya sistematis penghilangan Barang Bukti (BB)
Yakni: (1) Penghilangan rekaman CCTV oleh pihak
yang memiliki wewenang besar, (2) Penghancuran dan
atau penghilangan bangunan di rest area KM 50 sebagai
kesengajaan menutup akses ke saksi-saksi peristiwa
pembunuhan enam laskar FPI.
B. Penangkapan dan Penahanan HRS serta mantan
Pengurus FPI HRS saat keluar dari ruang pemeriksaan Mapolda Metro
Jaya untuk menjalani penahanan, Minggu (13/12/2020) dini
hari. Sejumlah tokoh nasional pun mengajukan permohonan
pembebasan HRS.
1. Sabtu (12/12/2020), suasana di Mapolda Metro Jaya
tampak ramai oleh warga masyarakat yang akan
menyaksikan kehadiran HRS memenuhi panggilan
Mapolda Metro Jaya. Sekitar jam 10.24 WIB, HRS yang
didampingi jubir FPI, Munarman dan para kuasa
hukumnya tiba di Mapolda Metro Jaya menumpangi
mobil warna putih dengan nomor polisi B 1 FPI. HRS
datang sehari setelah polisi menetapkan statusnya
sebagai tersangka pada Jumat (11/12/2020). Sebelum
diperiksa, HRS melakukan tes swab antigen dengan
hasilnya negatif. “ silny g Saya bisa hadir di Polda Metro Jaya
untuk mengikuti pemeriksaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,” kata HRS saat tiba
di Polda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta
Pusat, Sabtu (12/12/2020).
2. Setelah hampir 13 jam menjalani pemeriksaan, akhirnya
HRS keluar dari ruang pemeriksaan sekitar jam 00.23
WIB. HRS terlihat memakai rompi tahanan dengan
kondisi tangan diborgol. HRS dengan gagah tetap tersenyum, bahkan mengacungkan jari jempol. Beberapa
pengurus FPI dan simpatisannya, tampak terlihat di depan Mapolda Metro Jaya. Penahanan terhadap HRS itu
diprotes oleh pihak keluarga dan tim kuasa hukumnya
karena HRS sudah memenuhi aturan hukum berupa
membayar denda sebesar Rp 50 juta, sebagaimana fakta
hukum yang melandasinya bahwa “setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau
menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan
Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Selain melakukan protes, tim kuasa hukum HRS juga mendampingi
para tokoh Islam yang mengajukan surat penangguhan
dan atau pembebasan dari tahanan atas nama HRS
dengan mengunjungi Bareskrim Mabes Polri. 3. Aroma kezaliman sebenarnya sudah dirasakan oleh
HRS dan keluarganya, tatkala menerima surat panggilan dari Polda Metro Jaya. Karenanya, sebagai suatu
ikhtiar perlawanan terhadap kezaliman, tim kuasa hukum HRS, Aziz Yanuar dan Kurnia Tri Rayani mengeluarkan siaran pers yang sekaligus sebagai tausiah kepada
penguasa pada 12 Januari 2021. Siaran pers itu berjudul
HRS “MENJADI TARGET OPERASI POLITIK DENGAN
MEMPERALAT HUKUM.”
4. Media Tribunnews.com, Faktakini.net, dan Repelita.com
mengutip penjelasan Dirtipidum Mabes Polri, Brigjen
Pol Andi Rian, Kamis (24/12/2020) yang menyatakan,
HRS ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan
di jalan Petamburan, Jakarta (14/11/2020) dan di Mega
Mendung, Jawa Barat pada Kamis (17/12/2020). Brigjen
Andi juga turut menginfokan soal pasal yang dipakai
untuk menjerat Habib Rizieq Shihab yakni Pasal 14 ayat
(1) dan (2) UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
jo Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan
Kesehatan dan Pasal 216 KUHP. Sebelumnya, HRS
juga dijadikan tersangka dalam kasus kerumunan di
Petamburan. Polisi menyangkakan HRS dengan Pasal
160 dan Pasal 216 KUHP dengan ancaman hukuman
maksimal 6 tahun. Kasus HRS yang semula ditangani
Polda Metro Jaya dan Polda Jabar, telah dilimpahkan ke
Bareskrim Mabes Polri.
5. Selain HRS dijadikan sebagai tersangka dan ditahan,
juga ada 6 orang lainnya yakni K.H. Ahmad Sobri
Lubis, Ustadz Haris Ubaidillah, Habib Ali Alatas, Ustadz
Maman Suryadi, Habib Idrus Al-Habsyi, dan Habib
Muhammad Hanif Alatas. Pasal yang disangkakannyaadalah dalam dugaan Perkara Pasal 93 UU No. 6 Tahun
2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216
KUHP (Lihat Lampiran Catatan XIV).
6. Satgas Covid 19 DKI Jakarta menyambut baik sikap taat
HRS yang mematuhi aturan dengan membayar denda
sebesar Rp 50 juta, yang juga merupakan fakta bahwa
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tidak tebang
pilih dalam menegakkan aturan hukum. Ketua Satgas
Penanganan Covid-19, Doni Monardo memuji langkah
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan jajarannya
atas tindakan tegasnya dalam menjatuhkan sanksi denda administratif kepada HRS. Anies disebut melakukan
langkah terukur menyikapi kerumunan pada acara
Maulid Nabi dan pernikahan putri HRS di Petamburan
itu. “Saya selaku Ketua Satgas Penanganan Covid-19
menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Gubernur DKI Bapak Anies Baswedan yang telah
mengambil langkah-langkah terukur terhadap adanya
pelanggaran dari suatu kegiatan yang diselenggarakan
di Petamburan,” kata Doni seperti dilansir dari Detik.com,
Minggu (15/11/2020). Doni Monardo juga memuji sikap
tegas Satpol PP DKI menjatuhkan denda administratif
kepada HRS. “Ada, ya (Habib Rizieq) dikenakan denda,”
kata Kasatpol PP DKI Jakarta, Arifin, di Jalan KS Tubun,
Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (15/11/2020). “Ya,
responsnya (Habib Rizieq) baik, menerima kita untuk
menegakkan aturan kedisiplinan. (Rizieq bayar denda)
Rp 50 juta,” tutur Arifin.
7. Terjadi pula peristiwa kerumunan yang dilakukan oleh
Presiden Jokowi dan Gubernur Nusa Tenggara Timur
(NTT) Viktor Laiskodat (di Maumere, Provinsi Nusa
Tenggara Timur); Gibran dalam kampanye Pilkada diSolo, kerumunan Olly Dondokambey Kader PDIP di
Sulawesi Utara, Moeldoko dkk di KLB Partai Demokrat
di Medan, acara elite race marathon di Magelang yang
penontonnya tidak menjaga jarak dan berkerumun, dan
acaranya Banser di Banyumas, Jawa Timur berupa gelar
parade tidak menjaga jarak dan terjadi kerumunan.
Juga, acaranya artis Raffi Ahmad dan Ahok alias Basuki
Tjahaja Purnama terlibat kerumunan di sebuah pesta
di Jakarta, Rabu (13/1 2021), yang saat itu Ahok sempat
bernyanyi dengan mencopot maskernya bersama
mantan vokalis grup band Dewa, Elfonda Mekel alias
Once, demikian unggahan Instastory model Renata
(Republika,co,id). Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Medan, Sumatera Utara menyatakan kubu pasangan
calon Pilkada Kota Medan Bobby Nasution-Aulia
Rachman menantu Presiden Jokowi telah melakukan
pelanggaran protokol kesehatan sebanyak 14 kali.
Demikian diungkapkan Koordinator Divisi Data Hukum
dan Informasi Bawaslu Kota Medan M. Taufiqqurohman
Munthe kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (21/11/2020).
Semua peristiwa kerumunan yang jelas melanggar
Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina
Kesehatan. tersebut, tidak dilakukan penindakan oleh
aparat penegak hukum sebagaimana yang dialami
oleh HRS, menantunya, dan pengurus DPP FPI, hal ini
membuktikan telah diskriminasi hukum dan atau telah
terjadi ketidakadilan penerapan hukum terj (Unfair Trial).8. Bareskrim Polri menolak laporan Pimpinan Pusat
Gerakan Pemuda Islam (PP GPI) terkait adanya dugaan
pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan oleh
Presiden Joko Widodo alias Jokowi dan Gubernur
Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat. PP GPI
diminta untuk membuat laporan secara resmi. Hal itu disampaikan oleh Ketua Bidang Hukum dan HAM PP GPI
Fery Dermawan. Fery menyebut barang bukti yang telah
mereka bawa pun tidak diterima alias dikembalikan
oleh petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu
(SPKT) Bareskrim Polri. “Intinya tadi kami sudah masuk
ke dalam ini laporan masuk tapi tidak ada ketegasan di
situ. Jadi intinya bukti kita dikembalikan, hanya ada
pernyataan bahwasanya ini untuk diajukan secara resmi
kembali,” kata Fery di Bareskrim Polri, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, Jumat (26/2/2021).
9. Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan membuat
laporan serupa ke Bareskrim Polri. Laporan itu
dilayangkan oleh Ketua Koalisi Masyarakat Anti
Ketidakadilan Kurnia pada Kamis (25/2/2021). Ketika
itu Kurnia hendak melaporkan Jokowi yang dituding
telah melanggar protokol kesehatan. Menurutnya,
Jokowi juga abai terhadap protokol kesehatan lantaran
membagikan cinderamata ketika kerumunan massa
penyambutnya dii NTT. Hanya saja, petugas Sentra
Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim Polri
tak menerbitkan Surat Laporan Polisi terkait laporan
dari Kurnia seperti halnya kepada PP GPI. Ketika itu, kata
Kurnia, petugas SPKT hanya menyarankan pihaknya
membuat surat laporan tertulis yang kemudian diberi
stempel oleh bagian Tata Usaha dan Urusan Dalam
(TAUD).C. Pembubaran FPI
1. Organisasi FPI dibubarkan oleh pemerintah melalui
Surat Keputusan Bersama (SKB), pembubaran dilakukan
dalam suatu konferensi pers, dengan menghadirkan
Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BNPT
serta sejumlah menteri. SKB tersebut dibacakan oleh
Menko Polhukam Prof. Dr. M. Mahfud MD, SH, SU, MIP
pada tanggal 30 Desember 2020. Pasca pembubaran,
sejumlah tokoh Islam mendirikan organisasi bernama
Front Persatuan Islam yang disingkat juga sebagai FPI.
2. Dampak keluarnya SKB yang membubarkan dan
melarang keberadaan FPI ini, antara lain timbul
miskomunikasi di berbagai daerah, seperti aparat
pemerintahan setempat melarang berbagai atribut yang bertuliskan FPI, walau kepanjangan dari Front
Persatuan Islam. Fakta lainnya, FPI baru atau Front
Persatuan Islam tersebut juga mengalami hambatan
dari aparat negara.
3. Pembubaran dan pelarangan melalui SKB, menurut
tim hukum FPI, itu sangat tidak berdasar hukum dan
bertentangan dengan UU Keormasan. Melanggar
asas “due process of law” dengan meminggirkan fungsi
peradilan. Meski SKB adalah bentuk hukum, akan tetapi
karena digunakan tanpa melandaskan pada aturan
hukum maka layak untuk dikategorikan sebagai “a bus
de droit” atau penyalahgunaan kekuasaan..
4. Sebenarnya UU Keormasan tidak mengenal pembubaran dan pelarangan ormas melalui Surat Keputusan
Bersama Menhukham, Mendagri, Kapolri, Menkominfo, Jaksa Agung dan Kepala BNPT. Hal itu, merupakan
tindakan inkonstitusional yang menabrak asas negara
hukum (rechtstaat) dan bertentangan dengan UUD
1945.
D. Pemblokiran Rekening
Atas permintaan dan koordinasi antara tim penyidik
Polri dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK), sebanyak 92 rekening yang diduga
berkaitan dengan Front Pembela Islam (FPI) diblokir dan
dilakukan proses penghentian sementara transaksinya. Ketua PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan PPATK telah
menyelesaikan proses analisis dan pemeriksaan terhadap
92 rekening yang diduga berkaitan dengan FPI. PPATK juga
telah menyerahkan hasil analisis dan hasil pemeriksaan
atas rekening-rekening tersebut kepada aparat kepolisian.
“Sampai saat ini belum ditemukan adanya tindak pidana,”
kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim
Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi saat dihubungi pers,
Jumat (5/3 2021)(Jawapos.com)
E. Operasi Media Terorisasi FPI dan Jurnalis
1. Telah terjadi “operasi media” yang dilakukan aparat
negara terhadap aktivis FPI dan jurnalis yang
melaksanakan tugas sesuai dengan jaminan UU Pers
dan aturan terkait lainnya. Adapun modus terornya
berupa, antara lain pemanggilan aktivis FPI dan atau
jurnalis dengan dalih dimintai keterangan dalam
kapasitasnya sebagai saksi suatu perkara pidana.
2. Mantan Sekretaris Umum DPP FPI, Munarman menjadi
objek “terorisasi” aparat negara melalui framing ekspose
publisitas pengakuan sepihak napi kasus teroris di
Makassar, yang notabene merupakan pembunuhan
karakter dan atau upaya percobaan mengriminalisasi
Munarman melalui modus “Operasi Media”.
3. Jurnalis Edy Mulyadi dari Forum News Network (FNN)
dipanggil Bareskrim Polri pada Senin (14/12/2020) untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait video
investigasinya tentang Penembakan Enam Laskar FPI
di tol Jakarta-Cikampek KM 50 yang viral di media sosial.
Dari hasil kunjungan TP3 ke rumah-rumah keluarga
korban pembunuhan, yang merupakan kegiatan TP3
dalam menelusuri fakta dan profil keluarga serta latar
belakang korban sebagai upaya public awareness bahwa
kepemilikan senjata api sebagaimana dituduhkan kepada
korban pembunuhan adalah informasi yang bersifat
menyesatkan.
Berikut ini profil keluarga dan korban:
LUTFI HAKIM, PELATIH BOLA, DIBUNUH APARAT
NEGARA
Salah seorang korban yang
dibunuh aparat negara adalah Lutfi
Hakim. Sama dengan kelima korban
lainnya, tidak ada lahan parkir di
lingkungan rumah Lutfi Hakim.
Satu-satunya tempat parkir yang ada
adalah di halaman masjid “Assolihul
Hamidiyah”, Jakarta Barat. Rumah
milik orangtua Lutfi Hakim tampak
sederhana, namun cukup baik dibandingkan rumah korban
pembunuhan yang lima orang lainnya. Ada ruang tamu
yang luasnya sembilan meter persegi. Tidak ada perabot
dan gambar di dinding ruang tamu.
Daenuri (49) sang ayah adalah seorang tukang. Hasilnya,
Daenuri dapat “oprak aprik” rumahnya sendiri. Namun,
statusnya hanya sebagai buruh harian lepas di proyek
bangunan. Daenuri, menerima Rp 130 ribu per-hari bila ada
yang mengajaknya bekerja di proyek tertentu. Daenuri, satu
dari jutaan buruh lepas di Indonesia.
Pertanyaan yang mengusik, apakah dalam keadaan
pandemik Covid 19, pengangguran, dan tiada penghasilan
rutin, Daenuri mampu memberikan uang ke Lutfi Hakim
untuk membeli pistol? Bagaimana dengan Khadavi yang
untuk membeli gorengan saja, kongsi dengan kawannya?Begitu pula Muhammad Sofiyan, pemilik ijazah paket C
SMP--yang ibunya adalah janda--, penjual gorengan, bisa
punya pistol? Bagaimana dengan Faiz yang cita-citanya mau
membiayai sekolah kedua adiknya, berpikir untuk membeli
pistol? Apakah Andi Oktavian, pekerja serabutan yang lebih
banyak berperilaku sebagai pekerja sosial sementara ibunya
seorang janda, penjaga anak tetangga, mampu membeli
pistol? Apalagi Reza, hansip yang tinggal di “kandang
burung” dengan ibu seorang janda, penjual nasi, mampu
memiliki pistol?
Di sinilah pentingnya Petisi Rakyat yang diterbitkan
Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam pengawal
HRS di KM50 harus dijadikan rujukan Presiden dalam
pengambilan kebijakan selanjutnya.
Lutfi Hakim adalah tamatan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Umurnya 25 tahun. Calon istri pun belum ada.
Maklum, untuk menghidupi diri sendiri pun, masih belum
mampu. Adiknya, Abdul Wahab (17) masih duduk di SMA.
Ibunya, Neneng Hayati (47) hanya seorang ibu rumah
tangga. Lutfi Hakim biasa menjadi pengemudi ojek online.
Menurut ayahnya, dalam sepekan, paling dua atau tiga
kali dapat pelanggan. Hasilnya, tidak seberapa. Apalagi,
musim virus Covid 19, hasil ojek online digunakan untuk
servis motornya dan keperluan sehari-hari. Pasti jauh dari
cukup. Namun, Lutfi Hakim cukup kreatif. Dia mencari tambahan penghasilan yang halal dan thayyiban (baik). Dia
kreatif dengan cara melatih remaja di lingkungannya untuk
main bola. Dia melatih remaja yang berusia 10-15 tahun, dua
kali sepekan. Honornya Rp 50 ribu per-latihan. Penghasilan
Lutfi Hakim Rp 100 ribu per-pekan atau Rp 400 ribu sebulan.
Profesinya ini menjadikan Lutfi Hakim pernah ikut dalam
pertandingan bola tingkat kelurahan, kecamatan, bahkan
sampai DKI Jakarta Liga lokal.
Pertanyaan serius, apakah pemuda yang aktif di
masyarakat serta mendukung program pemerintah di
bidang olahraga, dapat menjadi seorang teroris? Apakah
dengan penghasilan Rp 400 ribu sebulan, Lutfi dapat
membeli pistol seperti yang dituduhkan polisi?
Lutfi Hakim, menurut Daenuri, rajin shalat. Dia juga
sopan serta ramah terhadap kawan-kawan dan tetangganya.
Daenuri membanggakan perilaku Lutfi Hakim sebagai hasil
gemblengannya selama 25 tahun. Daenuri paham, menurut
Nabi Muhammad SAW, senyum dan ramah terhadap orang
lain adalah ibadah. Berlaku baik dan ramah terhadap
tetangga juga merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Maklum, Daenuri pernah mondok di pesantren selama
enam tahun. Daenuri, selain tamatan pesantren, aktif di
kepengurusan RT. Wajar jika Daenuri memahami hakikat
Pancasila dan UUD 45. Daenuri menyadari, sila pertama
Pancasila, ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ menunjukkan,
Indonesia adalah negara tauhid. Bukan negara kapitalis, apalagi komunis. Daenuri mendidik anak-anaknya rajin
shalat dan berperilaku baik karena pasal 29 ayat (2) UUD
45 menyebutkan negara menjamin warga negara untuk
memeluk agama dan melaksanakan syariat agamanya.
Daenuri masih ingat WA terakhirnya Lutfi Hakim.
Anaknya itu menulis saat berada di markas DPP FPI Jln.
Petamburan, yang meminta dirinya selaku orangtua untuk
bersikap ridha dan ikhlas. Itulah pesan terakhir Lutfi Hakim
sebelum dibunuh aparat negara, 7 Desember 2020, diihari
di tol Jakarta-Cikampek, KM50.
ANDI OCTIAWAN, KETUA REMAJA MASJID, DIBUNUH
APARAT NEGARA
TP3 tiba di rumah Andi Octiawan
yang beralamat di Kawasan
Kecamatan Cengkareng, Jakarta
Barat, 26 Januari 2021. Masjid Al
Hikmah di gang itu, sederhana,
tetapi tertata rapi. Shalat maghrib
berjamaah, baru usai. TP3 shalat
berjamaah sesuai SOP Rasulullah
SAW: Bahu dengan bahu serta mata
kaki yang di belakang imam, saling bersentuhan. Usai
shalat, TP3 memasuki gang yang lebih sempit, cukup dua
orang melaluinya. Semua rumah korban pembunuhan yang
didatangi oleh TP3, berada di gang sempit. Penghuninya miskin, ada janda, yatim, dan berpendidikan rendah, tetapi
saleh. Apakah mereka pilihan Allah SWT yang menjadi
martir bagi perubahan sosial?
Rumah keluarga Andi itu sederhana, sama dengan
empat rumah lain yang kami kunjungi. Berlantai tikar,
tanpa perabot dan tidak ada gambar yang bergantungan di
dinding. Ruang tamunya sekitar 3,8 x 3 meter. Luas rumah
sekitar 12 x 3,8 meter. Hanya sekitar semenit, seorang
perempuan separuh baya, keluar menemui kami. Aminah,
janda, berpenampilan biasa, seperti ibu-ibu kampung
umumnya. Aminah (52) yang ditinggal meninggal suami,
Zaenudin, punya tiga orang anak. Andi (33), Ahmad Junaidi
(26), dan Maryana Diana Sapitri (16). Andi dan Ahmad hanya
tamatan SMP. Anak bungsunya, masih duduk di SMA, kelas
satu.
Aminah menjaga anak tetangga yang masih ada
hubungan keluarga. Imbalan yang diperoleh, Rp 700 ribu
sebulan. Ahmad Junaidi, lumayan, memeroleh Rp 2,5 juta
sebulan sebagai karyawan toko baja ringan, Andi sendiri
kerja serabutan. Aminah duduk sambil meletakkan sesisir
besar pisang Ambon, kue, dan air mineral. Bila diperhatikan
wajah Aminah, tampak masih ada goresan kesedihan.
Aminah dengan suara terbata-bata mengisahkan:
Diceritakannya, saat Idul Fitri “Andi meminta saya
duduk di kursi. Diambilnya baskom berisi air. Hatihati, kaki saya dimasukkan ke dalam baskom. Lembut,
tangannya membasuh kedua kakiku, bergantian kanan dan
kiri. Selesai, dikeringkan. Kemudian… (Aminah tertahan
suaranya), diciumnya kedua kakiku.”
Andi atau nama lengkapnya Andi Oktiawan, berusia
33 tahun. Beliau yang paling tua dari enam pengawal HRS
yang dibunuh polisi. Andi kerja serabutan. Lebih tepat
sebagai pekerja sosial. Andi turun tangan jika ada tetangga
punya masalah. Andi akan mengantar tetangga yang sakit,
ke rumah sakit. Pihak rumah sakit terkadang menyulitkan
pesakit untuk memperoleh kamar. Apalagi bagi mereka
yang hanya mengandalkan BPJS. Andi langsung turun
tangan sehingga tetangganya bisa memeroleh kamar.
Andi, pemuda yang sopan, peramah, mudah bergaul,
dan suka menolong siapa saja. Wajar jika Andi terpilih
sebagai Ketua Remaja Masjid Al Hikmah, di lingkungannya.
Andi, selama tiga tahun memimpin Remaja Masjid, sebelum
meninggal, aktif menggerakkan kawan-kawannya di
masjid. Program dan kegiatan yang dilakukannya antara
lain; Peringatan hari-hari besar Islam; Pawai Obor setiap
tahun baru Islam; serta kerja bakti membersihkan masjid
dan lingkungan sekitar.
Terkait profil Andi ini, TP3 bertanya apakah pemuda
seperti Andi yang Ketua Remaja Masjid, suka menolong
tetangga, dan sangat menghormati ibunya itu, menjaditeroris, pengedar narkoba atau menembak polisi? Jika Ketua
Remaja Masjid menjadi teroris, Polri juga teroris. Sebab, Wakil
Ketua Dewan Masjid Indonesia adalah mantan Wakapolri,
Syafrudin. Wakil Ketua Dewan Pakar, Budi Gunawan yang
juga mantan Wakapolri, sekarang Kepala BIN. Jika institusi
Polri bukan teroris, apakah mantan Wakapolri yang teroris.
Kalau mantan Wakapolri bukan teroris sementara ada
Ketua Remaja Masjid yang jadi teroris, maknanya, beliau
tidak becus mengurus masjid. Simpulannya, polisi jangan
ikut-ikutan tiru ABRI pada masa orde baru yang berdwi
fungsi. Cukup satu fungsi saja, mengurus internal polisi agar
bisa menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti
polisi di luar negeri. Maknanya, polisi perlu mengganti
senjata api dengan pentungan seperti polisi Inggris ketika
bertugas di lapangan.
KHADAVI, KORBAN PEMBUNUHAN OLEH APARAT NEGARA
DI KM 50
Saat TP3 tiba di gang sempit di
depan rumah orangtua Khadavi,
tampaklah tikar dan karpet. Banyak
anak muda duduk sambil berdzikir.
Malam itu, 15 Januari 2021, hari ke
40, enam pengawal HRS meninggal
dunia dibunuh oleh aparat negara.
Rumah itu sederhana. Panjangnya
mungkin 8 meter. Lebarnya sekitar enam meter. Ruang tamu berukuran kurang lebih dua
setengah kali tiga meter. Ruang keluarga sekitar tiga kali
tiga setengah meter. Tidak nampak perabot rumah yang
mewah.
Di atas meja kecil, terpampang foto Khadavi. Wajahnya
cerah, ganteng, bercahaya. Masih muda, 21 tahun. Nama
lengkapnya, Muhammad Suci Khadavi Poetra. Anak pertama
dari dua orang bersaudara. September 2021, Khadavi akan
wisuda. Beliau kuliah di Fakultas Perkapalan, salah satu
universitas di Jakarta.
Menurut ayahnya, Herman Mulyana, Khadavi
pernah mau pindah ke jurusan hukum. Mantan Satpam
di salah satu supermarket di Jakarta ini berperawakan
sedang, ramping tubuhnya. Memerhatikan postur dan
penampilannya, musykil Herman bisa mendidik anaknya
menjadi seorang teroris. Khadavi saat kuliah sempat pindah
jurusan—memilih jurusan Hukum-- karena alasannya
ingin menegakkan keadilan dan melindungi ulama. Wajar
jika Khadavi bercita-cita, menegakkan keadilan. TP3
khawatir selama pemerintahan Jokowi, ratusan, ribuan,
bahkan jutaan akan menjadi Khadavi baru. Bahkan, tujuh
jutaan peserta 212 yang memadati Monas beberapa waktu
lalu akan menjadi “Khadavi-Khadavi” baru. Apalagi dengan
menyaksikan penahanan HRS, ulama, dan aktivis KAMI
secara semena-mena.Herman mengekspresikan wajah sedihnya sewaktu
mengatakan, “September ini Khadavi akan diwisuda.” Kedua
anaknya Herman ini, terkenal saleh. Apalagi Khadavi biasa
menasihati orang tuanya agar jangan gila dunia. Ingatlah
kehidupan akhirat. Khadavi rajin mengikuti majelis ta’lim di
mana-mana di Jakarta. Belakangan, Khadavi rajin mengikuti
kegiatan FPI. Apalagi memperhatikan tindakan-tindakan
yang dilakukan aparat pemerintah khususnya lima tahun
terakhir ini, membuat Khadavi semakin tertarik dengan
kegiatan dan dakwah FPI. Pengurus dan anggota FPI sering
turun tangan ketika terjadi bencana alam, baik tsunami,
gempa bumi atau banjir. Mereka menolong korban tanpa
pamrih, mulai dari tsunami Aceh, Banten, NTB, Sulawesi
Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya
serta bencana lainnya di hampir seluruh Indonesia. Herman
dan istrinya tidak sangka, pertemuan pagi itu, 6 Desember
2020 adalah pertemuan terakhir dengan anak sulungnya,
Muhammad Suci Khadavi Poetra.
Herman sedih tapi bersemangat ketika mengemukakan
kondisi fisik jasad anaknya. Menurutnya, ada dua lobang
peluru dekat jantung, berwarna hitam. Maknanya, Khadavi
ditembak dari jarak dekat. Matanya juga terdapat bekas
penganiayaan. Ada jahitan di dada yang menunjukkan
rumah sakit melakukan autopsi tanpa izin keluarga. Bagian
belakang kepalanya, sampai di liang lahat pun masih keluar
darah.Wajar jika Herman menolak tuduhan polisi yang
mengatakan anaknya membawa senjata. “Beli gorengan
saja, dia kongsi dengan kawan-kawannya. Dari mana duit
untuk beli senjata,” tambahnya. “Senjatanya” adalah baju
koko dan kopiah putih. Itulah sebabnya, Herman menolak
memenuhi panggilan Polda Metro Jaya. Menurutnya, dua
kali surat panggilan Polda Metro Jaya dibawa oleh Babinsa
dan Ketua RT. Herman minta agar pak RT mengembalikan
surat panggilan polisi tersebut. Herman kemudian minta
keadilan ditegakkan dengan seadil-adilnya terhadap para
pelaku pembunuhan. Keadilan yang bagaimana?
Sila pertama Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa. Hal ini ditegaskan lagi di UUD 45, pasal 29 ayat (1):
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat
(2) mengatakan, “negara menjamin tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah
menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Ketentuan
Pancasila dan UUD 45 terebut mengisyaratkan bahwa,
hukuman bagi pembunuh (tanpa hak) harus sesuai
dengan ketentuan Tuhan Yang Esa. Maknanya, penegak
hukum harus merujuk Al-Qur’an, Injil, dan KUHP di mana
pembunuh harus dijatuhi hukuman mati. “Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan
dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan
dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti
dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf)
membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara
yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Rabb kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang
sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah: 178)
“Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya
akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat
manusia itu menurut gambar-Nya sendiri” (Injil, Kejadian
9:6).
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana
terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati
atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu, paling lama dua puluh tahun.” (KUHP pasal 340).
Jika aparat negara yang membunuh Khadavi, ikhlas
menjalani hukuman mati yang didahului dengan tobat
nasuha, in syaa Allah, mereka akan memeroleh keringanan
dalam pengadilan akhirat nanti. Bahkan, bisa masuk
surga jika dia muslim. Para Penyidik, JPU, dan Hakim yang
menyidik, menuntut, dan memutuskan hukuman mati juga
akan memeroleh keringanan atau kebebasan hukuman di
akhirat kelak. FAIZ, MAHASISWA YANG INGIN MATI SYAHID
“Ya Allah, di tempat yang NabiMu biasa shalat ini, aku memohon
kepada-Mu agar diriku dan anakanakku mati sebagai seorang syahid
dan syahidah. Aamiin Yaa Robbal
‘Alamiin.” Itulah antara lain doa pak
Syuhada di Raudah, Masjid Nabawi,
Madinah, tahun 2018.
Saat konferensi pers yang diadakan TP3, Syuhada,
ayah almarhum Faiz, mewakili keluarga enam korban
pembunuhan polisi, menyampaikan sambutan. Syuhada
sangat bersemangat. Syuhada mempersilakan aparat
negara bertanya ke kampusnya Faiz atau kawan-kawan di
tempat tinggal, apakah Faiz berkelakuan buruk. Apakah dia
pengguna narkoba, teroris, pencopet atau tukang berantam?
Saat Syuhada mengakhiri sambutannya, Amien Rais
bertepuk tangan. Hadirin di salah satu ruangan Hotel Atlet
Senayan, 18 Januari 2021 itu pun bertepuk tangan. Mereka
mengikuti Amien Rais yang duduk di sebelah TP3. Amien
Rais adalah salah seorang Penasihat TP3.
Rumah orang tua Faiz, tak jauh beda dengan kondisi
keluarga almarhum Khadafi dan Ahmad Sofyan. Rumah
berada di gang sempit. Mobil diparkir di tempat yang agak
jauh. TP3 berjalan sejauh dua ratus meter, memasuki gang
yang tidak bisa dilalui mobil. Rumahnya seluas 4 x 15 meter, lebih panjang dari milik orang tua Khadavi dan Ahmad
Sofiyan. Namun, ruang tamu Faiz, lebih kecil dari yang
dipunyai Khadafi. Diperkirakan, 2,5 x 4 meter. Tidak nampak
satu pun perabot. Rumah itu milik neneknya Faiz. Namanya
Sofia, kini berusia 86 tahun. Ada empat kamar kecil, dihuni
tujuh orang. Di samping rumah, tempat pengajian sedang
direnovasi. Ukurannya sekitar 4 x 15 meter. Istri Syuhada,
Rosidah ternyata seorang mubalighah, aktif mengordinasi
pengajian kaum ibu, hampir setiap hari. Wajar kalau Faiz
sangat islami sekaligus Pancasilais dalam kehidupan seharihari.
Faiz tidak pernah tinggalkan shalat karena ia rukun
Islam kedua. Shalat pula yang pertama dihisab di akhirat.
Faiz, karena muslim maka dia seorang warga negara yang
baik. Sila pertama Pancasila dan pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD
45 memerintahkan dia untuk menjadi seorang muslim
yang saleh. Sebab, Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila
pertama menunjukkan bahwa, Indonesia, negara agama.
Indonesia bukan negara sekuler, kapitalis, atau komunis.
Hal ini ditegaskan kembali dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1:
“Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Masa Esa.”
Ayahnya Faiz, Syuhada, posturnya ramping dan
jangkung. Beliau sehari-hari menjual batu akik. Syuhada,
ketika ‘booming’, berhasil menjual salah satu batu akiknya
dengan harga delapan jutaan rupiah (2013). Namun,
adat bisnis, batu akiknya pernah dibeli dengan hargahanya seratus ribu rupiah. Pandemi virus Cina saat ini,
jangankan beli batu akik, guna makan sehari-hari saja,
rakyat “kelimpungan.” Dampaknya, Syuhada sukar
menawarkan barang dagangannya. Syuhada juga tidak
bisa berimprosisasi dengan memproduk alat membuka dan
menutup lift yang ada di bandara atau beberapa hotel besar.
Apalagi memproduk masker, penutup wajah plastik, dan
pencuci tangan.
Faiz, nama lengkapnya, Faiz Ahmad Syukur, 22 tahun.
Beliau anak sulung dari pasangan Syuhada dan Rosidah.
Faiz memiliki dua adik: Bojas Bakumusal (20), tamatan
SMA dan Firdaus Jibar Inmasa (17) masih duduk di bangku SMA. Faiz sudah semester 5 di salah satu universitas. Faiz
mengambil jurusan Ilmu Komputer dan Teknik Informatika
(IT), bidang yang fenomenal sejagat, belakangan ini. Faiz,
generasi milineal yang mandiri. Bahkan, ayahnya biasa
‘jengkel’ karena apa pun masalah yang dihadapi, Faiz
mengatasi sendiri. Faiz, sehari-hari jual beli logam mulia
(satu gram), produk Antam. Penghasilannya digunakan
untuk membiayai kuliah dan membantu adik-adiknya.
Faiz juga biasa membantu ibunya dari hasil usahanya.
Faiz, pada waktu senggang, melatih anak-anak belajar
memanah, tanpa dibayar. Faiz mengamalkan salah satu
hadis Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan orangtua
agar mengajar anak lelaki mereka berkuda, memanah,
dan berenang. Namun, ke adik bungsu, Faiz mengatakan,
ingin memperoleh ridha Allah SWT dengan pekerjaan yang
mapan. Ke ibunya, Faiz mengatakan, ingin menyekolahkan
kedua adiknya. Syuhada mengatakan, Faiz ingin menjadi
‘digital graphic designer.’ Kawan-kawannya mengatakan,
Faiz sering minta didoakan agar mati syahid.
Saat hari Sabtu, 5 Desember, Faiz meminta ibunya
menyediakan seragam laskarnya untuk berangkat ke
Petamburan. “Doain ya ma,” itulah kata-kata terakhir yang
didengar ibunya. Faktanya, Faiz benar-benar memeroleh
pahala syahid. Hal itu terjadi dalam peristiwa pembunuhan
enam warga sipil oleh aparat negara di KM 50, tol JakartaCikampek, 7 Desember 2020, dini hari. Peristiwa ini menunjukkan, salah satu doa ayahnya di Raudah, masjid
Nabawi, lebih dua tahun lalu, terkabul.
Syuhada, sewaktu menyaksikan jenazah anaknya dimandikan, nampak ada empat luka bekas tembakan. Dua
peluru di area jantung. Leher sampai pusar, ada jahitan,
bekas operasi. Padahal, semua keluarga korban, termasuk
Syuhada tidak mengizinkan dilakukan autopsi. Polisi dan
petugas rumah sakit tidak menjelaskan, apakah dibelahnya
jenazah dari leher sampai pusar adalah autopsi atau proyek
bisnis. Maklum, masyarakat sering melihat video yang
menunjukkan pengambilan organ penting dari jenazah
untuk diperjual-belikan.
AHMAD SOFYAN (AMBON) SYUHADA FPI, ANAK JANDA
YANG DIBUNUH APARAT NEGARA
TP3 menuju jalan Utan Panjang
III, Kemayoran, Jakarta Pusat. Tiba
di gang I, mobil diparkir sekitar
100 meter dari rumah, tempat
hajatan berlangsung. Suara tahlilan
seratusan orang yang memadati
gang itu membuat TP3 tidak leluasa
bercakap-cakap. Ini acara tahlilan
di rumah orang tua Ahmad Sofiyan.
Beliau, korban pembunuhan aparat negara di tol JakartaCikarang KM 50, 7 Desember 2020. Rumah orang tua Ahmad Sofiyan alias Ambon, ukurannya tidak jauh beda dengan
yang dipunyai keluarga Khadafi. Perbedaannya, rumah
orang tua Ahmad, dua tingkat, warisan kakek.
Ibunya Ahmad Sofiyan seorang janda. Ahmad Sofiyan
alias Ambon berumur 26 tahun. Belum menikah. Beliau
hanya tamatan SD kemudian mengambil paket C, SMP.
Musykil, apakah dengan pendidikan paket C, Ahmad
Sofiyan dapat merakit senjata seperti dituduhkan polisi?
Katakanlah, Ahmad Sofiyan dapat merakit senjata.
Pertanyaannya, apakah peluru yang digunakan berupa
biji tangkil, jagung atau peluru asli? Jika peluru asli, siapa
yang memproduknya? Katakanlah peluru itu diproduk
pabrik resmi, Pindad. Namun, apakah karyawan pabrik ini
yang menjual peluru ke laskar FPI? Mungkin juga, Ahmad
Sofiyan membeli peluru di pasar gelap. Jika ada pasar gelap
di Jakarta dan sekitarnya, siapa yang bertanggung jawab?
FPI, HTI, MUI, BIN atau polisi. “Tepuk air didulang, terpercik
muka sendiri.”
Ibunya Ahmad, namanya Herlina, menjumpai TP3
di gang yang belum dipadati pelayat. Tubuhnya Herlina
ramping. Tingginya sekitar 155 cm. Beliau mengenakan
jilbab yang rapi dan benar. Jilbab Herlina mengekspresi
kualitas keislamannya. Hal tersebut tergambar ketika
beliau mengatakan bahwa, tawaran uang duka dari Babinsa
setempat, ditolak. Masyaa Allah! Seorang janda sederhana,
menolak uang duka dari pemerintah. Padahal, pekerjaansehari-hari hanya menjual goreng-gorengan. Hasilnya
Rp 200 ribu per-hari. Itulah penghasilan yang digunakan
untuk membiayai dirinya dan dua anaknya; Ahmad
Sofiyan dan Ridwan. Saat TP3 bertanya tentang apakah
Herlina siap bermubahalah dengan aparat negara yang
membunuh anaknya, Herlina menjawab bahwa dirinya siap
bermubahalah dengan harapan pelaku pembunuh anaknya
dilaknat oleh Allah SWT.
Saat mendengar jawaban itu, TP3 terbayang kisah
Nusaibah binti Ka’ab. Beliau salah seorang shahabiyah
dari golongan Anshar. Dikisahkan, suatu hari, Nusaibah
mendengar hiruk pikuk para sahabat menuju medan
perang Uhud. Suami Nusaibah ikut berperang hingga
syahid, juga , anaknya. Bahkan Nusaibah ikut berperang
dan mampu membunuh puluhan orang kafir. Suatu waktu,
seorang musuh mengendap dari belakang dan melukainya.
Usai perang Uhud, Nusaibah tercatat sebagai perisai
Nabi Muhammad SAW dengan tidak kurang 12 luka di
tubuhnya.
Apakah Herlina, Monalisa, dan 4 ibu lain yang anakanaknya dibunuh aparat negara akan tampil sebagai
“Nusaibah-Nusaibah” baru? Apakah ibu dari 11 orang yang
meninggal dalam peristiwa 21 dan 22 Mei 2019 di depan
kantor Bawaslu akan mengikuti jejak Nusaibah? Apakah
ibu-ibu dari 800-an anggota KPPS yang meninggal secara
tidak wajar dalam Pilpres 2019, akan menuntut hak mereka seperti yang dilakukan Nusaibah? Setidaknya mengikuti
jejak Herlina yang menolak dana santunan pemerintah
kecuali para pembunuh dijatuhi hukuman mati juga.
REZA SYUHADA FPI RUTIN BERIKAN GAJINYA UNTUK
IBUNYA, BERSEDEKAH DAN MENCICIL SERAGAM FPI
Muhammad Reza, pemuda Pasar
Baru, Kecamatan Sa wwah Besar,
Jakarta Pusat ini hanyalah seorang
pemuda pecinta ulama dan habaib
yang ingin membahagiakan kedua
orang tuanya. Reza, pemuda yang
lahir pada tanggal 7 Juni 2000 itu pun
bekerja sebagai satpam di salah satu
perusahaan, demi untuk membantu
ibunya yang seorang buruh cuci.
Reza menempati tempat tinggal yang sangat
zsederhana, tangga itu menuju ruang tempat tinggalnya
yang berukuran 1,5 x 3 meter. Di sana tempat tidur Reza
bersama ibu dan kakaknya, di bawahnya dipakai untuk
kamar mandi dan dapur. Di sela kesibukannya mencari
nafkah, Reza juga menjadi anggota FPI supaya bisa dekat
dengan Dzurriyah Rasulullah SAW Imam Besar HRS, serta
membela agama, bangsa dan negara. Namun siapa sangka,
hari Senin (7/12/2020) dini hari Reza harus tewas ditembak
aparat negara di tol Jakarta-Cikampek KM 50 saat sedang
bertugas mengawal dan menjaga perjalanan HRS menuju
Karawang.
Reza telah dimakamkan di area Markaz Syariah FPI
Mega Mendung Bogor bersama para syuhada lainnya.
Makamnya kini setiap hari selalu diziarahi oleh umat Islam
serta didoakan oleh jutaan umat Islam. Fakta mengharukan
pun kemudian terkuak, Reza yang hidup bersama ibunya
yang hanya seorang buruh cuci ini, ternyata anak shalih dan
sangat berbakti kepada ibunya. Reza yang bekerja sebagai
satpam hanya bergaji Rp 200 ribu per-bulan, ternyata
selama ini penghasilannya senantiasa ia catat dan kemudian
terungkap untuk apa saja uang tersebut ia gunakan.
Sejumlah perwakilan pengurus majelis taklim
mendatangi kediaman Reza menyampaikan sumbangan.
Sebagian besar gajinya Reza sisihkan untuk ibunya,
sisanya untuk bersedekah Rp 10 ribu setiap harinya dan
Rp 20 ribu untuk mencicil membeli seragam FPI. Berbeda dengan banyak ormas lain yang menerima dana Bansos dari
pemerintah dan sumber lain sehingga anggotanya diberi
seragam dan digaji, di FPI tidak begitu. FPI adalah ormas
Islam yang tidak pernah menerima Rp 1 rupiah pun dana
Bansos dan dana apa pun bentuknya dari pemerintah. Tidak
ada anggota FPI yang digaji. Bahkan untuk membeli seragam
kelaskaran pun harus membeli sendiri. Namun karena
kemandirian dan independensi itulah yang membuat FPI
sangat dicintai umat Islam. FPI bukan kacung pemerintah
dan kelompok apa pun, sehingga berani berkata tidak pada
apa pun yang bathil.
DALAM Daftar Lampiran-Catatan ini, terdapat sejumlah
informasi pendukung materi Buku Putih sehingga
diharapkan masyarakat luas dapat memperoleh informasi
secara komprehensif dan bisa memahami bahwa peristiwa
terbunuhnya enam pengawal HRS oleh aparat negara
merupakan pelanggaran HAM berat. Lampiran-Catatan
tersebut berupa surat formal yang dikirim oleh TP 3 atau
pihak terkait lainnya, pernyataan sikap atau press release,
foto dan atau gambar karikatur, artikel pengamat, karya
jurnalistik narasi audio-visual, berita liputan peristiwa, dan
sejenisnya. PETISI RAKYAT OLEH TP3
Jakarta, 1 Februari 2021
Kepada Yth.:
Presiden Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Petisi Rakyat* untuk *Penuntasan Peristiwa Pembunuhan
Pengawal HRS oleh Aparat Negara
Proses penyelidikan peristiwa pembunuhan atas enam warga sipil
(Pengawal HRS) yang terjadi pada 6-7 Desember 2020 masih jauh dari
harapan dan justru cenderung berlawanan dengan kondisi objektif
dan fakta-fakta di lapangan. Baik Polri maupun Komnas HAM telah
memberikan laporan penyelidikan yang dapat dianggap menggiring
opini menyesatkan dan menutupi kejadian yang sebenarnya.
Mencermati sikap Pemerintah dan sikap Komnas HAM RI, kami
yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa pembunuhan
terhadap enam pengawal HRS merupakan pembunuhan secara langsung
terhadap penduduk sipil oleh aparat negara yang didahului dengan
penyiksaan dan dilakukan secara sistematik. Oleh karena itu kejahatan
ini memenuhi kriteria sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime
Against Humanity), sehingga merupakan Pelanggaran HAM berat
sebagaimana dimaksud oleh Pasal 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM).
Kejahatan sistematik ini terjadi didasarkan pada prakondisi operasi
kontra propaganda oleh Pemerintah melalui penggalangan opini,
politik adu domba dan belah bambu di antara umat Islam dan rakyat
Indonesia yang direpresentasikan oleh aparat hukum dan keamanan.
Aparat negara diduga telah melakukan Pelanggaran HAM berat melalui kebijakan keji, bengis dan di luar batas kemanusiaan, yang berujung
pada hilangnya nyawa enam laskar FPI pada 7 Desember 2020.
Berdasarkan kesaksian dari Pengurus FPI, pengawal HRS itu tidak
memiliki senjata, tidak pernah melakukan penyerangan, sehingga
dengan demikian tidak mungkin terjadi baku tembak. Karena itu
banyak pihak, termasuk Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3)
enam pengawal HRS meyakini yang terjadi adalah pembunuhan dan
pembantaian yang direncanakan sebelumnya. TP3 menilai, apa pun
alasannya, tindakan aparat negara sudah melampaui batas dan di luar
kewenangan, yakni menggunakan cara-cara kekerasan di luar prosedur
hukum dan keadilan, sehingga wajar disebut sebagai extrajudicial
killing.
Tindakan brutal aparat pemerintah ini merupakan bentuk
penghinaan terhadap proses hukum dan pengingkaran atas asas
praduga tidak bersalah dalam penegakan hukum dan keadilan.
Sehingga dapat dianggap sebagai perbuatan yang bertentangan
dengan Pancasila, UUD 1945 dan peraturan yang berlaku. Karena itu
TP3 mengutuk dan mengecam keras para pelaku pembunuhan enam
pengawal HRS tersebut, termasuk atasan dan pihak-pihak terkait.
Dengan status sebagai Pelanggaran HAM berat, maka pembunuhan
enam pengawal HRS merupakan pelanggaran terhadap Statuta Roma
Tahun 1998 dan Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman
or Degrading Treatment or Punishment yang telah diratifikasi melalui
Undang-Undang No.5 Tahun 1998. Karena itu proses hukumnya harus
dilakukan melalui Pengadilan HAM sebagaimana dinyatakan dalam
Undang-Undang No.26 Tahun 2000.
Sampai saat ini, Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
belum memberikan pertanggungjawaban publik atas peristiwa
pembunuhan enam pengawal HRS. Bahkan pemerintah tidak merasa
perlu untuk menyampaikan permintaan maaf atau belasungkawa
kepada keluarga korban. Hal ini merupakan pengingkaran terhadap
hak-hak korban dan keluarganya yang semestinya dijamin oleh negara seperti terkandung dalam UU No.13 Tahun 2006 jo UU No.31 Tahun 2014
tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
TUNTUTAN
Sehubungan dengan terjadinya pelanggaran HAM berat oleh aparat
negara, maka TP3 bersama segenap komponen bangsa di seluruh
Indonesia yang peduli terhadap penegakan hukum dan keadilan, serta
pelaksanaan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, dengan ini mengajukan
tuntutan sebagai berikut:
1. Menuntut agar nama-nama para pelaku pembunuhan enam
pengawal HRS yang dilaporkan Komnas HAM kepada Presiden
Republik Indonesia segera diumumkan.
2. Menuntut Presiden Republik Indonesia sebagai kepala pemerintahan
untuk ikut bertanggungjawab atas tindakan sewenang-wenang
aparat negara dalam peristiwa pembunuhan tersebut;
3. Mendesak Presiden Republik Indonesia untuk memerintahkan
Kapolri memberhentikan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran
sebagai anggota Polri, sehingga proses hukum kasus pembunuhan
enam pengawal HRS dapat dilakukan secara obyektif, terbuka, dan
berkeadilan.
4. Mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) untuk membentuk
Panitia Khusus (Pansus) guna menyelidiki kasus pembunuhan
atau pembantaian enam pengawal HRS yang diduga kuat bukan
sekadar pembunuhan biasa, tetapi terkait dengan persoalan politik
kekuasaan;
5. Mendukung Tim Advokasi yang telah melakukan pelaporan kepada
International Criminal Court di Den Haag dan Committee Against
Torture di Geneva, serta mendesak kedua lembaga Internasional
tersebut untuk segera melakukan langkah penyelidikan termasuk
pemanggilan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pembantaian
enam pengawal HRS sebagai tindak lanjut dari pelaporan Tim
Advokasi tersebut.6. Menuntut negara bertanggungjawab kepada para korban dan
keluarganya, sesuai Pasal 7 UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan
UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
dalam bentuk:
a. Memberikan keadilan kepada para korban dengan menghukum
para pelaku pelanggaran;
b. Meminta maaf kepada para korban dan keluarganya dan
mengakui adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 7
Desember 2020 yang menewaskan enam korban;
c. Memberikan layanan medis dan psikososial dengan cuma-cuma
dan serta merta untuk korban lain peristiwa 7 Desember 2020
yang masih hidup;
d. memberikan kompensasi kepada para korban dan keluarganya melalui fasilitasi dari Lembaga Perlindungan Saksi & Korban (LPSK);
e. Merehabilitasi nama baik para korban yang sudah tewas dari
labelling dan stigma yang dituduhkan kepada mereka secara
sewenang-wenang.
7. Menuntut para pelaku pembunuhan 7 Desember 2020 untuk
memberikan restitusi (ganti rugi oleh pelaku) kepada para korban
dan keluarganya sesuai Pasal 7A UU No.31 Tahun 2014 tentang
Perubahan UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban.
Kami mengajak berbagai lapisan masyarakat, segenap anak bangsa
di seluruh tanah air, untuk mendukung dan bergabung dalam gerakan
Petisi Rakyat ini, demi tegaknya hukum dan keadilan di bumi NKRI.Daftar Pendukung Petisi Rakyat
1. Prof. DR. M. Amien Rais
2. KH DR. Abdullah Hehamahua
3. Dr. Busyro Muqoddas
4. KH. DR. Muhyiddin Djunaedi
5. Dr. Marwan Batubara
6. Prof. DR. Firdaus Syam
7. DR. Abdul Chair Ramadhan
8. Habib Muhsin Al-Attas, Lc.
9. Hj. Neno Warisman
10. Edy Mulyadi
11. Rizal Fadillah, SH
12. HM Mursalim R
13. Dr. Indra Matian
14. Wirawan Adnan, SH.,MH
15. Abdul Malik SE, MM
16. KH DR. Buchori Muslim
17. DR. Syamsul Balda
18. DR. Taufik Hidayat
19. DR. HM Gamari Sutrisno, MPS
20. Ir. Candra Kurnia
21. Adi Prayitno, SH
22. Agung Mozin SH, MSi
23. KH Ansyufri Sambo
24. DR. Nurdiati Akma
*(Nomor 1 s.d 24 merupakan
Anggota TP3 dan Inisiator Petisi
Rakyat)*
25. KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’I,
Perguruan As-Syafi’iyah
26. Prof. DR. Daniel M. Rosyid
27. Natalius Pigai, Mantan Anggota
Komnas HAM
28. DR. M.S Kaban, Mantan Menteri
Kehutanan
29. Rocky Gerung
30. Dra. Hj. Marfuah Musthofa, M.Pd,
Ketua PP Wanita Islam
31. Letjen TNI Purn Syarwan Hamid
32. Letjen TNI Purn Yayat Sudrajat
33. Mayjen TNI Purn Deddy S
Budiman
34. Mayjen TNI Purn Soenarko.
35. Prof. DR. H. Sanusi Uwes, M.Pd
36. DR. Ir. H. Memet Hakim
37. Mayjen TNI Purn Robby Win
Kadir
38. Prof. Dr. Muhammad Chirzin,
M.Ag.
39. H. Memet Hamdan, S.H, M.Sc.
40. Radhar Tri Baskoro, S.E, MSi
41. Kolonel TNI Purn Sugeng Waras
42. Noor Alam, S.H. CN, MBA, MSc
43. DR. Hj Maria Zuraida M.Si
44. DR. Ir. H Arifien Habibie MS
45. Memet A. Hakim, S.H.
46. DR. TB. Massa Djafar, Akademisi
47. Ahmad Murjoko, S.Sos. M.Si., KB
PII
48. DR. Muslim Muin, Dosen ITB
49. DR. Nurhayati Ali Assegaf, Partai
Demokrat
50. DR. Muslim Mufti, M.Si, Ketua
Dewan Tafkir PP PERSIS
51. Mayjen TNI Purn Budi Sujana
52. Brigjen TNI Purn Mahu Amin
53. Brigjen TNI Purn Dr Nasuka
54. Brigjen TNI Purn Poernomo
55. Adhie M Massardi
56. Zamzam Aqbil. R. SH., MH
(Bantuan Hukum PERSIS)57. DR. Ma’mun Murod Al-Barbasy,
M.Si
58. Dindin S. Maolani, S.H.
59. DR. Masri Sitanggang
60. Djoko Edhi Abdurrahman,
Mantan Anggota DPR RI
61. H. Heru Purwanto SH
62. Ir Sebastian Jaafar MH
63. Joko Sumpeno SH
64. Mustaris SH
65. Ir. Kelana Budi Mulia MEng.
66. Deni Apriandi SE SH MH
67. Ir H. Suroto MM
68. Djudju Purwantoro SH, MH
69. M. Gde Siriana Yusuf
70. Ir. Syafril Sofyan
71. Nur Aini Bunyamin, GBN
72. Taufik Bahaudin, UI Watch
73. Narliswandi (Iwan Piliang)
74. Ir. H. Irwansyah, UI Watch
75. Agus Muhammad Maksum, DDII
Jatim.
76. Ust Yunus Maksum, Gamis Jatim
77. KH. Toha Yusuf Zakaria, PP Al
Islah
78. Prof. DR Aminudin Kasdi,
UNESA
79. Ir. Prihandoyo Kuswanto, Ketua
Rumah Pancasila
80. Ust Mintardjo Wardana, Jatim
81. Gus Adi Purwadi, AMTB Jatim
82. KH Ahmad Dimyati, TPQ Miftahul
Huda, Tulungagung
83. Ir. Asjhar Imron, MSc, MSE, PED,
Surabaya
84. KH Muhammad Ma’mun, Tulung
Agung
85. KH Gus Robert, Mojosari
Mojokerto
86. Agus Lengky ST SH MM,
Advokat.
87. Muslim Arbi
88. KH Hamim Badruzzan, Tulung
agung
89. KH Robet Wahidi Wiyono
90. M Nur Huda, Tulungagung
91. Ahmad Syifa, Tulungagung
92. Munif Miftachur Rohman,
Tulungagung
93. Efendi Arif, Tulungagung
94. Minhajun Niam, Tulungagung
95. Suparlin, Tulungagung
96. Edi Al Ghoibi, Tulungagung
97. Agus Sriyanto, Tulungagung
98. Moh Ali Shodiq, Tulungagung.
99. Khoirul Anam, Tulungagung.
100. Agus Supriadi, Tulungagung.
101. Moch Faisol, Tulungagung.
102. Warsito, Tulungagung.
103. Robet Saifunawas, Tulungagung
104. Muhammad Fauzi Nur Fuad,
Tulungagung
105. Purwito, Tulungagung.
106. Achmad Lutfi Nur Huda,
Tulungagung
107. DR. Habib Zaenal Abidin Bil Faqih,
Malang
108. KH Abdul Rachman, PP
Hidayatullah, Surabaya
109. Imam Budi Utomo ST, MM, Ketum
JPRMI, Jawa Timur110. Hamzah Baya, Jamaah Anshorus
Syariah, Jatim
111. Ustadz Dwi Agus, Gerakan Anti
Komunis, Jatim
112. Indra Rouf, Gamis Jatim
113. Drs. Ibrahim Rais, PII & PUI,
Kediri
114. Drs. Rahmat Mahmudi, M.Si,
Ketua Umum PUI & MKLB,
Kediri
115. Drs. A. Musta’in Syafi’I, Ketua
GBN & Sekjen PUI, Kediri
116. Ibnu Hasyim, KAMI Jatim
117. Agus Santoso, Forum Da’i
Ekonomi Syariah, Jatim
118. Habib Idrus Al-Jufry, Presidium
PUI, Kediri
119. M. Karim Amrullah, SH,
Presidium PUI, Kediri
120. Drs. H. Achmad Djunaidi. M.M.Pd.
MM, Masyumi Reborn Jatim
121. Ir Misbahul Huda MBA,
Founder Rumah Kepemimpinan
Indonesia
122. Ir HM Yacob Chudory, Ketua
Dewas DPP Pribumi Bersatu
123. Darmayanto, Mantan Anggota
DPR
124. Hasan Busyairi, Aktivis Dakwah,
Banyuwangi
125. Alfiyatussholichah Ssi, MPS, PP.
Garda Bumi Putra Nasional
126. KH.Jurjis Muzammil, Ponpes Al
Is’af Klabaan, Penasehat Anshor
Sumenep
127. KH. Drs. Choirul Anam, Surabaya
128. Ustadz Samsudin SE, MM,
Hidayatullah Surabaya
129. Azhari Dipo Kusumo, Front Anti
Komunis Pantura, Jatim
130. Ir Tontowi Ismail MSc, JMMI, ITS
131. Ramli Kamidin, Iluni UI
SELAIN “Petisi Rakyat”, ada pula
gerakan penggalangan dana untuk
para syuhada, enam pengawal HRS
yang dibunuh aparat negara. Berikut
ini berita tentang pengumpulan dana
dari masyarakat luas.
Kepedulian sosial dari
masyarakat untuk masyarakat ternyata masih menyala di
Tanah Air. Hal tersebut terwujud dalam aksi penggalangan dana
yang dilakukan oleh Irvan Gani. Warganet yang juga seorang
pengusaha ini mampu mengumpulkan donasi hingga Rp 1,7
miliar yang diperuntukkan bagi keluarga almarhum enam laskar
Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal dunia dalam insiden
KM 50 Tol Jakarta-Cikampek beberapa waktu lalu.
Sontak, penggalangan dana yang dilakukan melalui media sosial
ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya datang
dari aktivis manusia merdeka yang juga mantan Sekretaris Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Said Didu.
Bahkan dalam akun Twitternya, Said Didu mengibaratkan sosok
Irvan sebagai seorang Menteri Sosial RI, yang mana posisi Mensos
sebelumnya, Juliari Batubara dikritik publik karena tersandung
kasus dugaan korupsi bantuan sosial Covid-19. “Selamat bekerja
Pak Mensos netizen,” tulis Said Didu, Jumat (11/12).
Hingga saat ini, dana yang telah terkumpul sudah mencapai Rp
1,7 miliar. Dana tersebut bahkan diprediksi akan terus bertambah
meski penggalangan dana telah ditutup. Irvan Gani pun telah
menyalurkan Rp 1,2 miliar sumbangan kepada enam keluarga
almarhum laskar FPI yang diserahkan secara langsung dengan
masing-masing keluarga mendapat Rp 200 juta.
“Terkumpul 1,7 M. Insya Allah terjaga amanah. Masih ada 500 juta
lagi, karena baru update siang tadi,” kata Irvan Ghani. Diakuinya,
pencairan dana tersebut tidak bisa dilakukan sekaligus karena
terganjal regulasi perbankan dalam pencairan jumlah besar.
“Mengambil yang di bank dalam jumlah besar harus dengan
perjanjian,” tandasnya. EDITOR: DIKI TRIANTO
(https://politik.rmol.id/read/2020/12/12/465469/Irvan-GaniKumpulkan-1,7-M-Untuk-Korban-KM-50-Japek)MENGGUGAT REKAYASA PENANGANAN
PEMBUNUHAN ENAM PENGAWAL HRS
BANYAK tulisan “catatan” berbentuk artikel, foto, dan atau karikatur
dan sejenisnya yang mengangkat tema tentang ketidakadilan proses
penegakkan hukum berkaitan dengan peristiwa terbunuhnya enam
pengawal HRS oleh aparat negara. Di antaranya adalah karya jurnalistik
yang dikenal dengan nama “Bang Edy Channel” dari grup FNN. Secara
kontinu, “Bang Edy Channel” mengungkap kasus pelanggaran HAM berat
ini dari berbagai perspektif, dan mengundang masyarakat luas untuk
bergabung “menikmati” karya jurnalistiknya berbentuk narasi tertulis
dan audio visual Youtube itu melalui https://t.me/bangedychannel. Selain
itu, juga ada artikel yang ditulis oleh HM Rizal Fadilah, SH (pengamat
politik kebangsaan)., Dr. Marwan Batubara (juru bicara TP3), dan Dr. H.
Abdul Chair Ramadhan, SH., MH (Direktur HRS Centre).
Bang Edy Channel
ALLAH SINGKAP: MEREKA BERSEKONGKOL UNTUK PIDANAKAN
HRS!
Serapi apa pun mereka menutup bangkai, bau busuknya pasti akan
menyeruak juga. Allah singkap persekongkolan penguasa memidanakan
kerumunan di Mega Mendung, Bogor, Jabar. Ketua Satpol Kabupaten
Bogor, Agus Ridhallah, di persidangan mengaku rapat Pemprov Jabar
dan kepolisian Polda Jabar bersepakat memidanakan HRS. Padahal,
kasus serupa belum pernah dipidanakan. (*)
#MerekaBersekongkol / #PidanakanHRS / #AgusRidhallah /
#BangEdyChannel// https://youtu.be/oF6HggRu1sA
Jangan lupa dukung terus #BangEdyChannel dengan subscirbe, like,
komen, dan share yaaa... GABUNG TELEGRAM CHANNEL: https://t.me/
bangedychannel
KM 50: POLISI SAJA RAGU
HINGGA KINI Kepolisian masih utak-atik untuk mengumumkan nama
tersangka pembunuhan enam anggota Laskar FPI. Konon satu orang
sudah meninggal dalam kecelakaan. Itu pun tak jelas peristiwanya.
Dunia tentu menertawakan kinerja yang sebenarnya sangat mudah
akan tetapi menjadi sulit seperti ini. Masalah sulitnya adalah karena
mempertimbangkan skenario dan menyembunyikan kebenaran. Bukan
menguak kebenaran atau keadilan. Lemparan awal yang ternyata tidak
sesuai dengan fakta dan logika, akibatnya bisa berubah ubah. Komnas
HAM yang sarat kritik juga menghadapi kemandegan tindak lanjut.
Meski telah di-back-up Presiden dan Menkopolhukam.
Pertanyaan paling mendasar adalah benarkah pembunuh enam
anggota Laskar FPI itu adalah aparat Kepolisian atau instansi lain
selain Kepolisian? Yang dibicarakan bukan dua korban “tembak
menembak” dan empat yang ditembak, sebab keenam anggota Laskar
FPI mengalami luka tembak mematikan jarak dekat seluruhnya.
Memilah milah keduanya adalah keliru. Komnas HAM hanya menerima
keterangan sepihak dan diduga kuat ikut menyembunyikan kebenaran.
Jika Polisi sudah yakin bahwa pembunuh itu Elwira, Yusmin dan Fikri
Ramdhani, maka segera umumkan dan selesai. Tangkap dan tahan.
Tinggal penyidikan atas status tersangka mereka. Masalahnya adalah
Pelapor awal yang mentersangkakan “korban” pembunuhan adalah
justru paket lain Faisal, Fikri, dan Adi Ismanto. Pilihan ini juga menarik.
Polri ragu.
Beredar viral adanya tim penguntit dan pemburu HRS dan
rombongan yang ternyata bukan semata elemen Kepolisian. Ada
banyak personal BIN. Di antaranya BIN Daerah. Penguntitan puluhan
personal tentu didasarkan atas Surat Tugas dari atasan. Ini artinya
ada kegiatan sistematik yang menjadi unsur dari pelanggaran HAM
berat. Aneh Komnas HAM tidak berani mendapatkan keterangan atau
informasi dari personil yang bukan institusi Kepolisian seperti ini.
Fokus hanya Polri saja. Hubungan antar instansi sebagai bagian operasi
sistematik ini tergambarkan melalui cepatnya Konperensi Pers Kapolda
Metro Jaya Fadil Imran bersama-sama dengan Pangdam Jaya Dudung
Abdurrahman. Jika konteks pembunuhan adalah penegakkan hukum,
maka cukuplah Konperensi Pers dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya.
Kini pertanggungjawaban hukum tidak cukup selesai pada pelaku
di lapangan. Akan tetapi kebijakan komando harus dibongkar. Komnas
HAM menutup voice note antar petugas dengan para komandan. Fadil
Imran tidak bisa berleha-leha, begitu juga dengan Dudung Andurahman.
Kabareskrim belum tentu tak terlibat. Jadi kisah pelanggaran HAM
berat Km 50 harus dibuka habis. Jika hanya pelaku lapangan yang
terkena target, maka persoalan masih akan terus menggantung. Ujung
pertanggungjawaban pelanggaran HAM berat pembunuhan dan
penyiksaan enam anggota Laskar FPI adalah Presiden Jokowi. Ini bukan
semata kasus hukum, ini adalah kejahatan kemanusiaan berbentuk
pembunuhan politik. Harus dipertanggungjawaban secara politik. Km
50 tak boleh diabaikan. Km 50 adalah crimes against humanity. (HM
Rizal Fadillah, Bandung, 25 April 2021)
MERAGUKAN DAN MEMPERCAYAI KOMNAS HAM
Tuntutan obyektivitas penyelidikan kebenaran peristiwa “Km 50”
adalah melalui Tim Pencari Fakta Independen. Semua pihak dapat
menerima hasil penyelidikannya berdasarkan “independensi” kerjanya.
Akan tetapi tuntutan atau usulan pembentukan ini ditolak oleh
Pemerintah. Akhirnya apa boleh buat dua lembaga yang melakukan
penyelidikan yaitu Mabes Polri sendiri dan Komnas HAM.
Penolakan Pemerintah atas pembentukan tim independen ini
membuat wajar jika publik memiliki penilaian awal meragukan akan
kerja baik Mabes Polri maupun Komnas HAM. Mengingat Polri menjadi
pihak yang terlibat, maka Mabes Polri sulit untuk mendapat tempat
utama dalam kepercayaan. Komnas HAM terpaksa harus dipercaya
untuk melakukan penyelidikan di bawah pantauan “terbatas” publik.
Setelah kurang lebih tiga minggu bekerja tanpa sinyal hasil, maka
anggota DPR Fadli Zon mempertanyakan melalui ungkapan di berbagai
media. Dan pada hari Senin 28 Desember 2020 Komnas HAM melakukan
konperensi pers tentang langkah dan hasil kerjanya. Harapan ada
temuan penting yang perlu diketahui masyarakat belum kesampaian.
Komnas HAM menyatakan belum selesai menunaikan tugasnya.
Ditunjukkan proyektil dan selongsong peluru yang ditemukan,
lalu pecahan mobil yang juga didapat. Menurut pengamatan beberapa
kalangan penunjukan bukti ini sebagai kecerdikan Komnas HAM untuk
mengamankan bukti melalui keterlibatan publik dalam menjaganya.
Meskipun demikian jika konperensi pers ini hanya sekedar
memperlihatkan temuan tersebut sebenarnya terlalu teknis dan
sederhana atas alat bukti yang masih interpretatif. Masyarakat berharap
lebih dari itu dan informasinya yang ditunggu bersifat fundamental
serta mudah untuk didapat cepat dari kerja Komnas HAM.
Dua hal terpenting yang semestinya terungkap yaitu pertama
Komnas HAM menyatakan bahwa timnya telah mengetahui siapa
penembak keenam anggota laskar FPI tersebut apakah benar Polisi atau
pihak di luar kepolisian. Lebih hebat jika identitas pelaku penembakan
diumumkan.
Kedua, berdasarkan kondisi jenazah maka Komnas HAM
menyampaikan bahwa di samping penembakan juga ada atau tidak
penyiksaan. Komnas HAM mampu menjelaskan arti lebam-lebam atau
luka melepuh atau kulit mengelupas yang ada pada tubuh korban.
Pengumuman awal seperti inilah yang dibutuhkan dan perlu
diamankan publik dalam pengawasan “terbatas” yang dapat dilakukan
masyarakat terhadap kerja Komnas HAM.
Mengingat belum ada hal penting yang dapat ditangkap publik
tentang kerja Komnas HAM maka posisinya saat ini Komnas HAM masih
dalam bacaan antara diragukan atau dapat dipercaya. Wajar diragukan
karena saat mempublikasikan bersama Polisi tentang temuan “revolver”
yang menjadi bukti penembakan begitu yakin dengan detail penjelasan
Kepolisian. Begitu juga dengan bantahan keras telah menemukan
rumah tempat diduga terjadinya penembakan atau penyiksaan.
Apa pun itu, publik masih akan menunggu finalnya hasil kerja
Komnas HAM. Adanya suara yang mendorong keterlibatan lembaga
internasional dalam penyelidikan kasus ini adalah bukti bahwa kerja
Komnas HAM diragukan obyektivitasnya.
Dengan duka dan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang
menyakitkan ini akhirnya kita berdiam “wait and see” dalam
ketertutupan dan gelapnya malam. Lokasi Km 50 pun telah dihancurkan,
terbebas dari penghuni orang-orang yang biasa ramai melayani mereka
yang berhenti untuk beristirahat. Suasana lingkungan kini kusam dan
muram.
Tetap berdoa semoga Komnas HAM dapat menjawab keraguan
dengan hasil yang terang benderang. Berdoa agar anggota Komnas HAM
terbebas dari status terperiksa di hari akhir dan mendapat hukuman
dari Allah SWT yang Maha Melihat dan Mendengar.
Alangkah ruginya jika menjadi unsur tak terlibat dalam perbuatan
tetapi ikut terhukum karena menyembunyikan kebenaran. Sebaliknya
pahala besar akan diberikan Allah SWT bagi mereka yang berlaku jujur
dan memberi manfaat besar bagi kehidupan orang banyak. (HM Rizal
Fadillah, Bandung, 29 Desember 2020)
BUBARKAN KOMNAS HAM
Bekerja sia-sia bahkan tidak profesional adalah pilihan diksi yang
mungkin pas diberikan bagi Komnas HAM yang diberi amanah untuk
menyelidiki kasus pembantaian 6 anggota Laskar FPI 7 Desember 2020.
Harapan publik begitu besar atas kerja keras, transparan, obyektif, dan
independen. Namun harapan itu sirna melalui realita kerja Komnas
HAM.Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Komnas HAM adalah
lembaga mandiri yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan, pemantauan dan mediasi HAM. Pasal 89 ayat (3) butir c
dalam hal pemantauan maka Komnas HAM melakukan penyelidikan
dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang patut diduga terdapat
pelanggaran HAM.
Ada kesalahan mendasar Komnas HAM dalam penyelidikan kasus
penembakan 6 anggota laskar FPI, yaitu:
Pertama, dari peristiwa yang secara dini dipantau publik diduga
penembakan bahkan pembantaian yang terjadi adalah “extra ordinary”
dengan tuntutan keras akan pembentukan TPF independen, maka
sesuai UU No. 26 Tahun 2000, seharusnya Komnas HAM membentuk
tim ad hoc yang terdiri dari Komnas HAM dan unsur masyarakat (vide
Pasal 89 ayat 2).
Kedua, bahwa hasil penyelidikan dengan kesimpulan terjadinya
pelanggaran HAM Komnas HAM seharusnya mengumumkan kepada
publik siapa yang diduga pelanggar HAM tersebut. Mengetahui
penembak atau pembantai adalah hal termudah dan layak didapat oleh
Komnas HAM dalam kasus ini.
Ketiga, Komnas HAM tidak mampu menjelaskan indikasi
penyiksaan (torture) bahkan terkesan menghindar, hal ini merupakan
pelanggaran atas tanggung jawab moral kemanusiaan yang mendasar.
Foto kondisi jenazah yang beredar ternyata tidak terklarifikasi baik
dalam penyelidikan.
Keempat, Komnas HAM keliru hanya melaporkan hasil kerja kepada
Presiden, sebab pada pelaporan reguler saja dilakukan kepada DPR
dan Presiden dengan tembusan Mahkamah Agung Pasal 97 UU HAM),